Kelas: XII.2
Mapel: Bahasa Indonesia
Cut Meutia
Cut Nyak Meutia atau Cut Meutia adalah pahlawan nasional Indonesia dari daerah Aceh.
Cut Meutia lahir pada 1870 di Keureutoe, Pirak, Aceh Utara. Pada awalnya, Tjoet Meutia
melakukan perlawanan terhadap Belanda bersama suaminya Teuku Muhammad atau Teuku
Tjik Tunong. Akan tetapi, pada bulan Maret 1905, Tjik Tunong berhasil ditangkap Belanda
dan dihukum mati di tepi pantai Lhokseumawe. Sebelum meninggal, Teuku Tjik Tunong
berpesan kepada sahabatnya Pang Nagroe agar mau menikahi istrinya dan merawat anaknya
Teuku Raja Sabi.
Sesuai wasiat suaminya Tjoet Meutia kemudian menikah dengan Pang Nagroe dan
bergabung dengan pasukan lainnya di bawah pimpinan Teuku Muda Gantoe. Pada suatu
pertempuran dengan Korps Marechausée di Paya Cicem, Tjoet Meutia dan para wanita
melarikan diri ke dalam hutan. Pang Nagroe sendiri terus melakukan perlawanan hingga
akhirnya, ia tewas pada tanggal 26 September 1910.
Kemudian, Cut Meutia bangkit dan terus melakukan perlawanan bersama sisa-sisa
pasukkannya. Waktu itu kekuatan pasukan tinggal 45 orang dengan 13 pucuk senapan.
Setelah bermufakat, mereka lalu berangkat ke Gayo untuk menggabungkan diri dengan
pasukan yang lainnya. Di tengah perjalanan, di Paya Beuranang, mereka bertemu dengan
Teungku Seupot Mata dan lalu bersama meneruskan perjalanan ke Gayo yang sulit dan
gawat.
Pada 24 Oktober 1910, di persimpangan Krueng Peutoe yaitu di Alue Kurieng, rombongan
tersebut berhenti untuk menanak nasi. Disana secara tiba-tiba mereka diserang oleh
pasukan Christoffel(Marechausée). Pasukan cut nyak meutia dan Teungku Seupot Mata yang
sudah amat kecil kekuatannya itu siap menghadapi lawan. Pertempuran tersebut terjadi
dengan sangat sengit. Pada pertempuran itulah Cut Meutia tertembak kakinya dan terus
terduduk di tanah. Cut Meutia tidak menyerah, bahkan dengan pedang terhunus ia terus
mengadakan perlawanan hingga akhirnya ia terbunuh oleh musuh.
Sebelum gugur, Cut Meutia masih sempat berpesan kepada Teuku Syakh Buwah yang
berada di dekatnya. Katanya dengan pendek, “Selamatkanlah anakku, Raja Sabi. Aku
serahkan dia ke tanganmu”. Dan amanat itu dapat dilaksanakan dengan baik sehingga Teuku
Raja Sabi putera Cik Tunong dan Cut Meutia selamat hingga dapat mengalami kemerdekaan
Indonesia, namun dalam tahun 1946, Teuku Raja Sabi mati terbunuh seperti yang disebutkan
dalam Revolusi sosial di Sumatera Utara. Pada tanggal 19 Desember 2016, atas jasa-jasa
yang pernah dilakukan Cut Meutia, Pemerintah Republik Indonesia, mengabadikannya dalam
pecahan uang kertas rupiah baru Republik Indonesia yaitu pecahan uang Rp.1.000. Perannya
sebagai pahlawan wanita Indonesia juga telah mengeinspirasi generasi setelahnya untuk
dapat berjuang seperti ddiriny
Nama: Irwan Hidayat
Kelas: XII.2
Mapel: Bahasa Indonesia