Anda di halaman 1dari 3

Biografi Cut Nyak Meuti

Bagaimanakah Biografi Cut Nyak Meutia?


Cut Meutia atau Cut Nyak Meutia merupakan seorang pahlawan nasional dari negara
Indonesia dari wilayah Aceh. Cut Meutia telah lahir pada tahun 1870 di Pirak,
Keureutoe, Aceh Utara dan telah wafat pada 24 Oktober 1910 di Aceh, Alue Kurieng.
Cut Meutia menjadi pahlawan nasional Indonesia pada tahun 1964 setelah adanya
sebuah Keputusan Presiden.

Latar Belakang Keluarga Cut Meutia


Cut Meutia adalah satu-satunya anak perempuan dalam keluarga. Ia memiliki seorang
empat saudara laki-laki, Teuku Cut Beurahim, Teuku Cut Hasan, Teuku
Muhammadsyah, dan Teuku Muhammad Ali.

Ayahnya Cut Meutia, yang bernama Ben Daud Pirak dari Teuku, yakni telah dianggap
sebagai seorang kepala pemerintahan yang bijaksana dan tegas di wilayah Pirak.

Ia telah dikenal yakni sebagai Ulama di daerah itu. Daerah Pirak sendiri adalah
termasuk daerah dengan sebuah sistem dalam pemerintahannya sendiri.

Ketika dia sudah besar, Cut Meutia telah menikah dengan seorang pria muda yang
bernama Teuku Syamsarif, yang dikenal sebagai Teuku Chik Bintara. Namun, dalam
pernikahannya tidak berlangsung lama karena suaminya yang telah dianggap lemah
dan pada saat itu ia selalu ingin bekerja dengan Belanda.

Perjuangan Perlawanan Hingga Wafatnya Cut


Meutia
Dalam awalnya Tjoet Meutia bertarung dengan suaminya Teuku Muhammad atau yang
bernama Teuku Tjik Tunong yakni telah melawan Belanda. Namun, pada bulan Maret
tahun 1905, Tjik Tunong ditangkap dengan Belanda dan telah dijatuhi dalam sebuah
hukuman mati di bagian pantai Lhokseumawe. Sebelum kematiannya, Teuku Tjik
Tunong menyarankan temannya Pang Nagroe untuk menikahi istrinya dan mau
merawat putranya Teuku Raja Sabi.

Setelah kehendak dalam suaminya, Tjoet Meutia kemudian menikah dengan yang
bernama Pang Nagroe dan telah bergabung di bawah dalam kepemimpinan dalam
Teuku Muda Gantoe. Selama pertempuran bersama Korps Marechausée di wilayah
Paya Cicem, Tjoet Meutia dan dengan para wanita melarikan diri ke hutan. Pang
Nagroe sendiri akan berjuang sampai ia akhirnya terbunuh pada 26 September 1910.

Kemudian Cut Meutia telah berdiri atau bangkit dan bertarung dengan pasukan lainnya.
Saat itu hanya ada 45 pria dengan 13 senjata. Setelah setuju, mereka pergi ke Gayo
yakni sebagai bergabung dengan adanya sebuah pasukan lainnya. Dalam perjalanan,
mereka bertemu dengan Teungku Seupot Mata di Paya Beuranang dan melanjutkan
dalam perjalanan mereka ke Gayo, yang sulit dan serius.

Cut Meutia Wafat


Pada Oktober 1910, dalam sebuah pasukan dari Belanda telah mengintensifkan
pengejaran pasukan Cut Meutia. Ketika Cut Meutia merasa dalam posisinya yakni
semakin terjepit, dia memindahkan dalam pasukannya dari gunung ke gunung yakni
sebagai menghindari adanya sebuah pengepungan oleh Belanda.

Pada 24 Oktober 1910, dalam pasukan Belanda di wilayah Alue Kurieng terlibat dalam
sebuah pertempuran sengit antara pasukan yang telah dipimpin oleh Cut Meutia dan
pasukan Belanda. Dalam pertempuran, Cut Meutia akhirnya wafat. Sebelum Cut Meutia
meninggal, dia mempercayakan anaknya Teuku Syech Buwah untuk melindunginya.

Untuk kebaikannya, Cut Meutia kemudian telah dianugerahi dalam sebuah gelar
pahlawan Indonesia dengan pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden dalam
Pemerintah Indonesia yang telah melabuhkannya pada tahun 2016 dalam mata uang
rupiah.

Cut Meutia telah lahir pada tahun 1870 di wilayah Pirak, Keureutoe, Aceh Utara dan
telah meninggal pada 24 Oktober 1910 di Alue Kurieng, daerah Aceh.

2
Diketik oleh : Puteri Yasmin Nurhaliza dari kelas 10 IPS 3

Anda mungkin juga menyukai