Anda di halaman 1dari 2

AKHIR KISAH CINTA DAN PERJUANGAN

Orientasi:

Cut Nyak Meutia adalah anak dari pasangan Teuku Ben Daud Ibrahim dan Cut
Jah yang lahir pada tanggal 15 Februari 1870 di Keureute, Pirak, Aceh Utara. Ia
memiliki empat saudara, dan ia merupakan satu-satunya anak perempuan dari
keluarganya. Sedari kecil Cut Meutia sudah diajarkan ajaran agama Islam yang kuat
dan berprinsip kepada Ma’ruf Nahi Munkar.

Peristiwa:

Cut Meutia seakan terlahir menjadi seorang pejuang untuk mengusir para
penjajah. Ia sangat ahli dibidang strategi dalam peperangan. Pada awal
perjuangannya, ia dinikahkan dengan seorang pemuda bernama Teuku Syamsarif atas
perjodohan dari orangtuanya. Namun hal tersebut tak berlangsung lama, karena sikap
Syamsarif yang lemah dan cenderung bersahabat kepada pihak Belanda.

Pada suatu hari, pihak Belanda menyuduti Syamsarif sehingga membuatnya


harus menyerah kepada Belanda. Setelah ditangkap, kemudian Syamsarif dibunuh
oleh pihak Belanda. Dan hal tersebut membuat Cut Meutia sedih, tetapi Cut Meutia
harus tetap bersemangat dalam memimpin pasukannya.

Pada suatu hari, terjadinya peperangan yang berasal dari pihak Belanda. Cut
Meutia dan pasukannya melawan pihak Belanda. Cut Meutia dan pasukannya
menyerang dengan bermodalkan rencong, dan strategi yang telah diatur secara
matang. ‘Allahu Akbar!!!’, seruan para pasukan Aceh saat melawan pihak Belanda.
pada saat itu, pasukan dari Aceh mampu menaklukkan pihak Belanda. Semua
pasukan Aceh yang ada di Pirak pun bahagia, tetapi kewaspasdaan mereka tetap
terjaga.

Ada seorang pemuda yang sangat mengagumi kehebatan Cut Meutia dalam
berstrategi, ia adalah Teuku Muhammad. Seiring berjalannya waktu, perasaan pada
pemuda itupun muncul. Ia pun memantapkan dirinya untuk melamar Cut Meutia.
Awalnya Cut Meutia merasa ragu, tetapi kemudian Cut Meutia menerima lamaran
tersebut. Mereka pun menikah, dan dikaruniai seorang putra.

Cut Meutia melakukan perlawanan terhadap pihak Belanda bersama Teuku


Muhammad di Perlak. Tetapi pada tahun 1905, pihak Belanda melakukan
penyerangan kepada pasukan Aceh di Pirak dan berhasil menangkap Teuku
Muhammad. Dan kemudian pihak Belanda menghukum mati Teuku Muhammad
ditepi pantai Lhokseumawe. Sebelum meninggal, ia berpesan kepada sahabatnya
Teuku Nanggroe,

“Apabila aku meninggal dalam peperangan ini, nikahilah Meutia dan tolong rawatlah
anakku”, pesan Teuku Muhammad kepada Teuku Nanggroe.

Setelah meninggalnya Teuku Muhammad, Teuku Nanggroe pun menyampaikan


pesan Teuku Muhammad kepada Cut Meutia, ia menyerahkan keputusan atas hal
tersebut kepada Cut Meutia. Kemudia Cut Meutia pun menerima untuk menjalankan
pesan dari suaminya tersebut. Bukannya Cut Meutia tak merasa sedih atas kepergian
suaminya, tetapi ia harus tetap bersemangat demi pasukannya dan tentunya Cut
Meutia juga merasa sedih atas kepergian suaminya, dan Cut Meutia beranggapan
bahwa ia menerima dan akan menjalankan pesan terakhir seorang istri kepada
suaminya. Cut Meutia pun menikah dengan Teuku Nanggroe dan mereka bergabung
dengan pasukan lainnya dibawah pimpinan Teuku Muda Ganto.

Puncak Konflik:

Pada suatu pertempuran di Paya Cicem. Terjadi suatu hal yang membuat
keadaan menjadi genting dan semakin parah, sehingga Teuku Nanggroe
memerintahkan Cut Meutia dan para wanita untuk melarikan diri kedalam hutan.
Nanggroe dan pasukan lain melakukan perlawanan hingga akhirnya tewas. Hal
tersebut terjadi pada tanggal 26 September 1910. Mendengar berita kematian
suaminya membuat Cut Meutia semakin terpuruk, apalagi ia sedang berada dikondisi
yang genting dengan tubuh penuh luka.

Resolusi:

Tak ingin berlarut dalam keterpurukan, Cut Meutia kemudian bangkit dan
selalu berpikir bahwa ia tak boleh tenggelam dalam keterpurukan karena semua
bukanlah akhir. Dan Cut Meutia melanjutkan perlawanan bersama sisa-sisa
pasukannya. Ia dan pasukannya menyerang dan merampas pos-pos colonial dengan
bermodalkan rencong. Mereka menuju ke Gayo melewati hutan belantara.

Pada tanggal 24 Oktober 1910, pasukan Belanda menggencarkan pengejaran


terhadap pasukan Cut Meutia . Sehingga ia terpaksa harus memindahkan pasukannya
kegunung-gunung untuk menghindari pengepungan. Cut Meutia dan pasukannya
melawan pihak Belanda dengan penuh semangat bagai api yang membara. Tetapi
inilah akhir dari perjuangan Cut Nyak Meutia sebelum mendapatkan 3 tembakan
sekaligus yang mengenai kepala dan dadanya, sehingga dirinya meninggal dunia
diumur 40 tahun. Sebelum Cut Meutia melakukan pertempuran di Paya Cicem, ia
menitipkan anaknya kepada Teuku Syech Buwah untuk dijaga.

Koda:

Dari cerita Cut Meutia ini, kita dapat mengambil pelajaran bahwa kita harus
terus bersemangat dalam menjalankan sesuatu. Terus bangkit dari segala
keterpurukan, karena semua yang terjadi bukanlah akhir, tetapi kita tidak akan pernah
tau kapan akhir itu akan datang. Hidup itu tak selalu berjalan sesuai yang di inginkan.

Anda mungkin juga menyukai