Anda di halaman 1dari 2

MAKALAH ANTROPOLOGI HUKUM

PENYELESAIAN SENGKETA WARIS TANAH ADAT


MASYARAKAT KARO

A. LATAR BELAKANG
Hukum adat merupakan hukum yang terbentuk dan mengikat bagi
masyarakat adat, karena perkembangannya sesuai dengan pertumbuhan
masyarakat adat tersebut. Atas perkembangan dari kebiasaan hukum adat
tersebut, maka hukum adat bersifat tidak tertulis.1 Dalam hukum adat juga
berlaku konsep-konsep waris, yang kemudian disebut waris adat. Proses
peralihan harta waris adat dalam masyarakat adat dibedakan menurut sistem
kekerabatannya, sebagai berikut.
a. Sistem kekerabatan Patrilineal, yang bertujuan untuk mempertahankan
garis keturunan dari pihak ayah. Apabila terjadi putus perkawinan
karena suami meninggal, maka istri masih memiliki kewajiban untuk
mengurus harta perkawinan yang ditinggalkan beserta anak-anaknya.
b. Sistem kekerabatan Matrilineal, yang bertujuan untuk mempertahankan
garis keturunan dari pihak ibu. Sehingga, apabila terjadi putus
perkawinan karena suami meninggal, maka harta pencaharian suami
tidak akan diwariskan kepada anak-anaknya sendiri melainkan oleh
saudara-saudaranya sekandung beserta keturunan saudara-saudara
perempuan sekandung.
c. Sistem kekerabatan Parental, jika terjadi putus perkawinan karena
suami atau istri meninggal, maka di antara keduanya yang masih hidup
meneruskan tanggung jawabnya sebagai kepala rumah tangga yang
mengurus harta perkawinan dan anak-anak dengan memperhatikan
adanya pesan (wasiat, amanah).
Salah satu harta waris adat adalah tanah adat. Dalam hal tanah adat, apabila
warga masyarakat adat telah meninggal dengan meninggalkan ahli waris, maka hak
milik ini dapat diwariskan kepada ahli waris dari si pewaris.
Pewarisan tidak sedikit dapat menimbulkan konflik atau sengketa. Dalam hal
ini, salah satu contoh yang mengalami sengketa dalam pewarisan adalah masyarakat
adat Karo. Masyarakat adat Karo memiliki hubungan yang erat dengan tanah adat
yang mereka miliki, sehingga terdapat aturan mengenai hukum tanah adat mereka
sendiri, yang kemudian juga dijadikan salah satu objek pewarisan oleh masyarakat
adat Karo. Berdasarkan proses pewarisan yang telah disebutkan di atas, masyarakat
adat Karo melaksanakan sistem kekerabatan Patrilineal.
Dalam hal ini, hukum adat masyarakat Karo yang mengatur tentang tanah
milik mereka sangat kuat. Namun di sisi lain, para sarjana hukum berpendapat bahwa
hukum adat mengalami kemunduran karena tidak dapat menyesuaikan diri dengan
tuntutan kemajuan ekonomi dan kecenderungan yang semakin mengarah kepada
negara industri, yang memerlukan sistem hukum yang lebih modern. Sehingga, diakui

1
Muzainah, Gusti. Prinsip-Prinsip Hukum Kedudukan Perempuan Dalam Hukum Waris Adat Masyarakat
Banjar. DIH, Jurnal Ilmu Hukum Pebruari 2012, Vol. 8, No. 15, Hal. 10 - 19.
http://jurnal.untag-sby.ac.id/index.php/dih/article/view/259/255
atau tidak, hukum adat tetap menjadi acuan bagi masyarakat Indonesia.2 Untuk itu,
dalam penyelesaian sengketa apabila terdapat sengketa waris tanah adat pada
masyarakat adat Karo, yang diutamakan adalah hukum adat Karo yang mengatur
tentang tanah mereka.

B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang dapat dikaji adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana kontribusi Antropologi Hukum terhadap sengketa waris
tanah adat Masyarakat Karo?
2. Bagaimana metode Antropologi Hukum yang dapat digunakan untuk
solusi dari sengketa waris tanah adat Masyarakat Karo tersebut?

2
Irianto, Sulistyowati. Pluralisme Hukum Waris dan Keadilan Perempuan.Yayasan Pustaka Obor Indonesia,
hal 12

Anda mungkin juga menyukai