Anda di halaman 1dari 33

GAMBARAN KOMPETENSI KODER DALAM PENENTUAN KODE

PENYAKIT DAN TINDAKAN PADA KASUS BEDAH


DIGESTIVEPASIEN RAWAT INAP DIRUMAH
SAKIT IMELDA PEKERJA INDONESIA
TAHUN 2023

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

SERLIN HALAWA
NIM :2013462051

PROGRAM STUDI D-III PEREKAM INFORMASI KESEHATAN


UNIVERSITAS IMELDA MEDAN (UIM)
T.A 2020/2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengkodingan merupakan salah satu kegiatan pengelolaan data rekam medis

untuk memberikan kode dengan huruf dengan angka yang mewakoli komponen

data. Pemberian kode atas diagnosis klasifikasi penyakit yang berlaku dengan

menggunakan ICD-10 untuk mengkode penyakit dan ICD-9 digunakan untuk

mengkode tindakan. Serta Komputer (online) untuk mengkode penyakit dan

tindakan.(Gunarti, 2019)

Coding merupakan kegiatan pengelolahan berkas rekam medis untuk

memberikan kode dengan huruf atau angka atau kombinasi huruf dan angka yang

mewakili komponen data. Kegiatan dan tindakan serta diagnosis yang ada dalam

berkas rekam medis harus diberi kode dan selanjutnya di indeks agar meudahkan

pelayanan pada penyajian informasi untuk menunjang fungsi pencernaan,

manajemen,dan riset bidang kesehatan (sari & pela, 2017).

Kode penyakit merupakan pemberian penetapan kode dengan menggunakan

huruf atau angka mewakili komponen data. Kegiatan dan tindakan serta diagnosa

yang ada didalam rekam medis harus diberi kode dan selanjutnya di indeks agar

memudahkan pelayanan pada penyajian informasi untuk menunjang fungsi

perencanaan manajemen dan riset bidang kesehatan. sementara Kode tindakan

merupakan ICD-9 CM yang digunakan untuk pengodean tindakan atau prosedur

yang berisi kode prosedur bedah/ operasi dan pengobatan non operasi seperti ST

Scan, MRI, dan USG.


Tenaga kesehatan memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan masyarakat. Penyelanggaraan pelayanan kesehatan harus

dilaksanakan secara bertanggung jawab, beretika tinggi, berwibawa, serta terus

menerus meningkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan yang

berkesinambungan. Ketentuan lainya sesuai pasal 44 ayat (1) Undang-undang

nomor 36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan yang menyebutkan bahwa setiap

tenaga kesehatan rekam medis menjalankan pratik wajib memiliki Surat Tanda

Tangan Registrasi (STR) dan pasa 46 ayat (1) yang menyebutkan bahwa setiap

tenaga kesehatan yang menjalankan pratik di bidang pelayanan kesehatan wajib

memiliki izin (Kemenkes RI, 2022).

Seorang koder adalah petugas rekam medis yang mampu melaksanakan atau

melakukan suatu pekerjaan yang dilandasi atas kompetensi, keterampilan dan

pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang menjadi mengorganisasikan

dan menstandarkan bahasa medis, para ahli penyelengggara kesehatan.

Salah satu kompetensi utama yang harus dimiliki seorang perekam medis

dan informasi kesehatan (PMIK) adalah klasifikasi dan kodefikasi penyakit,

masalah-masalah yang berkaitan dengan kesehatan dan tindakan medis.

Penggunaan prosedur dan istilah penyakit yang berbeda-beda mungkin

penggumpulan dan pengolahan data morbiditas dan mortalitas menjadi tidak

akurat (Maryanti et al,2020).

Standar kompetensi PMIK terdiri atas area kompetensi, kompetensi inti,

komponen kompetensi dan kemampuan yang harus dicapai di akhir pendidikan,

serta di lengkapi dengan daftar keterampilan. Setiap keterampilan telah ditentukan


tingkat kemampuan yang diharapkan. Daftar ini memudahkan institusi

pendidikanPMIK untuk merancang materi dan metode pendidikan, serta evaluasi

yang sesuai dengan jenis dan kedalaman keterampilan yang diharapkan sebagai

lulusan pendidikan PMIK (KEPMENKES RI,2020).

Penelitian terdahulu oleh Irmawati 2021 Penelitian dilakukan di bagian

koding rawat inap RSUD kota salatiga pada bulan mei-juni. Analisis data

menggunakan analisis univariate yaitu berupa distribusi frekuensi. Berdasarkan

hasil penelitian, semua petugas koding rawat inap di RSUD Kota Salatiga berlatar

belakang pendidikan DIII Rekam Medis dan sudah perna mengikuti pelatihan

tentang koding. Namun kelengkapan sarana dan prasarana koding bagi setiap

petugas koding blom lengkap serta kepatuhan melaksanakan prosedur koding

belum selesai dan belum semua dilaksanakan.

Penelitian terdahulu oleh Nur Maimun Tahun 2018 penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui kompetensi koder terhadap keakuratan dan ketepatan

pengodean menggunakan ICD-10 dirumah sakit. Hasil penelitian menunjukan

bahwa tenaga medis (dokter) belum perna mendapatkan pelatihan mengenai

koding, tulisan dokter sulit dibaca, kesalahan membuat kode diagnosa/prosedur,

dokter menggunakan singkatan kata yang tidak standar, masih ada petugas blom

memahami nomenklatur dan menguasai anatomi dan patologi, sarana dan

prasarana dalam mendukung keakuratan dan ketepatan koding sudah ada,

kesalahan dalam pengkodingan terjadi karena kurang telitinya petugas.


Penelitian terdahulu oleh Eva Rahmawati, Tuti Herawati, Fardhoni

mengenai Ketepatan Kode Penyakit Pada Dokumen Rekam Medis Di Puskesmas

Plummbon Tahun 2021. Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 02 April

2020 di Puskesmas di Puskesmas Plumbon, dari 10 berkas rekam medis di

temukan ketidaktepatan kode penyakit sebanyak 4 berkas (40%) dan 6 berkas

(60%) yang tepat.

Penelitian terdahulu oleh Luviany Gouw mengenai Tinjauan Kompetensi

koder dalam penentuan kode penyakit dan tindakan rawat inap di rumah sakit

umum Fatmawati berdasarkan Rumah Sakit Umum Fatmawati adalah Rumah

Sakit Tipe A milik pemerintah yang terletak dicilandak, jakarta selatan.

Berdasarkan data hasil obesevasi awal, diketahui Rata-rata ketepatan koding

rekam medis rawat inap di rumah sakit umum fatmawati pada bulan juni-

desember 2016 mencapai 79,18% akurat dan 20,82% tidak akurat. Ketidak

akuratan koding rekam medis pada umumnya disebabkan karna kurang

terbacanya tulisan dokter. Namun, belum diketahui apakah ketidakakuratan

koding rekam medis disebabkan oleh kompetensi yang dimiliki koder.

Penelitian terdahulu oleh Gugun Pryadi (2019) mengenai keakuratan

kodefikasi tindakan pada kasus bedah didapat dari 100 sampel dan ditemukan

30% kode tindakan akurat dan 70% kode tidak akurat. Kode akurat banyak

ditemukan pada kasus bedah, sehingga koder lebih mudah untuk memberikan

kode dikarenakan sudah hafal. Kode tidak akurat banyak dijumpai pada kasus

bedah dengan penyebab kesalahan paling banyak karena kesalahan kategori dan

tidak spesifik. Faktor ketidak akurat kode salah satunya adalah kesulitan koder
dalam membaca tulisan dan singkatan yang dibuat oleh dokter (Priyadi, 2021)

Rumah Sakit Umum Imelda (RSU Imelda), sebuah rumah sakit swasta yang

berdiri sejak tahun 1983 dikota medan. Telah memiliki fasilitas penunjang

pelayanan kesehatan yang lengkap dan didukung oleh Sumber Daya Manusia

(SDM) yang berkualitas. Bukti kepercayaan dari publik, pemerintah juga telah

meningkatkan kelas RS. Imelda menjadi kelas B Non Pendidikan selain itu rumah

sakit imelda telah lulus akreditasi dari komite Akrditasi Rumah Sakit (KARS).

Berdasarkan survei awal keakuratan kodefikasi pada kasus bedah digestive

dari periode Oktober sampai November 2022 didapat 10 berkas rekam medis

ditemukan sebesar 6 berkas (60%) tingkat akurat dan 4 berkas (40%) tidak akurat.

Pengodean rekam medis yang tidak akurat umumnya disebabkan sulitnya

membaca tulisan dokter. Namun, tidak jelas apakah ketidaktepatan dalam

pengodean rekam medis tersebut disebabkan oleh kompetensi pengkode yang

dimiliki oleh koder.

Berdasarkan latar belakang diatas, Peneliti berkeinginan untuk meneliti dan

membuat Karya Tulis Ilmiah Tentang Tinjauan Kompetensi Koder Dalam

Penentuan Kode Penyakit dan Tindakan Pada Kasus Bedah Digestive Pasien

Rawat Inap DiRumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang terjadi di Rumah sakit imelda pekerja

indonesia bahwa masih terdapat atau masih ditemukan pengkodingan yang tidak

akurat sehingga rumusan masalah dalam penelitian ini adalah melihat bagaimana

kompetensi koder dalam penentuan kode penyakit dan tindakan pada kasus bedah
digestive Pasien Rawat inap?

1.3 Tujuan

Ada pun tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui gambaran

kompetensi koder dalam pelaksanaan pengkodingan pada penyakit dan tindakan

pada kasus bedah digestive di Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia.

1.4 Manfaat

a) Bagi Peneliti

Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang Kompetensi Koder

Dalam Penentuan Kode Penyakit Dan Tindakan Pada Kasus Bedah

Digestive Pasien Rawat Inap Dirumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia

b) Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan referensi terkait tentang pelaksanaan Kompetensi Koder

Dalam Penentuan Kode Penyakit Dan Tindakan Pada Kasus Bedah

Digestive Dirumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia

c) Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan untuk pengambilan kebijakan Tentang

Kompetensi Koder Dalam Penentuan Kode Penyakit Dan Tindakan Pada

Kasus Bedah Digestive Pasien Rawat Inap Dirumah Sakit Imelda Pekerja

Indonesia
BAB II

TINJAUAN PUSAKA

2.1 Rekam Medis

Menurut peraturan menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun

2022 tentang rekam medis, rekam medis merupakan dokumen yang berisikan data

identitas pasien, pemeriksaan pengobatan, tindakan dan pelayanan lainya yang

telah diberikan pada pasien.

2.2.1 Tujuan Rekam Medis

Tujuan penggunaan rekam medis dapat dikelompokan menjadi 2 terdiri dari

tujuan primer dan tujuan skunder (Nisak,2019)

1. Tujuan primer

A. Bagi pasien

a. Mencatat jenis pelayanan yang telah diterima

b. Bukti pelayanan

c. Memungkinkan tenaga kesehatandalam menilai menangani kondisi

resiko.

d. Mengetahui biaya pelayanan

B. Bagi pihak pemberi pelayanan kesehatan

a. Membuat kelanjutan Pelayanan (sarana komunikasi)

b. Menggambarkan keadaan penyakit dan penyebab (sebagi pendukung

diagnosa kerja).

c. Menunjang pengambilan keputusan tentang diagnosis dan pengobatan


d. Menilai dan mengelolah resiko perorangan pasien

e. Memfasilitasi pelayanan sesuai dengan pedoman pratik klinis

f. Mendokumentasikan faktor resiko perorangan pasien

g. Menilai dan mencatat keinginan serta kepuasan pasien

h. Menghasilkan rencana pelayanan

i. Menetapkan saran pencegahan dan promosi kesehatan

j. Sarana pengingat para klinis

k. Menunjang pelayana pasien

l. Mendokumentasikan pelayanan yang diberikan

C. Bagi manajemen pelayanan pasien

a. Mendokumentasikan adanya kasus penyakit gabungan dan pratiknya

b. Menganalisis kegawatan pasien

c. Merumuskan pedoman pratik penanganan resiko

d. Memberikan corak dalam penggunaan pelayanan

e. Dasar penelaahan dalam penggunaan sarana pelayanan

f. Melaksanakan kegiatan menjaga mutu

D. Bagi penunjang pelayan pasien

a. Alokasi sumber

b. Menganalisis kecendungan dan mengembangkan dugaan

c. Menilai beban kerja

d. Mengomunikasikan informasi berbagai unit kerja

E. Bagi pembayaran dan pengatian biaya

a. Mendokumentasikanunitpelayananyangmemungutbiaya pemeriksaaan
b. Menetapkan biaya yang harus dibayar

c. Mengajukan klaim asuransi

d. Mempertimbangkan dan memutuskan klaim asuransi

e. Dasar dalam menetapkan ketidakmampuan dalam pembayaran

f. Menagani pengeluaran

g. Menyelenggarakan analisis aktuaril (tafsiran prapenetapan asuransi)

2. Tujuan sekunder

1. Edukasi

a. Mendokumentasikan pengalaman profesional dibidang kesehatan

b. Menyiapkan sesi pertemuan presentasi

c. Bahan pengajaran

2. Peraturan (Regulasi)

a. Bukti pengajuan perkara kepengadilan (litigasi)

b. Membentu pemasaran pengawasan (surveillance)

c. Menilai kepatuhan sesuai standar pelayanan

d. Sebagai dasar pemberian akreditasi bagi profesional dan rumah sakit

e. Membandingkan organisasi pelayanan kesehatan

3. Riset

a. Mengembangkan produk baru

b. Melaksanakan riset klinis

c. Menilai teknologi

d. Studi keluaran pasien

e. Studi efektivitas serta analisis manfaat dan biaya pelayanan pasien


f. Mengidentifikasikan populasi yang beresiko

g. Mengembangkan registrasi dan basis atau pengkalan data (data base)

h. Menilai manfaat dan biaya sistem rekaman

4. Pengambilan kebijakan

a. Mengalokasikan sumber-sumber

b. Melaksanakan rencana startegis

c. Memonitor keselamatan masyarakat

5. Industri

a. Melaksanakan riset dan pengembangan

b. Merencanakan strategi pemasaran

c. Kegunaan rekam medis

2.3 Kompetensi Koder

Kompetensi koder adalah keterampilan dalam pengkodingan mengenai cara

menentukan kode dengan ICD-10 dan Kode Tindakan menggunakan ICD-9 CM

apa bila kompetensi koder tidak terpenuhi maka kode penyakit atau tindakan yang

dihasilkan menjadi kurang akurat sehingga dapat memperlambat Klaim tenaga

coder telah memiliki kualifikasi yang cukup terkait latar belakang pendidikan

maupun pelatihan, sehingga koder belum optimal dalam penentuan kode secara

akurat Seorang koder harus mempu melaksanakan atau melakukan suatu

pekerjaan yang dilandasi atau kompetensi dan pengetahuan serta didukung oleh

sikap kerja yang menjadi mengorganisasikan dan menstandarkan bahasa medis,

parah ahli penyelenggara nomenkatur penyakit dan perbendaharaan istilah medis

klinis.(Nur maimun 2018)


Standar kompetensi PMIK terdir atas area kompetensi-kompetensi inti,

komponen kompetensi dan kemampuan yang harus dicapai di akhir pendidikan,

serta dilengkapi dengan daftar pokok bahasan, daftar masalah, daftar, daftar

keterampilan telah ditentukan tingkat kemampuan yang diharapkan. Daftar ini

memudahkan institusi pendidikan PMIK untuk merancang materi dan metode

pendidikan, serta evaluasi yang sesuai dengan jenis dan kedalaman keterampilan

yang diharapkan sebagai lulusan pendidikan PMKI (KEPMENKES RI, 2020).

2.4 Keakuratan Kode Diagnosis

Keakuratan kode diagnosa pada rekaman media digunakan sebagai dasar

laporan. Pemberian kode diagnosa yang salah, rendahnya verifikasi kebenaran

informasi yang diperoleh, menggunakan ICD-10 untuk mengukur ketelitian dalam

penulisan diagnosa, sehingga rekam medis harus mengkodekan diagnosa penyakit

atau diagnosa seakurat mungkin agar tidak terjadi kesalahan dalam

pengambilankeputusan, Pemberian kode diagnosa yang tidak tepat telah

berimplikasi pada biaya pelayanan kesehatan (Sasibina, 2022).

2.1.4 Ketepatan

Ketepatan dan diagnosis sangat krusial di bidang manajemen data klinis,

penagihan kembali biaya, beserta hal-hal lain yang berkaitan dengan asuhan dan

pelayanan kesehatan. Tujuan pengkodean diagnosis adalah untuk memudahkan

pengaturan dan pencatatan, pengumpulan, penyimpanan, pengambilan, dan

analisis kesehatan. (Hatta, 2013).

Penerapan kode merupakan digunakan untuk mengindeks pencatatan

penyakit, masukan untuk sisitem pelaporan diagnosis medis, mempermudah


proses penyimpanan serta pengambilan informasi terkait diagnosa karakteristik

pasien serta penyedia layanan, bahan dasar pengelompokan DRG’s (Diagnostic

Related Groups). Untuk sistem penagihan pembayaran biaya pelayanan,

pelaporan nasional serta internasional morbiditas dan mortalitas, tabulasi data

tabulasi data pelayanan kesehatan untuk proses penilaian perencanaan pelayanan

yang wajib direncanakan serta dikembangkan sesuai kebutuhan zaman. Analisis

pembiayan pelayanan kesehatan, dan untuk riset epidemologi serta klinis

(Mangentang 2015).

2.5 Penentuan Ketepatan Kode Diagnosa

Hal penting yang harus diperhatikan oleh petugas rekam medis adalah

ketepatan dalam memberikan kode diagnosa. Pengodean yang tepat dan akurat

membutuhkan rekam medis yang lengkap. Rekam medis yang berisi dokumen

yang akan diberi kode seperti; ringkassan masukdan keluar, lembar operasi dan

laporan tindakan, laporan patologi dan resume pasien keluar. Salah satu faktor

yang menyebabkan ketidaktepatan penyusuanan kode diagnosis adalah karena

dokter tidak menulisakan diagnosis dengan lengkap sehingga terjadi kesalahan

pada rekam medis saat melakukan kode diagnosis. Dampak yang terjadi jika

penulisan diagnosa yang salah adalah pasien mengeluarkan biaya yang sangat

besar, pasen yang seharunya tidak minum antibiotik tetap terus diberikan

antibiotik dan dampak yang lebih fatal yaitu mengancam nyawa pasien (Hatta,

2014).

Pemberian kode pada berkas harus dilakukan dengan sangat teliti, tepat dan

akurat sesuai dengan kode diagnosa yang ada dalam ICD-10. Jika terjadi
kesalahan dalam memberikan kode akan berdampak buruk pada pasien, rumah

sakit. Kenyataan yang ditemui dilapangan masih terdapat permasalahan dalam

pelaksanaan ketepatan kode diagnosa penyakit berdasarkan ICD-10 (Rusliyanti

dkk. 2016)

2.6 Sistem Pencernaan

Proses pencernaan makanan berlangsung di dalam saluran pencernaan

makanan. Proses tersebut dimulai dari rongga mulut, di dalam rongga mulut

makanan dipotong-potong oleh gigi seri dan dikunyah oleh gigi geraham,

sehingga makanan telah dilumatkan atau dihancurkan dalamrongga mulut tetapi

belum dapat diserap oleh dinding usus halus. Karena itu, makanan harus diubah

menjadi sari makanan yang mudah larut. Dalam proses ini dibutuhkan beberapa

enzim pencernaan yang dikeluarkan oleh kelenjar pencernaan.(Sabila Nur

Amelia,2013)

2.7 Penyakit System pencernaan

Penyakit sistem pencernaan adalah penyebab paling umum terjadinya nyeri.

Kondisi kelainan pada sistem pencernaan yang melibatkan organ dan jalur

peredaran dalam proses mencerna makanan di tubuh. (Nurhanifah, Afni&

Rahmawati 2018)

2.6 Coding

2.6.1 Pengertian Coding

Coding adalah pemberian penetapan kode dengan mengambarkan huruf atau

angka atau kombinasi huruf dalam mengambarkan huruf atau angka atau

kombinasi huruf dalam angka yang mewakili komponen data (Hatta.2013)


Pemberian kode ini suatu kegiatan klasifikasi penyakit dan tindakan yang

mengelompokan penyakit dan tindakan berdasarkan kritria tertentu yang telah

disepakati. Pemberian kode atas diagnosis klasifikasi penyakit yang berlakuk

dengan menggunakan ICD-10 untuk mengkode penyakit, sedangkan ICD-9cm

digunakan untuk mengkode tindakan atau diagnosa, serta komputer (online) untuk

mengkode penyakit dan tindakan. Salah satu kendala kelengkapan dan ketepatan

data, diantaranya dalam mencantumkan diagnosis dan pengkodeannya(fitri, 2021)

2.6.2 Langkah-langkah Pengkodean

Langkah dasar dalam menentukan kode Berdasarkan ICD-10 sebagai

berikut (Hatta, 2013).

1. Tentukan tipe pernyataan yang akan dikode, dan buka volume 3 Alphabetical

index (kamus). Bila pernyataan adalah istilah penyakit atau cedera atau

kondisi lain yang terdapat pada Bab I-XIX (Volume, 1), gunakanlah iya

sebagai “Lead term” untuk dimanfaatkan sebagai panduan menelusuri istilah

yang dicari pada seksi I indeks (volum 3). Bila pernyataan adalah penyebab

luar (External cause) dari cedera (bukan nama penyakit) yang ada di Bab XX

(Vol. 1). Lihat dan cari kodenya pada seksi II di indeks (Vol. 3)

2. “Lead Term” (kata panduan) untuk penyakit yang cedera biasanya merupakan

kata benda yang memaparkan kondisi patologisnya. Sebaiknya jangan

menggunakan istilah kata benda anatomi, kata sifat atau kata keterangan

sebagai kata panduan. Walaupun demikian beberapa kondisi ada yang

diekpresikan sebagai kata sifat eponim (menggunakan nama penemu) yang

tercantum didalam indeks sebagai “Lead Term”.


3. Baca dengan seksama dan ikuti petenjuk petunjuk catatan yang muncul

dibawah istilah yang akan dipilih pada volume 3.

4. Baca istilah yang terdapat dalam tanda kurung “()” sesudah lead term (kata

dalam tanda kurung = modifier, tidak akan mempengaruhi kode). Istilah lain

yang ada dibawah lead term (dengan tanda (-) minus=idem =inend) dapat

mempengaruhi nomor kode, sehingga kata kata diagnosis harus

diperhitungkan.

5. Ikuti secara hati hati rujukan silang (cross references) dan perintah see dan see

also yang terdapat dalam indeks.

6. Lihat daftar tabulasi (volume 1) untuk mencari nomor kode yang paling tepat.

Lihat kode tiga karakter diindeks dengan tanda minus pada posisi keempat

yang berarti bahwa isian untuk karakter keempat itu ada didalam volume 1

dan merupakan posisi tambahan yang tidak ada dalam indeks (volume 3).

Perhatikan juga perintah untuk membubuhi kode tambahan (additional code)

serta aturan cara penulisan dan pemanfaatannya dalam pengembangan indeks

penyakit dan dalam system pelaporan morbiditas dan mortalitas.

7. Ikuti padoman inclusion dan exclusion pada kode yang dipilih atau bagian

bawah suatu bab (chapter), blok, kategori atau sub kategori\

8. Tentukan kode yang anda pilih

9. Lakukan analisis kuantitatif dan kualitatif data diagnosis yang dikode untuk

pemastian kesesuaianya dengan pernyataan dokter tentang menunjang aspek

legal rekam medis yang dikembangkan.


2.6.3 Dampak koding yang tidak tepat

Saat melakukan Pengkodingan, beban kerja para petugas coder dapat

mempengaruhi keakuratan kode penerapan kebijakan setiap bangsal memiliki

coder menyebabkan beban kerja yang ditanggung pun berbeda disetiap

bangsalnya. Sehingga, jika kode diagnosis yang ditentukan koder (umumnya

tenaga rekam medis) tidak tepat maka akan menyebabkan kerugian bagi rumah

sakit secara finisial maupun saat pengambilan kebijakan (Octaria, 2017).

2.7 ICD-10

2.7.1 Pengertian ICD-10

International Statistical Classification of Diseases and Related Health

Problems (ICD) dari WHO adalah sistem Klasifikasi penyakit dan masalah terkait

kesehatan yang komprehensif dan diakui secara internasional. Fungsi ICD sebagi

sistem klasifikasi penyakit dan masalah terkait kesehatan digunakan untuk

kepentingan informasi statistik morbiditas dan mortalitas (Hatta, 2013).

2.7.2 Stuktur ICD-10

Strukktur ICD 10 bahwa ICD 10 terdiri atas 3 Volume (Hatta, 2013)

a) Volume 1

1. Pengantar

2. Pernyataan

3. Pusat-pusat kolaborasi WHO untuk klasifikasi penyakit

4. Laporan konferensi internasional yang menyetujui revisi ICD-10

5. Daftar katagori 3 karakter

6. Daftar tabulasi penyakit dan daftar kategori termasuk sub kategori empat
karakter

7. Daftar morfologi neoplasma

8. Daftar tabulasi khusus morbiditas dan mortalitas

9. Defenisi-defenisi

10. Regulasi –regulasi nomenklatur

b) Volume 2 adalah buku petunjuk penggunaan, berisi:

1. Pengantar

2. Penjelasan tentang International Statistical Classification of Diseases and

Related Health Problems

3. Cara penggunaan ICD 10

4. Aturan dan petunjuk pengodean mortalitas dan morbiditas

5. Presentasi statistik

6. Riwayat perkembangan ICD 10 c).

c)Volume 3

1. Pengantar

2. Susunan indeks secara umum

3. Seksi I : indeks abjad penyakit, bentuk cedera

4. Seksi II : penyebab luar cedera

5. Seksi III : tabel obat dan zat kimia

6. Perbaikan terhadap volume 1

2.8 Kodefikasi Diagnosis Penyakit Sistem Pencernaan (Disease

DigestiveSystem)

Struktur dan kekhususan BAB XI pada Disease Digestive System atau


penyakit sistem Pencernaan Pada BAB XI terbagi menjadi beberapa blok,

diantaranya: (WHO 2010)

a) K00-K14 Penyakit rongga mulut kelenjar saliva dan rahang

b) K20-31 Penyakit esofagu, lambung dan doudenum

c) K35-K38 Penyakit Appendik

d) K40-K46 Hernia

e) K50-K52 Enteritis dan kolitis non-infektif

f) K55-K63 penyakit-penyakit usus lainya

g) K65-K67 penyaki-penyakit peritoneum

h) K70-K77 Penyakit-penyakit Hati

i) K80-K87 Kelainan pada kantung empedu, saluran empedu dan pankreas

j) K90-K93 Penyakit lain pada sistem pencernaan

2.9 Kerangka Konsep

Kerangka konsep ini untuk mengetahui Gambaran kompetensi koder dalam

penentuan kode penyakit dan tindakan pada kasus bedah digestive pasien rawat

inap di rumah sakit imelda pekerja indonesia tahun 2023.

Pelaksanaankodefikasi Kompetensikoder
1. Pengetahuan SDM 1. Kompeten
2. Ketepatan kode diagnosa 2. Tidak kompeten
3. Ketepatan kode tindakan

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Kerangka Konsep dalam Penelitian ini adalah melihat Gambaran


Pelaksanaan Kodefikasi berdasarkan pengetahuan SDM, Ketepatan kode

Diagnosa,dan ketetapan kode tindakan terhadap kompetensi koder.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif terdiri atas

bahan yang digunakan meliputi atas data primer dan data sekunder. Data primer

yang peneliti peroleh khususunya untuk data pasien atau melalui kuesioner dan

observasi secara langsung pada tempat penelitian dengan petugas rekam medis di

Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia Data sekunder yang peneliti gunakan

sebagai sumber pengetahuan dalam tujuan pusaka adalah data yang berasal dari

buku dan jurnal penelitian yang berhubungan dengan Tinjaun kompetensi koder

dalam penetuan kode penyakit dan tindakan pada bedah digestive.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 24 Febuari Sampai agustus 2023

3.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia yang

beralamat di Jl. Bilal No.24, Pulo Brayan Darat I, Kec, Medan Tim, Kota Medan,

Sumatera Utara 20239. Saya memilih lokasi ini sebagai tempat penelitian karena

akses mudah dicapai sehingga penelitian ini dapat dilakukan dengan lancar. Selain

itu, Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia merupakan tempat PKL selama 2

minggu, sehingga saya sudah mengamati terkait Kompetensi koder dalam

penentuan kode penyakit dan tindakan pada kasus bedah digestive pasien rawat

inap dirumah sakit imelda pekerja indonesia dan sudah memahami permasalahan
dan karakteristik di lokasi tersebut.

3.3 Subjek, Objek Dan Teknik Sampling

3.3.1 Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah petugas rekam medis yang bekerja

sebagai Coder Sebanyak 8 orang Dirumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia

3.3.2 Objek Penelitian

Objek dalam Penelitian ini adalah berkas rekam medis dengan Kasus Bedah

Digestive triwulan dimuali dari bulan maret sampai mei 2023 sebanyak 30 berkas

rekam medis.

3.3.3 Teknik Sampling

Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah Purposive

sampling dimana teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan

tertentu. Pertimbangan tertentu ini misalnya orang tersebut yang dianggap tahu

tentang apa yang kita harapkan atau dia mungkin sebagai penguasa sehingga akan

memudahkan peneliti menjelajahi objek atau situasi yang diteliti. Atau dengan

kata lain pengambilan sampel diambil berdasarkan kebutuhan penelitian.

3.4 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional

3.4.1 Variabel Penelitian

Variabel merupakan objek penelitian, atau apa yang menjadi titik

perhatian suatu penelitian. Adapun va riabel-variabel yang akan diamati oleh

penelitian yaitu Pengetahuan SDM, Ketepatan kode, Ketepatan diagnose dan

kompetensi koder.
3.4.2 Defenisi Operasional

Berdasarkan tinjaun pusaka dan variabel penelitian diatas maka penelitian

dapat membuat defenisi operasional seperti tabel berikut:

Tabel 3.1 Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Alat Ukur Pengukuran Skala


1 Pengetahuan Suatu kapasitas Kuesioner Dengan Ordinal
SDM individual yang menjumlahkan
dimiliki petugas hasil
rekam medis Kuesioner
seperti apabila
kesanggupan, nilainya
kecakapan dan 0-4 = Kurang
kemampuan 5-7 = Cukup
9-10 = Baik
2 Ketepatan Kecocokan kode Lembar Observasi Ordinal
Kode diagnosa yang Observasi secara
Diagnosa ditetntukan petugas langsung di
pada rekam medis Rumah Sakit
berdasarkan kaidah Imelda Pekerja
koding Indonesia

Kesesuaian Observasi
3 Ketepatan diagnosa yang di Lembar secara
kode tetapkan dalam Observasi langsung di Ordinal
tindakan koding yang Rumah Sakit
tertulis pada rekam Imelda Pekerja
medis pasien sesuai Indonesia
dengan kaidah
ICD-10

4 Kompetensi Kemampuan, Kuesioner Observasi Ordinal


Koder pengetahuan, secara
keterampilan dan langsung
sikap dalam dengan
melaksanakan dan melihat hasil
melakukan suatu kodefikasi jika
penentuan kode tepat maka
tindakan pada Kompeten,
kasus bedah jika tidak tepat
digestive maka Tidak
Kompeten
3.5 Instrumen dan Cara Pengumpulan Data

3.5.1 Instrumen penelitian

Instrumen adalah penelitian ini, yang digunakan untuk mengumpulkan data

adalah pedoman wawancara, observasi, alat tulis, leptop, kamera handphone yang

digunakan untuk menggumpulkan data.

a. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara digunakan sebagai daftar pertanyaan yang akan di

tanyakan pada petugas pendaftaran saat penelitian dilapangan.

b. Alat tulis digunakan untuk mencatat dan melaporkan hasil penelitian, yang

berupa kertas, bollpoint, pensil dan penghapus.

c. Laptop

Laptop digunakan untuk mengentri, mengelola dan menganalisa data

penelitian dan informan.

d. Kamera handphone

Kamera handphone digunakan untuk mendokumentasikan data dan/atau

kegiatan pada saat penelitian lapangan.

3.5.2 Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan observasi. Observasi merupakan

kegiatan yang menggunakan pancaindra, bisa penglihatan, penciuman,

pendengaran, untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjawab

maslah penelitian.

Penelitian melakukan observasi secara langsung untuk mengumpulkan data

primer dan sekunder dari petugas rekam medis yang terkait.


1. Data Primer

Data primer di dapatkan melalui observasi secara langsung dan melalui

padoman wawancara.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari jurnal hasil penelitian terdahulu sebagai bahan

referensi.

3.5.3Teknik Pengelola Data

Teknik pengelolahan dalam penelitian ini adalah:

1. Pengumpulan data

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data ini yaitu dengan

menggunakan Kuesioner dan Observasi langsung untuk mengumpulkan data

tentang Gambaran Kompetensi Koder Dalam Penentuan Kode Penyakit dan

Tindakan pada Kasus Bedah Digestive Pasien Rawat Inap Dirumah Sakit

Imelda Pekerja Indonesia Tahun 2023

2. Reduksi Data

Pada tahap ini difokuskan pada proses pemilihan, penyederhanan, abstraksi

dan transformasi data mentah yang dihasilkan dari proses pengumpulan data.

3. Penyajian Data

Langkah penting berikutnya adalah penyajian data, penyajian data dapat

diartikan sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan

adanya penarikan kesimpulan da pengambilan tindakan.

4. Verifikasi dan kesimpulan

Langkah yang terakhir adalah verifikasi dan penarikan kesimpulan Asumsi


dasar dan kesimpulan awal yang dikemukakan dimuka masih bersifat

sementara, dan akan berubah selama proses pengumpulan data masih terus

berlangsung.

3.6.2 Analisis Data

Data yang sudah terkumpul kemudian dilakukan analisis secara deskriptif

untuk mendapatkan gambaran dan memperoleh kejelasan terkait objek penlitian

tentang Gambaran kompetensi koder dalam penentuan kode penyakit dan

tindakan pada kasus bedah digestive pasien rawat inap dirumah sakit imelda

pekerja indonesia tahun 2023.

BAB 1V

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit Imelda


pekerja Indonesia terkait dengan Gambaran Kompetensi Koder Dalam Penentuan

Kode Penyakit dan Tindakan Pada Kasus Bedah Digestive Pasien Rawat Inap

Dirumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia Tahun 2023.

Tabel 4.1 Karakteristik Petugas Coder Di Rumah Sakit Imelda Pekerja

Indonesia Medan

Responden Umur Jenis Pendidikan Jabatan Masa

Kelamin kerja

Responden 1 29 Tahun P D-III RMIK Coder 6 Tahun

Responden 2 27 Tahun P D-III RMIK Coder 3 Tahun

Responden 3 25 Tahun P D-III RMIK Coder 3 Tahun

Responden 4 23 Tahun P D-III RMIK Coder 1 Tahun

Responden 5 22 Tahun P D-III RMIK Coder 1 Tahun

Responden 6 22 Tahun P D-III RMIK Coder 1 Tahun

Responden 7 22 Tahun P D-III RMIK Coder 1 Tahun

Responden 8 22 Tahun p D-III RMIK Coder 1 Tahun

Sumber : Data Primer RSU Imelda Pekerja Indonesia

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa untuk pendidikan semuanya

sudah berlatar belakang D-III Perekam Dan Informasi Kesehatan, terkait Umur

petugas, Informasi pertama berumur 29 tahun, informasi kedua berumur 27 tahun,

imformasi ketiga berumur 25 tahun, informasi keempat berumur 23 tahun,

informasi kelima, keenam, ketujuh, dan delapan berumur 22 tahun. Terkait

informan pertama dengan masa kerja 6 tahun, informan ke dua dengan masa 3

tahun dan informan ketiga, ke empat, lima, enam, tujuh dan delapan memiliki
masa kerja 1 tahun

4.1.1 Pengetahuan Petugas Coder Tentang Kodefikasi Dirumah Sakit Imelda

Pekerja Indonesia

Dari hasil penelitian yang dilakukan Data diperoleh dari 8 Responden dari

data primer yang dapat dari pembangian kuesioner, maka penulis memperoleh

hasil sebagai berikut :

Tabel 4.2 Hasil Pengetahuan Petugas Coder

No Deskripsi Kategori

Baik Cukup Kurang

1 Pengetahuan 5 (62,5%) 3 (37,5) 0%

Dari tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa dari 8 Responden, 5 Responden

yang memiliki responden yang baik dan 3 Responden lainnya memiliki

pengetahuan yang cukup.

Tabel 4.3 Hasil ketepatan kode diagnosa dan tindakan pada kasus bedah Digestive

Kategori
No Deskripsi
Tepat Tidak tepat

1 Katepatan kode diagnosa 24 (75%) 8 (25%)

2 Katepatan kode tindakan 24 (75%) 8 (25%)

Pada Tabel 4.3 dapat dilihat dari hasil ketepatan kode diagnosa dan

tindakan pada kasus bedah digestive di rumah sakit imelda pekerja indonesia

tahun 2023 dimana terdapat ketepatan kode diagnosa sebanyak 23 (71,8%) DRM

yang tepat dan 9 (28,1%) yang tidak tepat. Dari hasil kode tindakan kita bisa lihat
ketepatan kode tindakan 25 (78,1%) DRM dan 7 (21,8%) tidak tepat.

4.1.2 Distribusi frekuensi Responden Gambaran Kompetensi Koder Dalam

Penentuan Kode Penyakit Dan Tindakan Pada Kasus Bedah Digestive

Pasien Rawat Inap Dirumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia Tahun

2023

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Kompetensi

Kompetensi Coder

Kompeten Tidak Kompeten

Responden 1 Kompeten

Responden 2 Kompeten

Responden 3 Kompeten

Responden 4 Kompeten

Responden 5 Tidak Kompeten

Responden 6 Tidak Kompeten

Responden 7 Tidak Kompeten

Responden 8 Tidak Kompeten

No Kategori Responden Presentase

1 Kompeten 4 50%

2 Tidak Kompeten 4 50%

Total 8 100%
Hasil dari penelitian yang diberikan 8 Responden terhadap gambaran kompetensi

koder dalam penentuan kode penyakit dan tindakan pada kasus bedah digestive

pasien rawat inap. menunjukan bahwa 4 Responden yang kompeten dan 4 yang

tidak kompeten. Responden yang tidak kompeten dikarenakan tidak adanya

pengalaman kerja sebelumnya dan kurangnya pelatihan-pelatihan tentang

pengkodingan.

Tabel 4.4 Tabulasi Kompetensi Koder

Kompetensi Koder

Kompeten Tidak kompeten

4 Responden 4 Responden

Kompetensi Pengetahuan Total

Coder baik cukup kurang

Kompeten 4(50%)

Tidak Kompeten 4

(50%)

Total 8 100%

Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa kompetensi yang dimiliki koder

yaitu 4 responden yang memiliki pengetahuan yang baik dan 4 responden

memiliki pengetahuan yang cukup.

4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengetahuan petugas koder di Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia

Medan

Berdasarkan hasil penelitian dari 8 responden tentang Gambaran

Kompetensi Koder Dalam Penentuan Kode Penyakit Dan Tindakan Pada Kasus

Bedah Digestive Pasien Rawat Inap Dirumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia

Tahun 2023. dilihat dari Kompetensi responden berdasarkan pengetahuan terkait

pengkodingan yang dimiliki oleh coder berdasarkan hasil penelitian dengan

menggunakan kuesioner dan lembar observasi diketahui bahwa responden

memiliki pengetahuan Baik 5 orang (62,5%) dan cukup 3 orang (37,5%) dan

berdasarkan umur 22-29 tahun sebanyak 8 orang serta bersasarkan pendidikan

responden D-III RMIK sebanyak 8 orang dan Yang berpendidikan S1 Non rekam

medis .

Asumsi pada peneliti, berdasarkan hasil penelitian bahwa kompetensi

koder dalam melaksanakan pengkodingan dikategorikan baik (62,5%), sehingga

pengetahun koder sebaiknya meningkatkan dan mempertahankan kompetensi

koder dalam melakukan pengkodingan berdasarkan SOP terkait pelaksaan

pengkodingan dan audit koding Dirumah sakit imelda pekerja indonesia di

berikan dengan penilain kategori yang baik akan selalu berkesinambungan.

Tabel 4.2 Tabulasi Tingkat Pengetahuan Dan Kompetensi Koder

Kompetensi
No Tabulasi Pengetahuan
Kompeten Tidak kompeten

1 Baik 4 Kompeten

2 Cukup 4 Tidak Kompeten


3 Kurang 0 -

Total 8

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui 8 responden yang rumah sakit imelda

pekerja indonesia memiliki pengetahun yang baik. Berdasarkan pengamatan

penelitian terhadap kuesioner yang telah diisi oleh responden. Ketidak tepatan

koding klinis diakibatkan oleh PMIK yang kurang teliti terhadap kode diagnosa

utama.

Menurut Gamala Hatta (2014) Bahwa kualitas koding klinis menjadi salah

satu faktor penting dalam persetujuan dalam pembiayaan kesehatan yang

diajukan. Pembiayaan pelayanan kesehatan berbasis INA CBG’s sangat

ditentukan oleh data klinis terutama kode diagnosa dan prosedur medis yang

dimasukan kedalam software INA CBG’ untuk proses klaim yang dibayarkan

sangat tergantung dari kode INA CBG’s sehingka kualitas maupun kuantitas kode

klinis maupun prosedur ini akan membawa dampak besar terhadap pendapatan

rumah sakit.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penulisan

ketepatan kode diagnosa dan tindakan pada dokumen rekam medis rawat inap

diperoleh lebih banyak dokumen yang tepat kode diagnosa 24 (75%) dari pada

yang tidak tepat 8 (25%) dokumen rekam medis dan bisa di simpulkan bahwa

kompetensi yang dimiliki oleh coder sangat baik sehingga banya koder yang

berkompeten baik terhadap pengkodingan dirumah sakit imelda pekerja indonesia.

2.5 Saran

Adapun saran peneliti kepada petugas koder di RSU Imelda Pekerja

Indonesia Medan Yaitu untuk meningkatkan pengetahun terkait pengkodingan,

sebainya petugas koder banyak menggikuti pelatihan terkait pengkodingan untuk

mendapatkan hasil pengkodingan yang akurat dan tepat.

Anda mungkin juga menyukai