Memberdayakan RUMAH IBADAT, Memakmurkan UMAT (PDFDrive)
Memberdayakan RUMAH IBADAT, Memakmurkan UMAT (PDFDrive)
Memberdayakan RUMAH IBADAT, Memakmurkan UMAT (PDFDrive)
Penulis:
Habibi Zaman Riawan Ahmad, H. Fatchan Kamal, A. Fachruddin,
M. Ishom, Abdul Jamil, Zaenal Abidin Eko Putro, Mardjuki, Muchtar,
Achmad Ubaidillah, Agus Mulyono, Pormadi Simbolon, I
Nyoman Yoga Segara, Selamet, Achmad Rosidi
KEMENTERIAN AGAMA RI
BADAN LITBANG
Kementerian Agama RI DAN DIKLAT
PUSLITBANG
Badan LitbangKEHIDUPAN
dan Diklat KEAGAMAAN
Puslitbang Kehidupan
TAHUN Keagamaan
2015
Jakarta, 2015
Penerbit:
Puslitbang Kehidupan Keagamaan
Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI
Jl. M. H. Thamrin No.6 Jakarta 10340
Telp./Fax. (021) 3920425 - 3920421
http://puslitbang1.kemenag.go.id
Catatan Akhir
Selain menemukan ragam model pemberdayaan di atas, hasil
penelitian ini juga berhasil menggali sejumlah hambatan yang dihadapi
para pengelola atau pengurus rumah ibadat (lihat faktor penghambat dan
pendukung masing-masing penelitian). Beberapa wilayah penelitian masih
menghadapi hambatan untuk memaksimalkan modal sosial rumah ibadat,
sehingga perlu ditindaklanjuti dengan pertama, sinergitas dan kolaborasi
antara Kementerian Agama dengan instansi lain, seperti Kementerian
Koperasi dan UKM, Pemerintah dan swasta untuk melakukan
pemberdayaan rumah ibadat di bidang sosial ekonomi.
Kedua, Kementerian Agama melakukan pembinaan dan sosialisasi
yang intensif kepada pemuka agama masing-masing rumah ibadat untuk
menumbuhkan kesadaran bahwa rumah ibadat dapat juga menjadi sentra
pelayanan dan pemberdayaan yang bukan hanya untuk memenuhi
kebutuhan ritual (rohani) semata, tetapi juga kewirausahaan (ekonomi),
Pendahuluan
Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian ............. 4
Metode Penelitian ..................................................................... 5
Tinjauan Pustaka
Definisi Konsep ......................................................................... 7
Kerangka Teori .......................................................................... 10
Penelitian Terdahulu yang Relevan ....................................... 20
Metode Penelitian
Definisi Konsep
Pemberdayaan
Pemberdayaan dapat diartikan “memampukan” dan
‘memandirikan masyarakat’ (Kartasasmita, 1997:12). Dalam bahasa Inggris,
pemberdayaan sepadan dengan “empowerment”, yang memiliki arti
empowerment aims to increase the power of disadvantaged (Jim Ife dalam
Suharto, 1997:214), yaitu pemberian atau peningkatan “power” atau
“kekuasaan” kepada masyarakat lemah atau kurang beruntung
(disadvantaged).
Dari pengertian tersebut tedapat dua pengertian kunci, yaitu
“kekuasaan” dan “kelompok lemah” (Ife dalam Suharto, 2005:59).
Kekuasaan di sini tidak dalam arti kekuasaan politik yang sempit, namun
penguasaan atas berbagai hal seperti pilihan-pilihan dan kesempatan
hidup, kemampuan membuat keputusan, kemampuan menentukan
kebutuhan hidup, kemampuan menjangkau dan mempengaruhi pranata-
pranata masyarakat (kesejahteraan sosial, pendidikan, kesehatan),
kemampuan mengekspresikan gagasan, kemampuan memobilisasi
sumber-sumber formal dan informal, serta kemampuan memanfaatkan
dan mengelola mekanisme produksi, distibusi dan pertukaran barang/jasa,
dan lainnya.
Istilah pemberdayaan atau empowerment, juga dapat diartikan
sebagai pemberkuasaan atau pemberian atau peningkatan kekuasaan
kepada masyarakat yang lemah atau kurang beruntung. Dalam diskursus
ini, pemberdayaan memiliki maksud pengembangan masyarakat dengan
banyak metode seperti kemandirian, penekanan terhadap partisipasi,
penggunaan jaringan kerja, dan pemerataan.3 Lebih lanjut pemberdayaan
Modal Sosial
Konsep modal sosial muncul dari pemikiran bahwa anggota
masyarakat tidak mungkin dapat mengatasi berbagai masalah yang
dihadapi. Untuk menghadapi masalah-masalah tersebut, diperlukan
kerjasama dan kebersamaan yang baik dari segenap anggota masyarakat.
Konsep modal sosial (sosial capital) dalam mainstream ilmu sosial pertama
kali diusung oleh Hanifan (1916). Konsep tersebut semakin popular oleh
Colemen (1988), Putnam (1993, 1995, 1999), Fukuyama (1995) dan ilmuwan
sosial lainnya.
Menurut pencetusnya, Lyda Judson Hanifan, modal sosial
bukanlah modal dalam arti biasa seperti harta kekayaan atau uang, tetapi
mengandung arti kiasan, namun merupakan asset atau modal nyata yang
penting dalam kehidupan. Contoh modal sosial menurut Hanifan dapat
berupa kemauan baik, rasa bersahabat, saling simpati, serta hubungan
sosial dan kerjasama erat antara individu dan keluarga yang membentuk
suatu kelompok sosial. Sedangkan Putnam (1993) menyatakan bahwa
modal sosial merupakan unsur utama pembangunan masyarakat madani
(civil community). Modal sosial tersebut mengacu pada aspek-aspek utama
organisasi sosial seperti kepercayaan (trust), norma-norma (norms), dan
jaringan-jaringan (networks) yang dapat meningkatkan efisiensi dalam
suatu masyarakat melalui fasilitasi tindakan yang terkordinasi (Putnam,
1993:167).
Kerangka Teori
Rumah ibadat adalah bangunan yang memiliki ciri-ciri tertentu
yang khusus dipergunakan beribadat bagi para pemeluk masing-masing
agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadat keluarga. 4 Dilihat
dari sejarahnya, kemunculan dan berdirinya rumah ibadat di Indonesia
adalah bersamaan dengan muncul dan berkembangnya agama-agama itu
sendiri. Rumah ibadat dalam sejarahnya berfungsi tidak hanya sebagai
rumah ibadat saja, melainkan juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan
(pembinaan) keagamaan dan penyebaran masing-masing agama.
Dalam RPJMN Bidang Pembangunan Sosial Budaya dan
Kehidupan Beragama dinyatakan bahwa negara memberikan fasilitas dan
pelayanan pemenuhan hak dasar pada setiap warga negara. Ini berarti
negara turut memberikan fasilitas terhadap rumah-rumah ibadat sebagai
tempat ibadat dan pembinaan keagamaan masyarakat. Namun demikian
karena banyaknya jumlah rumah ibadat yang ada, maka fasilitas,
pelayanan, dan bantuan yang diberikan pemerintah bagi rumah-rumah
ibadat tidak dapat menjangkau seluruh rumah ibadat yang ada. Akibatnya
rumah-rumah ibadat lebih banyak dikelola secara mandiri oleh masyarakat
sehingga model pengelolaan rumah ibadat juga menjadi sangat beragam.
Terkait rumah ibadat umat Islam, khususnya masjid, ada beberapa
tipologi masjid berdasarkan tipe tingkat kewilayahan dan keaktifan
pengurusnya. Berdasarkan tingkat kewilayahan, masjid terbagi menjadi
masjid negara (berada di tingkat pemerintahan pusat), masjid nasional
(masjid provinsi yang ditetapkan pemerintah menjadi masjid nasional),
masjid raya (masjid tingkat provinsi), masjid agung (masjid tingkat
kabupaten/kota), masjid besar (masjid tingkat kecamatan), masjid Jami
4 Ini adalah definisi yang terdapat dalam Peraturan Bersama Menteri Agama
dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 9 Tahun 2006 dan No 8 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan
Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan
Pendirian Rumah Ibadat.
‘pengendalian mutu’ pada awal abad 19 dalam bentuk pengecekan barang yang akan
dikirim kepelanggan dengan cara memisahkan barang cacat untuk kepuasan konsumen.
Pendekatan ini dikenal dengan pengendali mutu klasik. Tahun 1924, Dr. Walter
Shewhart memperkenalkan “bagan kendali control (controlchart)” yang bermanfaat untuk
mengetahui apakah mutuproduk yang dihasilkan berada pada batas yang dikehendaki,
sehingga inspeksi dilakukan hanya pada sampel barang dan dapat mengurangi biaya.
Fungsi pengendalian mutu ini mulai dikembangkan dalam berbagai perusahaan. Pada
1950, Dr.W. Edward Deming memperkenalkan konsep “pengendalian mutu menyeluruh
dalam perusahaan”. Deming menekankan pentingnya statistic control dalam proses
produksi dan perbaikan mutu produksi. Deming memberikan kontribusi dengan teori
“14 Butir Untuk Manajemen”. Deming dan Schewart mengembangkan konsepsiklus
“PDCA” (plan-do-check-action). “Plan” meliputi identifikasi masalah, memperoleh data,
dan mengembangkan rekomendasi. “Do” meliputi penerapan solusi berbagai percobaan.
“Check” berupa pengamatan setelah penerapan untuk memastikan apakah hasil yang
diperoleh sesuai rencana. “Act” melibatkan kegiatan perubahan permanen jika hasilnya
efektif bagi peningkatan atau kembali pada kondisi sebelumnya jika penerapannya
bermasalah. Pada 1961, Dr. AV Feigenbaum memperkenalkan konsep “make it right at the
first time”. Konsep ini akan berkembang dan menjadi salah satu dasar Total Quality
Management (TQM). Pada 1979, Phillips B. Crosby menekankan “pentingnya pimpinan
puncak” untuk menciptakan iklim kerja yang nyaman dan meyakinkan bahwa mutu
adalah misi pokok yang harus dicapi oleh organisasi. Dan bahwa karyawan di semua
tingkatan dapat dimotivasi untuk mengejar peningkatan tetapi motivasi tersebut tidak
akan berhasil kecuali disediakan alat untuk meningkatkannya. Pada 1987, lahirlah suatu
standar tentang sistem manajemen mutu yaitu ISO 9000, Quality Management System.
meninggalnya secara tragis dalam kecelakaan “rodeo” tahun 1987, yang dipandang telah
memberikan kontribusi bagi peningkatan efektifitas dan efisiensi jangka panjang
pemerintah.
9 Diadaptasi dari Mark Graham Brown: Baldrige Award Winning Quality, How to
Interpret the Baldrige Criteria for Performance Excellence (New York, CRC Press, 17th
Edition, 2008).
***
Oleh:
Habibi Zaman Riawan Ahmad dan H. Fatchan Kamal
12 Wawancara dengan Mulyono (60 tahun), jamaah tidak tetap Masjid Al Falah,
asal Rungkut Kota Surabaya, pada tanggal 30 Mei 2014 Pukul 10.30 WIB.
13 Wawancara dengan Sugiono (54 tahun), jamaah tidak tetap Masjid Al Falah,
sekolah pertama, Ustadzah Kusminah (1979-1993); Sekolah Dasar Al Falah berdiri pada
tahun 1985 dengan murid pertamanya sebanyak 12 siswa, dengan tenaga pengajar dua
guru; SLTP Al Falah berdiri pada 1991.
No Penerimaan Besaran
1 Penerimaan kas dari infaq 2.256.056.700,00
2 Penerimaan kas dari zakat 788.167.000,00
3 Penerimaan kas dari lembaga kursus 2.565.095.140,00
4 Penerimaan kas dari poliklinik 130.665.950,00
5 Penerimaan kas dari pernikahan 21.800.000,00
6 Penerimaan kas dari muslimah 14.706.500,00
7 Penerimaan kas dari YDSF 694.220.545,46
8 Penerimaan kas dari Wakaf Tunai 731.000.000,00
9 Penerimaan kas dari siswa 16.163.289.300,00
10 Penerimaan kas dari bantuan pemerintah 844.040.000,00
11 Penerimaan kas dari pendaftaran siswa 120.500.000,00
baru
12 Penerimaan kas dari bagi hasil dan jasa 433.506.292,87
giro
13 Penerimaan kewajiban jangka pendek 47.570.000,00
lainnya
14 Pelunasan Pinjaman Karyawan dan Pihak 228.177.454,00
Ketiga
15 Penerimaan kas dari pendapatan lain-lain 16.275.723,28
Jumlah 25.055.070.605,61
15 Pengamatan peneliti lakukan pada tanggal 07-12 Mei 2014, dan 22-31 Mei
2014. Untuk jamaah yang mengikuti pengajian setelah Maghrib, rata-rata peserta yang
mengikuti antara 80-100 peserta kajian.
16 Lihat John Field, Social Capital (London: Roudlege, 2003); Jousairi Hasbullah,
Social Capital, Menuju keunggulan Budaya Manusia Indonesia (Jakarta: MR United Press
Jakarta).
17Wawancara dengan jamaah Masjid Al Falah, Bapak Pori (74 tahun), pada 30
Mei 2014 pukul 11.02 WIB.
Theoretical Synthesis and Policy Framework” Theory and Society, No. 27. Vol 2 (1998): 151-
208; Kurt Annen, “Social Capital, Inclusive Networks, and Economic Performance,” Journal of
Economic Behavior and Organization Vol. 50 (2003): 449–463.
20 Hasil wawancara peneliti dengan Prof. Dr. Roem Rowi, selaku dewan
pembina masjid Al Falah menyatakan bahwa YDSF, dan Yatim Mandiri memiliki
kedekatan historis dan emosional yang kuat, karena keduanya dilahirkan oleh aktifis-
aktifis dari Masjid Al Falah. Kedua badan amal tersebut memiliki pengaruh yang kuat di
masyarakat, karena aktif melakukan kegiatan-kegiatan sosial. Nilai kapitalisasi Yatim
Mandiri telah mencapai angak 90 Milyar.
Bapak H. Muammak Hamidy, Lc salah satu ustadz senior yang dimiliki oleh Masjid Al
Falah.
(5)
Menghilangkan Hambatan
Formal dalam
Berpartisipasi
(4) (6) Kesediaan
Membuka Akses
Bekerjasama
Distribusi yang Adil &
Merata
Resiprositas
dilandasi Trust
(3) Mengurangi (1)
Resiko Konflik Kerekatan
(2)
Keikutsertaan
Sosial
23 Untuk melihat peranan resiprositas baik juga meihat tulisan M. Mawardi J.,
melakukan Khitanan Masal 113 anak yatim, dan miskin, nikah massal 41 pasang,
pemberian santunan 300 dhuafa, dan bantuan renovasi rumah ibadah di kab. Kediri.
Lihat Jendela Santri Vol 3 No 8. April 2011, hal, 11, 33.
27 Jendela Santri Vol 3. No 8 April 2011, hal 20-21.
oleh Masjid Nasional Al-Akbar tahun 2013 periode survey 1-30 juni 2013, menjelaskan
hasil yang menurut pengunjung bahwa fasilitas kebersihan, keamanan, dan fasilitas
lainnya dirasakan dengan pelayanan baik. Fasilitas wudhu dengan Indek Kepuasan
Masyarakat sebesar 70.44975 dengan predikat baik, fasilitas kebersihan, Indek kepuasan
masyarakat 78.53775 dengan predikat baik, fasilitas parkir Indek kepuasan masyarakat
sebesar 74.8695 dengan predikat baik, fasilitas dan pelayanan dakwah Indek kepuasan
masyarakat sebesar 72.846 dengan predikat baik, keamanan memiliki Indek Kepuasan
Masyarakat sebesar IKM 69.49125 dengan predikat baik, akad nikah dengan Indek
kepuasan masyarakat sebesar 81.80975 dengan predikat sangat baik, dan unit resepsi
dengan Indek kepuasan masyarakat sebesar 75.41975 dengan predikat baik.
29 Biaya yang dibutuhkan 9-10 Milyar tersebut, peneliti belum mendapatkan
perincian pastinya, namun dalam keterangan terpisah pada waktu FGD, biaya
operasional Masjid Nasional Al-Akbar menghabiskan sedikitnya 6 milyar rupiah. FGD
antara Masjid Nasional Al-Akbar, Masjid AL Falah, dan tim peneliti pada tanggal 27 Mei
2014.
c. Penguatan Norma
Sebagai bagian yang tak terpisahkan dari lahirnya
trust, dan jaringan, norma memegang peranan yang penting,
norma tersebut memiliki kekhasan antara satu institusi
dengan institusi lainnya. Terkait penanaman norma yang
dilakukan oleh Masjid Nasional Al-Akbar berkorelasi dengan
kode etik modern sebagai nilai yang mereka tekuni saat ini.
Hal ini mereka lakukan dalam upaya menjadikan pelayanan
masjid nasional profesional dan memiliki manajemen modern.
Meskipun demikian terdapat kesamaan nilai antara Masjid
Nasional Al-Akbar dengan masjid lainnya, yaitu sistem nilai
ajaran agama tetap menjadi panduan utama.
Dalam menanamkan nilai sebuah lembaga perlu
memahami bahwa nilai dapat digali dan dapat pula
dihancurkan. Untuk itu perlu adanya value culture yang
penting bagi sebuah lembaga, dalam upaya mencari dan
menanamkan kesamaaan pandangan bahwa misi utama
lembaga masjid adalah menciptakan kata’atan kepada ajaran
dan nilai-nilai agama. Keberhasilan sebuah institusi masjid
menanamkan nilai-niali keagamaan diinternal dan
masyarakat dapat memberikan kekuatan tersendiri bagi
keberadaan masjid tersebut.
Penutup
Oleh:
A. Fachruddin dan M. Ishom
No Agama Jumlah
1 Islam 597,556
2 Katholik 6,484
3 Kristen 15,095
4 Hindu 437
5 Buddha 4,262
6 Khonghucu 122
Total 625,481
Sumber: Data Sensus Penduduk, 2010 (BPS)
34 Hanya saja sejak pembentukan pengurus masjid dari tahun 2009 hanya ada
beberapa program yang sudah direalisasikan seperti fesitival makanan kuliner Banjar
yang digelar pada saat momen Maulid Nabi SAW.
Penutup
1. Simpulan
2. Rekomendasi
a. Pemerintah supaya mengintensifkan sosialisasi wakaf masjid
produktif kepada pengurus masjid dan tokoh masyarakat agar
Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariat Ditjen Bimas Islam
Kementerian Agama. 2007. Pedoman Pemberdayaan Majid (Melalui
Aspek Idarah, Imarah, dan Ri’ayah).
Fukuyama F., 1995. The Social Virtues and The Creation of Prosperity.
Newyork: Free Press.
Putnam, R.D., 1993. Marking Democracy Work: Civil Tradition In Modern Italy.
Princeton NJ: Princeton University Press.
Oleh:
Abdul Jamil, Zaenal Abidin Eko Putro, dan Mardjuki
3. Pengelolaan Dana
41Pernyataan Pdt. Games Purba saat wawancara di gereja HKBP Cinta Damai,
Jum’at 23 Mei 2014,
23 Mei 2014.
D. Analisis
Melihat dari kiprah Gereja HKBP di dua tempat, yakni HKBP
Cinta Damai dan HKBP Maranatha di Mulyorejo tersebut di atas
membabarkan pengetahuan bahwa lembaga agama ternyata mampu
menunjukkan kemandiriannya dalam memberikan pelayanan kepada
jemaatnya. Tuntunan hidup yang bernafaskan rohani maupun spiritual
dapat dipadukan dengan pengorganisasian umat dan sumber daya materi
maupun immateri melalui sistem dan struktur yang telah dibakukan sejak
berdirinya sinode ini lebih dari satu abad lampau.
Mengikuti analisis Coleman maupun Robert R. Putnam, dua tokoh
yang paling sering disebut sebagai pakar di bidang social capital,
perkembangan Gereja HKBP di dua lokasi tersebut tidak terbantahkan
memberikan bukti betapa social capital itu telah berjalan walaupun
mungkin belum seideal yang dibayangkan kalangan pemikir teori ini. Hal
ini dapat dilihat dari loyalitas yang dimiliki jemaat, dibuktikan misalnya
dengan pemberian dana persembahan kepada gereja di setiap kebaktian,
maupun persembahan khusus kepada pendeta dalam rangka ucapan
sukur atas tercapainya suatu kesuksesan. Ditopang dengan system hirarkhi
yang sedemikian ketat, maka pengorganisasian jemaat dan sekaligus dana
persembahan yang terkumpul tersebut terbukti dapat mendinamisasi
gereja, sehingga dapat berkembang baik dari segi fisik maupun pelayanan
yang diberikan kepada jemaat.
Untuk melihat ini, analisis Berger tentang mediating structure juga
memberi pembuktian bahwa lembaga agama seperti gereja ternyata
mampu menjadi struktur perantara (mediating structure) yang membantu
Penutup
1. Simpulan
a. Gereja HKBP, baik Gereja Cinta Damai dan Maranatha selama ini
rutin melayani jamaat dalam ibadat keagamaan seperti kebaktian
minggu (remaja dan orang tua) dan sekolah minggu (bagi anak-
anak). Gereja juga aktif dalam melaksanakan kegiatan sosial
seperti memberikan santunan untuk jamaat yang sakit, meninggal,
dan kurang mampu.
b. Gereja HKBP merupakan gereja yang memiliki kemandirian.
Kegiatan gereja dibiayai sepenuhnya oleh jamaat melalui dana
persembahan yang dihimpun secara sukarela. Besarnya dana yang
diperoleh oleh Gereja HKBP berkorelasi dengan besarnya jamaat,
baik secara kuantitas maupun kualitas. Semakin besar jumlah
jamaah dan semakin baik kualitas (ekonomi) jamaat, maka dana
yang dihimpun akan semakin besar.
c. Dana persembahan dari jamaat, dimanfaatkan untuk empat hal,
yaitu pertama untuk pengelolaan Gereja seperti pembayaran listrik,
telephon, PAM, kebersihan, dan biaya hidup pendeta. Kedua,
untuk pembangunan gereja seperti rehabilitasi gedung. Ketiga,
untuk disetor ke pusat HKBP. Keempat, yaitu dana diakonia untuk
2. Rekomendasi
a. Para pengurus Gereja HKBP perlu mempertahankan dan
meningkatan kualitas pengelolaan Gereja HKBP, baik dalam
menjalani fungsinya dalam memberikan pelayanan ibadat,
bantuan sosial, maupun pemberdayaan jamaatnya. Sebab
kehadiran Gereja HKBP sesuai nilai kekristenan harus mampu
memberikan manfaat nyata untuk jamaat gereja khususnya dan
juga masyarakat di sekiling gereja pada umumnya.
b. Gereja-gereja HKBP mempunyai modal sosial yang potensial,
modal sosial itu muncul dari adanya interaksi antara jamaat dan
pengurus gereja (pendeta, gembala, guru). Modal sosial yang
dimiliki HKBP ini perlu dikelola secara optimal, sehingga mampu
menjadi kekuatan yang bisa dikembangkan secara maksimal dan
secara timbal balik.
c. Kepemimpinan pendeta/gembala di masing-masing gereja sangat
berpengaruh terhadap perkembangan Gereja HKBP. Eksistensi
dan perkembangan Gereja HKBP tidak bisa dilepaskan dari
kinerja para pendeta/gembala dalam melayani jamaat dan
memajukan gereja. Selama ini Gereja HKBP tumbuh dan
berkembang secara mandiri, yaitu dengan mengandalkan
dukungan jamaatnya, untuk itu suatu kepemimpinan yang
inovatif, kreatif, dan transformatif sangat dibutuhkan.
***
Oleh:
Muchtar dan Achmad Ubaidillah
48 Ibid
49 Lihat, Kota Sorong Dalam Angka 2013
51http://regional.kompas.com/read/2013/10/28/2013236/Warga.Asli.Papua.Barat.
54 Ibid
55 Ibid
seluas 20.392.55 m2. Sedangkan luas halaman gereja, yaitu 5.960 m2 dan
aula serba guna seluas 2.595 m2.
b. Kegiatan Sosial
Dokumen Laporan Ketua Panitia Pelaksana Sidang Jemaat XXII GKI Maranatha Remu
Kota Sorong Tahun 2013 dan wawancara dengan PHMJ GKI Maranatha Remu Sorong.
3. Aktivitas Gereja
Aktivitas Gereja Immanuel Bozwesen Kota Sorong tidak ada
bedanya dengan kegiatan di gereja-gereja GKI yang ada di tanah
Papua, karena jemaat khususnya di tanah Papua yang tergabung
C. Analisis
1. Pemberdayaan Umat sebagai Refleksi Teologi Diakonia
Berteologi merupakan kesanggupan dan keterampilan
mengungkapkan secara teratur dan jelas teologinya. Sedangkan dasar
berteologi adalah kesediaan untuk mendengar apa yang dikatakan
firman Tuhan dan menyakininya, serta mengaktualisasikan. Dengan
kata lain, berteologi merupakan suatu tindakan atau aktifitas
membangun relasi antara konteks Firman Tuhan dan konteks
kehidupan bergereja di masa kini. Berteologi menunjuk pula pada
bagaimana firman Allah menggarami, membarui kehidupan manusia,
dan menerangi permasalahan-permasalahan hidup manusia sehingga
dapat dengan leluasa merespon panggilan Allah. 58
Adapun yang dimaksud dengan diakonia berhubungan
dengan tindakan memberi pertolongan, pelayanan atau melayani.
Pertolongan, pelayanan atau melayani yang dimaksud tidak terbatas
pada segi-segi tertentu yang merupakan kebutuhan hidup sesama
manusia, melainkan bersifat totalistis-humanistis atau holistik. Jadi
pemahaman diakonia sesungguhnya mengandung nilai-nilai etis
maupun teologis yang integral dengan eksistensi manusia sebagai
ciptaan Allah.
Dengan demikian, diakonia baru dapat dipahami sebagai
teologi hanya jika direlasikan dengan seluruh karya dan hidup Yesus.
Diakonia yang hidup adalah tanda dari gereja yang hidup dan
misioner. Ia akan sungguh-sungguh hidup dan misioner, apabila
dilakukan sebagai sebuah “gerakan” (movement) pada aras jemaat,
Dokumen Hasil-Hasil Keputusan Sidang Jemaat GKI Immanuel Boswezen Sorong Tahun
2013 dan Wawancara dengan PHMJ Immanuel Boswezen Sorong
58 http://gkiditanahpapua.org/2014/02/03/ber-teologi-dalam-konteks-diakonia-
59Ibid
60 Wawancara dengan Pendeta Iriani Nussy, Ketua Pelaksana Harian Majelis
Jemaat GKI Immanuel Boswezen Sorong, 28 Mei 2014.
Dokumen Hasil-Hasil Keputusan Sidang Jemaat GKI Immanuel Boswezen Sorong Tahun
2013 dan Wawancara dengan PHMJ Immanuel Boswezen Sorong
62 Ibid
Dokumen Laporan Ketua Panitia Pelaksana Sidang Jemaat XXII GKI Maranatha Remu
Kota Sorong Tahun 2013 dan wawancara dengan PHMJ GKI Maranatha Remu Sorong.
64 http://gkiditanahpapua.org/2014/02/03/ber-teologi-dalam-konteks-diakonia-
gki/
65 http://johannes-manurung.blogspot.com/2012/06/manajemen-
kepemimpinan-gereja.html, Diakses pada Tanggal 1 Juni 2014
66 Focus Group Discussion dengan Pelaksana Harian Majelis Jemaat dan Anggota
Jemaat GKI Maranatha Remu dan Immanuel Boswezen Sorong, 28 Mei 2014.
67 Wawancara dengan Pendeta Simon (Kepala Sub Bagian Tata Usaha
Kementerian Agama Kota Sorong dan Pendeta di GKI Immanuel Bozwesen Sorong,
Tanggal 26 Mei 2014.
3. Sumber Keuangan
a. GKI Maranatha Remu
Penerimaan keuangan gereja di GKI Maranatha Remu
terdiri dari penerimaan/pemdapatan konvesional dan
penerimaan/pendapatan inkonvensional. Penerimaan/Pendapatan
konvensional bersumber dari dana kolekte, derma ibadah, derma
khusus, derma persepuluhan, derma pengucapan syukur, dana
bulanan per jiwa, pegawai rp. 100.000,- dan jemaah non pegawai
rp. 25.000, dan penerimaan lain lain.
Sedangkan penerimaan/pendapatan inkonven-sional
bersumber dari amplop pengucapan syukur akhir tahun/bulanan,
penerimaan surat surat gerejawi, penerimaan usaha aset gereja,
spontanitas iman untuk diakonia, spontanitas iman untuk
pembangunan, spontanitas iman untuk pendidikan, aksi 5 menit,
peti pembangunan Kantor Klasis, dan pendapatan lain-lain.
Gereja: dasar teologis dan implementasi praktisnya” dalam Bahan bacaan Mata Kuliah
Teologi Kepemimpinan & Manejemen, (Fakultas Teologi UKSW, 2011),55-57.
69 Focus Group Discussion dengan Pelaksana Harian Majelis Jemaat dan Anggota
Jemaat GKI Maranatha Remu dan Immanuel Boswezen Sorong, 28 Mei 2014.
Anggota Jemaat GKI Maranatha Remu dan Immanuel Boswezen Sorong, 28 Mei 2014.
Lihat, Dokumen Hasil-Hasil Keputusan Sidang Jemaat GKI Immanuel Boswezen Sorong
dan GKI Maranatha Remu Tahun 2013
1) Faktor Pendukung
2) Faktor Penghambat
1) Faktor Pendukung
2) Faktor Penghambat
2. Rekomendasi
a. Persembahan warga gereja menjadi daya gerak dan daya hidup
gereja. Karena itu, diperlukan penguatan dan implementasi
Diakonia Transformatif di lingkungan GKI Maranatha Remu dan
Immanuel Bozwesen. Langkah yang harus dilakukan adalah
pemetaan potensi yang dipunyai jemaat atau warga gereja secara
komprehensif.
b. Potensi warga gereja tersebut akan menjadi berdaya guna apabila
pendekatan wira usaha sosial diterapkan. Prinsip-prinsip wira
usaha bisa mendukung program diakonia sosial gereja, sebab
menekankan analisis potensi, analisia risiko, analisis biaya-
manfaat, analisis stakeholders (pemangku kepentingan), analisis
daya serap (pasar), dan juga analisis keuntungan (sosial dan
keuangan), akan berpengaruh besar terhadap keberlangsungan
program-program diakonia gereja
c. Program pemberdayaan melaui program wirausaha bagi warga
gereja tentu mereka akan mengharapkan sebuah program akan
terus berlanjut. Oleh karena itu, program program pemberdayaan
Oleh:
Agus Mulyono dan Pormadi Simbolon
Sampai Tahun
No Kecamatan
2012
1 Mantrijeron 31. 695
2 Kraton 17. 561
3 Mergangsan 29. 448
4 Umbulharjo 78. 831
5 Kotagede 32. 052
6 Gondokusuman 45. 526
7 Danurejan 18. 433
8 Pakualaman 9. 366
9 Gondomanan 13. 097
10 Ngampilan 16. 402
11 Wirobrajan 24. 969
12 Gedongtengen 17. 273
13 Jetis 23. 570
14 Tegalrejo 35. 789
Jumlah 394. 012
Sumber: Kota Yogyakarta dalam Angka Tahun 2012
Islam merupakan agama mayoritas yang dianut masyarakat
Yogyakarta, dengan jumlah penganut Kristen dan Katolik yang relatif
signifikan. Seperti kebanyakan dari Islam, kota-kota pedalaman Jawa,
mayoritas masih mempertahankan tradisi Kejawen yang cukup kuat.
Yogyakarta juga menjadi tempat lahirnya salah satu organisasi Islam
terbesar di Indonesia, yaitu Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H
Ahmad Dahlan pada 1912 di Kauman, Ngupasan, Gondomanan,
Yogyakarta. Hingga saat ini, Pengurus Pusat Muhammadiyah masih tetap
berkantor pusat di Yogyakarta.
Yogyakarta juga dikenal sebagai kota pelajar, karena hampir 20%
penduduk produktifnya adalah pelajar dan terdapat 137 perguruan tinggi.
Kota ini diwarnai dinamika pelajar dan mahasiswa yang berasal dari
Penutup
1. Simpulan
a. Pengelolaan rumah ibadat Gereja Jetis dan Gereja Kumeriran
dalam memberikan pelayanan di bidang keagamaan dan
pemberdayaan umat beragama digariskan secara hirarkis mulai
dari Uskup (Keuskupan), diturunkan lagi kepada Kevikepan
(perwakilan uskup dengan wilayah tertentu), kemudian
dilaksanakan dalam paroki oleh pastor paroki beserta jajarannya.
Pola ini merupakan kekhasan Katolik, dan pola organisasinya
sama untuk Paroki-Paroki. Perbedaannya, berjalan tidaknya
organisasi Paroki tergantung kepemimpinan dan kreativitas
Pastor Paroki.
***
Pemda Kota Yogyakarta. Kota Yogyakarta dalam Angka Tahun 2012. Badan
Pusat Statistik
Bdk. Dokumen Konsili Vatikan II
Bdk. Hukum Gereja Katolik, KHK.
http://romojost.blogspot.com/2013/02/ybmangunwijaya.html
http://www.jogjajavacarnival.com/sejarah-kota-jogja-2/
Oleh:
I Nyoman Yoga Segara dan Selamet
ngenteg linggih sebuah pura. Untuk memahami secara sederhana, dalam bahasa
Indonesia, piodalan sering dipadankan seperti hari ulang tahun, meski masih tidak
sepenuhnya tepat seperti itu.
75 Michel Picard menggambarkan suasana keagamaan di Bali seperti ini dalam
Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata (2006) sebagai atraksi dan karnaval buadaya yang
tidak pernah mati dalam kehidupan masyarakat Bali. Hal ini sudah sangat lama
berlangsung, bahkan sejak kedatangan wisawatan pertama, George Kreus ke Bali dan
mempublikasikannya ke dalam Majalah BALI.
76 Penelitian tentang Bali dan agama Hindu telah sejak lama dilakukan para
orientalis, sebut saja Gregory Bateson; Jean Belo; James A. Boon; M. Covarrubias, dll.
77 Selepas publikasi massif tersebut, Bali menjadi sangat terbuka terhadap
dunia luar. Kajian ini dijelaskan dengan baik oleh Henk Schulte Nordholt (2010) dalam
Bali Benteng Terbuka 1995-2005. Menurutnya, keterbukaan seperti ini memiliki ragam
dampak hingga hari ini, sekarang sangat tergantung dari bagaimana orang Bali kini
menghadapinya.
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5 6 7 8 9
190
Kris-
Hindu Buddha Konghucu Islam Katolik
ten
Kec Su Pe Su Jiao
Bhik Pand Upa Pend Wen Xue Ula Khot Mub Past Brud Sust
lingg mang Jml Ma Jml Shen Jml Jml Jml
su ita sak eta Shi Shi ma ib a-lig ur er er
ih ku ner g
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Denpas
ar 54 537 591 2 - 10 - 12 15 1 1 - 2 2 16 9 27 1 - 12 13
Selatan
Denpas
ar 30 318 348 - - - - - 18 2 1 - 3 3 18 6 27 7 1 3 11
Timur
Denpas
28 375 403 5 18 20 - 43 26 2 1 - 3 4 42 18 64 1 - - 1
ar Barat
Denpas
ar 29 360 389 - - - - - 9 4 1 - 8 2 23 10 35 - - - -
78 Piodalan sering juga disebut rerahinan, yaitu peringatan tegak ngenteg linggih
sebuah pura. Untuk memahami secara sederhana, dalam bahasa Indonesia, piodalan
sering dipadankan seperti hari ulang tahun, meski masih tidak sepenuhnya tepat seperti
itu.
79 Sekeha atau juga disebut sekaa adalah perkumpulan atau organisasi yang
terdapat di banjar atau institusi lain, misalnya, perkumpulan pemuda di banjar dikenal
dengan Sekeha Teruna. Sekeha juga merupakan perkumpulan orang-orang memiliki
kesamaan minat terutama kesenian, sehingga di Bali banyak ditemukan Sekeha
Gambelan, Sekeha Santi, dll. Sekeha juga terbentuk karena kesamaan profesi, misalnya
Sekeha Subak, Sekeha Semal, Sekeha Manyi, dll
dan Prajuru Desa Pakraman, dana 50 juta dari Kementerian Agama Kota Denpasar akan
digunakan untuk membangun bataran (pondasi dasar Pura Desa), namun sampai saat ini
belum bisa direalisasikan karena menunggu hari baik untuk membangun, yang di Bali
dikenal dewasa hayu.
81 Catur Guru adalah empat guru yang harus dihormati oleh umat Hindu.
Keempatnya adalah guru rupaka (orang tua), guru pengajian (guru, dosen atau mereka
yang memberikan ilmu pengetahuan), guru wisesa (pemerintah dan perangkat negara
lainnya), guru swadyaya (Tuhan)
1) Aspek Sosial-Budaya
a) memberikan santunan kepada krama yang
meninggal sebesar 1 juta. Selain dari desa pakraman,
krama yang terkena duka meninggal juga diberikan
patis oleh krama dilingkungan banjarnya senilai
harga 1 kg beras dan 5000.
b) melakukan pembinaan terhadap sekeha yang ada di
desa pakraman, melalui penguatan sekeha-sekeha
yang ada di masing-masing banjar, baik yang
dilakukan oleh para pemuda melalui Sekeha Teruna
maupun para ibu-ibu melalui organisasi Wanita
Hindu Dharma Indonesia (WHDI)
c) melibatkan sekeha dalam setiap kompetisi seni,
budaya dan olah raga yang diadakan setiap tahun
oleh Pemkot Denpasar, seperti lomba ogoh-ogoh, gong
kebyar dan utsawa dharma gita.
d) membentuk Gabungan Anak-Anak Gemar Seni Bali
(GANGSA) dengan struktur langsung berada di
bawah binaan desa pakraman
e) melaksanakan Pasraman Kilat pada hari libur sekolah
setiap tahun sekali dan membiayai penyelenggaraan
PAUD/TK
f) memberikan pelatihan sarati banten kepada ibu-ibu
2) Aspek Agama
1) Faktor Pendukung
a) Terdapat sinergi tiga kekuatan desa pakraman, yakni
Bendesa Adat (eksekutif), Kertha Desa (yudikatif) dan
Sabha Desa (legislatif) sehingga pelaksanaan program
dan kegiatan yang dibuat oleh desa pakraman berjalan
secara terbuka, transparan dan akuntabel. Pola ini
memperlihatkan adanya kepemimpinan yang kuat
(strong leadership) masing-masing lembaga dan
dipersatukan oleh nilai-nilai agama sebagai pengikat
moral.
82 Catur Guru adalah empat guru yang harus dihormati oleh umat Hindu.
Keempatnya adalah guru rupaka (orang tua), guru pengajian (guru, dosen atau mereka
yang memberikan ilmu pengetahuan), guru wisesa (pemerintah dan perangkat negara
lainnya), guru swadyaya (Tuhan)
Maret 2014, dana masuk ke kas Desa Pakraman mencapai 5.679.286.900, dengan
pengeluaran mencapai pada periode tersebut 751.221.300. Saldo yang tersisa dari
rekapitulasi ini masih sekitar 4.928.065.600. Jika dibandingkan dengan bantuan yang
diterima dari pemerintah, tentu tidak cukup untuk membiayai berbagai kebutuhan desa
pakraman yang terbagi ke dalam biaya untuk parahyangan, pawongan dan palemahan. Dapat
dikatakan, seluruh dana tersebut lebih banyak habis untuk kegiatan non-fisik, seperti
upakara dan upacara agama.
Monograf Subak Pakel II, tahun 1999/2000. Namun kini seperti penuturan I
84
Nyoman Narta selaku Kelihan Subak, pemilik sawah tinggal 114 orang
kelangsungan hidup para pengemponnya berasal dari bantuan insentif dari pemerintah;
hasil pungutan dari utpeti itik Rp. 50,-/ekor setiap panen di sawah; sari tahun (penguot)
Rp. 50,- per are setiap panen di sawah, urunan dari krama subak dan segala yang bersifat
dana (Monograf Subak Pakel II, tahun 1999/2000: 11
1) Faktor Pendukung
a) Adanya kesamaan profesi dapat melahirkan apa yang
dalam ilmu antropologi sebut sebagai kesadaran
kolektif. Solidaritas ini tumbuh atas berbagai
hambatan berupa keengganan anak-anak petani
melanjutkan profesi orang tua dan keterbatasan lahan
sawah
b) Subak adalah salah satu heritage dan warisan dunia,
sehingga para pengempon Pura Subak Pakel II merasa
dilindungi dan ini terbukti dengan perhatian besar
dari Pemda Bali melalui Dinas Pertanian dan Dinas
Kebudayaan. Khusus untuk Dinas Kebudayaan
dalam kegiatan yang bersifat teknis sering melakukan
kolaborasi dengan Kementerian Agama.
c) Terdapat kesadaran moral, terutama bagi pemilik
tanah, rumah dan usaha swasta yang berdiri di atas
tanah atau bekas sawah. Menariknya mereka ikut
terlibat aktif untuk mempertahankan Pura Subak Pakel
II dan bahkan ikut berkontribusi. Kesadaran ini diikat
dengan sebuah legitimasi agama di mana mereka
harus tetap menghormati Bhatara Sri sebagai pemilik
atau penguasa tanah.
2) Faktor Penghambat
a) Secara administrasi, menurut para prajuru, terdapat
beberapa kesulitan yang cukup berat yang mereka
Penutup
1. Simpulan
Nordholt, Henk Schulte. 2010. Bali Benteng terbuka 1995-2005. Terjm. Arif B.
Prasetyo dari Bali, an open fortress, 1995-2005. Regional autonomy,
electoral democracy and entrenched identities. Denpasar: Pustaka
Larasan.
Pemerintah Daerah Tingkat I Bali. 1993/1994. Himpunan Keputusan Seminar
Kesatuan Tafsir terhadap aspek-aspek Agama Hindu I- XV.
Picard, Michel. 2006. Bali Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata. Terjm.
Jean Couteau dan Warih Wisatsana dari Bali: Tourism Culturel et
culture tourisque, 1992. Jakarta: Forum Jakarta-Paris.
Siwananda, Sri Swami. 2003. Inti Sari Ajaran Agama Hindu. Surabaya:
Paramita.
Tim Penyusun. 2013. Profil Kementerian Agama Kota Denpasar. Denpasar:
Kementerian Agama Kota Denpasar.
Tim Penyusun. tt. Ika Likita (Monografi Desa Pakraman Ubung) Denpasar:
Desa Pakraman Ubung.
Tim Penyusun. 1999/2000. Monografi Pura Subak Pakel. Denpasar: Pura
Subak Pakel
Tim Penyusun. 2013. Pertanggungjawaban Bantuan Keuangan Kantor
Kementerian Agama Kota Denpasar Tahun 2013.
Tim Penyusun. 2014. Rekapitulasi Laporan Keuangan Desa Pakraman Ubung
Tahun 2013 dan 2014.
Wiana, I Ketut & Raka Santeri. 1993. Kasta dalam Hindu Kesalahpahaman
Berabad-Abad. Denpasar: Yayasan Dharma Naradha.
Wiana, I Ketut. 1995. Yajña dan Bhakti dari Sudut Pandang Agama Hindu.
Denpasar: Pustaka Manikgeni.
Wiana, I Ketut. 2006. Menyayangi Alam Wujud Bhakti Pada Tuhan, Surabaya:
Paramita.
Wiana, I Ketut. 2007. Tri Hita Karana menurut Konsep Hindu. Surabaya:
Paramita.
Oleh:
Achmad Rosidi
No Daerah Jumlah
Vihara Tanah Putih adalah salah satu aset yang dimiliki oleh
Yayasan Buddha Canti yang beralamat di Jl. Dr. Wahidin No 6 & 12
Semarang Desa Jomblang Kecamatan Candi Sari Provinsi Jawa
Tengah. Sebagai organisasi, Yayasan Buddha Canti dipimpin oleh
Sutikno berdiri pada tahun terdiri 1965. Lokasi vihara dan yayasan
memiliki luas bangunan 2500 m2 dan menempati lahan tanah seluas
5000 m2. Legalitas rumah ibadat telah mendapatkan pengesahan atas
perizinan dengan status terdaftar di Kemenkumham no 381/2007.
3. Bangunan Fisik
a. Ruang Dhammasala
Ruang ini merupakan ruang utama di Vihara Tanah Putih yang
memiliki luas 750 m2, dan digunakan untuk melakukan kebaktian
(Pujabakti) dengan membaca Paritta. Juga terdapat ruang
meditasi, Dhamma Dissana (khotbah dhamma) di dalamnya
terdapat rupang Buddha raksasa di atas Dhammasala. Di sisi
kanan kiri dinding ruangan terdapat relief yang menggambarkan
kisah perjalanan Sang Buddha Gautama dari kelahirannya hingga
mencapai pencerahan (Nibbana).
b. Ruang Kuti
Bangunan ini berbentuk seperti rumah yang merupakan tempat
tinggal para Bikkhu dan samanera. Terdapat tiga orang Bhikku
yaitu Bikkhu Cattamana, Bikhhu Dammamito dan Bikkhu
Attakusalo. Juga ada dua orang samanera (calon Bikkhu) yang
menempati Kuti tersebut.
c. Ruang Sekolah Minggu
Di dekat ruang samanera terdapat ruang sekolah Minggu bagi
para umat yang masih sekolah, yang duduk di tingkat SD, SMP
dan SMA menempati gedung seluas 300 m2
d. Ruang Abu
g. Kantor Sekretariat
3) Konsultasi umat
Konsultasi umat dilayani langsung oleh para Bikkhu di vihara
Tanah Putih dan dibantu oleh para romo yang sudah lama
memberikan pelayanan pada saat ibadah rutin.
4) Wisuda
Pelayanan untuk umat yang hendak diwisuda adalah pada
saat yang telah diniatkan dengan bulat untuk mengikuti
89 Pria asal Salatiga ini berusia 24 tahun dengan nama asli Ngatino. Setelah
dewasa dan diwisuda memiliki nama Buddhist pada usia 21 tahun dengan nama Acaro
yang artinya memiliki kesopanan. Tino telah bekerja di Vihara Tanah Putih selama 2
tahun.
6. Aksi Sosial
Modal sosial yang dimiliki oleh Vihara Tanah Putih merupakan
aset yang berharga sehingga dapat menjadikannya makin hari
makin nampak geliatnya. Beberapa kegiatan yang dilakukannya
seperti penanaman pohon-pohon di pinggir jalan, pembagian bahan
kebutuhan pokok kepada masyarakat tidak mampu dan para janda.
Rutin pula dilakukan aksi donor darah sebagai wujud solidaritas
dan kepedulian terhadap sesama yang membutuhkan.
7. Bantuan Pemerintah
Menurut informasi yang diperoleh dari narasumber yang tidak mau
disebutkan, Yayasan Budhi Canti ini sama sekali belum pernah
mendapat bantuan dari pemerintah untuk pembangunan rumah
ibadat. Masalahnya adalah jumlah bantuan untuk rumah ibadat
sekalipun untuk operasional dirasa sedikit namun persyaratan yang
ditentukan dan harus dipenuhi oleh yayasan atau vihara menurut
mereka terlalu rumit. Sehingga sampai saat ini, semua dana yang
ada dan digunakan untuk menunjang kegiatan vihara diperoleh
murni dari upaya para donatur perorangan baik umat sendiri
maupun dari pihak lain.
1. STIAB SMARATUNGGA
1) Faktor internal
2) Faktor eksternal
a. Kepengurusan
c. Bantuan Pemerintah
Bantuan pemerintah untuk STIAB SMARATUNGGA
dirasakan sangat bermanfaat dan membantu kegiatan belajar
mengajar. Bantuan tersebut sebagaimana disampaikan oleh
Bhante Suryanadi adalah beasiswa untuk para mahasiswa yang
diterima setiap tahunnya, namun dalam jumlahnya dapat
bertambah atau berkurang. Beasiswa tersebut sangat menarik
minat calon mahasiswa untuk mengenyam pemdidikan di STIAB
SMARATUNGGA.
Adapun bantuan pemerintah untuk SMK
PEMBANGUNAN Ampel berupa bantuan operasional.
Sedangkan sumber dana yang rutin diperoleh dari SPP para siswa.
Bantuan juga berasal dari donatur meskipun diterima dalam
waktu yang tidak dapat dipastikan. Bantuan pemerintah
meskipun dalam jumlah kecil menurut manajemen sekolah juga
sangat dirasakan manfaatnya.
Internet:
http://sosiohistoryedi.blogspot.com/2012/03/asal-usul-wangsa-
sailendra.html
A
D
Agama, 1, 3, 4, 5, 10, 20, 22, 24, 55,
70, 74, 75, 96, 98, 120, 122, 124, Dakwah, 25, 26, 28, 37, 53, 80, 91
143, 153, 168, 169, 170, 185, 187, Dana, 26, 41, 80, 89, 103, 108, 109,
188, 189, 190, 195, 200, 208, 212, 110, 115, 118, 164, 167, 175, 176,
214, 215, 216, 217, 220, 223, 231, 179, 194, 206, 208, 225, 227, 228
232, 233, 241 Dharma, 200, 216, 219, 228, 233
Allah SWT, 2 Diakona, 134
Al-Qur’an, 27, 31, 34, 35, 36, 37, 38,
41, 43, 47, 48, 49, 50, 68, 82, 92 G
Aset, 28, 29, 33, 35, 55, 60, 69
Gereja, 75, 99, 101, 102, 103, 104,
105, 106, 107, 108, 109, 110, 111,
B
112, 113, 114, 115, 116, 117, 118,
Bali, 20, 23, 79, 185, 186, 191, 192, 119, 120, 122, 124, 125, 126, 127,
194, 195, 199, 200, 202, 207, 209, 128, 129, 131, 133, 134, 135, 136,
211, 212, 213, 215, 216 139, 141, 142, 143, 144, 145, 146,
Banjar, 73, 74, 75, 76, 77, 83, 84, 87, 150, 151, 153, 160, 161, 165, 166,
90, 92, 96, 187, 191, 192, 206, 217 169, 170, 171, 174, 175, 176, 177,
Banjarmasin, 20, 73, 74, 75, 80, 81, 179, 180, 183
84, 85, 86, 87, 88, 89, 90, 91, 92, Gereja Jetis, 160, 176, 180
93, 94 Gereja Kumetiran, 169, 172, 175,
Batak, 11, 23, 97, 98, 99, 100, 114 176, 177, 179, 180
Bhakti, 172, 211, 216, 220, 226 GKI Immanuel Boswezen, 137, 138,
Bhiksu, 190 139, 147, 153
Buddha, 3, 4, 12, 19, 24, 74, 75, 98, GKI Maranatha Remu, 128, 131,
122, 160, 188, 189, 190, 217, 219, 132, 138, 139, 140, 141, 143, 144,
220, 221, 222, 223, 224, 225, 226, 146, 147, 148, 150, 151, 152, 153
227, 228, 229, 231, 232, 233, 235,
236, 239, 240 H
Buddha Gautama, 223
Haji, 27, 28, 78
Hindu, 3, 4, 12, 19, 24, 74, 75, 79,
98, 122, 160, 168, 186, 188, 189,