Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH ILMU ALAMIAH DASAR

TENTANG PENYEBAB DAN PENCEGAHAN TERJADI NYA


BANJIR DI SAMARINDA

Disusun Oleh :
AKHMAD REFANI
1743005

KAMELLDUIN 1743036

MUHAMMAD ROMLI SYAHBANDI 1743009

TEDDY RIZALDI 1743008

ZAM ZAMI AZHAR 1743029

Dosen Pengampuh :
Nama : Kusnandar, SE, M.Pd, M.Kom

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

WIDYA CIPTA DARMA

SAMARINDA

2019

1
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan
rahmat dan ridho-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah materi mata
kuliah ilmu alamiah dasar yang berjudul "Pengaruh Perkembangan Teknologi dan Informasi
Terhadap Masyarakat".

Makalah ini berisi uraian mengenai perkembangan teknologi bagi kehidupan masyarakat
mulai dari sejarah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, dampak positif dan
negatif akibat perkembangan teknologi sampai dengan manfaat teknologi informasi dan
komunikasi dalam kehidupan sehari-hari.

Tak lupa, kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak, Kusnandar, SE, M.Pd, M.Kom
selaku pembimbing kami dalam pembelajaran mata kuliah ilmu alamiah dasar, juga kepada
semua teman-teman yang telah memberikan dukungan kepada kami dalam menyelesaikan
makalah ini.

Harapan terdalam kami, semoga penyusunan makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua
serta menjadi tambahan informasi mengenai "Tentang penyebab dan Pencegahan Terjadinya
Banjir Di Samarinda" bagi para pembaca.

Kami menyadari jika dalam menyusun makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, dengan hati yang terbuka kritik serta saran yang konstruktif guna kesempurnaan
makalah ini. Demikian makalah ini kami susun, apabila ada kata-kata yang kurang berkenan
dan banyak terdapat kekurangan, kami mohon maaf yang sebesar- besarnya. Semoga
bermanfaat. Amin.

Samarinda, 15 Januari 2019

Penyusun

i
Daftar Isi
Kata Pengantar.....................................................................................................................................i
Daftar Isi..............................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................................1
2.1 Rumusan Masalah...............................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................................3
2.1 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Banjir.....................................................................3
2.2 Drainase Kota Samarinda...................................................................................................9
BAB III PEMBAHASAN..................................................................................................................12
3.1 PENANGANAN MASALAH BANJIR KOTA SAMARINDA......................................12
1. Analisis permasalahan banjir kota Samarinda...............................................................12
2. Strategi penanganan banjir ditinjau dari analisis SWOT..............................................12
3. Konsep Umum Pengendalian Banjir Kota Samarinda...................................................14
4. Strategi Pengendalian Banjir Kota Samarinda...............................................................15
5. Konsep Teknis Pengendalian Banjir Kota Samarinda...................................................17
6. Partisipasi Masyarakat......................................................................................................18
BAB IV PENUTUP............................................................................................................................20
4.1 Kesimpulan.........................................................................................................................20
4.2 Saran...................................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................23

ii
iii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada hakekatnya manusia merupakan bagian dari alam. Dalam melangsungkan kegiatan
kehidupan, manusia secara otomatis tidak dapat melepaskan diri dari ketergantungnya pada
lingkungan alam. Paham ekosentris menganggap bahwa manusia adalah bagian dari alam dan
tunduk pada hukum- hukum alam. Sekali manusia menentang sunnah lingkungan, maka sejak
itu mereka layaknya mendeklarasikan kerusakan alam dan jaringannya dalam waktu yang
lama. Oleh karena itu sejatinya dalam melakukan eksploitasi sumber daya alam, manusia
seharusnya memperhatikan dan memprioritaskan keseimbangan alam. Dalam hukum
ekologis, setiap gangguan keseimbangan akosistem akan selalu mengarah pada proses
keseimbangan kembali (re-equilibrium process).
Adan yahubungan-hubungan timbal balik antara manusia sebagai komponen biotik
dengan komponen abiotik yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi akan
membentuk sebuah keseimbangan. Terkadang manusia “pura-pura” lupa bahwa selain dapat
dimanfaatkan, dalam hal ini lingkungan juga perlu dijaga kelestariannya.Banjir sebagai salah
satu akibat dari menurunnya kualitas ekosistem hanyalah akibat kecil dari perilaku dan hasil
kerja manusia dalam memberlakukan dan mengelolasumber daya alam dan lingkungan.
Banyak perilaku manusia yang hanya mementingkan diri sendiri untuk memenuhi nafsu
kepentingan dan kekuasaan, tanpa mencoba mengembangkan nalar empati kepada alam
lingkungannya.
Samarinda sebagai Ibu Kota Kalimantan Timur yang saat ini tengah berkembang dengan
pesat, namun di tengah perkembangan ini Kota Samarinda masih selalu didera dengan
permasalahan banjir. Fenomena kejadian banjir saat ini tidak hanya terjadi pada saat musim
penghujan namun pada saat terjadi hujan dengan durasi 3 jam saja sudah dapat
mengakibatkan banjir. Kondisi yang demikian ini sangat mengganggu aktivitas warga Kota
Samarinda.
Berbagai upaya telah dilakukan, namun upaya tersebut belum optimal dalam mengatasi
masalah banjir. Upaya tersebut berupa pemeliharaan saluran drainase kota, pembenahaan
sungai-sungai yang melinatasi kota, berbagai studi terkait pengendalian banjir kota,
pembangunan sarana pengendali banjir serat beberapa aturan telah dikeluarkan untuk
pengendalian banjir. Upaya-upaya tersebut ternyata kalah cepat dengan perkembangan kota.
Oleh sebab itulah maka diperlukan strategi penangan dengan menyusun prioritas dan
pembiayaan sesuai dengan kondisi actual serata prediksi pembangunan masa mendatang.

1
Di Samarinda kini hanya terlihat dua sungai yang membelah "Kota Tepian" itu, yakni
Sungai Mahakam sebagai sungai terpanjang dan terlebar di Kaltim dan Sungai Karang
Mumus, merupakan anak Sungai Mahakam. Apabila terjadi hujan lebat dalam beberapa jam,
maka sebagian kawasan Samarinda tergenang. Kian parah, apabila terjadi hujan lebat di
kawasan utara Samarinda karena Waduk Benanga tidak mampu menahan jutaan meter kubik
air hujan sehingga Sungai Karang Mumus akan meluap menyebabkan banjir kian merata di
kota itu.
Luas DAS Sungai Karang Mumus sekitar 36.527 ha dengan panjang alur utama sekitar 40
km. Jarak muara sungai Karang Mumus sampai Bendung Lempake sekitar 20 km. Bendung
Lempake dibangun pada tahun 1977, dengan luas tangkapan air sekitar 195 km2. Secara
umum kondisi topografi daerah pengaliran sungai Karang Mumus berbukit-bukit dan juga
terdapat daerah datar khususnya di alur sungai Karang Mumus yang berada dalam kota
Samarinda. Di sepanjang alur sungai Karang Mumus masuk anak-anak sungai dan juga
terdapat beberapa lokasi rawa. Beberapa anak sungai Karang Mumus antara lain sungai
Lubang Putang, Sungai Siring, Sungai Lantung, Sungai Muang, Sungai Selindung, Sungai
Bayur, Sungai Lingai dan Sungai Bengkuring.
Daerah aliran sungai (DAS) Sungai Mahakam mencapai jutaan hektare karena merupakan
sungai terpanjang di Kaltim, yakni mencapai 920 Km melintasi tiga daerah, Kabupaten Kutai
Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda.Selain itu terdapat dua sub system
lain yang juga mempunyai masalah banjir yaitu DAS Karang Asam Besar (9,65 km2) dan
DAS Karang Asam Kecil (16,25 km2). Sungai Loa Bakung meskipun mempunyai DAS tidak
masuk dalam Kota Samarinda, namun mengingat perkembangan kota dan peningkatan
pemenuhan pemukiman, di DAS ini diprediksi akan berpotensi menjadi daerah banjir bila
tidak ada penganganan secara dini.

2.1 Rumusan Masalah


Dari permasalahan yang tergambarkan pada latar belakang di atas, maka makalah ini
diharapkan mampu menjawab permasalahan banjir kota Samarinda yang tertuang dalam
rumusan masalah berikut : “ Bagaimana Penanganan Banjir Kota Samarinda Provinsi
Kalimantan Timur” ?

2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Banjir


Sebelum membicarakan system pengendalian banjir yang efektif dan tepat guna, perlu
dipahami terlebih dahulu sumber penyebab terjadinya banjir. Secara umum permasalahan
banjir terjadi akibat berlebihnya limpasan permukaan dan tidak tertampungnya limpasan
tersebut dalam badan sungai sehinga air meluap. Terdapat dua faktor utama penyebab banjir
yaitu faktor alam (natural) dan faktor manusia (man made). Faktor alam seperti tingginya
curah hijan, topografi wilayah, pasang surut air laut, badai, dan lain-lain. Faktor alamiah ini
sulit untuk dikendalikan, kalaupun bisa memerlukan biaya yang cukup besar.
Faktor kedua adalah manusia, utamanya bersumber pada unsur pertumbuhan penduduk.
Pertumbuhan penduduk akan diikuti dengan peningkatan kebutuhan infrastruktur, seperti
pemukiman, sarana air bersih, pendidikan, serta layanan masyarakat lainnya. Selain itu
pertumbuhan penduduk akan diikuti pula oleh peningkatan penyediaan lahan untuk usaha
seperti pertanian, perkebuanan maupun industri. Peningkatan kebutuhan lahan usaha maupun
penyediaan lahan untuk infrastruktur tentu akan mempengaruhi tataguna lahan, dan
berdampak menurunnya potensi serapan air ke dalam tanah. Selain itu dengan lebih
terbukanya lahan maka semakin mudah lapisan tanah tergerus air hujan maka sedimentasi
akan terjadi di sungai, dan akibatnya kapasitas alir sungai akan menurun. Pertumbuhan
penduduk tentu akan meningkatkan produksi sampah, apabila manajemen persampahan tidak
baik maka sampah akan menimbulkan masalah antara lain penyumbatan di saluran drainase
dan sungai tersebut.
Berdasarkan uraian di atas dan berbagai sumber yang ada permasalahan banjir yang ada
di Kota Samarinda dapat diperkirakan sumber-sumber penyebab banjirnya, sebagai berikut :
1) Penyebab Alamiah
Banjir secara alamiah dapat terjadi karena pengaruh dari iklim, pengaruh phisiografi,
sedimentasi di sungai, kapasitas alur, drainase ataran bamjir yang tidak memadahi
serta pengaruh pasang surut. Berikut ini akan dijelaskan secara rinci penyebab banjir
secara alamiah di Kota Samarinda.
a) Iklim tropis, iklim tropis Indonesia ditandai oleh 2 musim, yaitu musim hujan dari
bulan Oktober sampai dengan Maret dan musim kemarau dari bulan April sampai
September. Hujan lebat di musim hujan menyebabkan masalah-masalah yang cukup
berarti di Indonesia. Kondisi ini diperburuk dengan tingginya kepadatan penduduk di
daerah genangan banjir. Kota Samarinda merupakan salah satu Kota yang mempunyai
posisi dekat dengan garis ekuator sehingga kondisi musim yang terjadi tidak berbeda
3
dengan daerah lain di Indonesia. Berdasrkan data curah hujan yang ada di wilayah
Kota Samarinda menunjukkan bahwa rerata hujan tahunan sebesar 2.021 mm dengan
hari hujan tahunan sebanyak 146 hari. Hujan maksimum harian yang pernah terjadi di
wilayah Kota Samarinda adalah 147 mm yang tercatat di stasiun Temindung. Hujan
harian maksimum ini setara dengan kala ulang 10 tahunan. Berdasarkan kondisi yang
ada tersebut di atas terindikasi bahwa wilayah Kota Samarinda mempunyai rerata
hujan yang cukup tinggi. Tingginya curah hujan ini akan sangat mempengaruhi
kondisi banjir Kota Samarinda, apabila fasilitas drainase maupun fasilitas pengendali
banjir yang lain belum mendukung.
b) Pengaruh Phisiografi, pada umumnya perkembangan wilayah di Pulau Kalimantan
berada di tepian sungai, dimana daerah ini relative datar. Kondisi morfologi setiap
sungai di Pulau Kalimantan pada umumnya mempunyai kemiringan dasar sungai
cukup landai, sungai-sungainya lebih panjang dan daerah pengalirannya lebih luas.
Beberapa sungai yang mengalir di tengah Kota Samarinda adalah sungai yang
mempunyai kemiringan dasar landai dan banyak terjadi meandering. Selain kondisi
morfologi sungai yang demikian secara topografi wilayah Kota Samarinda terutama
daerah yang berkembang berada pada dataran (plain) dimana daerah-daerah ini berada
di antara perbukitan, sehingga limpasan air dari perbukitan tersebut akan
terkonsentrasi mengalir pada daerah datar tersebut. Sebagai ilustrasi daerah rawan
banjir di wilayah Sempaja berada di bawah perbukitan Gunung Cermin dimana
perubahan slope baik itu slope lahan maupun sungai cukup mempengaruhi kelancaran
limpasan permukaan. Daerah rawan banjir sepanjang Jl. Suryanata sampai dengan
permepatan Air Putih secara topografi limpasan dari bukit akan terkonsentrasi menuju
Jl. Suryanata sampai permepatan Air Putih. Demikian pula dengan lokasi rawan banjir
sepanjang Jl. Sentosa – arah ke Lempake, di lokasi ini terjadi perubahan slope antara
perbukitan menuju dataran.Berkaitan dengan morfologi sungai di wilayah Kota
Samarinda banyak terdapat daerah-daerah cekungan dimana daerah tersebut pada
awlanya sebagai daerah retarding basin, namun saat ini daerah tersebut telah berubah
menjadi daerah pemukiman penduduk. Dengan perubahan peruntukan ini secara
awam daerah tersebut dikategorikan sebagai daerah rawan banjir, padahal berdasar
morfologi sungai daerah tersebut sebagai daerah retarding basin. Banyak lokasi
retarding basin yang telah berubah fungsi yaitu daerah Gunung Lingai yang
merupakan lokasi retarding basin sungai Karangmumus dan Sungai Sempaja. Lokasi
ini telah berubah menjadi daerah pengembangan permukiman dan sebagai daerah
pertokoan. Daerah rawa di sekitar Jl. Jakarta – Loa Bakung yang saat ini telah

4
berubah menjadi lokasi permukiman dimana secara alami fungsi daerah tersebut
sebagai retarding basin sungai Loa Bakung.
c) Sedimentasi, di sungai pengendapan sedimen di muara sungai akan memperpanjang
delta sungai, mengurangi kemiringan memanjang sungai, mengurangi kapasitas
angkut sungai, dan memperbesar resiko banjir. Pengurangan kapasitas aliran pada
sungai dapat disebabkan oleh erosi. Erosi yang berlebihan terjadi karena tidak adanya
vegetasi penutup dan adanya pengolahan tanah. Erosi ini menyebabkan sedimentasi di
sungai-sungai, dimana hasil erosi diensapkan pada bagian hilir sungai. Sedimentasi di
sungai ini menyebabkan peninggian (agradasi) dasar sungai dan meningkatkan resiko
banjir, kapasitas resapan daerah pengliran sungai untuk menahan air dengan infiltrasi
tergantung pada kondisi fisik daerah pengliran sungai, khususnya tanaman penutup
aliran permukaan. Mencermati secara fisik aliran air yang ada di sungai yang melintas
Kota Samarinda terlihat pada saat musim penghujan atau sesaat setelah terjadi hujan
warna air yang mengalir di sungai terlihat coklat ke hitam-hitaman. Kondisi ini
mengindikasikan bahwa terdapat konsentrasi sedimen yang cukup tinggi. Selain
sedimentasi di sungai indikasi tingginya tingkat erosi di DAS dapat dilihat di saluran-
saluran drainase yang masuk sungai alam. Banyak saluran drainase yang menyempit
bahkan ada yang sudah tidak dapat berfungsi karena sedimentasi di saluran drainase.
Akibat adanya hujan di bagian hulu sungai maka terjadi pengikisan tanah oleh air dan
hujan yang disebut erosi. Butiran halus tanah akan terbawa air sehingga air sungai
sangat keruh atau berwarna coklat menuju bagian hilir sungai seperti di Kota
Samarinda. Akibatnya alur Sungai Mahakam, alur anak sungai Mahakam, kali,
selokan , danau dan bendungan mengalami sedimentasi/ penumpukan lumpur di dasar
sungai. Hal ini menyebabkan daya tamping airnya menjadi berkurang. Akibatnya
pada musim hujan akan terjadi melubernya air sungai Mahakam dan anak Sungai
Mahakam ke daratan sehingga terjadi banjir.
d) Drasinase, drasinase daerah dataran banjir yang tidak memadai Modifikasi daerah
dataran banjir secara teratur dapat merintangi aliran sungai dan pada akhirnya akan
mempertinggi elevasi banjir. Apabila suatudaerah mempunyai drainase dataran banjir
yang kurang memadai, maka daerah tersebut akan menjadi daerah banjir di saat
musim hujan. Daerah layanan drainase Kota Samarinda saat ini sudah cukup luas,
namun yang menjadi permasalahn adalah kapasitas dari saluran drainase yang
semakin mengalami penurunan. Dari pengamatan, merupakan penyebab utama
berkurangnya kapasitas alir saluran. Meskipun kepadatan saluran drainase yang ada di
Kota Samarinda secara umum telah mencukupi namun dari hasil pengamatan

5
lapangan didapati kapasitas saluran yang tidak memadahi. Sebagai contoh adalah
saluran drainase di daerah Temindung, saluran drainase Jl. Cendana, saluran drainase
Jl. Kadrie Oening, Jl. Suryanata, Jl. Slamet Riyadi, dan lainnya. Saluran drainase
tersebut selain kapasitasnya terlalu kecil juga beban sedimen yang tinggi.
e) Pengaruh air pasang, Pasang air laut juga mempunyai efek yang berarti pada masalah
banjir, khususnya jika puncak banjir bersamaan dengan air pasang tinggi. Sungai
Mahakam sangat berpengaruh terhadap kelancaran aliran anak-anak sungainya, yang
mana terdapat beberapa anak sungai Mahakam yang berada di Kota Samarinda seperti
sungai Karangmumus, sungai Karang Asam Besar dan Karang Asam Kecil, sungai
Loa Bakung, sungai Sambutan, dan sungai-sungai yang lain. Pasang naik sungai
Maraca tertinggi mencapai 1,35 m, hal ini sangat berpengaruh terhadap kelancaran
anak sungai Mahakam dan saluran-saluran drainase yang pada umumnya di wilayah
Samarinda mempunyai kemiringan dasar saluran yang landai.
1) Penyebab Karena Tindakan Manusia.
Selain faktor alamiah seperti dijelaskan di atas, faktor lain yang dapat menyebabkan
banjir adalah karena tindakan manusia. Pertumbuhan jumlah penduduk dibarengi dengan
pertumbuhan kebutuhan dan perilaku hidup manusia itu sendiri. Dari berbagai sumber
dan pengamatan sehari dilapangan penyebab terjadinya banjir di kota Samarinda yang
disebabkan oleh tindakan manusia antara lain sebagai berikut:
a) Perubahan daerah pengaliran sungai. Perubahan daerah pengaliran sungai seperti
penggundulan hutan, pembukaan lahan untuk penyediaan lahan usaha (pertanian,
perkebunan, pertambangan) dan penyediaan lahan untuk pemukiman dapat
memperburuk masalah banjir yang ditandai dengan meningkatnya aliran debit banjir.
Perubahan dari hutan manjadi lahan pertanian dapat menimbulkan sedimentasi dan
hilangnya daya resap lahan akibat tidak adanya vegetasi penutup lahan. Pembukaan
lahan pertambangan batubara di beberapa lokasi perbukitan juga menyebabkan
hilangnya vegetasi penutup lahan, selain terjadi limpasan sesaat yang cukup tinggi
bila hujan turun juga sedimentasi akibat pembukaan lahan (land clearing), sehingga
akan menambah beban sedimen baik itu di sungai maupun saluran drainase. Banyak
comtoh alokasi di DAS yang telah mengalami perubahan seperti di DAS
Karangmumus, dimana di sub DAS sungai Binangat di daerah hulu DAS telah
dilakukan penambangn batubara. Penambangan ini telah merubah daerah peruntukan
DAS yang semula sebagai perkebunan/ladang menjadi daerah terbuka, sehingga akan
sangat memepngaruhi nilai koefisien resapan DAS. Selain di DAS Karangmumus

6
juga di sub DAS Karang Asam Besar, juga di daerah hulu terdapat pertambangan
batubara.
Selain itu, ada kesan pemerintah dengan “mudah” mengeluarkan izin pertambangan
maupun perumahan di daerah penyeandang daerah resapan air kota tanapa
memperhatikan dampak yang akan ditimbulkan. Adanya unsur “politis” dan
“kepentingan” ditengarai pemerintah dengan mudah mengerluarkan izin-izin
pertambangan maupun perumahan tanpa memperhatikan pada analisis AMDAL
(Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) sehingg daerah-daerah yang tadinya
diharapkan jadi andalan untuk menjadi resapan air telah beralih fungsi menjadi
daerah pertambangan maupun perumahan ataupun aktifitas lain yang menjauhkan
fungsi awal daerah tersebut.
b) Pengembangan daerah dataran banjir dan tataguna lahan. Reklamasi daerah genangan
maupun daerah rawa akan mengurangi daerah retensi banjir. Penyediaan lahan untuk
permukiman, industri, perkantoran yang tidak terkontrol akan meningkatkan nilai
koefisien pengaliran dan juga menurunkan daya tampung air di lahan tersebut.
Banyak lokasi dalam Kota Samarinda yang pada awal perkembangan kota
(th.1980an) merupakan daerah tampungan air sementara saat ini karena tuntutan
perluasan kota dan penyediaan lahan untuk permukiman dan industri menjadi daerah
berkembang. Tidak terkontrolnya pengembangan lokasi misalnya dengan
penimbunan daerah rawa seperti di lokasi Loa Bakung, Bengkuring, Sempaja, dan
lokasi lain akan sangat mempengaruhi beban banjir daerah hilir lokasi-lokasi tersebut.
c) Kawasan Kumuh. Perumahan kumuh sepanjang alur sungai dapat menjadi
penghambat aliran. Rumah-rumah panggung di tepian sungai akan menghambat
aliran air di sungai selain mempersempit alur sungai. Sungai karangmumus, sungai
Karang Asam Kecil dan Karang Asam Besar merupakan tiga sungai penting yang
memberi kontribusi banjir di wilayah Kota Samarinda. Banyak rumah-rumah
pangguang di bentaran sungai ini dan ada kecenderungan bertambah. Penataan sungai
Karangmumus bagian Hilir sampai Jembatan III telah dilaksanakan, yaitu dengan
melakukan restlemen penduduk kawasan bantaran sungai Karangmumus. Saat ini
bagian hilir sungai ini nampak lebih tertata dan aliran sungai akan lebih lancar.
Namun demikian masih diperlukan usaha lebih keras lagi penataan bagian sungai
yang lain sehingga nantinya sungai Karangmumus benar-benar tertata dan apat
digunakan sebagai acuan bagi pengembangan penataan bantaran sungai, tidak hanya
di wilayah Samarinda tapi juga untuk wilayah yang lain.

7
d) Sampah Pembuangan. Sampah, kotoran, dan reruntuhan yang dihasilkan dari
penimbunan sembarangan dari material ke dalam alur-alur drainase akan mengurangi
kapasitas alir saluran. Banyak saluran di wilayah Samarinda yang berkurang
kapasitasnya akibat sedimentasi material sampah, dan untuk penanganan sampah
yang masuk saluran drainase diperlukan biaya besar. Selain itu juga perlu diwaspadai
lokasi-lokasi yang potensial memproduksi sampah seperti daerah pasar yang
lokasinya dekat dengan sungai, lokasi ini potensial sebagai sumber bencana daerah
hilir karena sampah yang lolos ke sungai akan menyumbat saluran daerah hilir. Untuk
sungai skala kecil atau saluran di lokasi pasar diperlukan bangunan penyaring sampah
(trashrack)sehingga sampah tidak membebani lokasi hilir pasar. Terdapat beberapa
lokasi yang memproduksi sampah yang berada di atas badan sungai, sebagai contoh
Pasar Damak yang berada di atas alur sungai Karangmumus. Produksi sampah dari
pasar ini cukup besar apabila penanganan tidak baik akan masuk ke alur sungai
Karangmumus dan akhirnya menambah beban sedimentasi sungai Karangmumus.
Selain Pasar Damak, terdapat Pasar Kedondong yang berada di pinggir sugai
Karangasam Besar. Seperti halnya Pasar Damak perlu dilakukan penertiban terhadap
sistem pembuangan sampah sehingga tidak akan menambah permasalahan pada
Sungai Karangasam Besar.
e) Bangunan di sungai. Jembatan dan bangunan pada sungai yang tidak mengikuti
rencana pengelolaan sungai akan menghambat aliran. Pilar atau pondasi bangunan
tersebut akan mempersempit alur yang ada sehingga terjadi pembendungan di lokasi
tersebut. Disamping itu pengetatan ijin bangunan di daerah pinggir sungai dan tidak
mengijinkan dan menertibkan bangunan di sepanjang bantaran sungai. Banyak
masalah bangunan di bantaran sungai, utamanya di kota-kota yang dilintasi oleh
sungai. Seperti diketahui ada 4 anak sungai Mahakam yang melintas di wilayah
Samarinda. Sungai Karangmumus yang merupakan salah satu anak sungai Mahakam
di wilayah Samarinda sudah mempunyai masterplan penataannya, namun tiga sungai
lain yaitu Sungai Karangasam Kecil dan Karangasam Besar dan Sungai Loa Bakung
sampai dengan saat ini belum dilakukan penataan, sehingga kelancaran aliran sungai
ini sangat terganggu. Perlu dilakukan studi detail desain penataan ketiga sungai ini
dan juga dilakukan studi restlement plan untuk relokasi penduduk yang nanti
dibebaskan dari bantaran ketiga sungai ini. Restlement penduduk bantaran sungai ini
harus menjamin bahwa di tempat yang baru penduduk dapat tempat yang lebih layak
baik dari segi hunian maupun dalam mencukupi kehidupannya. Fasilitas di lokasi
baru harus tersedia dalam kapasitas cukup dan layak sehingga tidak ada istilah

8
pemindahan daerah kumuh yaitu menghilangkan satu daerah kumuh menciptakan
daerah kumuh baru.

2.2 Drainase Kota Samarinda


Pada umumnya daerah yang saat ini mempunyai perkembangan sangat pesat di wilayah
Kota Samarinda berada di daerah dengan topografi rendah dan relatif datar. Saat ini fungsi
saluran drainase yang berfungsi untuk menampung limpasan permukaan dan saluran yang
menampung limbah cair dari rumah tangga. Dengan berfungsi ganda akan semakin
menambah beban saluran tersebut, selain itu juga akan menambah kekumuhan saluran.
Semua sistem pembuangan di wilayah Kota Samarinda mengalir menuju sungai alam yang
selanjutnya masuk ke Sungai Mahakam.
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 35 (1991) tentang
Sungai dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 63 Tahun 1993 tentang garis Sempadan
Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai, dan Bekas Sungai, yang
menetapkan perlunya menetapkan garis sempadan sungai dan pengaturan penggunaan
dataran banjir.
Dalam implementasinya khususnya di wilayah Kota Samarinda masih belum efektif
diterapkan dan banyak menghadapi permasalahn sosial. Sementara situ sistem drainase yang
ada di wilayah Kota Samarinda masih belum mengikuti standar sistem drainase yang benar.
Banyak drainase lingkungan yang langsung masuk ke sungai alam, sehingga apabila terjadi
kenaikan muka air di sungai akan memperngaruhi secara langsung aliran drainase lingkungan
tersebut.
Sumber genangan (banjir) di Kota Samarinda khususnya pada daerah hilir, dapat
dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :
1. Banjir kiriman, aliran banjir yang datangnya dari daerah hulu diluar kawasan yang
tergenang. Hal ini terjadi jika hujan yang terjadi di daerah hulu menimbulkan aliran
banjir yang melebihi kapasitas sungainya sehingga terjadi limpasan. Sebagai contoh
lokasi yang sering mendapat banjir kiriman adalah daerah sekitar jalan Panglima
Antasari. Banjir yang terjadi di daerah atas (hulu) yaitu di DAS Manggis dengan
durasi 3-4 jam akan dapat menyebabkan banjir di daerah Jl. Antasari. Banjir yang
terjadi akibat dari kapasitas alur sungai yang terbatas. Waktu tiba banjir yaitu

9
perjalanan banjir dari daerah hulu sampai dengan terjadinya genangan di wilayah ini
sekitar 4-5 jam.
2. Banjir lokal, genangan air yang timbul akibat hujan yang jatuh di daerah itu sendiri.
Hali ini dapat terjadi kalau hujan yang terjadi melebihi kapasitas sistem drainase yang
ada. Pada banjir lokal, ketinggian genangan air antara 0,2-0,7 m dan lama genangan
bisa mencapai 3-5 jam. Tinggi genangan maupun lama genangan akan semakin besar
apabila pada saat hujan bersamaan dengan pasang Sungai Mahakam..kejadian banjir
seperti ini hampir terjadi di semua daerah rendah.
3. Banjir akibat pasang Sungai Mahakam, banjir yang terjadi baik akibat aliran langsung
air pasang dan/atau air balik dari saluran drainase akibat terhambat oleh air pasang.
Banjir pasang merupakan banjir rutin akibat muka air Sungai Mahakam pasang.
Daerah yang mendapat pengaruh langsung dari air pesang Sungai Mahakam tentunya
daerah yang mempunyai ketinggian di bawah muka air pasang sekitar +1,58 m.
Ketinggian genangan antara 0,20-0,50 m dengan lama genangan antara 2 hingga 4
jam. Pada sepuluh tahun terakhir, banjir yang terjadi di kota Samarinda semakin
meningkat, baik besaran maupun frekuensinya. Hal ini diakibatkan oleh
meningkatnya limpasan permukaan dari daerah tangkapan air, berkurangnya kapasitas
saluran akibat sedimentasi dan hilangnya tampungan banjir alamiah berupa rawa-
rawa.
Saat ini sebagian besar wilayah berkembang di Kota Samarinda telah terlayani oleh
jaringan drainase. Konstruksi saluran drainase yang ada sebagian sudah berupa saluran
dengan pasangan batu dan sebagian saluran tanpa konstruksi batu atau saluran tanah.
Berdasarkan data survey yang pernah dilakukan dalam studi Penyusunan Outline rencana
Induk Drainase Kota Samarinda panjang saluran drainase Kota Samarinda adalah 303.112,40
Km yang terdiri dari saluran dengan pasangan batu sepanjang 104.149,40 Km dan saluran
tanpa pasangan 198.963,00 Km. Dari panjang saluran drainase yang ada di Kota Samarinda
banyak saluran yang sudah tidak berfungsi sebagaimana mestinya bahkan sudah tidak
berfungsi sebagai saran pamatusan air limpasan permukaan. Beberapa masalah yang terkait
dengan saluran drainase Kota Samarinda seperti berikut :
1. Banyak saluran drainase yang pada saat perencanaan dahulu didesain mampu untuk
mengalirkan air dari daerah tangkapan air namun sekarang kapasitas yang
diencanakan tersebut sudah tidak mampu lagi. Dalam permasalahan ini kapasitas
desain sudah tidak sesuai dengan debit limpasan yang terjadi.
2. Penurunan kapasitas alir saluran drainase akibat sedimentasi dan sampah yang masuk
di saluran drainase. Kondisi ini banyak dijumpai hampir di seluruh jaringan drainase

10
yang ada. Sedimen yang ada di saluran berasal baik dari sekitar lokasi namun juga
berasal dari daerah hulu terangkut aliran dan mengendap di lokasi hilir. Material
sampah baik itu sampah organik maupun sampah non organik banyak menyumbat
saluran drainase. Permasalahan ini tidak saja akan menghambat laju aliran namun
juga mengurangi kapasitas saluran.
3. Hambatan utilitas (faedah, manfaat) kota juga merupakan salah satu permasalahan
besar dalam sistem drainase Kota Samarinda. Banyak utilitas kota ataufasilitas umum
yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak yang mempunyai sifat pelayanan
lokal maupun wilayah di luar bangunan pelengkap dan perlengkapan jalan yang
menghambat laju aliran drainase bahkan mengurangi kapasitas alir saluran drainase.
Contoh yang mudah ditemui adalah adanya tiang listrik PLN yang berada di dalam
alur saluran drainase seperti pada saluran drainase Jl. P. Antasari. Pipa air minum juga
merupakan salah satu penghambat laju aliran dan mengurangi kapasitas saluran,
khusus untuk pipa air minum biasanya akan menghambat laju aliran yang akan masuk
gorong-gorong. Pemasangan pipa air khusus yang melintasi goronggorong sepertinya
tidak memperhitungkan dimensi dari gorong-gorong ataupun box culvert. Akibat dari
kecerobohan ini pemasangan pipa tersebut tidak hanya menghambat laju aliran namun
juga mengurangi kapasitas dimana akibat dimensi pipa tersebut maupun akibat
sampah yang menyangkut pada piapa air tersebut.
4. Banyaknya bangunan infrastruktur baik yang sifatnya bangunan individu/pribadi
maupun kelompok bangunan yang tidak dilengkapi dengan sarana drainase yang
mencukupi. Kondisi yang demikian ini akan menyebabkan permasalahan kelancaran
aliran permukaan di lokal area tersebut.
5. Masih belum tertatanya sistem drainase yang baik, dalam hal ini dimaksudkan bahwa
tingkatan fungsi saluran belum tertata dengan baik, sebagai contoh saluran drainase
primer dapat berfungsi sebagai saluran drainase lingkungan, belum adanya pemisah
antara drainase permukaan dengan saluran air kotor dari rumah tangga. Selain itu
saluran drainase yang ada banyak tertutup oleh plat jembatan rumah/toko, sehingga
akan menyulitkan pemeliharaan saluran. Masih sedikitnya fasilitas pendukung alam
sistem drainase kota seperti pintu-pintu air untuk memproteksi dampak kenaikan
muka air di sungai terhadap saluran drainase, fasilitas pompa banjir yang masih
sangat minim serta minimnya kegiatan operasi dan pemeliharaan fasilitas drainase.

11
BAB III PEMBAHASAN

3.1 PENANGANAN MASALAH BANJIR KOTA SAMARINDA


1. Analisis permasalahan banjir kota Samarinda
Melihat fenomena banjir yang terjadi bebarapa tahun terakhir di kota Samarinda sudah
dapat dikateogrikan parah. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Namun, sebelum
mengkaji lebih dalam ada baiknya kita menganalisa permasalahan banjir kota Samarinda
yang kami gambarkan dalam tabel berikut :
Tabel 1.1. Analisis Perumusan Masalah Banjir Kota Samarinda
No Tahapan Masalah

1. Situasi masalah  Banjir menggangu penduduk kota Samarinda

2. Meta masalah  Intensitas Banjir yang cukup tinggi


 Banjir menggangu aktifitas warga kota
 Banjir merusak fasilitas kota
 Banjir dapat menimbulkan korban material dan
non material
 Faktor alamiah dan manusia sebagai penyebab
banjir
3. Masalah Subtantif  Banjir sangat meresahkan dan mengganggu
aktivitas warga kota Samarinda
 Intensitas Banjir yang semakin parah
 Penyebab dan penanganan banjir yang
semakin sulit diidentifikasi dan ditanggulangi
4. Masalah Formal  Faktor alam dan manusia sebagai sumber

12
masalah banjir di kota Samarinda

2. Strategi penanganan banjir ditinjau dari analisis SWOT


Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk
mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan
ancaman (threats) dalam suatu rancangan atau rencana kebijakan pemerintah. Keempat faktor
itulah yang membentuk akronim SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan threats).
Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi dalam mengidentifikasi
faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan
tersebut.
 Kekuatan
1. Adanya SDM yang mampu, mau dan perduli dalam membuat kebijakan penanganan banjir di
kota Samarinda yang tepat sasaran.
2. SDA yang cukup tersedia terutama perusahaan Batubara yang cukup memberi kontribusi
kepada keuangan pemerintahanan daerah.
3. Otonomi daerah yang memungkinkan pemerintahan daerah dapat merencanakan dan
mengangarkan dana yang cukup untuk penanggulangan banjir.
4. PAD kota samarinda yang cukup besar dari sektor lain,diluar pertambangan seperti sektor
perusahan, perhotelan dll.
 Kelemahan
1. Topografi wilayah Kota Samarinda yang memang sama atau lebih rendah dari
permungkaan sungai mahakam dan anak sungai yang bermuara di sungai mahakam.
2. Kebijakan Pemerintah Kota Samarinda terhadap ijin tambang yang terlalu mudah
dalam mengeluarkan ijin usaha pertambangan.
3. Pengawasan perusahaan tambang yang sangat lemah terutama pada Pasca Tambang
atau reklamasi.
4. Kurangnya kesadaran masyarakat dan ketidak disiplinnya dalam hal menjaga
lingkungan yang terutama mendirikan bangunan di belantaran sungai.
5. Meningkatnya jumlah pendatang di kota Samarinda yang kurang berpendidikan
sehingga menambah bangunan liar di sepanjang aliran sungai.
6. Tidak adanya keberanian Kepala pemerintahan daerah untuk menertibkan bangunan
di sepanjang aliran sungai dan tindakan tegas bagi penduduk yang tidak mentaati
perda tentang aturan pembuangan sampah.
 Peluang

13
1. Adanya bantuan dana hibah yang cukup besar dari pemerintah Provinsi kepada
Pemerintah Kota, untuk menangani masalah banjir serta relokasi masyarakat di
sepanjang aliran sungai Karang Mumus.
2. Banyaknnya Pihak Swasta dan perusahaan besar yang peduli dengan lingkungan
dalam menanggani masalah banjir di Kota Samarinda melalui program CSR.
3. Ditemukan Penerapan teknologi biopori. Penerapan teknologi ini merupakan salah
satu alternatif dari upaya pencegahan banjir di samarinda hal ini dikarenakan
pembuatan lubang biopori dirasa sangat sederhana dan mudah namun selain itu memilki
manfaat yang besar untuk pencegahan banjir, setiap rumah di samarinda seharusnya
memilki minimal 5 lubang biopori. Hal ini seharusnya mulai diterapkan dan menjadi
agenda wajib bagi warga samarinda serta adanya sosialisasi dari Pemerintah untuk
melaksanakan hal tersebut.
4. Keinginan yang kuat masyarakat untuk mendukung pemerintah dalam
penanggulangan banjir sehingga masyarakat akan mendukung kebijakan pemerintah
dan mrnunggu ketegasan pemerintah.
 Ancaman
1. Kerusakan insfrastruktur dan fasilitas umum seperti jalan gedung yang diakibatkan
oleh banjir.
2. Terganggunya perekonomian rakyat dan jalur sembako akan mengakibatkan kenaikan
harga sembako dikarenakan biaya tranportasi yang tinggi dan waktu tempuh yang
lama.
3. Wabah penyakit merupakan ancaman yang serius pasca terjadinya bencana banjir,
wabah penyakit banyak yang menyerang warga Samarinda khususnya para korban
banjir seperti diare, demam berdarah, dan lain-lain.
4. Larinya para investor dan penanam modal di kota samarinda ke kota lain seperti
balikpapan, bontang ddl karena tidak nyamannya lingungan dan infrastuktur akibat
banjir yang tidak bisa teratasi dengan baik.

3. Konsep Umum Pengendalian Banjir Kota Samarinda


Dengan melihat kondisi perkembangan Kota Samarinda dan analisa penyebab banjir
sebuah konsep perngendalian banjir kota yang dapat diterapkan dibagi dalam tiga bagian
kegiatan yaitu :
a. Pengelolaan Daerah Hulu
b. Konsep Pengendalian Banjir untuk daerah tengah
c. Konsep Pengendalian Banjir daerah hilir

14
Konsep pengendalian banjir daerah hulu dimaksudkan adalah pengandalian banjir daerah
hulu aliran sungai, hal ini dengan mempertimbangkan bahwa daerah hulu sampai saat ini
merupakan daerah yang masih belum berkembang sehingga lebih mudah dalam penataannya.
Konsep yang dapat dilakukan di daerah hulu adalah memeprbaiki kondisi DAS rusak dan
mempertahankan potensi alamiah DAS sehingga diharapkan dapat dilakukan reduksi potensi
banjir di daerah ini, sehingga beban banjir daerah dibawahnya dapat lebih ringan. Daerah
resapan air hujan terus dioptimalkan fungsinya dengan menjaga dan melestarikan vegetasi
penutup lahan termasuk di dalamnya tidak melakukan pembukaan lahan yang tanpa
dilakukan pengendalian.
Daerah bagian tengah suatu DAS yang ada pada umumnya juga merupakan daerah tengah
wilayah Kota Samarinda saat ini sebagian besar difungsikan sebagai daerah pengembangan
permukiman. Konsep yang dapat diterapkan di daerah tengah adalah dengan melakukan
minimalisasi perubahan tataguna lahan. Tuntutan penyediaan kawasan permukiman tidak
dapat dihindari dan hal ini selaras dengan perkembangan kota, namun demikian untuk
pengembangan wilayah permukiman tidak dilakukan dengan penimbunan daerah-daerah
rendah yang dalam sejarah keberadaan Kota Samarinda daerah tersebut merupakan daerah
parkir air limpasan (retarding basin). Selain itu juga tidak melakukan pemotongan perbukitan
untuk penyediaan lahan/lokasi perumahan atau penyediaan material timbunan untuk lokasi
yang lain. Sedangkan konsep untuk sistem drainase adalah dengan pembenahan sistem.
Saluran drainase harus mengikuti tingkat fungsionalnya contohnya saluran drainase dari
komplek perumahan harus masuk sistem saluran sekunder sebelum masuk sungai utama. Hal
ini untuk menghindari rancaunya sistem dan menghindari adanya air balik saat musim banjir.
Dengan berjalannya sistem drainase maka tidak diperlukan banyak sistem pintu-pintu
pembuangan dari saluran kolektor.
Daerah hilir wilayah Kota Samarinda yang juga merupakan daerah hilir DAS saat ini
sebagai daerah berkembang baik itu sebagai pusat pemerintahan, pusat pendidikan, pusat
perdagangan dan industri selain teradpat daerah permukiman. Pengamanan terhadap asetaset
tersebut dari bahaya banjir mutlak dilakukan. Konsep pengendalian banjir di daerah ini
adalah dengan memperlancar aliran drainase yang ada yaitu dengan peningkatan kapasitas
alir saluran drainase dan memproteksi aliran di saluran dari pengruh pasang air Sungai
Mahakam. Peningkatan kapasitas dapat dilakukan dengan pelebaran saluran, pengerukan
sedimen, dan penataan bantaran sungai. Proteksi terhadap pasang air Sungai Mahakam
dilakukan dengan membuat pintu-pintu air otomatis dan sistem pompa untuk membentu
pemasukan air saat Mahakam pasang.

15
Selain tiga konsep pengendalian banjir berdasarkan wilayah pengembangan, program
pengendalian banjir harus pula dilengkapi dengan adanya Peraturan/Perundangan yang
menjamin ketertiban dalam pelaksanaan program tersebut. Peraturan/Perundangan tersebut
tentunya mencakup subjek, objek, dan alat dalam pegelolaan banjir.

4. Strategi Pengendalian Banjir Kota Samarinda


Berdasarkan konsep umum tersebut di atas dengan pendekatan SWOT yaitu Kekuatan ,
Peluang di hadapkan kepada Kelemahan dan Ancaman , dapat dilakukan penjabaran
konsep tersebut dalam strategi pengendalian banjir yang diharapkan lebih memberikan arah
dan kejelasan kerangka dasar pelaksanaan program. Berikut beberapa strategi pengendalian
banjir Kota Samarinda :
a. Strategi Penataan Ruang dan Penguasaan Lahan, yaitu memperketat pemanfaatan
ruang kota sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) dan Rencana
Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) yang diimplementasikan dalam bentuk pengetatan
penerbitan izin lokasi dan sertifikat tanah.
b. Strategi Penataan Bangunan dan Lingkungan, yaitu : memperketat proses legalisasi
site-plan kawasan maupun sub-kawasan dengan penekanan pada ketercakupan empat
hal dalam rencana pokok, yaitu :
1) Pemanfaatan drainase internal sehingga terkoneksi dengan drainase kota/sungai,
2) Ketersediaan kolam penampung sementara (Retarding Basin),
3) Pengamanan daerah-daerah lereng agar terhindar dari erosi dan tetap hijau,
4) Menyediakan ruang terbuka hijau (RTH) yang cukup
c. Strategi Pengawasan dan Penertiban, yaitu meningkatkan dan memperluas operasi
pengawasan bangunan dan penggalian bahan/galian golongan C serta pertambangan
batubara melalui satuan Operasi Pengawasan Bangunan (Polisi Bangunan).
d. Strategi Pengaturan dan Koordinasi, meliputi :
1) Adanya kesepakatan antara pihak pemerintah daerah dengan pengembang/swsta
untuk mengentisipasi banjir,
2) Mengikutsertakan pemerintah (camat dan lurah) di wilayah masing-masing untuk
di garis dengan melaporkan hal-hal yang terkait dengan strategi pengawasan dan
penertiban,
3) Menerbitkan aturan tentang kawasan resapan air dan tampungan air di dalam kota.
e. Strategi Pembiayaan, meliputi :
1) Pengalihan kegiatan yang tidak mendesak untuk kegiatan penanggulangan banjir

16
2) Menyisihkan sebagian dana reboisasi dan PBB untuk kegiatan penanggulangan
banjir
3) Memperkuat komitmen ketersediaan dana sesuai dengan tahapan jangka
menengah dan jangka panjang, antara lain melalui Perda Propinsi maupun Perda
Kota Samarinda
f. Strategi Pelibatan dan Pendampingan masyarakat, meliputi saluran
1) Mengaktifkan budaya/gerakan peduli lingkungan yang diberlakukan terhadap
seluruh lapisan masyarakat di wilayah pemukiman dan sentra-sentra kegiatan,
2) Melibatkan masyarakat dalam gerakan reboisasi dan penghijauan terutama pada
lahan-lahan kritis di daerah resapan air,
3) Memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang prinsip-prinsip konservasi
tanah dan air dalam pendayagunaan lahan.
g. Strategi Penataan DAS Karangmumus, Karangasam Kecil, Karangasam Besar, dan
Loa Bakung, meliputi :
1) Mengidentifikasi lahan-lahan kritis pada kawasan lindung, penyangga, dan
budidaya
2) Melaksanakan program pemulihan lahan kritis berdasarkan skala prioritas
3) Memberikan kejelasan status hukum kepemilikan lahan
4) Pengalokasian wilayah untuk pemukiman dengan memperhatikan aspek
biogeofisik dan kondisi sosial-ekonomi masyarakat.

5. Konsep Teknis Pengendalian Banjir Kota Samarinda


Salah satu tindak lanjut dari strategi pengendalian banjir Kota Samarinda lebih
difokuskan lagi menjadi Konsep Teknis Penanganan Banjir Kota Samarinda dibagi dalam
tiga tahap, yaitu Jangka Pendek, Jangka Menengah, dan Jangka Panjang. Pembagian kegiatan
berdasarkan jangka waktu ini memungkinkan untuk bergeser menyesuaikan dengan
ketersediaan dana dan kondisi sosial yang berkembang di masyarakat. Konsep penanganan
ini dikembangkan berdasarkan penyebab banjir di Kota Samarinda, yaitu :
a. Penanganan jangka pendek, adalah kegatan-kegiatan untuk mengendalikan banjir
akibat hujan lokal di lokasi prioritas dan meningkatkan kesadaran dan keterlibatan
masyarakat pada masalah pengendalian banjir,
b. Penenganan jangka menengah adalah untuk mengendalikan banjir dari daerah hulu
dan penataan DAS dari sungai-sungai yang melintas Kota Samarinda,

17
c. Penanganan jangka panjang adalah untuk mengendalikan pasang-surut Sungai
Mahakam. Program prngendalian banjir Kota Samarinda yang telah dicanangkan oleh
Pemerintah saat ini telah berjalan hampir dua tahun anggaran.
Berdasarkan pengamatan, aritketl-artikel dan kajian yang dilakukan terdapat program
yang perlu dilakukan revisi baik itu terhadap jenis pekerjaan, waktu pelaksanaan, maupun
pendanaan program yang direncanakan. Bedasarkan program yang telah direncanakan yang
terbagi dalam tiga periode yaitu jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang,
dijabarkan dalam beberapa kegiatan utama yaitu :
a. Rencana Kegiatan Non Fisik (Makro dan Mikro)
b. Institutional dan Legal Aspek
c. Rencana Kegiatan Fisik Penanganan Sistem Mikro
d. Rencana Kegiatan Fisik Penanganan Sistem Makro
e. Pengadaan dan Pemeliharaan
f. Rencana Kegiatan Fisik Penanganan Konservasi Institusi pelaksana yang
bertanggungjawab atas terlaksananya program pengendalian banjir tersebut adalah
:
- Pemerintah Kota Samarinda
- Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur
- Pemerintah Pusat
- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Samarinda
Instansi pelaksana di bawah Pemerintah Kota Samarinda antara lain Dinas Pekerjaan
Umum Sub Dinas Binamarga dan Pengairan, Kimbangkot, dan Bappedalda Kota Samarinda.
Sedangkan untuk instansi pelaksana tingkat propinsi adalah Dinas Pekerjaan Umum Propinsi
Sub Dinas Pengairan, DPU Cipta Karya, dan Dinas Kehutanan. Sedangkan instansi pelaksana
tingkat pusat dilaksanakan oleh Dinas PU Pengairan dan Proyek Pengendalian Banjir dan
Pengamanan Pantai Kalimantan Timur. Berdasarkan sistem pendanaan program terbagi
dalam tiga sumber dana yaitu melalui mekanisme :
1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Samarinda (APBD II)
2) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Propinsi Kalimantan Timur (APBD I)
3) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

6. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat merupakan proses teknis untuk memberi kesempatan dan
wewenang lebih luas kepada masyarakat, agar masyarakat mampu memecahkan berbagai
persoalan bersama-sama. Pembagian kewenangan ini dilakukan berdasarkan tingkat

18
keikutsertaan (Level Of Infolvement) masyarakat dalam kegiatan tersebut. Partisipasi
masyarakat bertujuan untuk mencari solusi permasalahan lebih baik dalam suatu komunitas,
dengan membuka lebih banyak kesempatan bagi masyarakat untuk memberi kontribusi
sehingga implementasi kegiatan berjalan lebih efektif, efisien, dan berkelanjutan.
Sejalan dengan tuntutan masyarakat akan keterbukaan dalam program-program
pemerintah, maka akuntabilitas pemerintah dapat dinilai dari sejauh mana partisipasi
masyarakat dan pihak terkait dalam program pembangunan.
Partisipasi masyarakat, mulai dari tahap kegiatan pembuatan konsep, konstruksi,
operasionalpemeliharaan, serta evaluasi dan pengawasan. Penentuan dan pemilahan
dilakukan dengan metode Stakeholders Analysis yang terdiri dari empat tahap yaitu:
a. Identifikasi
b. Penilaian ketertarikanterhadap kegiatan penanggulangan banjir
c. Penilaian tingkat pengaruh dan kepentingan setiap
d. Perumusan rencana strategi partisipasi dalam penanggulangan banjir pada setiap
fase kegiatan.
Semua proses dilakukan dengan mempromosikan kegiatan pembelajaran dan
peningkatan potensi masyarakat, agar secara aktif berpartisipasi, serta menyediakan
kesempatan untuk ikut ambil bagian, dan memiliki kewenangan dalam proses pengambilan
keputusan dan alokasi sumber daya dalam kegiatan penanggulangan banjir.

19
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Banjir yang terjadi di kota Samarinda beberapa tahun terakhir sudah semakin parah.
Kondisi (alamiah) daratan yang landai/rendah dari permukaan air dan diperparah oleh tingkah
laku manusia yang tidak bertanggung jawab sebagai indikator utama seringnya banjir
melanda kota Samarinda. Banjir tersebut seolah-olah sulit diidentifikasi apakah bencana
ataukah hanya “kebodohan” manusia semata.
Hal yang pasti adalah banjir sangat merasahkan dan menganggu warga kota Samarinda.
Yang mana bukan hanya menjadi tanggug jawab pemerintah semata, melainkan seluruh
lapisan masyarakat Kota Samarinda dalam menjaga kelangsungan kota Samarinda.
Pemerintah dan warga masing-masing mempunyai peran tersendiri dalam menjaga kota
Samarinda agar tetap asri dan sehat serta bebas banjir. Ada tiga langkah yang dapat ditempuh
dalam mengatatasi banjir, yakni Penanganan jangka pendek, adalah kegatan-kegiatan untuk
mengendalikan banjir akibat hujan lokal di lokasi prioritas dan meningkatkan kesadaran dan
keterlibatan masyarakat pada masalah pengendalian banjir, Penenganan jangka menengah
adalah untuk mengendalikan banjir dari daerah hulu dan penataan DAS dari sungai-sungai
yang melintas Kota Samarinda,Penanganan jangka panjang adalah untuk mengendalikan
pasang-surut Sungai Mahakam. Program pengendalian banjir Kota Samarinda yang telah
dicanangkan oleh Pemerintah saat ini telah berjalan hampir dua tahun anggaran namun belum
menampakan hasil namun malah terkesan banjir di kota samarinda semakin tidak terkendali.
Semakin berkurangnya daerah resapan air di Samarinda. Banyak pembangunan gedung-
guedung dan mall-mall tanpa memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan.

Dalam upaya pencegahan banjir Samarinda perlu membuat dan merncanakan strategi
penanganan banjir, Strategi penanganan banjir tersebut bisa dilakukan melalui
ditinjau dari analisis SWOT. Analisis SWOT merupakan metode perencanaan
strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan
(weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu rancangan atau
rencana kebijakan pemerintah terutama dalam mencari strategi dalam penanganan banjir di
kota samarinda. Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi
dalam mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak
dalam mencapai tujuan tersebut. Analisa dari Kekuatan adalah Adanya SDM yang
mampu, mau dan perduli dalam membuat kebijakan penanganan banjir di kota Samarinda yang
tepat sasaran serta SDA yang cukup tersedia terutama perusahaan Batubara yang cukup
20
memberi kontribusi kepada keuangan pemerintahanan daerah serta Otonomi daerah yang
memungkinkan pemerintahan daerah dapat merencanakan dan mengangarkan dana yang cukup
untuk penanggulangan banjir. Peluang yang cukup menentukan adalah Adanya bantuan
dana hibah yang cukup besar dari pemerintah Provinsi kepada Pemerintah Kota, untuk
menangani masalah banjir serta relokasi masyarakat di sepanjang aliran sungai Karang
Mumus dan Banyaknnya Pihak Swasta dan perusahaan besar yang peduli dengan
lingkungan dalam menanggani masalah banjir di Kota Samarinda melalui program CSR
dan peluang laiinya yang bisa dimangfaatkan dengan maksimal.

Disamping adanya Kekuatan dan peluang dengan potensi yang cukup besar , maka
tidak dapat di pungkiri terdapat kelemahan dalam penanggulangan banjir. Diantara ke
Kelemahan adalah Topografi wilayah Kota Samarinda yang memang sama atau lebih
rendah dari permungkaan sungai mahakam dan anak sungai yang bermuara di sungai
mahakam, Kebijakan Pemerintah Kota Samarinda terhadap ijin tambang yang terlalu
mudah dalam mengeluarkan ijin usaha pertambangan, Pengawasan perusahaan tambang
yang sangat lemah terutama pada Pasca Tambang atau reklamasi dan Kurangnya
kesadaran masyarakat dan ketidak disiplinnya dalam hal menjaga lingkungan yang
terutama mendirikan bangunan di belantaran sungai serta Meningkatnya jumlah
pendatang di kota Samarinda yang kurang berpendidikan sehingga menambah bangunan
liar di sepanjang aliran sungai di perparah lagi Tidak adanya keberanian Kepala
pemerintahan daerah untuk menertibkan bangunan di sepanjang aliran sungai dan
tindakan tegas bagi penduduk yang tidak mentaati perda tentang aturan pembuangan
sampah. Adapun ancaman yang akan akan terjadi apabila penanganan banjir di kota
samarinda gagal maka Ancaman Kerusakan insfrastruktur dan fasilitas umum,
Terganggunya perekonomian rakyat dan jalur sembako akan mengakibatkan kenaikan
harga sembako dikarenakan biaya tranportasi yang tinggi dan waktu tempuh yang lama
serta Wabah penyakit merupakan ancaman yang serius pasca terjadinya bencana banjir.
Partisipasi masyarakat merupakan proses teknis untuk memberi kesempatan dan
wewenang lebih luas kepada masyarakat, agar masyarakat mampu memecahkan berbagai
persoalan bersama-sama. Pembagian kewenangan ini dilakukan berdasarkan tingkat
keikutsertaan (Level Of Infolvement) masyarakat dalam kegiatan tersebut. Partisipas
imasyarakat bertujuan untuk mencari solusi permasalahan lebih baik dalam suatu
komunitas, dengan membuka lebih banyak kesempatan bagi masyarakat untuk memberi
kontribusi sehingga implementasi kegiatan berjalan lebih efektif, efisien, dan
berkelanjutan.

21
4.2 Saran
Pada akhirnya banjir yang kerap terjadi di kota Samarinda menjadi tanggung jawab
bersama pemerintah dan masyarakat. Pemerintah berperan memberikan pengayoman dan
arahan-arahan melalui aturan-aturan yang tertuang dalam perda/UU dan sebagainya. Adapun
saran yang perlu disampaikan kepada pemangku kebijakan dalam hal ini walikota samarinda
adalah sebagai berikut :
a. Kebijakan Pemerintah Kota Samarinda terhadap ijin tambang yang terlalu mudah
dalam mengeluarkan ijin usaha pertambangan harus di evaluasi ulang dan harus
konsistensi Pengawasan perusahaan tambang yang harus serius tampa tebang pilih
serta jauhkan dari Nepotisme dan kolusi terutama pada tindakan Pasca Tambang
atau reklamasi.
b. 2. Pemerintah harus mampu meningkatkan kesadaran masyarakat dan menjadikan
masyarakat yang berdisiplin dalam hal menjaga lingkungan yang terutama
mendirikan bangunan di belantaran sungai dan pembuangan sampah pada tempatnya.
c. keberanian dan ketegasan Kepala pemerintahan daerah untuk menertibkan bangunan
di sepanjang aliran sungai karang mumus serta memangfaatkan anggaran yang telah
diberikan oleh pemerintahan dalam relokasi penduduk yang berada di sepanjang
sungai karang mumus.
d. Pemerintah daerah merencanakan proyek penangulangnan banjir dengan melibatkan
semua pihak berkepentingan, akademisi serta masyarakat dengan penelitian yang
maksimal sehingga biaya yang besar dapat tepat guna dan tepat sasaran dengan tujuan
tercapai, sehingga banjir di kota samarinda dapat terkendali dengan baik.

22
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.co.id/search?
q=analisis+swot+di+samarinda+untuk+mengatasi+banjir&ie=utf-8&oe=utf-
8&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-
beta&channel=nts&gws_rd=cr&ei=ffPgU8nmF4q-uATfi4HIDg

https://www.google.co.id/search?
q=analisis+swot+di+samarinda+untuk+mengatasi+banjir&ie=utf-8&oe=utf-
8&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-
beta&channel=nts&gws_rd=cr&ei=ffPgU8nmF4q-
uATfi4HIDg#channel=nts&q=analisis+swot+&rls=org.mozilla:en-US:official

http://id.wikipedia.org/wiki/Analisis_SWOT

http://www.academia.edu/3575059/Makalah_Formulasi_Kebijakan_Publik

http://kebijakanpublik12.blogspot.com/2012/06/formulasi-kebijakan.html

23

Anda mungkin juga menyukai