Perbup Nomor 29 Tahun 2019 Tentang Eliminasi Malaria Di Kab - Jayawijaya
Perbup Nomor 29 Tahun 2019 Tentang Eliminasi Malaria Di Kab - Jayawijaya
PROVINSI PAPUA
BUPATI JAYAWIJAYA,
Menimbang a. bahwa malaria masih menjadi masalah kesehatan
masyaralat utama yang mempengaruhi angka
kesakitan, angka kematian, produktivitas dan kualitas
sumber daya manusia dengan melibatkan pemerintah
dan masyarakat;
b. bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 293/Menkes/SK/lY /2OO9 tentang Eliminasi
Malaria serta untuk mencapai target eliminasi perlu
upaya percepatan yallg terstruktur dan
berkesinambungan;
c. bahwa memperhatikan surat Menteri Dalam Negeri
Nomor 443.41 1465/SJ/2010, tanggal 8 Februari 2010
perihal Pedoman Pelaksanaan Eliminasi Malaria dan
dalam rangka melakukan pengendalian terhadap
penyakit malaria di Kabupaten Jayawijaya maka perlu
dilakukan upaya penJrusunan, perencanaan dan
pelaksanaan program eliminasi malaria;
d. bahwa berdasarkan perLimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c, perlu
menetapkan Peraturan Bupati Jayawijaya tentang
Eliminasi Malaria di Kabupaten Jayawijaya;
Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang
Pembentukan Propinsi Irian Barat dan Kabupaten-
kabupaten Otonom di Propinsi Irian Barat (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 47,
Tambahan kmbaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2907);
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang
Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan
kmbaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273);
3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi Nepotisme (lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75,
Tambahan kmbaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3851);
-z-
MEMUTUSKAN
Bagian Kesatu
Pelaksanaan Penemuan
Pasal 9
(1) Penemuan penderita malaria dilaksanakan secara pasif dan aktif.
(2) Penemuan penderita secara pasif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukal melalui pemeriksaan sediaan darah di seluruh fasilitas
kesehatan, baik milik Pemerintah Daerah maupun swasta termasuk
praktek pribadi.
(3) Penemuan penderita secara aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui kunjungan rumah oleh petugas terutama di daerah
dengan resepti{itas dan vulnerabilitas tinggi dengan sasaran seluruh
penduduk/penderita yang mempunyai gejala malaria.
Pasal 10
(1) Tata laksana pengawas€ut masuknya malaria dari luar daerah/surveilans
migrasi dilakukaa dengan memeriksa sediaan darah dari seluruh
pendatang dari luar daerah atau penduduk setempat yang datang setelah
berkunjung kedaerah malaria, baik yang menunjukkan gejala malaria atau
tidak.
(2) Setiap pendatang dari luar daerah maupun penduduk setempat yang
datang setelah berkunjung ke daerah malaria wajib melapor dan
memeriksakan diri kepada petugas Puskesmas atau kader dalam kurun
waktu 24 (dua puluh empat) jam.
(3) Setiap kepala keluarga yang mengetahui adanya kedatangan pendatang
dari luar daerah maupun penduduk setempat yang datang setelah
berkunjungdari daerah malaria wajib melaporkal keberadaanya kepada
Kepala Desa/ Kelurahan dalam kurun waktu 24 (dua puluh empat) jam
semenjak mengetahui keberadaannya.
(4) Kepala Desa/Kelurahan yang menerima laporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) wajib memberitahukan ke Puskesmas dalam kurun waktu 24
(dua puluh empat) jam sejak laporan diterima.
(5) Petugas Puskesmas yang berwenang segera melakukan kunjungan rumah
untuk mengambil sediaan darah guna pemeriksaan malaria dalam
kurunwaktu 24 (dua puluh empat) jam semenjak informasi diterima.
(6) Semua penduduk yang menderita gejala malaria wajib memeriksakan diri
ketempat pelayanan kesehatan.
Pasal 11
( Fasilitas kesehatan segera melakukan pemeriksaan terhadap seluruh
1)
sediaan darah yang diterima untuk memastikan diagnosis malaria.
(2) Bagi fasilitas kesehatan yang tidak mempunyai kemampuan untuk
menegakkan diagnosis malaria wajib merujuk dan melaporkan ke
Puskesmasyang mewilayahinya.
(3) Setiap fasilitas kesehatan yang melaksanakan pemeriksaan malaria wajib
mengirimkan sediaan darah malaria setiap minggu sebanyak IOO o/o
(seratus per seratus) sediaan darah yang dinyatakan positif malaria dan 10
%o (sepuluh per seratus) sediaan darah malaria yang dinyatakan negatif
secara acak ke Dinas Kesehatan guna pemeriksaan ulang dalam rangka
kendali mutu pemeriksaan malaria.
(4) Dinas Kesehatan selaku pemeriksa ulang wajib memberikan umpan balik
kepada fasilitas kesehatan pengirim secara rutin setelah pemeriksaan ulang
dilakukan setiap bulan.
Bagian Kedua
-9-
Pasal 21
(1) Dafam penang€man penderita malaria, semua fasilitas pelayanan kesehatan
baik milik pemerintah dan swasta termasuk Praktek Perorangan wajib
-11 -
BAB XIV
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 26
(1) Untuk menilai kemajuan dan kualitas penyelenggaraan penanggulangan
-12-
malaria maka perlu dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala dan
berkesinambungan dengan melibatkan segenap stakeholder terkait;
(2) Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan penanggulangan malaria dapat
dilakukan oleh masing-masing lintas sektor sesuai dengan ruang lingkup
tugas dan fungsinya dan merupakan bagran integral dari monotoring dan
evaluasi penanggulangan malaria secara menyeluruh;
(3) Monitoring dan evaluasi yang dilakukan juga dimaksudkan untuk menilai
pencapaian target, sasaran dan indikator yang terdapat pada Renstra
Penanggulangan Malaria yang telah disusun;
(4) Pendokumentasian pencapaian dan kemajuan program.
BAEI XV
PENILAIAN DAN INDIKATOR KEBERHASILAN
Pasal 27
(1) Dafam rangka keberhasilan eliminasi malaria di Kabupaten Jayawijaya
dilaksanakan penilaian secara internal oleh Tim.
(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :
a, unsur Dinas;
b. unsur dari Organisasi Perangkat Daerah terkait;
c. unsur pendidikan; dan
d. unsur dari organisasi profesi.
(3) Penilaian internal daerah dilakukan sebelum hasil kegiatan eliminasi
diajukan untuk mendapatkan penilaian eksternal sebagai rangkaian
tatacara penilaian sesuai ketentuan dari Kementerian Kesehatan dan pada
akhir kegiatan sebagai bahan usulan untuk dilakukan penilaian oleh
Pemerintah Pusat.
Pasal 28
(1) Indikator yang digunakan untuk penilaian meliputi:
a. surveilans dilaksanakan dengan baik termasuk surveilans migrasi dan
dapat menjangkau seluruh wilayah eliminasi;
b. adanya register kasus malaria yang mencakup wilayah eliminasi secara
lengkap;
c. Unit pelayanan kesehatan baik milik Pemerintah Daerah maupun
swasta mampu mendeteksi kasus malaria secara dini dan mengobati
secara tepat;
d. Puskesmas dan Dinas Kesehatan mampu menindaklanjuti kasus impor
yang ditemukan;
e. tersedianya mikroskopis dengan kualitas pemeriksaan sediaan darah
yang baik terutama di wilayah reseptif;
f. setiap kasus positif dilakukan penyelidikan epidemiologi untuk
menentukan asal penularan;
g. adanya Peraturan Daerah atau peraturan perundang-undangan lainnya
yang mendukung dan menjamin tersedianya dana secara
berkesinambungan untuk pemeliharaan eliminasi malaria (mencegah
penularan kembali);
h. adanya sosialisasi atau penyuluhan yang berkesinambungan tentang
pencegahan malaria kepada wisatawan/pendatang untuk menghindari
penularan malaria anta-ra lain dengan :
1. menggunakan kelambu berinsektisida;
2. repellent; atau
3. pengobatan profilaksis
i. pada wilayah yang reseptivitasnya tinggi dilakukan surueilars uektor,
termasuk efikasi inselcti.sida dant resistensi uecto1
-13-
Ditetapkan di Wamena
pada tanggal: 4 - lt- 2oL?
\) P JAYAWIJAYA
o
\
n