Anda di halaman 1dari 12

HUKUM ACARA PERDATA PERADILAN AGAMA:

GUGATAN/PERMOHONAN

Dosen pembimbing : Khairun Nida, S.H.I, M.H

Disusun oleh kelompok 8 :

Muhammad Ilhami

Haitami

Rezkiyanor

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

RASYIDIYYAH KHALIDIYYAH (RAKHA) AMUNTAI

PRODI AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadrat ALLAH S.W.T karena dengan


petunjuk serta pertolongan-nyalah, kami sebagai penyusun bisa menyelesaikan
makalah ini. Tak lupa juga Shalawat beruntaian salam selalu kita curahkan kepada
junjungan kita Nabi besar, Nabi MUHAMMAD S.A.W, dengan sebab beliau lah
kita dapat hijrah daripada alam kejahilan menuju alam yang terang benderang
yang berlandaskan Iman, Islam, dan Ihsan. Juga kepada para keluarga beliau,
shahabat, serta para pengikut jejak langkah beliau dari awal hingga akhir masa
nanti.

Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas perkuliahan dalam mata
kuliah “HUKUM ACARA PERDATA PERADILAN AGAMA” yang judul
pembahsannya “GUGATAN/PERMOHONAN” pada Sekolah Tinggi Agama
Islam Rasyidiyyah Khalidiyyah (STAI RAKHA) Amuntai.

Dalam penyusunan makalah ini kami sebagai penulis telah berusaha


semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan kami. Namun sebagai manusia
biasa, kami sebagai penyusun tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan baik dari
segi teknik penulisan maupun tata bahasa. Tetapi walaupun demikian, kami
berusaha sebisa mungkin menyelesaikan makalah meskipun tersusun sangat
sederhana.

Demikian dengan mengharap ridha dan rahmat dari ALLAH S.W.T


semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami sebagai penyusun dan para
pembaca pada umumnya. Aamin..Amin..Amin..Yaa Rabbal ‘alamin.

Amuntai, -09-2019
Penulis,

Kelompok 8

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan masalah....................................................................................1
BAB II : PEMBAHASAN
1. Gugatan/Permohonan..............................................................................2
2. Perbedaan antara Gugatan dengan Permhohonan...................................2
3. Pihak-Pihak..............................................................................................3
4. Proses Ligitasi/scara berperkara..............................................................4
BAB III : PENUTUP...........................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................9

iii
ii
BAB 1

pendahuluan
Peradilan Agama memiliki peranan penting dalam masalah hukum yang terkait di Negara
ini salah satunya dalam menangani masalah perdata. Jika tidak ada Peradilan Agamaentah
apa yang terjadi dengan suatu negara tersebut, yang jelas pemerintahan yang berjalan tidak
akan seimbang. Akan banyak sekali kekacauan yang terjadi dan tidak akan bisadikondisikan
dengan waktu yang singkat

Dalam suatu perkara tentunya ada dua pihak yang saling menggugat dan di gugat sertaada
yang meminta haknya atau pemohon yang sering kita dengar dengan istillah permohonan.
Dalam menghadapi masalah perdata seseorang yang menghadapi masalah bisa mengajukan
surat gugatan perdata kepada pengadilan setempat (Pengadilan Agama).Surat gugatan perdata
dan surat permohonan dibuat oleh pengacara atau kantor advokad yang di tunjuk oleh orang
yang berpekara dan yang telah di beri kewenangan oleh yang bersangkutan (orang yang
berpekara tersebut).
Surat ini merupakan permohonan dari pihak penggugat kepada pengadilan untuk menyelengg
arakan persidangan antar pihak penggugat dan tergugat terkait kasus yang menimpa pihak
penggugat. Sedangkan surat permohonan merupakan surat untuk memperoleh hak-hak atau
kerugian yang harus di tanggung oleh tergugat.

Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari gugatan dan permohonan?


2. Bagaimana proses pembuatan pempermohonan dan gugatan ?
3. Bagaimana prosedur pendaftaran gugatan dan permohonan?

1
BAB II

PEMBAHASAN

1. GUGATAN/PERMOHONAN
A. Istilah dan Sebutan
Biasa dipergunakan istilah permohonan, tetapi sering juga disebut dengan
gugatan voluntair. Sebutan ini dapat dilihat dahulu dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1)
UU No. 14 Tahun 1970(sebagaimana diubah dengan UU No.35 Tahun 1999) yang
menyatakan :
“Penyelesai setiap perkara yang diajukan kepada badan-badan peradilan
mengandung pengertian didalamnya penyelesaian masalah yang bersangkutan
dengan yurisdiksi voluntair”.1
B. Gugatan/Permohonan sebagai hak prive
Hukum Perdata sebagaimana dimaklumi adalah mengaturtentang hak dan
kewajiban antara seseorang dengan orang lain, sedangkan Hukum Acara Perdata
adalah mengatur tentang cara mewujudkan/mempertahankan Hukum perdata itu.
Apakah seseorang mau menggugat atau tidak, sekalipun ada haknya, sepenuhnya
terserah orang itu sendiri, yang sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan
siapapun, sebab demikian itu adalah hak prive (pribadi) nya sendiri.2
Berdasarkan asas ini, semua surat gugatan/permohonan tidak perlu dan tidak
memerlukan untuk mendapat izin atau legalisasi atau surat pengantar terlebih dahulu
dari siapapun atau dari manapun juga. Kalau orang mau menggugat/memohon kepada
pengadilan maka langsung saja ia buat sendiri gugatan/permohonannya dan
menghadap kepengadilan tersebut.
Jadi, surat gugatan/permohonan dimuka pengadilan Agama, sebagaimana juga
dimuka pengadilan Negeri, tidak memerlukan surat pengantar/legalisasi seperti kepala
desa/BP4/Kantor Urusan Agama kecamatan/Kantor Camat dan lain sebagainya, hal
mana disamping mungkin akan memperlambat proses, juga bertentangan dengan asas
hak perdata sebagai hak prive.
Adapun penggugat/pemohon umpamanya memerlukan berkonsultasi dengan
advokat atau badan Penasihat perkawinan dan penyelesaian perceraian (BP4) dan lain
sebagainya, baik sebelum perkaranya terdaftar dipengadilan ataupun sesudahnya,
itupun hak pribadinya, bukan keharusan, pula bukan syarat untuk suatu
gugatan/permohonan3
2. PERBEDAAN GUGATAN DENGAN PERMOHONAN
Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan,
Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan (hal. 29) menjelaskan
bahwa permohonan atau gugatan voluntair adalah permasalahan perdata yang

1
M. Yahya Harahap, “Hukum Acara Perdata”, (Jakarta: Sinar Grafika 2009),. Hal. 28
2
H. Roihan A. Rasyid, “Hukum Acara Peradilan AgamaI”, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada 2005), Hal,. 57
3
Ibid., hal,. 58

2
diajukan dalam bentuk permohonan yang ditandatangani pemohon atau kuasanya
yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri.4
Sementara soal gugatan, Yahya menjelaskan bahwa gugatan mengandung
sengketa di antara kedua belah pihak atau lebih. Permasalahan yang diajukan dan
diminta untuk diselesaikan dalam gugatan merupakan sengketa atau perselisihan di
antara para pihak. Penyelesaian sengketa di pengadilan ini melalui proses sanggah-
menyanggah dalam bentuk replik dan duplik.5
Perbedaan Berdasarkan Ciri
Lebih lanjut sebagaimana telah penulisi paparkan, Yahya menjelaskan
perbedaan permohonan dan gugatan antara lain sebagai berikut:
a. Permohonan6
1. Masalah yang diajukan bersifat kepentingan sepihak saja.
2. Permasalahan yang dimohon penyesuaian kepada Pengadilan Negeri
pada prinsipnya tanpa sengketa dengan pihak lain.
3. Tidak ada orang lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan,
tetapi bersifat bebas murni dan mutlak satu pihak (ex-parte).
4. Hakim mengeluarkan suatu penetapan.
b. Gugatan
1. Permasalahan hukum yang diajukan ke pengadilan mengandung
sengketa.7
2. Terjadi sengketa di antara para pihak, di antara 2 (dua) pihak atau
lebih.8
3. Pihak yang satu berkedudukan sebagai penggugat dan pihak yang
lainnya berkedudukan sebagai tergugat.9
4. Hakim mengeluarkan putusan untuk dijatuhkan kepada pihak yang
berperkara.10
3. PIHAK-PIHAK
A. Penggugat dan Tergugat
Penggugat ialah orang yang menuntut hak perdatanya kemuka pengadilan
perdata. Penggugat ini disebut eiser(belanda) atau al-mudda’i (Arab).
Lawan dari penggugat disebut tergugat atau gedagde (Belanda), atau al-
mudda’a ‘alaih (Arab).11
Suatu perkara perdata yang terdiri dari dua pihak, yaitu ada penggugat dan ada
tergugat yang berlawanan, disebut jurisdictio contentiosa atau “Peradilan yang
sesungguhnya”. Karena peradilan yang sesungguhnya maka produk Pengadilan
adalah Putusan atau Vonnis atau al-Qadaa’u.12
B. Pemohon dan Termohon
4
Ibid., Yahya Harahap, “Hukum Acara Perdata”., Hal 29
5
Ibid., Hal., 46
6
Ibid., Hal,. 29
7
Ibid., Hal,. 46
8
Ibid., Hal,. 46
9
Ibid., Hal,. 47
10
Ibid., Hal,. 797
11
Ibid., H. Roihan A. Rasyid, “Hukum Acara Peradilan Agama” .,Hal,. 58
12
Ibid., Hal., 59

3
Disamping peradilan dalam arti yang sesungguhnya (juridictio contentiosa),
ada kemungkinan seseorang memohon kepada pengadilan untuk minta ditetapkan
atau mohon ditegaskan sesuatu hak bagi dirinya atau tentang sesuatu situasi hukum
tertentu, baginya sama sekali tidak ada lawan (tidak berperkara dengan orang lain).13
Orang yang memohon disitu disebut dengan istilah “Pemohon” atau
introductief request atau al-mudda’i.
Peradilan perdata yang menyelasaikan perkara permohonanseprti diatas,
disebut jurisdictio voluntaria atau “peradilan yang tidak sesungguhnya”. Karena
peradilan yang tidak sesungguhnya maka produk pengadilan adalah penetapan atau al
istbat.14
4. PROSES LIGITASI/ACARA BEPERKARA
A. Pengertian
Surat Gugatan ialah suatu surat yang diajukan oleh penggugat kepada ketua
pengadilan yang berwenang, yang memuat tuntutan hak yang didalamnya
mengandung suatu sengketa dan sekaligus merupakan dasar landasan pemeriksaan
perkara.15
Surat permohonan ialah suatu surat permohonan yang didalamnya berisi
tuntutan hak perdata oleh pihak orang yang berkepentingan terhadap suatu hal yang
tidak mengandung sengketa, dihadapan badan peradilan yang berwenang.16
Permohonan atau Gugatan pada prinsipnya harus dibuat tertulis oleh pemohon
atau penggugat atau kuasanya.17
Dalam pasal 38 UU No. 1 Tahun 1974 jo. Disebutkan pasal 66 dan pasal 73
UU No. 1 tahun 1989 Perkawinan Putus karena :
a. Kematian;
b. Perceraian; dan
c. Atas keputusan pengadilan.

Mengenai pemeriksaan perkara perceraian dalam Pasal 54 UU No. 7 tahun


1989 diatur secara khusus, yaitu :

a. Cerai Talak Pasal 66-Pasal 72;


b. Cerai Gugat Pasal 73-Pasal 86; dan
c. Cerai dengan alasan zina Pasal 87-Pasal 88.18
B. Perkara Gugatan Cerai
1. Proses Administrasi Perkara Gugatan
Mengenai hal ini, Pasal 55 UU Peradilan Agama menyebutkan: “tiap
pemeriksaan perkara dipengadilan agama; dimulai sesudah diajukannya suatu

13
Ibid,. Hal,. 59
14
Ibid,. Hal,. 59
15
Sulaikin Lubis, SH.,MH., “Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Di Indonesia”, (Jakarta : Kencana
2008),. Hal., 122
16
H.A.Mukti Arto, “Praktik Perkara Perdata Pada Peradilan Agama” (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996),.
Hal., 39
17
Sulaikin Lubis, SH.,MH., “Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Di Indonesia”, (Jakarta : Kencana
2008),. Hal., 122
18
Ibid,. Hal., 123

4
permohonan atau gugatan dan pihak-pihak yang berperkara telah dipanggil
menurutketentuan yang berlaku”. Secara singkat proses tersebut adalah sbb19:
a. Gugatan ditujukan kepada ketua pengadilan, dengan permintaan agar
pengadilan:
1) Menentukan hari sidang
2) Memanggil penggugat dan tergugat; dan
3) Memeriksa perkara yang di ajukan kepada tergugat. (pasal 188,199 HIR)
b. Mengenai cara mengajukan gugatan diatur dalam pasal 73 ayat (1),(2),(3)
yang isinya sebagai berikut:
1) Gugatan disampaikan kepada kepaniteraan pengadilan agama ditempat
kediaman penggugat kecuali apabila penggugat dengan sengaja
meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat.
2) Dalam hal penggugat bertempat kediaman luar negeri, makagugatan
diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
perkwinan mareka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta
Pusat.
c. Penggugat wajib membayar ongkos perkara (pasal 121 (4) HIR), agar gugatan
resmi dapat diterima dan didaftarkan dalam buku register perkara (pasal 90
UU No. 7 Tahun 1989)
2. Bentuk dan isi gugatan
Unsur-Unsur ESENSIAL sebuah gugatan cerai harus dimasukkan dalam suatu
surat gugatan. Unsur-unsur tersebut: mencakup mengenai identitas para pihak,
pernyataan posita, dan Petitum yang dikehandaki.20
C. Perkara Permohonan Talak
Dalam pasal 38 UU No. 1 tahun 1974 jo. Pasal 113 KHI disebutkan bahwa,
perkawinan putus karena kematian, perceraian, atau atas keputusan pengadilan.
Perkara perceraian dalam UU No. 7 Tahun 1989 diatur secara khusus, yaitu
cerai talak(Pasal 66-pasal 72), cerai gugat (pasal 73-pasal 86.
1. Bentuk dan Isi Prmohonan Talak
Sebelum perkara cerai talak diajukan ke pengadilan agama, hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah :
a. Mendaftarkan permohonan secara tertulis atau lisan kepada bagian
pendaftaran perkara, yaitu sub kepaniteraan perkara.
b. Membayar biaya perkara.
Disamping itu yang perlu diperhatikan bahwa Suami sebagai Pemohon dan
Istri sebagia Termohon.21
Formulasi atau isi permohonan, dari ketentuan pasal 66 ayat (1)bdan (2) jo.
Ayat (5) jo. Pasal 57 UU peradilan agama yang perlu diperhatikan adalah :
a. Identitas Pemohon dan Termohon, yaitu :
1) Nama;
2) Umur;
19
Ibid,. Hal,. 129
20
Ibid,. Hal,. 130
21
Ibid,. Hal,. 123

5
3) Agama;
4) Alamat.
b. Posita atau kasus posisi (bahasa arab waqi’ah) Yang berisi :
1) Fakta-fakta atau hubungan hukum yang terjadi antara kedua belah pihak.
2) Alasan-alasan yang diajukannya permohonan talak, berdasarkan
fakta/peristiwa hukum.
c. Petitum atau petita (jamak), yaitu isi tuntutan yang diminta oleh pemohon
agar dikabulkan oleh hakim.
2. Tahapan Persidangan Permohonan Talak
Pada hari sidang yang ditentukan, pemohan atau termohon atau masing-
masing kuasanya menghadiri sidang pengadilan agama, setelah menerima surat
panggilan yang sah.
Majelis hakim pada saat memulai sidang memberi kesempatan atau berusaha
agar pemohon dan termohon berdamai, kemabli rukun sebagai suami istri.
Apabila usaha mendamaikan tidak berhasil maka sidang dilanjutkan pada tahap
pembacaan permohonan.
Sidang I
Pada sidang pertama, bula pemohon dan termohon hadir maka akan ada tiga
kemungkinan :
1) Para pihak berdamai dan tidak jadi dilaksanakan; atau
2) Pemohon tidak bersedia berdamai sedang pihak termohon setuju untuk
berdamai; atau
3) Pemohon bersedia berdamai namun termohon tidak bersedia.
Dalam hal iini hakim dapat menunda sidang dan menyarankan agar kedua
belah pihak berdamai. Untuk mengingat kebaikan masing-masing.
Bila pemohon tetap ingin bercerai, sidang dilanjutkan, dimulai dengan
pembacaan surat permohonan, oleh pemohon atau kuasanya. Setelah itu
majelis hakim dapat memberikan kesempatan kepada termohon untuk
menyampaikan jawabanya.
Sidang II Jawaban
Dalam jawaban, termohon, yaitu istri berhak mempertahnkan haknya. Bila
termohon atau kuasanya tidak hadir dalam sidang, meskipun mengirim surat
jawaban, tetap dinilai tidak hadir dan jawaban itu tidak diperhatikan.
Ada beberapa hal yang dapat diajukan oleh termohon, yaitu: mengaku bulat-
bulat, mungkir(membantah) secara mutlak, mengaku dengan klausula (jawaban
berbelit-belit).
Terhadap jawaban lisan adalah menjadi kewajiban panitera untuk mencatat
dalam berita acara persidangan.
Sidang III Replik
Sidang replik, yaitu kesempatan yang diberikan oleh hakim kepada pemohon
untuk menanggapi jawabn termohon sesuai dengan pendapatnya, atau tetap
mempertahankan permohonanya, mengulangi permohonan, menegaskan dan
melengkapi atau menambah keterangan yang dianggap perlu untuk memperjelas
dalil-dalilnya pada surat permohonannya.

6
Sidang IV Duplik
Sidang duplik merupakan jawaban atau tanggapan dari replik. Termohon
mengajukan duplik yang pada pokoknya mengulangi dan menegaskan kembalii
jawaban serta gugatan rekonvensinya.
Acara replik dan duplik (jawab menjawab) ini dapat diulangi sampai ada titik
temu antara pemohon dan termohon dan/atau di anggap cukup oleh hakim.
Bila acara jwab menjawab dianggap telah cukup namun masih ada hal-hal
yang yang tidak disepakati oleh pemohon dan termohon sehingga perlu
dibuktikan, kemudian acara dilanjutkan ke tahap pembuktian.22
Sidang V Pembuktian
Pada tahap ini, baik pemohon maupun termohon diberi kesempatan yang sama
untuk mengajukan bukti-bukti baik berupa saksi-saksi, alat bukti surat, maupun
alat bukti lainnya secara bergantian yang diatur oleh hakim.
Alat bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara suami istri adalah :
akta nikah, surat-surat lain, pengakuan, dan saksi-saksi yang mengetahui
terjadinya pernikahan kemudian terjadinya perselisihan antara suami istri.
Sidang VI Kesimpulan
Pada tahap kesimpulan, masing-masing pihak (pemohon dan termohon) diberi
kesempatan yang sama untuk mengajukan pendapat akhir tentang hasil
pemeriksaan selama sidang berlangsung.23
Sidang VII Penetapan Hakim
Contoh kasus :
Pada tanggal 1 januari 2019 hakim memberikan penetapan bahwa permohonan
suami(pemohon) untuk menjatuhkan ikrar talak diterima. Sejak penetapan ini
terdapat jangka waktu 14 hari (=14 hari kerja). Dalam jangka waktu dua minggu
ini termohon dapat mengajukan permohonan banding.
Bila istri tidak mengajukan banding. Maka penetapan hakim memporeleh
kekuatan hukum tetap. Sejak tanggal tersebut, suami atau pemohon dapat
mengajukan permohonan untuk mengucapkan ikrar talak.
Tanggal 19 Januari (hari kerja ke-14 setelah penetapan hakim berkekuatan
hukum tetap) talak belum jatuh, sejak tanggal tersebut pengaddilan menentukan
hari sidang untuk menyaksikan ikrar talak pemohon atas permohonan pemohon.
Misalnya ditetapkan bahwa sidang mengucapkan ikrar talak pada tanggal 19
maret 2019, mka suami pada hari yang ditentukan harus datang dan mengucapkan
ikrar talak dihadapan majelis hakim dan dihadiri oleh istri.
Undang-Undang memberi kesempatan atau tenggang waktu bagi suami untuk
mengucapkan ikrar talak dalam waktu 6 bulan. Apbila dalam tenggang waktu itu
suami tidak datang untuk mengucapkan ikrar talak, maka permohonan untuk
mengucapkan ikrar tersebut dinyatakan gugur oleh hakim.

22
Ibid,. Hal,. 127
23
Ibid,. Hal,. 128

7
BAB III

PENUTUP

kesimpulan
gugatan adalah surat yang diajukan oleh penggugat pada ketua pengadilan
yang berwenang yang memuat tuntutan hak yang di dalamnya mengandung suatu sengketa
dan melupakan dasar landasan pemeriksaan perkara dan suatu pembuktian kebenaran
suatuhak. Sedangakan permohonan adalah suatu surat permohonan yang di dalamnya
berisistuntutan hak perdata oleh satu pihak yang berkepentingan terhadap suatu hal yang
tidakmengandung sengketa. Jika dalam gugatan ada lawan dan perkara atau
pemasalahan,tidak dalam permohonan. Dalam gugatan ada pihak yang digugat (tergugat)
dan yangdigugat (penggugat) yang mana jumlahnya bisa lebih dari,sedang dalam
permohonanhanya ada pemohon.Dalam surat gugatan atau surat permohonan berisi identitas
para pihak, posita atau position, dan petita atau petitum.

8
DAFTAR PUSTAKA

H.A.Mukti Arto, “Praktik Perkara Perdata Pada Peradilan Agama” (Yogyakarta:


Pustaka Pelajar, 1996)

H. Roihan A. Rasyid, “Hukum Acara Peradilan AgamaI”, (Jakarta : PT Raja


Grafindo Persada 2005)

M. Yahya Harahap, “Hukum Acara Perdata”, (Jakarta: Sinar Grafika 2009)

Sulaikin Lubis, SH.,MH., “Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Di Indonesia”,


(Jakarta : Kencana 2008)

Anda mungkin juga menyukai