Makalah
Hadis Ahkam
Kelompok 4
M. Wahyudinnor
Norhidayat
Hadi Rusadi
Ahwal Al-Syaksiyah
2019
Amuntai
0
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Didalam agama islam itu sudah jelas, mana saja pernikahan yang dilarang
islam dan mana saja yang diperbolehkan. Adapun yang dimaksud dari pernikahan
yang dilarang yakni bentuk-bentuk perkawinan yang tidak boleh dilakukan seperti
kawin mut'ah kawin hanya untuk bersenang-senang, kawin syhighor, kawin muhallil
dan lain-lain, bentuk perkawinan tersebut merupakan bawaan yang berasal dari
zaman jahiliyyah yang mana pada zaman itu orang-orang bagaikan binatang yang
memiliki prinsip bahwa siapa kuat dialah yang berkuasa.
B. Rumusan Masalah
1
BAB II
PEMBAHASAN
( ِإِّنى ُكْنُت: َو َع ْن َر ِبْيِع اْبِن َس ُبَر َة َع ْن َأِبْيِه َر ِض َي ُهللا َع ْنُه َأَّن َر ُسْو َل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل
َأِذ ْنُت َلُك ْم ِفى ْاِإل ْس ِتْم َتاِع ِم َن الِّنَس اِء َو ِإَّن َهللا َقْد َح َّر َم َذ اِلَك ِإَلى َيْو ِم اْلِقَياَم ِة َفَم ْن َك اَن ِع ْنَد ُه ِم ْنُهَّن َش ْيٌئ
َفْلُيَح ِّل َس ِبْيَلَها َو َال َتْأُخ ُذ ْو ا ِمَّم ا أَتْيُتُم ْو اُهَّن َشْيًئا) َأْخ َر َج ُه ُم ْس ِلٌم َو َأُبْو ا َداُوَد َو الَّنَس اِئُّى َو اْبُن َم اَج ُه
َو َأْح َم ُد َو اْبُن ِح َّباَن
1
Al-Asqalany, Al-Hafidz Ibn Hajar, tt. Buluughul Maroom min Adillatil Ahkaam, Pekalongan: Raja
Mjurah. Hlm.133
2
b. Penjelasan Maksud Hadits
Para ulama tidak mengemukakan satu takrif yang jelas terhadap amalan
pernikahan ini selain sekadar menjelaskan yang intinya adalah seorang lelaki yang
memakai wanita untuk disetubuhi dalam waktu yang telah ditentukan dengan bayaran
sesuai dengan kesepakatan bersama antara mereka, sementara wanita itu tidak berhak
mendapatkan nafkah, malah dia juga tidak wajib beriddah kecuali sampai dia suci.
Mazhab Imamiyah memberikan masa iddahnya hingga sampai dua kali suci.
Nikah mut’ah adalah haram, dalil-dalil yang dikemukakan oleh jumhur ulama
tentang keharaman nikah mut`ah,antara lain:
1) Firman Allah SWT : "Dan (diantara sifat orang mukmin itu) mereka memelihara
kemaluannya kecuali terhadap isteri atau jariah mereka: maka sesungguhnya
mereka (dalam hal ini) tiada tercela" (QS. Al-mukminun:5-6).3
3
diambil dengan jalan mut`ah tidak berfungsi sebagai isteri atau sebagai jariah. Ia
bukan jariah,karena akad mut`ah bukan akad nikah, dengan alasan sebagai berikut:
- Tidak saling mewarisi. Sedang akad nikah menjadi sebab memperoleh harta
warisan.
- Dengan akad nikah menjadi berkuranglah hak seseorang dalam hubungan dengan
kebolehan beristeri empat. Sedangkan tidak demikian halnya dengan mut`ah.
2. Nikah Syighor
4
Allusy, Syiekh Abu Abdullah bin Abd al-Salam ‘, 2004, Ibanah al-Ahkam Syarah Bulugh Al-
Maram, Beirut: Dar al-Fikr. Hlm.91
5
Allusy, Syiekh Abu Abdullah bin Abd al-Salam ‘, 2004, Ibanah al-Ahkam Syarah Bulugh Al-
Maram, Beirut: Dar al-Fikr. Hlm.91
4
Yaitu suatu pernikahan yang dilakukan dengan cara tukar menukar anak
perempuannya untuk dijadikan istrinya masing-masing tanpa mas kawin, seperti
seorang laki-laki berkata kepada laki-laki lain : "Nikahkanlah aku dengan anakmu
dan nanti aku nikahkan kamu dengan anakku"6
َأْن ُي َز ِّو َج َالَّرُج ُل: ( َنَهى َر ُسوُل ِهَّللَا صلى هللا عليه وسلم َع ِن الِّش َغاِر ; َو الِّش َغاُر: َع ْن ِاْبِن ُع َم َر َقاَل, َو َع ْن َناِفٍع
َو َلْيَس َبْيَنُهَم ا َص َداٌق ) ُم َّتَف ٌق َع َلْي ِه َو اَّتَفَق ا ِم ْن َو ْج ٍه آَخ َر َع َلى َأَّن َتْفِس يَر, ِاْبَنَتُه َع َلى َأْن ُيَز ِّو َج ُه َاآْل َخُر ِاْبَنَت ُه
َالِّش َغاِر ِم ْن َكاَل ِم َناِفٍع
َم ا َباُل ُأَناٍس َيْش َتِرُطْو َن ُش ُرْو ًطا َلْيَس ْت ِفي ِكَتاِب ِهللا َم ْن اْش َتَر َط َشْر ًطا َلْيَس ِفي ِكَتاِب ِهللا َفَلْيَس َلُه
َو ِإْن َش َر َط ِم اَئَة َم َّر ٍة َشْر ُط ِهللا َأَح ُّق َو َأْو َثُق
6
Badru Salam, 2006, Terjemah Bulughul Marom, Bogor: Pustaka Ulil Albab. Hlm.125
7
Badru Salam, 2006, Terjemah Bulughul Marom, Bogor: Pustaka Ulil Albab. Hlm.125
5
Kitabullah maka tidak ada hak baginya (atas syarat itu) meskipun ia
mensyaratkannya seratus kali. Syarat Allah lebih layak (diikuti) dan lebih kuat
(untuk dipegangi) (HR al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan an-Nasa’i).
3. Nikah Tahlil
Yaitu suatu perkawinan antara laki-laki dan wanita yang telah dithalak tiga oleh
suaminya dengan tujuan untuk menghalalkan kembali pernikahan antara wanita
dengan bekas suaminya setelah dia dithalak oleh suaminya yang kedua.
6
( َلَع َن َر ُسوُل ِهَّللَا صلى هللا عليه وسلم َاْلُمَح ِّل َل: َو َع ِن اْبِن َم ْسُعوٍد رضي هللا عنه َقاَل
َع ْن َع ِلٍّي: َو َالِّتْر ِم ِذ ُّي َو َص َّح َح ُه َو ِفي َاْلَب اِب, َو الَّنَس اِئُّي, َو اْلُمَح َّلَل َل ُه ) َر َو اُه َأْح َم ُد
َأْخ َر َج ُه َاَأْلْر َبَع ُة ِإاَّل الَّنَس اِئَّي
b. Penjelasan
Maksud Hadits
Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara
yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu
mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali
kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika
kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-
hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan
oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu
melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah
orang-orang yang zalim.11
Hadits ini menjelaskan jika talak tiga telah dijatuhkan, maka wanita itu tidak
halal lagi bagi suaminya sampai wanita tersebut menikah dengan lelaki lain. Dalam
kaitan ini, Allah (s.w.t) berfirman:
10
Allusy, Syiekh Abu Abdullah bin Abd al-Salam ‘, 2004, Ibanah al-Ahkam Syarah Bulugh Al-
Maram, Beirut: Dar al-Fikr. Hlm.93
11
Allusy, Syiekh Abu Abdullah bin Abd al-Salam ‘, 2004, Ibanah al-Ahkam Syarah Bulugh Al-
Maram, Beirut: Dar al-Fikr. Hlm.94
7
kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka
perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain.
kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi
keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya
berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum
Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui. (Surah al-Baqarah:
230)12
Suami kedua mestilah benar-benar ingin menikahi perempuan itu tanpa ada
boleh menikah dengan mantan isterinya yang pernah ditalak tiga itu.
Namun ada sebagian pihak yang melakukan tahlill (cinta buta), di mana
seorang suami menyuruh orang lain untuk menikahi isteri yang telah diceraikannya
supaya halal baginya untuk dinikahi lagi, kemudian Rasulullah (s.a.w) melaknat
muhallil dan muhallal lahu. Dalam riwayat lain disebutkan bahawa muhallil dianggap
sebagai pelacur sewaan. Hadits ini merupakan dalil yang mengharamkan Tahlill.
Haram melakukan Tahlill. Haram menghalalkan isteri yang telah ditalak tiga
oleh suaminya dengan melakukan Tahalill, kecuali jika dia menikahinya tanpa niat
untuk menghalalkannaya. Jumhur ulama berpendapat bahawa nikah seperti ini batil,
sementara wanita tersebut tetap tidak halal lagi bagi suaminya yang pertama. Menurut
mazhab Hanafi, nikah dianggap sah namun syaratnya dianggap batal dan wanita
tersebut berhak mendapatkan mahar mitsil. Jika suami kedua menyetubuhinya,
kemudian menceraikannya, maka suami pertama boleh menikahinya setelah masa
iddahnya berakhir.
8
dengan mengatakan bahawa istilah al-muhallil tidak dapat difahami mengikut makna
yang sebenarnya, kerana Rasulullah (s.a.w) melaknat perbuatan mereka dan laknat
tidak ditujukan kecuali ke atas perbuatan yang diharamkan. Sementara perbuatan
haram dilarang dan perbuatan yang dilarang akan menyebabkan fasid. Al-Tirmidhi
menukil perkataan Waki yang mengatakan sepatutnya perbahasan dalam masalah ini
dinisbahkan kepada ashhabur ra’yi.13
, ( اَل َيْنِكُح َاْلُم ْح ِر ُم: َو َع ْن ُع ْثَم اَن ْبِن َع َّفاَن رضي هللا عنه َأَّن َر ُسوَل ِهَّللَا صلى هللا عليه وسلم َقاَل
َو اَل َيْخ ُطُب ) َر َو اُه ُم ْس ِلٌم, َو اَل ُيْنِكُح
( َتَز َّوَج َالَّنِبُّي صلى هللا عليه وسلم َم ْيُم وَنَة َو ُهَو ُم ْح ِر ٌم ) ُم َّتَفٌق َع َلْيِه: َقاَل-َرِض َي ُهَّللَا َع ْنُهَم ا- َو َع ِن اْبِن َعَّباٍس
َع ْن َم ْيُم وَنَة َنْفِسَها ( َأَّن َالَّنِبَّي صلى هللا عليه وسلم َتَز َّوَجَها َو ُهَو َح اَل ٌل: َو ِلُم ْس ِلٍم
Penjelasan Hadits
13
Al-Asqalany, Al-Hafidz Ibn Hajar, tt. Buluughul Maroom min Adillatil Ahkaam, Pekalongan: Raja
Mjurah. Hlm 137
14
Allusy, Syiekh Abu Abdullah bin Abd al-Salam ‘, 2004, Ibanah al-Ahkam Syarah Bulugh Al-
Maram, Beirut: Dar al-Fikr. Hlm.94
Al-Asqalany, Al-Hafidz Ibn Hajar, tt. Buluughul Maroom min Adillatil Ahkaam, Pekalongan: Raja
Mjurah. Hlm 137
9
Hadits pertama dan kedua tidaklah bertentangan antara satu sama lain setelah
menegaskan bahawa hadits pertama tidak membolehkan seorang yang sedang
berihram menikah dan dinikahkan. Namun Ibn ‘Abbas tidak sependapat dengan
kaedah ini. Apapun, menerima hadits ini lebih diutamakan kerana periwayatnya lebih
mengetahui dengan permasalahan ini.
Ibn ‘Abbas berpendapat mengenai firman Allah: “dan engku halal terhadap
negeri ini.”(Surah al-Balad: 2) bahwa Rasulullah (s.a.w) telah dihalalkan untuk
melakukan apa saja dan sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Hakim dalam
kitabnya al-Mustadrak.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
11
DAFTAR PUSTAKA
Al-Asqalany, Al-Hafidz Ibn Hajar, tt. Buluughul Maroom min Adillatil Ahkaam,
Pekalongan: Raja Mjurah
Allusy, Syiekh Abu Abdullah bin Abd al-Salam ‘, 2004, Ibanah al-Ahkam Syarah
Bulugh Al- Maram, Beirut: Dar al-Fikr.
Badru Salam, 2006, Terjemah Bulughul Marom, Bogor: Pustaka Ulil Albab
12