Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pernikahan merupakan suatu akad untuk menghalalkan hubungan antara laki-laki dan
perempuandalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup berkeuarga yang diridloi oleh Allah
SWT.
Dari pengertian itu dapat kita ketahui bawasanya untuk menciptakan kehidupan keluarga
yang bahagi, kemudoian menghalalkan hubungan antara laki-laki dan perempuan,
membangun rumah tangga yang tentram atas dasar cinta dan kasih saying.
Dalam agama islam sudah jelas mana pernikahan yang dilarang dan mana yang
diperbolehkan. Adapun yang dimaksud pernikahan yang dilarang yakni bentuk-bentuk
perkawinan yang tidak boleh dilakukan seperti kawin Mut'ah, kawi Syighor dan lain-lain.
Bentuk perkawinan tersebut merupakan bawaan yang berasal dari zaman jahiliyah yang
mana pada zaman ini orang=orang bagaikan binatang yang memiliki rinsip siapa kuat
dialah yang berkuasa.
Adapun pernikahan yang diperbolehkan yaitu pernikahan yang sesauai dengan
syari'atseperti ada kedua mempelai, saksi dan wali serta mahar dan apabila salah sayu
diantara syarat-syarat terssebut tidak dipenuhi maka pernikahannya tidak sah atau batal.

B. Rumusan Masalah

Apasaja bentuk pernikahan yang dilarang dalam islam serta sebab dan akibat hukumnya

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. Nikah Syighor

Nikah Sigar (syighar) adalah pernikahan dengan cara tukar-menukar calon istri di
antara para wali untuk dinikahkan dengan calon suami yang telah disepakati atau untuk
dirinya masing-masing dengan suatu perjanjian tanpa mahar. Lalu apa hukumnya? Kita tanya
kepada ulama karena ulama adalah orang yang paling mengerti soal agama. Syaikh
Muhammad bin Ibrahim Alus Syaikh rahimahullah ditanya: “Jika seorang lelaki mempunyai
anak wanita, lalu dia mengatakan kepada lelaki lainnya yang juga memiliki seorang anak
wanita: ‘aku ingin menikah dengan anak gadismu dan aku akan nikahkan kamu dengan anak
gadisku, dengan syarat jumlah mahar yang akan dibayar masing-masing sebesar 2500 (dua
ribu lima ratus) real?”

Maka beliau menjawab: “Alhamdulillah, jika seorang lelaki menikahkan wanita ahli warisnya
seperti anak gadisnya, saudara perempuannya, atau yang semisalnya dengan syarat lelaki
yang satunya menikahi wanita ahli warisnya pula dan tidak ada mahar di antara kedua
pernikahan itu maka ini disebut nikah syighar, dan hukumnya haram, dan membatalkan
nikah itu dari asalnya.

disabdakan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam: .

ِ‫ ززووججننننى‬:‫ زو الوشننزغاَلر ازجن يزقلننجوزل الررلجننلل‬.‫ نززهىِ زرلسجولل اننن ص زعنننن الوشننزغاَنر‬:‫زعجن ازنبىِ هلزرجيزرةز زقاَزل‬
‫ احمد و مسلم‬.ِ‫ك الجخنتى‬ ‫ك زو الززوولج ز‬
‫ ازجو ززووججننىِ الجختز ز‬،ِ‫ك اجبنزنتى‬
‫ك زو الززوولج ز‬
‫اجبنزتز ز‬
Dari
Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW melarang nikah syighar. Sedang nikah syigha
r yaitu, seorang laki-laki berkata,
“Nikahkanlah aku dengan anak perempuanmu, dan aku akan menikahkan kamu dengan anak
perempuanku, atau nikahkanlah aku dengan saudara perempuanmu dan aku akan menikahka
n kamu dengan saudara perempuanku”. [HR. Muslim]1

1 Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1416) dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu
2
Dalam hadits lain, beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫لز نشزغاَزر نفيِ جانلجسلزنم‬.


“Tidak ada nikah syighar dalam Islam.” 2
Hadits-hadits shahih di atas menjadi dalil atas haram dan tidak sahnya nikah syighar. Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak membedakan, apakah nikah tersebut disebutkan mas
kawin ataukah tidak.3

Hadits-hadits shahih di atas menjadi dalil atas haram dan tidak sahnya nikah syighar.
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak membedakan, apakah nikah tersebut
disebutkan mas kawin ataukah tidak .
Akan tetapi menurut imam Abu Hanifah perkawinan tersebut sah saja asal ada
maskawin untuk perempuan yang dinikahi, sebab seorang perempuan buakanlah sebuah
maskawin. Akad dalam nikah ini sah, akan tetapi maskawin harus diganti dengan mahar
mitsil yang seimbang.[11]

2. Menikahi Wanita dan bibinya


Nikah Yang Menghimpun Wanita Dengan Bibinya, Baik Dari Pihak Ayahnya Maupun Dari
Pihak ibunya.
Berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

َ‫لز يلججزملع بزجيزن اجلزمجرأزنة زوزعرمتنزهاَ زولز بزجيزن اجلزمجرأزنة زوزخاَلزتنزها‬


‫ج زعجن أزنبيِ هلزرجيزرةز‬
‫ك زعجن أزنبيِ الوززناَند زعجن اجلزجعزر ن‬ ‫ان جبلن زمجسلززمةز اجلقزجعنزبنييِ زحردثززناَ زماَلن ك‬
‫زحردثززناَ زعجبلد ر‬
‫ال زعلزجينه زوزسلرزم زل يلججزملع بزجيزن اجلزمجرأزنة زوزعرمتنزهاَ زوزل بزجيزن اجلزمجرأزنة‬
‫صرلىِ ر‬ ‫زقاَزل زقاَزل زرلسولل ر‬
‫ان ز‬
َ‫زوزخاَلزتنزها‬

Janganlah menikahi perempuan dgn bibinya sekaligus (baik bibi dari saudara ayah atau ibu).
[HR. Muslim No.2514].

2 Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1415 (60)) dari Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma.
Diriwayatkan juga oleh Ahmad (III/165), al-Baihaqi (VII/200), Ibnu Hibban (no. 4142) dari Anas bin Malik
radhiyallaahu ‘anhu. Lihat Shahiihul Jaami’ (no. 7501).

3 Lihat al-Wajiiz (hal. 296-297) dan al-Mausuu’ah Fiqhiyyah al-Muyassarah (hal. 53-56)

3
Hadits Muslim No.2514 Secara Lengkap

Telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Maslamah Al Qa'nabi] telah menceritakan
kepada kami [Malik] dari [Abu Az Zinad] dari [Al A'raj] dari [Abu Hurairah] dia berkata;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah menikahi perempuan dengan
bibinya sekaligus (baik bibi dari saudara ayah atau ibu)4

3. Nikah saat melakukan Ihrom

Pendapat pertama yaitu pendapat yang tidak boleh menikah ketika ihram, diantaranya : Imam
Syafi`I, al laits, al auzai, Umar bin Khattab serta Ali bin Abi Thalib, mereka menggunakan
dalil yang menguatkan pendapat mereka, yaitu5 :

‫ لينكننح المحننرم‬: ‫عن عثماَ ن رضىِ ا عنه عن ا لنبيِ صلىِ ا عليه وسننلم قنناَل‬
‫ولينكح وليخطب‬
:Artinya :
Dari Usman r.a. dari nabi saw, beliau bersabda : “orang yang sedang ihram tidak boleh
menikah, tidak boleh menikahkan, dan tidak pula boleh meminang”. (H.R Muslim).

Alasan-alasan yang dapat di ambil dari pendapat yang pertama ini bahwasanya, hakikat/dasar
pernikahan bagi Imam Syafi`I adalah ‫( الوطء‬bercampur), maka bercampur ini juga menjadi
salah satu larangan dalam berihram, yang mana ketika sedang berihram tidak
diperbolehkannya untuk bersenggama, hal ini sejalan dengan QS. Al-Baqarah : 197 yang
artinya : “…Barang siapa mengerjakan ibadah haji dalam bulan-bulan itu, maka janganlah
dia berkata jorok (rafats), berbuat maksiat dan bertengkar dalam melakukan ibadah haji…”.
Dengan demikian karena hakikat pernikahan itu sendiri menurut Imam Syafi`I adalah
bercampur maka ia melarang melakukan pernikahan yang dilakukan ketika ihram.
Agama melarang dan mengharamkan beberapa hal bagi orang yang berihram, diantaranya :
melangsungkan akad pernikahan baik bagi dirinya maupun bagi orang lain, sebagai wakil

4 Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5108), Muslim (no. 1408), at-Tirmidzi (no. 1126), an-Nasa-i
(VI/96), Abu Dawud (no. 2065), Ahmad (II/401, 423, 432, 465), dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu
‘anhu.

5 Ibn Mas`ud, Fiqh Madzhab Syafi`i


4
atau menjadi wakil. Dengan begitu, akad menjadi batal, hingga tidak membawa akibat hokum
6
.
Begitu juga sebaliknya, dalam hal ini halangan-halangan nikah, di antaranya : ketika
berihram (mani` ihram) seperti di ungkapkan “para muhrim tidak sah bernikah dan tidak sah
menikahkan”7
Akibat hukum yang terjadi ketika seseorang melakukan pernikahan ketika sedang berihram,
sama dengan batalnya haji karena bersenggama, hal ini juga dijelaskan oleh Ali bin Abi
Thalib, Umar bin Khattab dan Abu Hurairah r.a. mereka memberikan fatwa mengenai
seorang laki-laki yang mencampuri istrinya ketika ia sedang ihram mengerjakan haji. Mereka
berkata “Hendaknya mereka berdua terus mengerjakan haji hingga selesai, kemudian mereka
wajib menunaikan haji lagi tahun depan, disamping wajib pula menyembelih kurban”8

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

6 Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah


7 Teungku Muhammad Hasbi Ash Siddiqie, Hukum-hukum Fiqh Islam
8 Sayid Sabiq, Op.Cit., h. 368
5
Dari beberapa pemaparan diatas maka sudah jelas bawasannya pernikahan yang
dilarang dalam agama islam yakni sebagai berikut:
1. Nikah Mut'ah
2. Nikah Syighor
3. Nikah Tahlil
4. Nikah Badal
5. Nikah Istibdlo’
6. Nikah Righoth
7. Nikah Baghoya
8. Nikah dengan wanita pezina
9. Nikah saat melakukan Ihrom
10. Nikah dengan istri yang ditalak tiga
11. Nikah dengan wanita yang senasab atau ada hubungan kekeluargaan
12. Nikah dengan wanita yang masih bersuami
13. Nikah dengan lebih dari empat orang

Daftar Pustaka

6
Ø http://www.almanhaj.or.id/content/2119/slash/0
Ø http://www.al-islam.com/ind/
Ø Prof Dr Zakiyah Drajat, Ilmu Fiqih Jilid II, Dana Bakti Waqaf, Yogyakarta,
1995 hal : 100

Anda mungkin juga menyukai