Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH PERPAJAKAN LANJUTAN

ANALISIS PAJAK DAN EKONOMI MAKRO INDONESIA

(Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Menyelesaikan Tugas


Mata Kuliah Perpajakan Lanjutan)

Pemakalah :
Nur Rohmah Zainul Fitri (123012211068)
Agus Ahmad Mufad (123012211009)
Deny Maulana (123012211065)

Dosen Pengampu :
Dr. Irwan Wisanggeni, SE, SH, M.Si, BKP

MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TRISAKTI
OKTOBER 2023
DAFTAR ISI

BAB I................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.............................................................................................................3
1.1 Latar Belakang..........................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................5
PEMBAHASAN...............................................................................................................5
2.1 Hubungan Pajak dan Ekonomi Makro...................................................................5
2.2 Pengaruh Pajak terhadap Komposisi Produksi.....................................................7
2.3 Pengaruh Pajak terhadap Poduksi Total..............................................................12
2.4 Pengaruh Pajak terhadap Ekonomi Makro di Indonesia....................................16
BAB III...........................................................................................................................23
PENUTUP.......................................................................................................................23
3.1. Kesimpulan.............................................................................................................23
3.2. Saran ……………………………………………………………………………………………………………….24
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................25

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Rochmat Soemitro, Pajak adalah iuran wajib kepada kas
negara yang berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan jasa
timbal balik yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk
membayar pengeluaran umum. Peran pajak sangat besar dalam
pertumbuhan ekonomi suatu negara, termasuk di negara Indonesia yang
sedang berkembang. Indonesia menggunakan pajak sebagai salah satu
pendapatan utama untuk membiayai segala macam kebutuhan dan
pengeluarannya.
Ada beberapa persoalan mendasar yang terkait dengan mempengaruhi
pajak dalam perekonomian. Dalam hal tersebut akan dibahas melalui
pengaruh pajak terhadap kemampuan dan keinginan untuk melakukan
pekerjaan, menabung, dan kemampuan serta keinginan untuk melakukan
investasi. Apabila tabungan yang tersedia lebih besar daripada investasi
yang dilakukan maka akan terjadi suatu keadaan yang disebut dengan
deflasi, sedangkan pada saat terjadi tabungan yang ada dalam masyarakat itu
lebih kecil dari investasi maka akan terjadi inflasi. Melalui kebijaksanaan
dalam perpajakan keadaan inflasi maupun keadaan deflasi dapat dikurangi.
Sistem perpajakan yang terbaik dipandang dari sudut pandangan ilmu
ekonomi adalah sistem perpajakan yang memiliki pengaruh-pengaruh
ekonomi yang paling baik atau setidak-tidaknya memberikan pengaruh yang
paling minimum.
Dalam perannya pemerintah dibekali dua kebijakan ekonomi makro
yang terwujud dalam dua instrument utama, yaitu kebijakan fiskal dan
kebijakan moneter. Kebijakan ekonomi makro didefenisikan sebagai
penetepan tujuan oleh pemerintah terhadap perekonomian negara dan
penggunaan instrumen pengendalian untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Kebijakan fiskal didefinisikan sebagai alat dalam kebijakan ekonomi makro
4

yang mencari pengaruh dari tingkat aktivitas ekonomi melalui kendali


belanja pemerintah dan perpajakan. Definisi tersebut, dapat kita lihat bahwa
kebijakan pemerintah di bidang perpajakan merupakan bagian dari
kebijakan fiskal yang pada akhirnya akan berpengaruh pada pencapaian
tujuan ekonomi negara maupun perekonomian makro.
Penulis mencoba untuk membahas pengaruh pajak sebagai kebijakan
fiskal pemerintah terhadap perekonomian makro suatu negara. Seyogyanya
setiap kebijakan yang dilakukan pasti akan berdampak pada kehidupan
bernegara, baik positif maupun negatif. Maka dari itu penulis membuat
makalah dengan judul “Analisis Pengaruh Pajak dan Perekonomian Makro
di Indonesia”.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu :
1. Bagaimana pajak berkaitan dengan ekonomi makro?
2. Bagaimana pengaruh pajak terhadap komposisi produksi?
3. Bagaimana pengaruh pajak terhadap produksi total?
4. Bagaimana dampak impementasi perpajakan terkait ekonomi
makro di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan ini yaitu, untuk menjawab segala sesuatu yang
menjadi rumusan masalah pada makalah ini antara lain,
1. Untuk mengetahui keterkaitan pajak dan ekonomi makro.
2. Untuk memahami pengaruh pajak terhadap komposisi produksi.
3. Untuk memahami pengaruh pajak terhadap produksi total
4. Untuk memahami dampak impementasi perpajakan terkait
ekonomi makro di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hubungan Pajak dan Ekonomi Makro

Pajak adalah konstribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak sering kali disebut
sebagai “Iuran Rakyat”. Pajak dengan istilah iuran rakyat atau iuran wajib
bukan sebagai paksaan yang dipungut dari pihak wajib pajak atau pengusaha
dan rakyat lainnya oleh pemerintah, tetapi pembayaran pajak merupakan
kewajiban dan penuh kesadaran sebagai warga negara. Undang-undang
Nomor 6 Tahun 1983 yang kemudian telah diubah terkahir dengan UU Nomor
28 tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan menyatakan
bahwa setiap wajib pajak mempunyai hak dan kewajiban dalam bidang
perpajakan. Di samping itu, pemerintah juga mempunyai kewenangan dan
kewajiban dalam bidang perpajakan.
Dari pengertian pajak yang telah dijelaskan tadi, dapat kita simpulkan
bahwa terdapat beberapa unsur yang melekat dalam pengertian pajak tersebut,
yaitu:
1. Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang.
2. Pajak bersifat memaksa karna didasarkan oleh undang-undang.
3. Pajak diambil oleh pemerintah pusat maupun daerah untuk
kesejahteraan umum.
4. Pajak digunakan untuk membayar pengeluaran pemerintahan dan
membiayai produksi pembangunan pelayanan umum.
5. Pembayar pajak tidak mendapat imbalan yang langsung dapat
dirasakan, melainkan mendapat fasilitas umum yang akan dibangun
berdasarkan pajak yang telah dibayar.
Pemungutan pajak harus mendapatkan persetujuan dari rakyat, proses
persetujuan rakyat tersebut dapat dilakukan dengan undang-undang. Undang-
undang yang dimaksud adalah UUD 1945 pasal 23 ayat (2) yang menyatakan
bahwa segala pungutan pajak harus berdasarkan undang-undang.
Pajak merupakan konstribusi wajib setiap warga negara. Bila dikaitkan
dengan makroekonomi, maka peran pajak adalah sebagai sumber dana. Untuk
dapat menjalankan fungi-fungsi itu, pemerintah membutuhkan biaya, dari sini
pajak memiliki peran penting dalam memenuhi pembiayan pemerintah.
Menurut Budiono (2001), ekonomi makro adalah ilmu yang mempelajari
tentang ekonomi, baik jangka pendek maupun jangka panjang meliputi
stabilitas dan pertumbuhan perekonomian sebuah negara. Ekonomi makro
sendiri menjelaskan perubahan ekonomi yang mempengaruhi banyak
masyarakat, perusahaan, dan pasar (contoh: pengangguran). Bila dikaitkan
dengan pajak, ekonomi makro mempunyai salah satu ciri khas yakni kegiatan
mempelajari sebab dan akibat dari fluktuasi penerimaan negara jangka
pendek atau siklus bisnis, dan kegiatan untuk mempelajari faktor penentu dari
pertumbuhan ekonomi jangka panjang atau peningkatan pendapatan nasional.
Soal prinsip pengenaan pajak, agar dapat dihasilkan suatu kebaikan telah
dikemukakan oleh Adam Smith dengan cannon of taxation. Suatu sistem
pajak yang baik haruslah memenuhi beberapa kriteria di antaranya adalah :

1. Prinsip Kesetaraan (Equity): Pajak harus dikenakan secara adil,


berdasarkan kemampuan ekonomi masing-masing individu atau entitas
yang dipajaki. Dalam kata lain, mereka yang memiliki penghasilan atau
kekayaan lebih besar harus membayar lebih banyak pajak daripada mereka
yang kurang mampu.
2. Prinsip Kepastian (Certainty): Pajak harus dikenakan dengan jelas dan
dapat dipahami oleh warga negara. Orang harus tahu apa yang diharapkan
dari mereka dan kapan mereka harus membayarnya. Ketidakpastian dalam
sistem perpajakan dapat menciptakan ketidakadilan dan kebingungan.
7

3. Prinsip Kenyamanan (Convenience): Pengumpulan pajak harus mudah dan


tidak memberatkan bagi warga negara. Sistem perpajakan harus dirancang
sedemikian rupa sehingga orang dapat membayar pajak dengan mudah,
tanpa mengalami kesulitan atau biaya tambahan yang berlebihan.
4. Prinsip Ekonomi (Economy): Proses pengumpulan dan administrasi pajak
harus efisien dan ekonomis. Biaya pengumpulan pajak tidak boleh
melebihi manfaat yang diperoleh dari pajak tersebut. Dengan kata lain,
sistem perpajakan harus dirancang agar biaya administrasi tetap rendah.

2.2 Pengaruh Pajak terhadap Komposisi Produksi


Berikut ini kami jelaskan pengaruh pajak terhadap komposisi produksi
dalam buku “Ekonomi Publik” karya Mangkusubroto tahun 1997. Pajak dapat
mengakibatkan adanya penyimpangan dalam penggunaan faktor produksi,
maksudnya : pajak yang dimaksudkan untuk sebanyak mungkin dapat
menggeser penggunaan faktor produksi dari penggunaan yang satu kepada
penggunaan yang lain yang tidak efisien. Penggunaan yang seharusnya dapat
manghasilkan produksi yang maksimum menuju ke arah penggunaan yang
menghasilkan produksi yang lebih sedikit pajak yang dikenakan. Pajak yang
dapat menyebabkan adanya penyimpangan dalam penggunaan faktor-faktor
produksi terutama ialah pajak yang dikenakan terhadap keuntungan-
keuntungan yang tidak diharapkan, peningkatan nilai tanah, dan juga pajak
yang dikenakan kepada monopolist yang ternyata tidak mengakibatkan
diubahnya jumlah dan harga barang barang yang dihasilkan oleh seorang
monopolist tersebut.
Oleh karenanya sering disarankan dalam teori bahwa kalau elastisitas
permintaan akan barang yang dihasilkan oleh suatu kegiatan yang itu tinggi,
maka sebaiknya dikenakan pajak yang paling ringan. Sedangkan kalau
elastisitas permintaan akan barang yang dihasilkan oleh suatu kegiatan itu
rendah, maka sebaiknya pajak yang dikenakan lebih berat. Ini semua
8

dimaksudkan agar pengaruh dari pajak yang dikenakan itu tidak banyak
berbeda satu sama lain terhadap penggunaan faktor-faktor produksi yang ada.
Pajak yang dimaksudkan untuk sebanyak mungkin dapat menggeser
penggunaan faktor produksi dari penggunaan yang satu kepada penggunaan
yang lain yang lebih efisien. Contohnya, pajak yang dikenakan pada
minuman keras dan barang-barang mewah. Diharapkan bahwa akibat dari
pengenaan pajak itu akan mengurangi konsumsi masyarakat akan minuman
keras dan akan menurunkan konsumsi barang-barang mewah sehingga akan
terjadi penggeseran penggunaan faktor-faktor produksi dari sektor produksi
barang-barang mewah atau sektor impor barang mewah ke sektor produksi
sektor-sektor produksi barang-barang esensial atau impor barang-barang
esensial (Evi Yulia (JDP), hal. 218-220.).
Penggeseran faktor produksi dari kegiatan ekonomi satu ke sektor kegiatan
ekonomi yang lain atau dari daerah yang satu ke daerah lain akibat pajak.
Sebagai contoh pada pajak dikenakan pada kekayaan penduduk yang tinggal
di kota besar, sedangkan bagi penduduk yang tinggal di kota-kota kecil tidak
dikenai pajak. Akibat dari hal ini ialah bahwa ada kecenderungan bagi
penduduk di kota-kota besar untuk pindah tempat tinggal dari kota-kota besar
tersebut ke kota-kota yang lebih kecil. Juga kalau misalkan ada pajak yang
dikenakan pada industri-industri yang akan didirikan di kota-kota besar,
sedangkan untuk industri-industri yang didirikan di kota kecil tidak dikenai
pajak, ini dimaksudkan untuk mendorong pembangunon ekonomi (industri)
di kota-kota kecil. Akibatnya akan terjadi perpindahan faktor produksi dari
kota besar ke kota kecil karena adanya pajak yang dikenakan pada industri-
industri yang akan didirikan di kota-kota besar
a. Pengaruh Pajak terhadap Distribusi Pendapatan
Untuk mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi
seringkali terjadi adanya distribusi pendapatan yang kurang/tidak
merata, sehingga aspek distribusi/pemerataan dikorbankan. Alasan
yang diberikan oleh teori ini ialah bahwa dengan distribusi
pendapatan yang tidak merata berarti ada golongan yang kaya dan
9

ada golongan yang miskin dalam suatu perekonomian. Teori


ekonomi makro tersebut dapat diketahui bahwa dengan semakin
tinggi tingkat pendapatan semakin rendah hasrat untuk
mengadakan konsumsi tambahan (mpcnya rendah), sehingga dapat
diharapkan bahwa kelompok kaya inilah yang sanggup membentuk
tabungan dan kemudian mengadakan investasi. Sebaliknya apabila
diadakan distribusi pendapatan yang lebih merata, maka akan
berarti menurunkan tingkat tabungan nasional yang berarti pula
mengurangi dana yang tersedia untuk investasi.
Negara-negara berkembang termasuk Indonesia berusaha untuk
meningkatkan pendapatan per kapita disertai dengan pemerataan
(distribusi) pendapatan hasil dari pembangunan itu. Kemudian
pada umumnya dapat diterima bahwa pajak yang dapat mengurangi
ketidakmerataan penghasilan dalam perekonomian adalah baik
dilihat dari sudut perikemanusiaan. Sistem pajak yang regresif
cenderung untuk memperbesar adanya ketidakmerataan
penghasilan dalam masyarakat. Sebaliknya semakin progresif
sistem perpajakan yang dianut oleh suatu perekonomian akan
semakin berkuranglah perbedaan penghasilan yang terdapat dalam
perekonomian tersebut. Jadi kalau kita memang ingin
mempersempit perbedaan penghasilan yang terdapat dalam
perekonomian, maka sistem pajak yang digunakan hendaknya
bersifat progresif tajam. Pada sistem perpajakan yang mengikuti
prinsip minumum aggregate sacrifice, ada suatu batas penghasilan
minimum kena pajak.
Penghasilan di atas jumlah tertentu dikenai pajak dan
penghasilan di bawah penghasilan minimum tidak kena pajak atau
bebas dari pajak. Tetapi kalau kita lihat dari segi produksi, maka
pajak yang progresif itu akan cenderung untuk menghambat
produksi karena menekan pendapatan kelompok penduduk yang
penghasilannya tinggi dan tentunya akan mempengaruhi keinginan
10

untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Jadi tampak


ada suatu konflik antara tujuan distribusi pendapatan (income
distribution) dengan tujuan pembangunan ekonomi yang lain
seperti untuk menaikkan produksi (growth).
Sebagai contoh dari pajak yang regresif ialah pajak kepala (poll
tax). Jika penghasilan dalam perekonomian sama besarnya maka
pajak ini bersifat proporsional. Tetapi karena kenyataannya
penghasilan dalam perekonomian itu tidak sama maka pajak ini
bersifat regresif. Semakin regresif suatu pajak akan semakin
bersifat memperbesar perbedaan penghasilan. Juga pajak terhadap
bahan makanan bersifat regresif karena semakin tinggi tingkat
penghasilan seseorang akan semakin kecil bagian dari panghasilan
yang dibelanjakan untuk bahan makanan tersebut. Masih banyak
contoh-contoh lain lagi seperti misalnya cukai tembakau, cukai
minuman keras, dan lain-lain.
b. Pengaruh Struktur Pajak terhadap Keinginan untuk Bekerja
Pajak progresif adalah pajak yang dikenakan dengan
persentase yang semakin tinggi dengan semakin tingginya taxable
capacity. Jadi rata-rata tingkat pajak akan meningkatkan untuk
setiap dasar pajak. Jika pajak progresif dikenakan pada pendapatan
kerja maka tenaga kerja tersebut akan berkurang keinginannya
untuk bekerja. Tenaga kerja yang bersangkutan akan kurang
berkehendak untuk bekerja giat, sebab apabila penghasilannya
bertambah, maka sebagian besar hanya akan dipungut oleh
pemerintah saja. Jadi pajak progresif akan mengurangi insentif
kerja. Sedangkan pajak regresif merupakan pajak dengan
perkembangan yang kurang dari sebanding dengan perkembangan
taxable capacity. Jadi dengan bertambahnya taxable capacity,
persentase pajak yang harus dibayar menjadi semakin kecil atau
average tax rate menurun pada setiap peningkatan tax base. Pajak
regresif ini akan menambah insentif kerja, karena dengan semakin
11

tingginya penghasilan yang diperoleh, maka pajak yang harus


dibayarnya semakin rendah persentasenya. Para pekerja akan
bekerja lebih giat agar memperoleh penghasilan yang lebih besar,
dan dengan demikian pajak yang harus dibayarnya menjadi
semakin kecil persentasenya. Beberapa akibat yang timbul dari
adanya pajak penghasilan, dapat dilihat sebagai berikut:
1) Pemilihan Lapangan Kerja
Dalam hal ini pajak penghasilan dapat
mempengaruhi alokasi sumberdaya dengan mengubah
penawaran tenaga kerja relative terhadap perbedaan
pendapatannya. Pajak penghasilan tidak saja mempengaruhi
kuantitas total dari penawaran tenaga kerja, namun ia juga
mempunyai pengaruh terhadap alokasi factor produksi.
Misalnya pekerja dapat bekerja sampai 40 jam per minggu,
tetapi karena pertimbangan pajak beberapa pekerja
cenderung untuk memasuki kesempatan kerja lain. Dengan
begitu terdapat peningkatan penawaran tenaga kerja di
beberapa jenis pekerjaan tertentu dan tersedianya tenaga
kerja di bagian lain berkurang. Alasan untuk mengisi
pekerjaan lain itu dipengaruhi oleh pajak penghasilan yang
dipungut atas hasil suatu pekerjaan.
2) Tabungan
Tingkat hasil yang diharapkan (rate of return) dari
tabungan (contoh: bungatabungan, dividen, capital gain)
merupakan bagian dari pendapatan dan oleh karenanya
dikenakan pajak. Secara kuantitatif, pengaruh pajak
penghasilan terhadap tabungan, belum diketahui. Tetapi
apabila kurva tabungan adalah seperti kurva penawaran
tenaga kerja (labor supply curve), yaitu inelastis¸karena
income effect dan substitution effect disatukan dengan
adanya perubahan penghasilan, maka pengaruh kuantitatif
12

pajak penghasilan terhadap tabungan tampaknya tidak


begitu berarti.

2.3 Pengaruh Pajak terhadap Poduksi Total


Dalam Suparmoko (2016), Pengaruh pajak terhadap produksi sebagai
keseluruhan berlangsung melalui pengaruh-pengaruhnya terhadap kerja,
tabungan dan investasi. Kemudian lebih jauh lagi kita melihat pengaruh-
pengaruh pajak terhadap kerja, tabungan dan investasi melalui kemampuan
dan keinginan. Apa yang negara inginkan adalah perekonomian pada
kesempatan kerja penuh (full employment) tanpa inflasi maupun deflasi.
Tujuan suatu negara adalah mencapai penghasilan nasional pada
tingkat keseimbangan dan pada full-employment, maka kalau tingkat
penghasilan nasional sebesar selalu ingin dipertahankan, hal ini dapat
ditempuh oleh pemerintah dengan cara meningkatkan atau menambah
tingkat pajak yang dikenakan dalam perekonomian.
a. Pengaruh Pajak terhadap Kemampuan untuk Bekerja,
Menabung, dan Berinvestasi
Kemampuan (ability) setiap orang untuk bekerja akan
berkurang apabila ia dikenai pajak yang dapat mengurangi
efisiensi kerjanya. Oleh karena itu suatu pajak yang dikenakan
kepada golongan yang mempunyai tingkat penghasialan yang
rendah dalam suatu masyarakat hanya akan menurunkan efisiensi
baik bagi golongan orang dewasa maupun anak-anak pada masa
yang akan datang. Pendapat ini dapat diterapkan pada pajak
langsung yang dikenakan pada golongan yang penghasilanya
rendah sehingga akan mengurangi tingkat penghasilanya. Juga
dapat pula diterapkan pada pajak tidak langsung yang dikenakan
pada barang-barang kebutuhan sehari-hari. Suatu masalah yang
perlu diperhatikan ialah bagaimana cara menentukan suatu
batasan sehingga dapat diketahui bahwa pajak yang dikenakan
akan dapat mengurangi tingkat efisiensi kerja wajib pajak.
13

Kemampuan untuk mengadakan tabungan jelas akan


berkurang dengan adanya pajak yang dikenakan pada wajib
pajak. Orang yang terkena pajak pendapatan kemampuanya untuk
menabung akan berkurang sebesar marginal propensity to save-
nya (mps) dikalikan dengan besarnya pajak yang dikenakan. Bagi
orang-orang yang tergolong penghasilan rendah pengenaan pajak
tidak akan mengurangi kemampuanya untuk menabung, karena
memang biasanya mereka sudah tidak mempunyai tabungan
wlaupun belum dikenakan pajak. Sehingga kalau ia dikenakan
pajak tidak akan mengurangi tabunganya melainkan akan
dikurangkan dari konsumsinya dan ia akan mengurangi
produktivitas kerjanya. Pajak yang dikenakan pada golongan
penghasilan tinggi akan mengurangi kemampuanya untuk
menabung tetapi tidak mengurangi kemampuan kerjanya.
Pengenaan pajak terhadap keuntungan perusahaan akan
mengurangi kemampuan perusahaan untuk menabung tetapi
pengaruhnya akan dirasakan lebih lunak dari pada kalau individu
yang dikenai pajak.
Kemampuan untuk mengadakan investasi tergantung pada
sumber-suamber dananya. Kemampuan untuk mengadakan
investasi akan berkurang dengan adanya pajak yang mengurangi
kemampuan untuk mengadakan tabungan. Karena tabungan
adalah sumber untuk investasi maka dengan sendirinya
kemampuan untuk mengadakan investasi juga akan berkurang
bila kemampuan untuk manabung berkurang karena adanya
pajak.
b. Pengaruh Pajak terhadap Keinginan untuk Bekerja,
Menabung, dan Berinvestasi
Keinginan (desire) untuk bekerja, menabung, dan
menginvestasi. Hanya pajak mempunyai pengaruh yang bersifat
insentif artinya meningkatkan keinginan untuk bekerja,
14

menabung dan mengadakan investasi si wajib pajak. Seperti


contoh kebijakan yang dilakukan di era pemerintahan Presiden
Joko Widodo yaitu Tax Amnesty. Menurut UU No 11 Tahun
2016 Tentang Pengampunan Pajak, tax amnesty adalah
penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai
sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang
perpajakan, dengan cara mengungkap harta dan membayar uang
tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Pelaksanaan program tax amnesty ini sendiri berlangsung selama
10 bulan mulai dari Juli 2016 hingga April 2017 serentak di
seluruh Indonesia. Keuntungan mengikuti program ini adalah
penghapusan untuk semua pajak terutang baik berupa PPh (Pajak
Penghasilan), PPN, PPnBM, sanksi administrasi (denda) dan
sanksi pidana. Kemudian dengan mengikuti program tax amnesty
maka WP terbebas dari pemeriksaan data atas kekayaan yang
dimiliki.
Perlu ditambahkan di sini bahwa hanya pajak yang
mempunyai sifat dikenakan secara terus-menerus akan
berpengaruh terhadap keinginan untuk bekerja, menabung dan
mengadakan investasi. Pajak yang dikenakan terhadap
penghasilan dan tabungan akan sangat bersifat disinsentif
daripada pajak yang dikenakan terhadap barang-barang yang
dikonsumsi oleh seseorang dikenai pajak yang semakin tinggi
persentasenya (progresif), maka ini akan sangat bersifat
disinsentif. Orang yang bersangkutan akan kurang berkehendak
untuk bekerja giat, karena apabila penghasilannya bertambah
sebagian besar hanya akan dipungut oleh pemerintah dalam
bentuk pajak (Suparmoko, 2016: Hal 216-217). Pengurangan
hasil kerja akibat kenaikan pajak membuat pekerja malas bekerja
dan mengkonsumsi waktu senggangnya (leisure) lebih banyak.
Setiap orang akan bekerja lebih sedikit dalam sistem progresif
15

dibandingkan dengan pajak proporsional, jika jumlah pajak yang


dibayarkan sama menurut Guritno dalam Purwanti (2004).
Menurut Singer (1976), Besarnya disinsentif bekerja karena
dikenakannya pajak penghasilan atas pendapatannya tergantung
dari elastisitas permintaan dan penawaran tenaga kerjanya.
Semakin tinggi elastisitasnya semakin besar pengurangan jam
kerja akibat pengenaan pajak penghasilan. Untuk mengukur
besarnya efek pendapatan terhadap penawaran kerja ternyata
sangat berlainan menurut tipe pekerja, tetapi secara keseluruhan
besarnya dampak pajak terhadap penawaran tenaga kerja tidak
begitu besar .
Jadi dengan kata lain pajak yang bersifat progresif akan
lebih bersifat disinsentif untuk bekerja, menabung, dan investasi
daripada pajak yang sifatnya regresif. Sebaliknya pajak yang
pemungutannya semakin rendah persentasenya apabila
penghasilan yang bersangkutan semakin tinggi akan bersifat
memberikan insentif pada orang yang terkena pajak, karena
dengan semakin tingginya penghasilan yang diperolehnya akan
semakin rendah tingkat pajak yang dibayarnya. Jadi pajak yang
bersifat regresif dalam pemungutannya ini akan bersifat
memberikan insentif untuk bekerja menabung dan mengadakan
investasi. Pajak regresif ini biasanya adalah pajak-pajak tidak
langsung; sehingga pajak tidak langsung bersifat lebih banyak
memberikan insentif untuk bekerja, menabung dan mengadakan
investasi.
Oleh karena itu kalau tujuan suatu perekonomian adalah
untuk menaikkan tingkat produksi yang setinggi mungkin, maka
hendaknya ditempuh pajak tidak langsung sebagai sumber
penerimaan negara, karena pajak yang demikian tidak akan
menghambat jalannya produksi. Sebaliknya kalau tujuan suatu
perekonomian adalah untuk mencapai distribusi penghasilan yang
16

lebih merata, maka sebaiknya ditempuh pajak langsung yang


progresif sebagai sumber utama dari penerimaan negara dan
bukan pajak tidak langsung, karena dalam pajak tidak langsung
terkandung sifat yang tidak mempersempit perbedaan
penghasilan sebab sifat dari pajak itu adalah regresif dalam
pengenaanya.

2.4 Pengaruh Pajak terhadap Ekonomi Makro di Indonesia


Di Indonesia, keberadaan potensi pendapatan dan pengeluaran ini
direncanakan sejak tahun sebelumnya. Perencanaan ini berdasarkan sejumlah
asumsi yang disusun dan dirembug bersama oleh para peneliti dan pegawai
yang sehari-hari menangani perkara pelik itu. Uraian para peneliti dan
pengelola keuangan ini kemudian dituangkan dalam ramuan yang namanya
KEM-PPKF, Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal.
KEM-PPKF adalah dokumen resmi negara yang berisi ulasan mendalam terkait
gambaran dan skenario arah kebijakan ekonomi dan fiskal. KEM menguraikan
perkembangan ekonomi global dan domestik dalam beberapa tahun terakhir
serta perkiraan dan prospek ekonomi domestik dan global ke depan, khususnya
untuk tahun berikutnya. Gambaran ini nantinya akan jadi asumsi dasar ekonomi
makro yang menjadi landasan dalam menyusun pokok-pokok dan arah
kebijakan fiskal ke depan. Sedangkan PPKF menyampaikan arah dan strategi
kebijakan fiskal jangka menengah dan tahunan yang akan ditempuh
Pemerintah. Tujuannya untuk merespon dinamika perekonomian, menjawab
tantangan, mengurai isu-isu strategis, dan mendukung pencapaian sasaran
pembangunan.

KEM-PPKF ini disusun setiap tahun untuk dijadikan panduan


penyusunan anggaran di tahun berikutnya. Ramuan ini setidaknya memuat
antara lain kondisi ekonomi makro dan postur makro fiskal, kebijakan
pembiayaan yang inovatif dan berkelanjutan, program prioritas, serta analisis
risiko fiskal. Rangkaian informasi ini diperlukan agar anggaran yang disusun
menjadi relevan dan tetap fokus pada misi menuju Indonesia berdaulat, maju,
17

adil dan makmur. Hal-hal yang termuat dalam KEM-PPKF ini nantinya akan
jadi pertimbangan dalam penyusunan rancangan belanja untuk tahun
mendatang, RAPBN. RAPBN ini setidaknya akan berisi rincian pendapatan
tahun depan dari mana saja, pengeluarannya apa saja, serta pembiayaan apa
saja yang memungkinkan untuk dilakukan. Rencana ini kemudian akan
dimintakan dibahas dan disetujui bersama rakyat melalui Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR). Berikut ini beberapa uraian kondisi, kebijakan dan dampak
ekonomi makro terhadap pajak yang tertuang dalam KEM-PPKF 2024 :

a. Perkembangan Dinamika Kebijakan Fiskal Khususnya Perpajakan


Dilihat dari kinerja makro fiskal keberhasilan pemerintah dalam meredam
perlambatan ekonomi akibat pandemi tercermin dari kinerja APBN tahun 2022
yang menunjukkan tren positif. Realisasi penerimaan perpajakan yang sempat
turun di tahun 2020, kembali meningkat di tahun 2022 tercermin dari capaian
tax ratio tahun 2022 sebesar 10,99 persen dari PDB yang lebih tinggi
dibandingkan tahun 2019 yang sebesar 9,77 persen dari PDB.

b. Pokok - Pokok Kebijakan Fiskal 2024 dalam Kebijakan Pendapatan


Negara terkait Perpajakan

Melihat sisi perpajakan yang berikatan dengan pendapatan negara, KEM-PPKF


2024 menjelaskan tentang pokok-pokok kebijakan fiskal pada tahun 2024 dalam
bab kebijakan pendapatan negara yang berhubungan dengan pajak yaitu :
18

1. Kebijakan pendapatan negara tahun 2024 diarahkan untuk


mendorong optimalisasi pendapatan negara dengan tetap menjaga
iklim investasi dan kelestarian lingkungan. Arah kebijakan
pendapatan negara tersebut antara lain sebagai berikut: 1) mendorong
efektivitas pelaksanaan reformasi perpajakan (UU HPP); 2) mendorong
sistem perpajakan selaras dengan struktur perekonomian; 3) mendorong
peningkatan tax ratio melalui penggalian potensi peningkatan basis
perpajakan dan kepatuhan wajib pajak; 4) mendorong optimalisasi
pengelolaan aset; dan 5) mendorong inovasi layanan.
2. Tren perkembangan penerimaan perpajakan dalam tahun 2019-
2022 menunjukkan kinerja yang meningkat. Tren peningkatan
terjadi terutama sejak pemulihan ekonomi dari dampak pandemi Covid-
19 di tahun 2021. Perkembangan realisasi penerimaan perpajakan kurun
waktu 2019-2022 diawali dengan kinerja penerimaan yang melambat
pada tahun 2019 dan terkontraksi di tahun 2020. Selanjutnya pada tahun
2021 dan 2022 kinerja perpajakan kembali meningkat secara signifikan
seiring perbaikan kondisi ekonomi setelah pandemi. Brikut merupakan
grafik trennya :

3. Pencapaian target penerimaan perpajakan tahun 2024


diperkirakan akan menghadapi beberapa tantangan. Setelah
pencapaian tahun 2022 yang menunjukkan kinerja sangat baik dan
19

diproyeksikan masih berlanjut hingga tahun 2023, pada tahun 2024


beberapa tantangan utama yang perlu mendapat perhatian yaitu: (i)
risiko masih berlanjutnya pelambatan ekonomi global dan volatilitas
harga komoditas utama; (ii) perubahan struktur perekonomian yang
mengarah pada digitalisasi, industrialisasi, serta ekonomi hijau; (iii)
pemenuhan target penerimaan untuk mendukung agenda pembangunan,
termasuk beberapa isu strategis seperti pemindahan IKN, pelaksanaan
pemilu dan perubahan iklim; serta (iv) keberlanjutan pelaksanaan
reformasi perpajakan.
4. Kebijakan umum perpajakan tahun 2024 diarahkan untuk
mendukung proses transformasi ekonomi agar terus berjalan di
tengah berbagai tantangan. Berdasarkan hal tersebut, kebijakan
umum perpajakan tahun 2024 adalah: (i) mendorong tingkat
kepatuhan dan integrasi teknologi dalam sistem perpajakan; (ii)
memperluas basis perpajakan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi;
(iii) memperkuat sinergi melalui joint program, pemanfaatan data, dan
penegakan hukum; (iv) menjaga efektivitas implementasi UU HPP
untuk mendorong peningkatan rasio perpajakan; serta (v) insentif
perpajakan yang semakin terarah dan terukur guna mendukung iklim
dan daya saing usaha, serta transformasi ekonomi yang bernilai tambah
tinggi.
5. Kebijakan teknis pajak serta kepabeanan dan cukai disusun untuk
mendukung kebijakan umum perpajakan tahun 2024. Kebijakan
teknis pajak diupayakan mampu mendukung reformasi struktural untuk
mengakselerasi transformasi ekonomi. Berdasarkan hal tersebut,
dukungan kebijakan teknis pajak 2024 terhadap kebijakan umum
perpajakan diarahkan melalui:
a. Optimalisasi perluasan basis pemajakan sebagai tindak lanjut
UU HPP;
20

b. Penguatan kegiatan ekstensifikasi pajak dan pengawasan


berbasis kewilayahan dalam rangka menjangkau seluruh potensi
di tiap wilayah;
c. Fokus kegiatan perencanaan penerimaan yang lebih terarah dan
terukur melalui implementasi penyusunan Daftar Sasaran
Prioritas Pengamanan Penerimaan Pajak (DSP4); prioritas
pengawasan atas WP High Wealth Individual (HWI) beserta WP
Group, transaksi afiliasi, dan ekonomi digital;
d. Optimalisasi implementasi core tax system dengan menekankan
pada perbaikan layanan perpajakan, pengelolaan data yang
berbasis risiko, dan tindak lanjut kegiatan interoperabilitas data
pihak ketiga;
e. Kegiatan penegakan hukum yang berkeadilan melalui
optimalisasi pengungkapan ketidakbenaran perbuatan dan
pemanfaatan kegiatan digital forensics, dan
f. Pemberian insentif pajak yang terarah dan terukur dalam rangka
mendorong pertumbuhan sektor tertentu dan memberikan
kemudahan investasi.

c. Dampak Perubahan Ekonomi Makro terhadap Penerimaan


Perpajakan

Dalam KEM-PPKF 2024, dijelaskan mengenai dampak perubahan


ekonomi makro terhadap penerimaan perpajakan sebagai berikut :

1. Prospek penerimaan perpajakan diperkirakan membaik di tahun


2024 seiring dengan membaiknya perekonomian, namun masih
terdapat risiko akibat ketidakpastian ekonomi global. Pertumbuhan
ekonomi global tahun 2024 diperkirakan kembali mengalami rebound
dan lebih baik dibandingkan tahun 2023. Namun, ketidakpastian dari
tensi geopolitik yang terjadi masih menjadi ancaman terhadap
perekonomian global. Tantangan jangka menengah-panjang juga tinggi,
21

baik dari global geopolitical power shift maupun dari kebijakan


pengendalian emisi karbon. Sebagai contoh, implementasi CBAM di
Uni Eropa yang menerapkan bea masuk tambahan dapat berdampak
negatif pada kinerja ekspor industri/sektor tertentu antara lain semen,
aluminium, besi baja, dan kimia dari negara berkembang, termasuk
Indonesia. Hal ini akan berimbas pada penerimaan perpajakan yang
berasal dari industri/sektor tersebut.
2. Terdapat tantangan pemungutan pajak akibat transisi ekonomi.
Pertumbuhan sektor manufaktur yang diikuti oleh peningkatan
pertumbuhan sektor barang dan jasa informal, dan tren shifting
konsumsi berbasis digital juga terus berlanjut. Praktik perdagangan
secara digital di satu sisi berdampak positif terhadap efisiensi
perekonomian, tetapi di sisi lain dapat menyebabkan peningkatan
shadow economy. Dengan kondisi sistem administrasi perpajakan saat
ini, terdapat risiko kehilangan basis pajak tax base) khususnya PPN dan
PPh badan.
3. Fluktuasi harga dan permintaan atas komoditas menjadi sumber
risiko lain yang perlu diantisipasi. Pada tahun 2021 dan 2022,
commodity boom merupakan faktor penentu dalam keberhasilan
capaian penerimaan perpajakan. Tingginya harga komoditas-
komoditas unggulan Indonesia seperti sawit, batu bara, tembaga, migas,
dan lainnya berkontribusi terhadap Pajak Migas, PPh Badan, PPN,
maupun Bea Keluar. Di samping itu, program hilirisasi nikel dan
komoditas lainnya diharapkan memberikan multiplier terhadap PDB
yang lebih besar saat harganya tinggi dan juga nilai tambah dalam
negeri lebih besar. Namun demikian, di tahun 2024 harga komoditas
diperkirakan mengalami moderasi meskipun volatilitasnya masih tinggi
yang akan berdampak pada penerimaan pajak. Pemerintah perlu
memerhatikan dinamika konflik perdagangan beberapa negara yang
dapat memengaruhi harga komoditas global. Terdapat risiko jangka
panjang penurunan permintaan global dari beberapa komoditas
22

unggulan Indonesia. Penurunan tersebut terjadi secara perlahan (low


velocity) dengan kemungkinan likelihood) yang tinggi. Kebijakan
efisiensi penggunaan energi fosil di berbagai negara serta shifting ke
sumber energi hijau berpotensi menurunkan permintaan minyak bumi.
4. Pemerintah perlu menyiapkan langkah-langkah dalam
menghadapi tekanan pada penerimaan pajak khususnya PPh
Migas, PPh Badan dan PPN. Kondisi perekonomian global dan
domestik di tahun 2023 yang bergerak secara dinamis perlu terus
dipantau dan dianalisis untuk memperkuat dasar kebijakan di tahun
2024. Reformasi perpajakan dilanjutkan dan terus diperkuat. Tren
shifting konsumsi berbasis digital yang semakin kuat sejak tahun 2023
dan berpotensi berlanjut di tahun 2024 perlu dimanfaatkan dalam
optimalisasi penerimaan pajak digital. Perkembangan sektor jasa perlu
diikuti dengan upaya merangkul sektor informal agar dapat masuk ke
sistem perpajakan sehingga risiko kehilangan basis paja (tax base)
akibat transisi ekonomi.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan analisis di atas, maka kesimpulan dalam
makalah ini ialah sebagai berikut.
1. Pajak merupakan salah satu pendapatan nasional. Pajak adalah
konstribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ekonomi makro
adalah ilmu yang mempelajari tentang ekonomi, baik jangka pendek
maupun jangka panjang meliputi stabilitas dan pertumbuhan
perekonomian sebuah negara. Ekonomi makro sendiri menjelaskan
perubahan ekonomi yang mempengaruhi banyak masyarakat,
perusahaan, dan pasar. Dalam ekonomi makro dikenal adanya kebijakan
fiskal yang didalamnya mengatur tentang perpajakan.
2. Pajak mempengaruhi komposisi produksi dalam hal distribusi
pendapatan, dan struktur pajak terhadap keinginan untuk bekerja
3. Pajak mempengaruhi produksi total dalam hal kemampuan untuk
bekerja, menabung, dan berinvestasi, serta kemauan untuk bekerja,
menabung, dan berinvestasi.
4. Pengaruh Pajak terhadap Ekonomi Makro di Indonesia tertuang dalam
dokumen PEM-PPKF tentang apasaja yang akan dijadikan kebijakan
fiscal tahun mendatang.
24

3.2. Saran
Dari pembahasan di atas, saran yang dapat disampaikan oleh penulis yaitu,
a. Saran Teoritis
Penulis menyarankan bagi pembaca untuk lebih kritis dalam
memahami materi yang disediakan, dan mencari referensi lain seperti
buku, jurnal atau bahan bacaan serta berita, video maupun informasi-
informasi lain untuk menjadi pertimbangan dan perbandingan agar hasil
analisis dapat lebih baik dan benar.
b. Saran Praktis
Penulis menyarankan bagi pembaca yang akan menjalankan
(praktik) teori-teori di pembahasan untuk mempertimbangkan segala
kebijakan yang akan dikeluarkan dengan matang. Perekonomian makro
mencakup kehidupan bernegara yang luas, dan meliputi hidup orang
banyak, maka dari itu dampak yang akan terjadi harus dipikirkan serta
harus ada rencana yang akan diambil untuk mengatasi dampak tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Kebijakan Fiskal. KEM-PPKF.


https://fiskal.kemenkeu.go.id/fiskalpedia/2021/05/21/201054032034922-
kem-ppkf
Banga, Wempy. 2017. Administrasi Keuangan Negara dan Daerah: Konsep,
Teori, dan
Damayanti, Sari Minjari. 2014. Analisis Pengaruh Variabel-variabel
Makroekonomi terhadap Tingkat Pengembalian di Pasar Modal
Periode 2000-2011 dengan
Fenomena di Era Otonomi Daerah. Bogor: Ghalia Indonesia.
Hindriks, Jean and Gareth D. Myles. 2004. Intermediate Public Economics. L
Mangkusubroto, Guritno. 1997. Ekonomi Publik. Yogyakarta : BPFE.
Myles, Gareth. 1995. Public Economics. New York : Cambridge University
Press.

Kementerian Keuangan. Kemenkeupedia: KEM PPKF.


https://kemenkeupedia.kemenkeu.go.id/search/konten/11304-kerangka-
ekonomi-makro-dan-pokok-pokok-kebijakan-fiskal-kem-ppkf
Kurnianto, dkk. 2017. “Pengaruh Pajak terhadap Perekonomian”. (Online),
(https://sunflovender.wordpress.com/2018/05/28/makalah-pengaruh-pajak-
terhadap-
Mangkusubroto, Guritno. 1997. Ekonomi Publik. Yogyakarta : BPFE.
Membandingkan Hasil Estimasi OLS, GLS, dan MLE. (Online).
(http://journal.binus.ac.id/index.php/BBR/article/download/1215/1083, )
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 Tahun 2008 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. 2008. Jakarta.
perekonomian/,
Purwanti, Evi Yulia. 2004. Disinsentif Bekerja Karena Pajak Penghasilan?
Jurnal Dinamika Pembangunan (JDP). Jurnal Fakultas Ekonomi dan
Bisnis. Universitas Diponegoro.

Suparmoko, M. 2016. Keuangan Negara dalam Teori dan Praktik


Edisi Keenam. Yogyakarta: BPFE.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Perubahan Ketiga
atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan. 2007. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai