Paper Kelompok 4 Pajak Dan Ekonomi Makro
Paper Kelompok 4 Pajak Dan Ekonomi Makro
Paper Kelompok 4 Pajak Dan Ekonomi Makro
DISUSUN OLEH :
DOSEN PENGASUH :
Penulisan karya tulis ini bertujuan untuk memaparkan pengaruh pajak terhadap
parekonomian makro di Indonesia. Adapun yang menjadi latar belakang penulisan ini yaitu
karena pajak merupakan hal yang penting untuk menjalankan perekonomian suatu negara,
dan ekonomi makro mencakup kehidupan bernegara dan berbangsa yang luas, dan meliputi
hidup orang banyak. Sistem perpajakan yang terbaik dipandang dari sudut pandangan ilmu
ekonomi adalah sistem perpajakan yang memiliki pengaruh-pengaruh ekonomi yang paling
baik atau setidak-tidaknya memberikan pengaruh yang paling minimum. Oleh sebab itu,
makalah ini membahas permasalahan tersebut dalam makalah ini. Penulisan ini dianalisis
dengan merujuk pada beberapa sumber dengan metode analisis deskriptif dan kajian
pustaka. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan jawaban pengaruh pajak terhadap
perekonomian makro. Pajak sebagai wujud dari kebijakan pemerintah dalam bentuk
kebijakan fiskal tentu akan berdampak dan berpengaruh terhadap jalannya perekonomian
makro suatu negara. Pengaruh pajak terhadap perekonomian ini dapat dibedakan menjadi
pengaruh pajak terhadap produksi total dan komposisi produksi. Pajak memepengaruhi
produksi total dalam hal kemampuan dan kemauan untuk bekerja, menabung, dan
berinvestasi. Pajak juga mempengaruhi komposisi produksi dalam hal distribusi
pendapatan, dan keinginan untuk bekerja. Ada baiknya pembaca untuk mencari referensi
lain sebagai bahan pertimbangan dalam menganalisis permasalahan ini, dan pemerintah
selaku kendali untuk mempertimbangkan segala kebijakan yang mempengaruhi hajat hidup
orang banyak.
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut Rochmat Soemitro, Pajak adalah iuran wajib kepada kas negara yang
berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik yang langsung
dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Peran pajak sangat
besar dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara, termasuk di negara Indonesia yang
sedang berkembang. Indonesia menggunakan pajak sebagai salah satu pendapatan utama
Ada beberapa persoalan mendasar yang terkait dengan mempengaruhi pajak dalam
perekonomian. Dalam hal tersebut akan dibahas melalui pengaruh pajak terhadap
kemampuan dan keinginan untuk melakukan pekerjaan, menabung, dan kemampuan serta
keinginan untuk melakukan investasi. Apabila tabungan yang tersedia lebih besar daripada
investasi yang dilakukan maka akan terjadi suatu keadaan yang disebut dengan deflasi,
sedangkan pada saat terjadi tabungan yang ada dalam masyarakat itu lebih kecil dari
investasi maka akan terjadi inflasi. Melalui kebijaksanaan dalam perpajakan keadaan
inflasi maupun keadaan deflasi dapat dikurangi. Sistem perpajakan yang terbaik dipandang
dari sudut pandangan ilmu ekonomi adalah sistem perpajakan yang memiliki pengaruh-
pengaruh ekonomi yang paling baik atau setidak-tidaknya memberikan pengaruh yang
paling minimum.
Dalam perannya pemerintah dibekali dua kebijakan ekonomi makro yang terwujud
dalam dua instrument utama, yaitu kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kebijakan
tujuan tersebut. Kebijakan fiskal didefinisikan sebagai alat dalam kebijakan ekonomi
makro yang mencari pengaruh dari tingkat aktivitas ekonomi melalui kendali belanja
pemerintah dan perpajakan. Definisi tersebut, dapat kita lihat bahwa kebijakan pemerintah di
bidang perpajakan merupakan bagian dari kebijakan fiskal yang pada akhirnya akan
pemerintah terhadap perekonomian makro suatu negara. Seyogyanya setiap kebijakan yang
dilakukan pasti akan berdampak pada kehidupan bernegara, baik positif maupun negatif.
Maka dari itu penulis membuat makalah dengan judul “Analisis Pengaruh Pajak dan
Adapun tujuan penulisan ini yaitu, untuk menjawab segala sesuatu yang menjadi
PEMBAHASAN
Pajak adalah konstribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
1
kemakmuran rakyat. Pajak sering kali disebut sebagai “Iuran Rakyat”. Pajak dengan
istilah iuran rakyat atau iuran wajib bukan sebagai paksaan yang dipungut dari pihak wajib
pajak atau pengusaha dan rakyat lainnya oleh pemerintah, tetapi pembayaran pajak
merupakan kewajiban dan penuh kesadaran sebagai warga negara. Undang-undang Nomor
6 Tahun 1983 yang kemudian telah diubah terkahir dengan UU Nomor 28 tahun 2007
tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan menyatakan bahwa setiap wajib pajak
mempunyai hak dan kewajiban dalam bidang perpajakan. Di samping itu, pemerintah juga
Dari pengertian pajak yang telah dijelaskan tadi, dapat kita simpulkan bahwa
terdapat beberapa unsur yang melekat dalam pengertian pajak tersebut, yaitu:
umum.
1Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007
Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
5. Pembayar pajak tidak mendapat imbalan yang langsung dapat dirasakan,
adalah UUD 1945 pasal 23 ayat (2) yang menyatakan bahwa segala pungutan pajak harus
berdasarkan undang-undang.
Pajak merupakan konstribusi wajib setiap warga negara. Bila dikaitkan dengan
makroekonomi, maka peran pajak adalah sebagai sumber dana. Untuk dapat menjalankan
fungi-fungsi itu, pemerintah membutuhkan biaya, dari sini pajak memiliki peran penting
dalam memenuhi pembiayan pemerintah. Menurut Budiono (2001), ekonomi makro adalah
ilmu yang mempelajari tentang ekonomi, baik jangka pendek maupun jangka panjang
meliputi stabilitas dan pertumbuhan perekonomian sebuah negara. Ekonomi makro sendiri
pasar (contoh: pengangguran). Bila dikaitkan dengan pajak, ekonomi makro mempunyai
salah satu ciri khas yakni kegiatan mempelajari sebab dan akibat dari fluktuasi penerimaan
negara jangka pendek atau siklus bisnis, dan kegiatan untuk mempelajari faktor penentu
dari pertumbuhan ekonomi jangka panjang atau peningkatan pendapatan nasional. Pajak
produksi sebagai keseluruhan dan komposisi produksi. Pengaruh pajak terhadap produksi
dan investasi. Kemudian lebih jauh lagi kita melihat pengaruh-pengaruh pajak terhadap
kerja, tabungan dan investasi melalui kemampuan dan keinginan; yaitu kemampuan dan
Apa yang kita inginkan adalah perekonomian pada kesempatan kerja penuh (full
employment) tanpa inflasi maupun deflasi. Gambar 2.1 menunjukkan hubungan antara
tingkat penghasilan nasional (Y) dengan tingkat konsumsi (C) dan tingkat investasi (I).
Pada tingkat penghasilan nasional sebesar OY, perekonomian dalam keadaan seimbang,
tidak ada inflasi maupun deflasi. Pada tingkat penghasilan nasional ini perekonomian
dalam keadaan kesempatan kerja penuh (full employment), maka terdapat suatu
inflationary gap, karena pada tingkat penghasilan itu, investasi (GF) lebih besar daripada
tabungan (AG) sebesar AF yaitu sebesar inflationary gap-nya. Dengan demikian maka
harga-harga akan cenderung untuk naik terus sampai tidak ada lagi perbedaan antara
Gambar 2.1
Tujuan kita adalah mencapai penghasilan nasional pada tingkat keseimbangan dan
dipertahankan, permintaan agregat harus mampu dinaikkan atau dengan kata lain kurva
C+I pada Gambar 2.1 harus digeser ke atas sampai memotong titik D. Tetapi jika
seandainya tingkat penghasilan nasional pada tingkat full-employment itu berada pada
tingkat OY, maka kalau full-employment income ingin dicapai tanpa adanya inflasi dan
deflasi, permintaan agregat harus dikurangi atau dengan kata lain kurva C + I harus digeser
ke bawah sampai memotong titik A. Hal ini dapat ditempuh oleh pemerintah dengan cara
Berinvestasi
dikenai pajak yang dapat mengurangi efisiensi kerjanya. Oleh karena itu suatu pajak
yang dikenakan kepada golongan yang mempunyai tingkat penghasialan yang rendah
dalam suatu masyarakat hanya akan menurunkan efisiensi baik bagi golongan orang
dewasa maupun anak-anak pada masa yang akan datang. Pendapat ini dapat
diterapkan pada pajak langsung yang dikenakan pada golongan yang pengahsilanya
rendah sehingga akan mengurangi tingkat penghasilanya. Juga dapat pula diterapkan
pada pajak tidak langsung yang dikenakan pada barang-barang kebutuhan sehari-hari.
Suatu masalah yang perlu diperhatikan ialah bagaimana cara menentukan suatu
batasan sehingga dapat diketahui bahwa pajak yang dikenakan akan dapat
pajak yang dikenakan pada wajib pajak. Orang yang terkena pajak pendapatan
nya (mps) dikalikan dengan besarnya pajak yang dikenakan. Bagi orang-orang yang
untuk menabung, karena memang biasanya mereka sudah tidak mempunyai tabungan
wlaupun belum dikenakan pajak. Sehingga kalau ia dikenakan pajak tidak akan
pengaruhnya akan dirasakan lebih lunak dari pada kalau individu yang dikenai pajak.
Berinvestasi
kebijakan yang dilakukan di era pemerintahan Presiden Joko Widodo yaitu Tax
mengungkap harta dan membayar uang tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini. Pelaksanaan program tax amnesty ini sendiri berlangsung selama 10
bulan mulai dari Juli 2016 hingga April 2017 serentak di seluruh Indonesia.
Keuntungan mengikuti program ini adalah penghapusan untuk semua pajak terutang
baik berupa PPh (Pajak Penghasilan), PPN, PPnBM, sanksi administrasi (denda) dan
sanksi pidana. Kemudian dengan mengikuti program tax amnesty maka WP terbebas
Perlu ditambahkan di sini bahwa hanya pajak yang mempunyai sifat dikenakan
dan mengadakan investasi. Sebagai contoh adalah pajak penghasilan dan pajak bumi
dan bangunan.
Bagi sebagian besar orang, pajak bukan menimbulkan suatu disinsentif untuk
bekerja, melainkan justru sebaliknya dapat menimbulkan suatu insentif untuk bekerja
sehingga menyebabkan mereka lebih giat bekerja daripada kalau tidak ada pajak.
Segala hal yang dibahas di atas adalah bagi pajak-pajak pada umumnya. Tetapi
tidak selalu benar bahwa setiap kenaikan pajak bagi suatu jenis pajak tertentu akan
memberikan suatu insentif atau disinsentif untuk bekerja lebih giat. Dan tidak selalu
setiap ada kenaikan pajak bagi suatu jenis pajak tertentu akan menimbulkan suatu
bahwa perubahan tingkat pajak dalam jumlah yang kecil akan memiliki pengaruh
yang berbeda dengan adanya perubahan tingkat pajak dalam jumlah yang cukup
besar. Namun, pada umumnya perubahan jumlah pajak yang sedikit atau kecil akan
mempunyai pengaruh yang tidak berarti terhadap insentif untuk menabung dan
berinvestasi.
2) Pajak-pajak Khusus
yang besar atau tidak tergantung sebagian pada sifat pajak itu sendiri dan sebagian
lainnya tergantung pada reaksi wajib pajak terhadap perubahan pajak tersebut.
Gambar 2.2
Reaksi dari wajib pajak dapat diterangkan dengan menggunakan Gambar 2.2
menunjukkan banyaknya waktu untuk santai dan untuk berusaha atau bekerja.
Dengan anggapan bahwa seorang wajib pajak punya waktu 24 jam per hari, maka
memilih untuk bekerja penuh selama 24 jam tanpa istirahat maka ia akan dapat
penghasilan setinggi OP. Jadi OP/OS adalah tingginya tingkat upah per jam.
sebesar nol dan santai sebanyak OS0 jam (24 jam). Pada titik Q 1 yaitu persinggungan
antara garis upah PS dengan kurva tak acuh 1 berarti bahwa wajib pajak bersantai
sebanyak OS1, jam dan bekerja selama S1S0 jam kerja dengan mendapatkan upah
sebanyak OP1.
dengan menurunkan tingginya tingkat upah per jam, sehingga akan mempunyai
poros pada titik S0 menjadi garis upah RS0. Dengan garis upah RS0 ternyata kurva
tak acuh 2 menyinggung titik Q2. Persinggungan pada titik Q2 ini berarti bahwa
wajib pajak mengurangi waktu santainya dan bekerja lebih lama yaitu dari S 1S0 jam
kerja menjadi S2S0 jam kerja. Atau waktu santainya berkurang dengan S 1S2 jam
kerja. Dari gambar itu ternyata penghasilannya turun dari OP 1 sebelum adanya pajak
menjadi OP2 setelah adanya pajak. Ini berarti bahwa dengan adanya pajak justru
mendorong wajib pajak untuk bekerja lebih keras walaupun jumlah pendapatannya
berkurang.
wajib pajak untuk bekerja lebih giat. Dapat pula pengenaan pajak itu ngeurangi
keinginan wajib pajak untuk bekerja seperti yang dilukiskan oleh Gambar 2.3.
Gambar 2.3
hubungannya dengan keinginan untuk bekerja tidak selalu positif atau tidak selalu
negatif.
Dari uraian di atas kita tahu bahwa apabila penawaran usaha dalam
hubungannya dengan pendapatan itu elastis dan positif sifatnya dengan adanya pajak,
maka akibat selanjutnya akan mengurangi kegiatan orang untuk bekerja dan
menabung; sehingga ini bersifat disinsentif. Keadaan ini tampak dapat dibenarkan
dan dapat diterapkan pada golongan orang yang bependapatan tinggi dan kelihatan
bahwa hubungan antara pendapatan dan usaha itu bersifat positif. Turunnya
mempunyai hubungan yang negatif, maka dengan dikenakannya pajak justru akan
3) Pajak Netral
secara khusus terhadap keinginan untuk bekerja dan menabung. Bagaimana bentuk
usaha dalam hubungannya dengan pendapatan. Ada beberapa macam pajak yang
sifatnya netral, artinya dengan adanyapajak tersebut tidak memberikan pengaruh apa-
Sebagai misal untuk pajak yang netral itu adalah pajak terhadap keuntungan
yang tidak diharapkan (windfall profit). Dengan sendirinya wajib pajak juga tidak
mempunyai harapan untuk dikenai pajak sebelum adanya keuntungan tersebut. Oleh
karena itu hal ini juga tidak akan mempengaruhi semangat untuk bekerja maupun
untuk menabung karena seperti telah disinggung di depan bahwa pajak yang
pajak yang sifatnya dikenakan terus-menerus. Contoh lain ialah dalam masa inflasi
tahan lama, seperti tanah dan bangunan sehingga pajak terhadap tanah seperti PBB
tidak akan mempengaruhi keinginan untuk bekerja, menabung maupun mengadakan
investasi.
Gambar 2.4
monopolist tidak akan menyebabkan monopolist tersebut mau bekerja lebih giat
ataupun sebaliknya dalam arti tidaak mengubah jumlah barang yang dihasilkan.
Tetapi apabila pajak itu bersifat spesifik, maka pajak ini akan mempengaruhi
keinginan untuk bekerja maupun untuk menabung. Pajak yang sifatnya spesifik
dihasilkan. Akibatnya dengan adanya pajak tersebut jumlah barang yag dihasilkan
monopolist sebagai wajib pajak akan berkurang minatnya untuk bekerja, mungkin
menyebabkan jumlah barang yang dihasilkan oleh monopolist bertambah. Dalam hal
yang demikian akan berarti bahwa pajak itu menyebabkan monopolist untuk sudi
bekerja lebih giat dan menabung lebih banyak. Kita ambil contoh dimana pemerintah
menentukan besarnya harga maksimum dari barang yang dihasilkan oleh seseorang
monopolist.
Keadaan seperti ini sesungguhnya sama halnya dengan adanya pungutan pajak
yang dikenakan kepada seseorang monopolist. Sebenarnya kalau tidak ada penentuan
harga oleh pemerintah ia akan dapat menjual barangnya dengan harga yang lebih
harga maksimum dari pemerintah itu seolah-olah seorang monopolist dikenai pajak
keuntungan per unit barang yang dihasilkannya. Jadi sifatnya hampir seperti pajak
barang dengan semaunya sendiri, sedangkan kalau dalam pajak lump-sump, seorang
Gambar 2.5
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan adanya penentuan harga
Sebelum kita membahas pajak yang bersifat disinsentif itu yang seperti apa,
penulis akan membahas apa itu disinsentif terlebih dahulu. Disinsentif merupakan
kebalikan dari insentif. Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu
2
peraturan pemerintah ini. Pengenaan pajak merupakan salah satu disinsentif dari
barang-barang tertentu hanya akan sedikit bersifat disinsentif apabila hanya sebagian
kecil saja dari tambahan penghasilan itu yang dikonsumsikan terhadap barang
terhadap konsumsi beras misalnya, dikenakan pajak yang cukup tinggi: maka hal ini
tidak akan menyebabkan orang yang mengkonsumsi beras menjadi sangat kurang
berminat untuk bekerja. Di samping itu konsumen akan berusaha untuk mengganti
barang tersebut dengan barang lain apabila pajak tersebut benar-benar dirasa berat.
mengambil sebagian besar dari penghasilan konsumen, maka hal ini akan
menyebabkan adanya suatu disinsentif. Contohnya adalah pajak yang dikenakan pada
minuman keras dan sebagainya. Dengan kata lain, ia kurang berminat untuk
2 Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional Pasal 115 Ayat 3
bekerja karena konsumsinya terhadap barang-barang mewah terhalang sedangkan
konsumsi kebutuhan sehari-hari telah terpenuhi. Jadi pajak yang demikian yaitu yang
Begitu pula, pajak yang dikenakan terhadap penghasilan dan tabungan akan
yang dikonsumsi oleh seseorang dikenai pajak yang semakin tinggi persentasenya
3
(progresif), maka ini akan sangat bersifat disinsentif. Orang yang bersangkutan akan
4
sebagian besar hanya akan dipungut oleh pemerintah dalam bentuk pajak.
Pengurangan hasil kerja akibat kenaikan pajak membuat pekerja malas bekerja dan
mengkonsumsi waktu senggangnya (leisure) lebih banyak. Setiap orang akan bekerja
lebih sedikit dalam sistem progresif dibandingkan dengan pajak proporsional, jika
5
jumlah pajak yang dibayarkan sama.
6
kerjanya. Semakin tinggi elastisitasnya semakin besar pengurangan jam kerja akibat
penawaran kerja ternyata sangat berlainan menurut tipe pekerja, tetapi secara
keseluruhan besarnya dampak pajak terhadap penawaran tenaga kerja tidak begitu
7
besar.
disinsentif untuk bekerja, menabung, dan investasi daripada pajak yang sifatnya
insentif pada orang yang terkena pajak, karena dengan semakin tingginya
penghasilan yang diperolehnya akan semakin rendah tingkat pajak yang dibayarnya.
Jadi pajak yang bersifat regresif dalam pemungutannya ini akan bersifat memberikan
insentif untuk bekerja menabung dan mengadakan investasi. Pajak regresif ini
biasanya adalah pajak-pajak tidak langsung; sehingga pajak tidak langsung bersifat
investasi.
Oleh karena itu kalau tujuan suatu perekonomian adalah untuk menaikkan
tingkat produksi yang setinggi mungkin, maka hendaknya ditempuh pajak tidak
langsung sebagai sumber penerimaan negara, karena pajak yang demikian tidak akan
untuk mencapai distribusi penghasilan yang lebih merata, maka sebaiknya ditempuh
pajak langsung yang progresif sebagai sumber utama dari penerimaan negara dan
bukan pajak tidak langsung, karena dalam pajak tidak langsung terkandung sifat
yang tidak mempersempit perbedaan penghasilan sebab sifat dari pajak itu adalah
8
regresif dalam pengenaanya.
produksi, maksudnya : pajak yang dimaksudkan untuk sebanyak mungkin dapat menggeser
tidak efisien. Penggunaan yang seharusnya dapat manghasilkan produksi yang maksimum
menuju ke arah penggunaan yang menghasilkan produksi yang lebih sedikit pajak yang
keuntungan yang tidak diharapkan, peningkatan nilai tanah, dan juga pajak yang dikenakan
kepada monopolist yang ternyata tidak mengakibatkan diubahnya jumlah dan harga barang
Oleh karenanya sering disarankan dalam teori bahwa kalau elastisitas permintaan
akan barang yang dihasilkan oleh suatu kegiatan yang itu tinggi, maka sebaiknya
dikenakan pajak yang paling ringan. Sedangkan kalau elastisitas permintaan akan barang
yang dihasilkan oleh suatu kegiatan itu rendah, maka sebaiknya pajak yang dikenakan
lebih berat. Ini semua dimaksudkan agar pengaruh dari pajak yang dikenakan itu tidak
banyak berbeda satu sama lain terhadap penggunaan faktor-faktor produksi yang ada.
faktor produksi dari penggunaan yang satu kepada penggunaan yang lain yang lebih
efisien. Contohnya, pajak yang dikenakan pada minuman keras dan barang-barang mewah.
Diharapkan bahwa akibat dari pengenaan pajak itu akan mengurangi konsumsi masyarakat
akan minuman keras dan akan menurunkan konsumsi barang-barang mewah sehingga akan
mewah atau sektor impor barang mewah ke sektor produksi sektor-sektor produksi barang-
9
barang esensial atau impor barang-barang esensial.
Penggeseran faktor produksi dari kegiatan ekonomi satu ke sektor kegiatan ekonomi
yang lain atau dari daerah yang satu ke daerah lain akibat pajak. Sebagai contoh pada pajak
9Evi Yulia Purwanti, Disinsentif Bekerja Karena Pajak Penghasilan? Jurnal Dinamika Pembangunan (JDP),
hal. 218-220.
dikenakan pada kekayaan penduduk yang tinggal di kota besar, sedangkan bagi penduduk
yang tinggal di kota-kota kecil tidak dikenai pajak. Akibat dari hal ini ialah bahwa ada
kecenderungan bagi penduduk di kota-kota besar untuk pindah tempat tinggal dari kota-
kota besar tersebut ke kota-kota yang Iebih kecil. Juga kalau misalkan ada pajak yang
dikenakan pada industri-industri yang akan didirikan di kota-kota besar, sedangkan untuk
industri-industri yang didirikan di kota kecil tidak dikenai pajak, ini dimaksudkan untuk
perpindahan faktor produksi dari kota besar ke kota kecil karena adanya pajak yang
distribusi/pemerataan dikorbankan. Alasan yang diberikan oleh teori ini ialah bahwa
dengan distribusi pendapatan yang tidak merata berarti ada golongan yang kaya dan
ada golongan yang miskin dalam suatu perekonomian. Teori ekonomi makro tersebut
dapat diketahui bahwa dengan semakin tinggi tingkat pendapatan semakin rendah
diharapkan bahwa kelompok kaya inilah yang sanggup membentuk tabungan dan
yang lebih merata, maka akan berarti menurunkan tingkat tabungan nasional yang
pendapatan per kapita disertai dengan pemerataan (distribusi) pendapatan hasil dari
pembangunan itu. Kemudian pada umumnya dapat diterima bahwa pajak yang dapat
mengurangi ketidakmerataan penghasilan dalam perekonomian adalah baik dilihat
perbedaan penghasilan yang terdapat dalam perekonomian tersebut. Jadi kalau kita
tajam. Pada sistem perpajakan yang mengikuti prinsip minumum aggregate sacrifice,
penghasilan minimum tidak kena pajak atau bebas dari pajak. Tetapi kalau kita lihat
dari segi produksi, maka pajak yang progresif itu akan cenderung untuk menghambat
tinggi dan tentunya akan mempengaruhi keinginan untuk bekerja, menabung dan
mengadakan investasi. Jadi tampak ada suatu konflik antara tujuan distribusi
Sebagai contoh dari pajak yang regresif ialah pajak kepala (poll tax). Jika
sama maka pajak ini bersifat regresif. Semakin regresif suatu pajak akan semakin
bersifat regresif karena semakin tinggi tingkat penghasilan seseomng akan semakin
kecil bagian dari panghasilan yang dibelanjakan untuk bahan makanan tersebut.
Masih banyak contoh-contoh lain lagi seperti misalnya cukai tembakau, cukai
Pajak progresif adalah pajak yang dikenakan dengan persentase yang semakin
tinggi dengan semakin tingginya taxable capacity. Jadi rata-rata tingkat pajak akan
meningkatkan untuk setiap dasar pajak. Jika pajak progresif dikenakan pada
pendapatan kerja maka tenaga kerja tersebut akan berkurang keinginannya untuk
bekerja. Tenaga kerja yang bersangkutan akan kurang berkehendak untuk bekerja
giat, sebab apabila penghasilannya bertambah, maka sebagian besar hanya akan
dipungut oleh pemerintah saja. Jadi pajak progresif akan mengurangi insentif kerja.
Sedangkan pajak regresif merupakan pajak dengan perkembangan yang kurang dari
taxable capacity, persentase pajak yang harus dibayar menjadi semakin kecil atau
average tax rate menurun pada setiap peningkatan tax base. Pajak regresif ini akan
diperoleh, maka pajak yang harus dibayarnya semakin rendah persentasenya. Para
pekerja akan bekerja lebih giat agar memperoleh penghasilan yang lebih besar, dan
dengan demikian pajak yang harus dibayarnya menjadi semakin kecil persentasenya.
Beberapa akibat yang timbul dari adanya pajak penghasilan, dapat dilihat
sebagai berikut:
produksi. Misalnya pekerja dapat bekerja sampai 40 jam per minggu, tetapi karena
lain. Dengan begitu terdapat peningkatan penawaran tenaga kerja di beberapa jenis
pekerjaan tertentu dan tersedianya tenaga kerja di bagian lain berkurang. Alasan
untuk mengisi pekerjaan lain itu dipengaruhi oleh pajak penghasilan yang dipungut
2) Tabungan
Tingkat hasil yang diharapkan (rate of return) dari tabungan (contoh: bunga
tabungan, dividen, capital gain) merupakan bagian dari pendapatan dan oleh
tabungan, belum diketahui. Tetapi apabila kurva tabungan adalah seperti kurva
penawaran tenaga kerja (labor supply curve), yaitu inelastis¸karena income effect dan
tahun sebelumnya. Perencanaan ini berdasarkan sejumlah asumsi yang disusun dan
dirembug bersama oleh para peneliti dan pegawai yang sehari-hari menangani perkara
pelik itu. Uraian para peneliti dan pengelola keuangan ini kemudian dituangkan dalam
Kebijakan Fiskal. KEM-PPKF adalah dokumen resmi negara yang berisi ulasan mendalam
terkait gambaran dan skenario arah kebijakan ekonomi dan fiskal. KEM menguraikan
perkembangan ekonomi global dan domestik dalam beberapa tahun terakhir serta perkiraan
dan prospek ekonomi domestik dan global ke depan, khususnya untuk tahun berikutnya.
Gambaran ini nantinya akan jadi asumsi dasar ekonomi makro yang menjadi landasan
dalam menyusun pokok-pokok dan arah kebijakan fiskal ke depan. Sedangkan PPKF
menyampaikan arah dan strategi kebijakan fiskal jangka menengah dan tahunan yang akan
KEM-PPKF ini disusun setiap tahun untuk dijadikan panduan penyusunan anggaran
di tahun berikutnya. Ramuan ini setidaknya memuat antara lain kondisi ekonomi makro
dan postur makro fiskal, kebijakan pembiayaan yang inovatif dan berkelanjutan, program
prioritas, serta analisis risiko fiskal. Rangkaian informasi ini diperlukan agar anggaran
yang disusun menjadi relevan dan tetap fokus pada misi menuju Indonesia berdaulat, maju,
adil dan makmur. Hal-hal yang termuat dalam KEM-PPKF ini nantinya akan jadi
RAPBN ini setidaknya akan berisi rincian pendapatan tahun depan dari mana saja,
pengeluarannya apa saja, serta pembiayaan apa saja yang memungkinkan untuk dilakukan.
Rencana ini kemudian akan dimintakan dibahas dan disetujui bersama rakyat melalui
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Berikut ini beberapa uraian kondisi, kebijakan dan
dampak ekonomi makro terhadap pajak yang tertuang dalam KEM-PPKF 2024 :
perlambatan ekonomi akibat pandemi tercermin dari kinerja APBN tahun 2022 yang
menunjukkan tren positif. Realisasi penerimaan perpajakan yang sempat turun di tahun
2020, kembali meningkat di tahun 2022 tercermin dari capaian tax ratio tahun 2022 sebesar
10,99 persen dari PDB yang lebih tinggi dibandingkan tahun 2019 yang sebesar 9,77
Melihat sisi perpajakan yang berikatan dengan pendapatan negara, KEM-PPKF 2024
menjelaskan tentang pokok-pokok kebijakan fiskal pada tahun 2024 dalam bab kebijakan
pendapatan negara yang berhubungan dengan pajak yaitu :
1. Kebijakan pendapatan negara tahun 2024 diarahkan untuk mendorong
optimalisasi pendapatan negara dengan tetap menjaga iklim investasi dan
kelestarian lingkungan. Arah kebijakan pendapatan negara tersebut antara lain
sebagai berikut: 1) mendorong efektivitas pelaksanaan reformasi perpajakan (UU
HPP); 2) mendorong sistem perpajakan selaras dengan struktur perekonomian; 3)
mendorong peningkatan tax ratio melalui penggalian potensi peningkatan basis
perpajakan dan kepatuhan wajib pajak; 4) mendorong optimalisasi pengelolaan
aset; dan 5) mendorong inovasi layanan.
2. Tren perkembangan penerimaan perpajakan dalam tahun 2019-2022
menunjukkan kinerja yang meningkat. Tren peningkatan terjadi terutama sejak
pemulihan ekonomi dari dampak pandemi Covid-19 di tahun 2021. Perkembangan
realisasi penerimaan perpajakan kurun waktu 2019-2022 diawali dengan kinerja
penerimaan yang melambat pada tahun 2019 dan terkontraksi di tahun 2020.
Selanjutnya pada tahun 2021 dan 2022 kinerja perpajakan kembali meningkat
secara signifikan seiring perbaikan kondisi ekonomi setelah pandemi. Brikut
merupakan grafik trennya :
3. Pencapaian target penerimaan perpajakan tahun 2024 diperkirakan akan
menghadapi beberapa tantangan. Setelah pencapaian tahun 2022 yang
menunjukkan kinerja sangat baik dan diproyeksikan masih berlanjut hingga tahun
2023, pada tahun 2024 beberapa tantangan utama yang perlu mendapat perhatian
yaitu: (i) risiko masih berlanjutnya pelambatan ekonomi global dan volatilitas harga
komoditas utama; (ii) perubahan struktur perekonomian yang mengarah pada
digitalisasi, industrialisasi, serta ekonomi hijau; (iii) pemenuhan target penerimaan
untuk mendukung agenda pembangunan, termasuk beberapa isu strategis seperti
pemindahan IKN, pelaksanaan pemilu dan perubahan iklim; serta (iv) keberlanjutan
pelaksanaan reformasi perpajakan.
4. Kebijakan umum perpajakan tahun 2024 diarahkan untuk mendukung proses
transformasi ekonomi agar terus berjalan di tengah berbagai tantangan.
Berdasarkan hal tersebut, kebijakan umum perpajakan tahun 2024 adalah: (i)
mendorong tingkat kepatuhan dan integrasi teknologi dalam sistem perpajakan; (ii)
memperluas basis perpajakan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi; (iii)
memperkuat sinergi melalui joint program, pemanfaatan data, dan penegakan
hukum; (iv) menjaga efektivitas implementasi UU HPP untuk mendorong
peningkatan rasio perpajakan; serta (v) insentif perpajakan yang semakin terarah
dan terukur guna mendukung iklim dan daya saing usaha, serta transformasi
ekonomi yang bernilai tambah tinggi.
5. Kebijakan teknis pajak serta kepabeanan dan cukai disusun untuk mendukung
kebijakan umum perpajakan tahun 2024. Kebijakan teknis pajak diupayakan
mampu mendukung reformasi struktural untuk mengakselerasi transformasi
ekonomi. Berdasarkan hal tersebut, dukungan kebijakan teknis pajak 2024 terhadap
kebijakan umum perpajakan diarahkan melalui:
1) Optimalisasi perluasan basis pemajakan sebagai tindak lanjut UU HPP;
2) Penguatan kegiatan ekstensifikasi pajak dan pengawasan berbasis
kewilayahan dalam rangka menjangkau seluruh potensi di tiap wilayah;
3) Fokus kegiatan perencanaan penerimaan yang lebih terarah dan terukur
melalui implementasi penyusunan Daftar Sasaran Prioritas Pengamanan
Penerimaan Pajak (DSP4); prioritas pengawasan atas WP High Wealth
Individual (HWI) beserta WP Group, transaksi afiliasi, dan ekonomi digital;
4) Optimalisasi implementasi core tax system dengan menekankan pada
perbaikan layanan perpajakan, pengelolaan data yang berbasis risiko, dan
tindak lanjut kegiatan interoperabilitas data pihak ketiga;
5) Kegiatan penegakan hukum yang berkeadilan melalui optimalisasi
pengungkapan ketidakbenaran perbuatan dan pemanfaatan kegiatan digital
forensics, dan
6) Pemberian insentif pajak yang terarah dan terukur dalam rangka mendorong
pertumbuhan sektor tertentu dan memberikan kemudahan investasi.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a. Pajak merupakan salah satu pendapatan nasional. Pajak adalah konstribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
Ekonomi makro adalah ilmu yang mempelajari tentang ekonomi, baik jangka pendek
b. Pajak mempengaruhi produksi total dalam hal kemampuan untuk bekerja, menabung,
3.2 Saran
Dari pembahasan di atas, saran yang dapat disampaikan oleh penulis yaitu,
a. Saran Teoritis
Penulis menyarankan bagi pembaca untuk lebih kritis dalam memahami materi yang
disediakan, dan mencari referensi lain seperti buku, jurnal atau bahan bacaan serta
dengan matang. Perekonomian makro mencakup kehidupan bernegara yang luas, dan
meliputi hidup orang banyak, maka dari itu dampak yang akan terjadi harus
dipikirkan serta harus ada rencana yang akan diambil untuk mengatasi dampak
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Banga, Wempy. 2017. Administrasi Keuangan Negara dan Daerah: Konsep, Teori, dan
Fenomena di Era Otonomi Daerah. Bogor: Ghalia Indonesia.
Damayanti, Sari Minjari. 2014. Analisis Pengaruh Variabel-variabel Makroekonomi
terhadap Tingkat Pengembalian di Pasar Modal Periode 2000-2011 dengan
Membandingkan Hasil Estimasi OLS, GLS, dan MLE. (Online).
(http://journal.binus.ac.id/index.php/BBR/article/download/1215/1083, )
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Perubahan Ketiga atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan. 2007. Jakarta.
Kurnianto, dkk. 2017. “Pengaruh Pajak terhadap Perekonomian”. (Online),
(https://sunflovender.wordpress.com/2018/05/28/makalah-pengaruh-pajak-terhadap-
perekonomian/,
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional. 2008. Jakarta.
Purwanti, Evi Yulia. 2004. Disinsentif Bekerja Karena Pajak Penghasilan? Jurnal
Dinamika Pembangunan (JDP). Jurnal Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas
Diponegoro.
Hindriks, Jean and Gareth D. Myles. 2004. Intermediate Public Economics. L Mangkusubroto,
Guritno. 1997. Ekonomi Publik. Yogyakarta : BPFE.
Myles, Gareth. 1995. Public Economics. New York : Cambridge University Press.
Suparmoko, M. 2016. Keuangan Negara dalam Teori dan Praktik Edisi Keenam.
Yogyakarta: BPFE.