Anda di halaman 1dari 11

Belalang Sembah

Suatu hari di sebuah kebun anggur, tinggalah keluarga Semut yang jumlah anggotanya
sangat banyak. Semut ini membangun sarangnya dari daun-daun yang direkatkan menggunakan
cairan, seperti lem yang mereka keluarkan dari mulut. Para Semut melihat bahwa musim gugur
akan segera berlalu dan musim dingin yang cukup panjang akan segera datang. Ketika musim
dingin makanan akan sangat sulit didapatkan maka para Semut itu segera mencari berbagai
makanan untuk mereka kumpulkan sebagai bahan persediaan ketika musim dingin tiba.
Berbeda halnya dengan seekor Belalang Sembah, Belalang Sembah memiliki mata yang
besar dan tangan yang panjang. Mereka sering hidup di pohon-pohon seperti halnya para Semut.
Ketika musim dingin akan tiba, Belalang Sembah hanya berlatih menari setiap hari.Sang
Belalang lupa bahwa dia harus mengumpulkan makanan untuk persiapannya menghadapi musim
dingin.
Suatu hari sang Belalang Sembah menari di dekat sarang Semut. Dia menari dengan
sangat anggun. Gerakan tangan dan badannya yang pelan dan lembut membuat tariannya terlihat
sangat mengagumkan. Para Semut melihat sang Belalang Sembah menari, tetapi mereka tidak
menghiraukan tarian indahnya itu karena mereka memiliki tugas yang sangat penting.
Sang Belalang yang sedang menari melihat para Semut berjalan dengan membawa
makanan untuk dibawa ke sarangnya. Sang Belalang Sembah heran dengan apa yang dilakukan
Semut lalu dia bertanya kepada salah satu Semut tentara yang sedang berjaga di dekat para
Semut pekerja.“Kenapa kalian membawa makanan yang sangat banyak itu masuk ke sarang
kalian?” sang Semut menjawab, “Kami melakukannya agar kami tidak kelaparan saat musim
dingin tiba.” Lalu sang Belalang kaget, “Musim dingin?” kata sang Belalang Sembah dengan
kagetnya, “tenang aja masih lama, lebih baik kita bersenang-senang saja dulu,” kata sang
Belalang. Semut tak menghiraukan Belalang. Semut tetap tekun mengumpulkan makanan.
Musim dingin tiba. Belalang belum sempat mengumpulkan makanan karena sibuk
menari. Belalang kelaparan dan lari ke rumah Semut. Ia meminta makanan kepada Semut. Semut
awalnya tidak mau memberikan makanannya karena takut kehabisan. Akan tetapi, melihat
belalang lemas kelaparan, Semut tidak tega dan memberikan makanannya kepada Belalang.
Belalang pun kembali bugar dan dia berjanji untuk dapat mengelola waktu dengan baik sehingga
tidak berakibat buruk. Masa depan adalah milik setiap orang. Maka setiap orang perlu
menyiapkan masa depannya dengan berusaha. Bukan hanya menikmati kesenangan di masa
sekarang tanpa memikirkan masa depan.

Pesan Moral: Kelola waktu dengan baik untuk mempersiapkan masa depan. Tidak ada yang
menjamin kesulitan tidak akan datang, jangan menyia-nyiakan waktu hanya untuk bersenang-
senang.
Sesama Saudara Harus Berbagi
Suatu pagi indah dengan matahari yang cerah, Pak Tua Rusa mengunjungi kediaman
keluarga Pip si Tupai di sebuah desa.“Pagi, Ibu Tupai,” salam Pak Tua Rusa kepada Ibu Pip.
“Kemarin, keponakanku mengunjungiku. Dia membawakan oleh-oleh yang cukup banyak. Aku
ingin membaginya untuk para sahabatku. Ini kacang kenari spesial untuk keluargamu.”
“Terima kasih, Pak Tua Rusa,” ucap Ibu Pip.Sepeninggal Pak Tua Rusa, Ibu Pip masuk
ke dalam rumah dan memanggil anak-anaknya. “Anak-anak, lihat kita punya apa? Kalian harus
membaginya sama rata, ya.”
“Asyiiik,” girang Pip dan adik-adiknya. “ “Ibu taruh sini, ya.”
Setelah itu, Ibu Tupai mengurus rumah kediamannya. Sementara itu, adik-adik Pip ingin
mencicipi kacang itu. “Ini aku bagi,” kata Pip.Dari sepuluh butir kacang, dia memberi adiknya
masing-masing dua butir. “Ini sisanya untukku, aku ‘kan paling besar.”
“Tapiii … Ibu ‘kan pesan untuk membagi rata,” kata Titu, salah satu adik kembar Pip (diiringi
tangisan Puti) kembar satunya.
Mendengar tangisan Puti, Ibu Pip keluar dan bertanya. Sambil terisak, Puti menceritakan
keserakahan kakaknya. “Tak boleh begitu, Pip. Ibu tadi sudah bilang apa,” tegur ibu Pip.
“Kamu tidak boleh serakah.”
“Tapi Buuu, aku ‘kan lebih besar. Perutku juga lebih besar,” sanggah Pip.
Ibu Pip berpikir sejenak, “Baiklah, Pip. Kamu memang lebih besar. Kebutuhan makanmu juga
lebih banyak. Tapi, kalau cuma menurutkan keinginan dan perut, kita akan selalu merasa tidak
cukup.”
“Kalau begitu, Ibu saja yang membagi, ya? Memang tidak akan memuaskan semuanya. Ini, Ibu
beri empat untukmu, Pip, karena kau lebih besar dan si Kembar kalian masing-masing mendapat
tiga.”
“Kalian harus mau berbagi ya, anak-anak walaupun menurut kalian kurang, ini adalah
rezeki yang harus disyukuri,” lanjut Ibu Pip.“Berarti enak dong, Bu, jadi anak yang lebih besar.
Selalu mendapat lebih banyak,” iri Puti. “Ya, tapi perbedaannya ‘tak terlalu banyak, kan?
Lagipula kakakmu memiliki tugas yang lebih banyak darimu. Dia harus mengurus rumah dan
mencari makan. Apa kau mau bertukar tugas dengan Kak Pip?” tanya Ibunya.
Puti dan Titu membayangkan tugas-tugas Pip. Lalu mereka kompak menggeleng.
“Nah, begitu. Sesama saudara harus akur ya, harus berbagi. Jangan bertengkar hanya karena
masalah sepele,” kata Ibu Pip. “Iya, Bu,” angguk Pip.“Yuk, kita makan kacangnya bersama,”
ajak Pip pada kedua adiknya. Ibu Pip tersenyum melihat anak-anaknya kembali rukun.
Pesan Moral: Jangan serakah dan harus mengingat orang lain. Selain itu, dengan saudara juga
harus akur dan saling berbagi.
Semua Istimewa

Ulu, seekor Katak Hijau, sedang berdiri di pinggir kolam. Hari itu langit sangat gelap dan
hari seperti itulah yang Ulu sukai. Tidak lama kemudian, air mulai menetes perlahan-lahan dari
angkasa.“Hujan telah tiba!” Ulu berteriak dengan girang. Ulu pun mulai bersenandung sambil
melompat-lompat mengitari kolam. Ia melihat Semut yang kecil sedang berteduh di balik bunga
matahari.“Wahai Semut, hujan telah tiba jangan bersembunyi!” seru Ulu kepada Semut yang
sedang berusaha keras menghindari tetesan air hujan. Semut menghela napas dan menatap Ulu
dalam-dalam, “Ulu, aku tidak suka dengan hujan. Kamu lihat betapa mungilnya tubuhku? Air
hujan akan menyeret dan menenggelamkanku ke kolam! Aku tidak bisa berenang sepertimu,
makanya aku berteduh,” sahut Semut.
“Makanya Semut, kau harus berlatih berenang! Aku sejak masih berudu sudah bisa
berenang, masa kau tidak bisa? Berenang itu sangat mudah, julurkan saja kakimu,” Ulu
menjulurkan kakinya, “dan tendang ke belakang seperti ini! Ups, maaf, kakimu kan
pendek.”Sambil tertawa, Ulu melompat meninggalkan Semut.
Semut hanya bisa menatap Ulu dengan kesal. Semut tidak dapat berenang karena ia
berjalan. Ulu kembali berseru, “Hujan telah tiba! Hujan telah tiba! Oh, hai Ikan! Aku sangat suka
dengan hujan, bagaimana denganmu? Ulu berhenti di pinggir kolam dan berbicara kepada Ikan
yang sedang berenang di dalam kolam. Ikan mendongakkan kepalanya ke atas dan berbicara
kepada Ulu.
“Aku tidak dapat merasakan hujan, Ulu. Lihatlah, aku tinggal bersama air. Bagaimana
caranya aku dapat menikmati hujan seperti kamu, Ulu?” Ikan pun kembali berputar-putar di
dalam kolam.“Hah! Sedih sekali hidupmu Ikan! Seandainya kamu seperti aku, dapat hidup di
dalam dua dunia, darat dan air, mungkin kamu akan dapat merasakan kebahagiaan ini. Nikmati
saja air kolammu, sebab kamu tidak akan dapat pernah merasakan rintikan hujan di badanmu!”
Apa yang Ulu katakan sangat menusuk hati Ikan. Ikan menatap ke arah tubuhnya yang
bersisik, lalu menatap ke arah tubuh licin Ulu. Ikan yang bersedih hati pun berenang
meninggalkan Ulu ke sisi kolam yang lain. Ulu pun kembali melompat-lompat di sekitar kolam
dan kembali bersenandung. Saat Ulu tiba di bawah pohon, ia melihat Burung sedang bertengger
di dahan pohon dan membersihkan bulunya. Ulu mengira Burung juga sama seperti Semut dan
Ikan yang tidak dapat menikmati hujan. “Hai Burung, kenapa kau tidak mau keluar dan
menikmati hujan? Apakah kamu takut bulumu basah? Atau apakah kamu takut tenggelam ke
dalam kolam seperti Semut? Ataukah memang kamu tidak bisa menikmati indahnya hujan
seperti Ikan?” Setelah berkata demikian, Ulu tertawa kencang-kencang.

Burung menatap ke arah Ulu yang masih tertawa,” Hai Ulu, apakah kau bisa naik kemari?” Ulu
kebingungan.
“Apa maksudmu Burung?”
“Apakah kau bisa memanjat naik kemari, Ulu?”
“Apa yang kau maksud Burung? Tentu saja aku tidak bisa!” Ulu cemberut dan menatap ke arah
dua kakinya. Ulu menyesal punya kaki yang pendek sehingga tidak bisa terbang.
“Ulu, tidakkah kamu tahu bahwa Sang Pencipta membuat kita dengan keunikan yang berbeda-
beda? Aku tidak bisa berenang sepertimu dan Ikan, tetapi aku bisa terbang mengitari angkasa.
Burung kembali berkata dengan bijak, “Itulah yang kumaksud Ulu, kita masing-masing
memiliki kelebihan sendiri. Semut tidak bisa berenang sepertimu, tetapi ia bisa menyusup ke
tempat-tempat kecil yang tidak dapat kau lewati. Ikan tidak dapat melompat-lompat sepertimu,
tetapi ia bernapas di bawah air. Kamu tidak seharusnya menghina mereka!”Ulu mulai menyadari
bahwa tindakannya salah. Diam-diam Ulu berpikir bahwa tindakannya itu tidak benar. Ia
seharusnya tidak menyombongkan kelebihan dan menghina teman-temannya.

“Maafkan aku, Burung.” ucap Ulu seraya menatap sendu ke arah Semut dan Ikan yang
sejak tadi memperhatikan pembicaraan mereka.“Maafkan aku Semut, Ikan, selama ini aku telah
menyinggung perasaanmu.”Sejak saat itu, Ulu mulai menghargai teman-temannya dan mereka
pun menyukainya kembali.

Pesan Moral: Tuhan telah menciptakan makhluk dengan kelebihan dan kekurangannya. Jangan
melukai hati dengan perkataan yang menyakitkan, pada akhirnya orang-orang tidak akan mau
berteman.

4. Contoh cerita fabel tentang Gajah yang Baik Hati


Gajah yang Baik Hati
Siang hari itu suasana di hutan sangat terik. Tempat tinggal si Kancil, Gajah, dan hewan lainnya
seakan terbakar. Kancil kehausan sambil terus berjalan mencari air.

Di tengah perjalanan dia melihat kolam air yang sangat jernih. Tanpa pikir panjang dia langsung
terjun ke dalam kolam. Tindakan Kancil sangat ceroboh, dia tidak berpikir bagaimana cara ke
atas. Beberapa kali Kancil mencoba untuk memanjat, tetapi ia tidak bisa sampai ke atas. Si
Kancil tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya berteriak meminta tolong.

Teriakan si Kancil ternyata terdengar oleh si Gajah yang kebetulan melewati tempat itu. ‘’Hai,
siapa yang ada di kolam itu?’’

‘’Aku … Si Kancil, sahabatmu.’’

Kancil terdiam sesaat, mencari akal agar Gajah mau menolongnya, “Tolong aku mengangkat
ikan ini.’’

“Yang benar kau mendapat ikan?’’

“Bener … benar! Aku mendapatkan ikan yang sangat besar.’’

Gajah berpikir sejenak. Bisa saja ia turun ke bawah dengan mudah tetapi bagaimana jika naiknya
nanti.

“Kau mau memanfaatkanku ya, Cil? Kau akan menipuku untuk kepentingan dan
keselamatanmu?’’ tanya Gajah.

Kancil hanya terdiam, “Sekali-kali kamu harus diberi pelajaran,’’ kata Gajah sambil
meninggalkan tempat itu. Gajah tidak mendengarkan teriakan Kancil. Ia mulai putus asa.

Semakin lama berada di tempat itu, Kancil mulai merasa kedinginan. Hingga menjelang sore
tidak ada seekor binatang yang mendengar teriakannya.
“Aduh gawat! Aku benar-benar akan kaku di tempat ini,” dia berpikir apakah ini karma karena
dia sering menjaili teman-temannya.

Tidak lama kemudian, tiba-tiba Gajah muncul kembali.. Kancil meminta tolong kembali.

“Tolong aku, aku berjanji tidak akan jail lagi.”

“Janji?” Gajah menekankan.

“Sekarang apakah kamu sudah sadar? Dan akan berjanji tidak akan menipu, jahil, iseng dan
merugikan binatang lain?’’

“Benar Pak Gajah, saya benar-benar berjanji.’’ Gajah menjulurkan belalainya yang panjang
untuk menangkap Kancil dan mengangkatnya ke atas.

“Terima kasih, Pak Gajah! Saya tidak akan pernah melupakan kebaikanmu ini” ujar kancil saat
sudah sampai di atas.

Sejak itu, Kancil menjadi binatang yang sangat baik. Ia tidak lagi berbuat iseng seperti yang
pernah ia lakukan pada binatang lain. Memang kita harus berhati-hati kalau bertindak. Jika tidak
hati-hati akan celaka. Jika kita hati-hati kita akan selamat. Bahkan bisa menyelamatkan orang
lain.

Pesan Moral: Kita harus berhati-hati saat berperilaku agar selamat, dan bisa menyelamatkan
orang lain.

5. Contoh cerita fabel tentang Kejujuran


Kuda Berkulit Harimau

Seekor Kuda sedang berjalan dari sebuah ladang gandum menuju sebuah hutan yang lebat. Kuda
itu telah puas memakan gandum yang ada di ladang itu. Dia tampak gembira karena tidak ada
petani gandum yang menjaga ladangnya.
Ketika dia menuju hutan lebat, di tengah jalan Kuda itu melihat sesuatu, “Itu seperti kulit
Harimau,” gumam Kuda itu. Kuda itu lalu mendekatinya dan ternyata memang benar apa yang
dilihatnya adalah kulit Harimau yang tak sengaja ditinggalkan oleh para pemburu Harimau.
Kuda itu mencoba memakai kulit Harimau itu, “Wah, kebetulan sekali, kulit Harimau ini sangat
pas di tubuhku. Apa yang akan kulakukan dengannya, ya?”

Terlintaslah di benak Kuda itu untuk menakuti binatang-binatang hutan yang melewati dirinya.
“Aku harus segera bersembunyi. Tempat itu harus gelap dan sering dilalui oleh binatang hutan.
Di mana ya?” tanya Kuda dalam hati sambil mencari tempat yang cocok. Akhirnya, dia
menemukan semak-semak yang cukup gelap untuk bersembunyi, lalu masuk ke dalamnya
dengan menggunakan kulit Harimau. Tak lama kemudian, beberapa Domba gunung berjalan ke
arahnya. Kuda itu menggumam bahwa Domba-domba itu cocok dijadikan sasaran empuk
kejahilannya.

Ketika Domba-domba itu melewatinya, Kuda itu meloncat ke arah mereka sehingga sontak
Domba-domba itu kalang-kabut melarikan diri. Mereka takut dengan kulit Harimau yang
dikenakan Kuda itu. “Tolong, ada Harimau! Lari, cepat lari!” teriak salah satu Domba. Kuda itu
tertawa terbahak-bahak melihat Domba-domba itu pontang-panting berlari.

Setelah itu, Kuda segera kembali bersembunyi di dalam semak-semak. Dia menunggu hewan
lain datang melewati semak-semak itu. “Ah, ada Tapir menuju kemari, tapi lambat betul
geraknya. Biarlah, aku jadi bisa lebih lama bersiap-siap melompat!” kata Kuda itu dalam hati.
Tibalah saat Kuda itu meloncat ke arah Tapir itu, ia terkejut dan lari tunggang-langgang
menjauhi Kuda yang memakai kulit Harimau itu. Kuda itu kembali ke semak-semak sambil
bersorak penuh kemenangan di dalam hatinya.

Kali ini, Kuda itu menunggu lebih lama dari biasanya, tetapi hal itu tidak membuatnya bosan.
Tiba-tiba, seekor Kucing Hutan berlari sambil membawa seekor Tikus di mulutnya. Kucing itu
tidak melewati semak-semak, Kucing Hutan itu duduk menyantap Tikus yang ia tangkap di dekat
pohon besar.

“Ah, ternyata Kucing itu tidak melewati semak-semak ini. Biarlah aku membuatnya kaget di
sana,” kata Kuda itu dalam hati. Kuda itu pun keluar dari semak-semak dan berjalan hati-hati
mendekati Kucing Hutan. Saat jaraknya sudah sangat dekat dengan Kucing Hutan, Kuda itu
mengaum seperti halnya seekor Harimau, tetapi dia tidak sadar bahwa bukannya mengaum, dia
malah meringkik. Mendengar suara itu, Kucing Hutan menoleh ke belakang dan melihat seekor
Kuda berkulit Harimau. Sesaat, Kucing Hutan itu siap-siap mengambil langkah seribu, tetapi ia
malah tertawa terbahak-bahak sembari berkata, “Saat aku melihatmu memakai kulit Harimau itu,
aku pasti akan lari ketakutan, tapi rupanya suaramu itu ringkikan Kuda, jadi aku tidak takut,
hahaha!” Kucing Hutan itu juga berkata kepada Kuda bahwa sampai kapan pun, suara ringkiknya
tidak akan bisa berubah jadi auman.

“Kuda Berkulit Harimau” itu melambangkan bahwa sepandai-pandainya orang berpura-pura,


suatu saat akan terbongkar juga kepura-puraannya itu. Kejujuran merupakan sikap yang paling
indah di dunia ini.

Pesan Moral: Sepandai-pandainya orang berpura-pura, maka akan terbongkar juga. Kejujuran
merupakan sikap yang utama.

6. Contoh cerita fabel tentang Cici dan Serigala


Cici dan Serigala

Sore itu tiga kelinci kecil, Cici, Pusi, dan Upi bermain bersama di hutan. Tiba-tiba Cici melihat
sesuatu tergeletak dalam bungkus plastik.

“Hai Teman-teman … lihatlah! Cici berteriak sambil menunjuk ke arah bungkusan plastik. “Wah
… makanan teman-teman.” teriak Upi. “Asyik! sore ini kita makan enak.” Pusi bersorak
kegirangan. Cici mengambil kue itu, membuka bungkusnya dan tercium aroma harum dari kue
itu. Tiba-tiba muncul niat liciknya.

“Ah … kue ini pasti nikmat sekali apalagi jika ku makan sendiri tanpa berbagi dengan mereka,”
gumamnya dalam hati.

“Teman-teman sepertinya kue ini bekal Pak Tukang Kayu yang sering ke hutan ini, mungkin dia
baru saja ke sini dan belum pergi terlalu jauh. bagaimana jika kususulkan kue ini, bukankah
menolong orang juga perbuatan mulia?” Cici meyakinkan temannya.

Raut kecewa tergambar di wajah Upi dan Pusi, mereka gagal makan kue yang beraroma lezat itu.
Cici berlari menjauhi temannya dan memakan kue itu sendiri. Tiba-tiba … buukk!! “Aaahhgg …
tolooong …” Cici menjerit keras.
Seekor Serigala muncul dari balik semak dan langsung menerkam tubuh mungil Cici. Cici pun
menangis dan terus berteriak minta tolong. Cici pun memutar otak mencari cara, bagaimana agar
ia bisa bebas dari cengkeraman Serigala itu. Akhirnya, ia mendapatkan ide.

“Pak serigala, aku punya dua teman di sana. Bagaimana jika mereka kujemput ke sini, supaya
kamu dapat makan lebih banyak lagi?” Cici berusaha mengelabui Serigala itu.

“Baiklah, segera panggil mereka, tapi aku harus ikut di belakangmu,” jawab Serigala. “Pelan-
pelan saja ya, jalanmu, supaya mereka tidak mendengar langkah kakimu. Aku khawatir mereka
akan lari ketakutan.”

Cici pun berlari ke arah teman-temannya yang ditinggalkan tadi. Sementara Serigala
mengikutinya dengan langkah pelan. Menyadari hal itu, Cici berlari sekuat tenaga sambil
sesekali memanggil temannya.

“Ups …!” kaki Cici tiba-tiba terasa ada yang menarik. Ia pun menjerit dan bahkan tidak berani
membuka mata.

“Jangan Pak Serigala … jangan makan aku, ampuni aku..”

“Sst … ini aku Ci, bukalah matamu, ini Upi dan Pusi.”

“Ayo cepat Ci!” dengan rasa kebersamaan mereka pun akhirnya selamat. Napas mereka
tersengal-sengal, keringat mereka bercucuran. Cici menangis tersedu-sedu.

“Hik … hik … maafkan aku teman-teman, aku bersalah pada kalian. Aku telah berbohong.” Cici
akhirnya menceritakan kejadian yang sebenarnya.

Temannya tidak marah apalagi membencinya. Cici pun berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
“Sudahlah Cici, kami memaafkanmu,” kata Pusi dengan bijak. “Terima kasih kawan, aku janji
tidak akan mengulanginya lagi,” jawab Cici dengan tulus.

Menurutmu, apa pesan moral yang kamu bisa ambil dari cerita fabel “Cici dan Serigala”
tersebut? Coba tulis di kolom komentar, ya!

7. Contoh cerita fabel tentang Semut dan Merpati


Persahabatan Semut dan Merpati

Suatu hari, seekor merpati melihat ada seekor semut yang terjatuh ke sungai. Semut itu berjuang
sangat keras untuk berenang supaya tidak tenggelam. Melihat hal itu, Merpati tak hanya diam
saja. Ia segera memetik sehelai daun di atas pohon dan dijatuhkannya ke atas sungai dekat
dengan posisi semut yang hampir tenggelam.

“Semut, cepat berenang dan naiklah ke atas daun ini!” teriak Merpati.

Semut lantas berenang menuju daun dan naik di atasnya. Semut akhirnya selamat dan tidak
tenggelam di sungai.

“Terima kasih, Merpati! Kau telah menyelamatkan nyawaku!” ujar Semut.

“Sama-sama, Semut!” ujar Merpati.

Sejak saat itu, Semut dan Merpati pun menjadi sahabat.

Beberapa hari berikutnya, Semut yang sedang berjalan melihat sahabatnya, Si Merpati, sedang
terbang dan hinggap di atas ranting pohon. Tiba-tiba, datang seorang pemburu yang langsung
mengarahkan senapannya kepada Merpati. Semut yang ingin menyelamatkan Merpati, langsung
menggigit kaki Si Pemburu. Pemburu tersebut kesakitan dan senapannya pun menembak melesat
jauh dari Merpati. Merpati yang terkejut langsung terbang dan melihat sahabatnya Semut yang
sedang menggigit kaki Pemburu. Merpati pun selamat dari bidikan pemburu.
Kemudian, Merpati berucap, “Terima kasih ya, Semut! Kau telah menyelamatkan nyawaku!”

Semut pun menjawab, “Terima kasih kembali, Merpati!”

Pesan Moral: Berbuat baiklah kepada sesama dan biasakan sikap tolong-menolong antar sesama.
Perbuatan yang baik pasti akan me

Anda mungkin juga menyukai