Anda di halaman 1dari 21

Bahan Bacaan. Study Lapangan.

Karawitan VI

Referensi Study / Penelitian lapangan

Hakikat dari tujuan Ilmu pengetahuan adalah menemukan kebenaran, jalan untuk sampai
pada tujuan ini berberbeda-beda tergantung waktu, sifat dan metodenya. Yang membuat manusia
terus ingin mencapai tujuan ilmu pengetahuan karena manusia dianugerahi sifat dasar ingin tahu.
Misalnya dalam hal mencapai kebenaran atau temuan tentang matahari dengan metode, Galileo
menggambarkan metodenya : Arahkan Teleskop ke matahari bila hendak mengamati bentuknya,
sambil memfokuskannya terus-menerus, letakkan selembar kerta putih datar sekitar 30 sentimeter
dari lensa cekungnya. Dengan demikian, akan terlihat bayangan matahari yang berbentuk lingkaran,
dengan seluruh titik cahaya yang teratur dan tersusun simetris, sama persis dengan bentuk
matahari. Semakin jauh kertas tersebut dari tabung teleskop, semakin besar bayangan yang timbul
dan semakin baik susunan titik cahaya yang digambarkan. (Strauss & Corbin, 2003 : 3).

Kami (penulis) juga mempunyai pengalaman yang unik tentang bagaimana menemukan
suatu kebenaran batu cincin dan batu biasa, Pada saat musim atau lagi hebohnya batu cincin banyak
orang berusaha mencari batu cincin, tidak terkecuali anak- anak, dan menariknya anak-anak dalam
menemukan batu cincin hanya berbekal korek api yang ada senter kecilnya, dan mereka mengatakan

bahwa untuk membedakan batu cincin dan batu biasa sangat sederhana tinggal senterkan batu itu
kalau tembus itulah batu cicin kalau tidak tembus itu batu biasa.
Dari contoh diatas menunjukkan pada kita bagaimana sangat gampangnya menemukan
suatu kebenaran, apalagi telah memiliki metodologi hanya tinggal mengikuti langkah-langkah dari
metodologi yang telah ditentukan. Walaupun tidak tertutup kemungkinan dalam melaksanakannya
terdapat kendala dan halangan.
Dalam melakukan penelitian seharusnya peneliti telah memiliki paradigma penelitian,
gunanya agar peneliti tahu tentang apa yang dikerjakan, prosedur kerja yang akan dilalui dan
kualitas hasil yang akan diperoleh.

Dari Sisi pembahasan Paradigma menurut Kamus Berbahasa Inggris Merriam- Webster
menyebut secara sederhana bahwa paradigma adalah contoh dan pola, disamping itu makna
paradigma yang lain adalah kerangka kerja teoritis dan filosofis tentang disiplin ilmiah yang
didalamnya terdapat teori, dalil, generalisasi, dan pengujiannya diformulasikan.

De Mey menjelaskan bahwa dalam istilah paradigma terdapat empat unsur konsep yang
berbeda, yakni generalisasi simbolik, keyakinan metafisik, nilai dan percontohan.

1
Bahan Bacaan. Study Lapangan. Karawitan VI

Generalisasi simbolik memberikan arti bahwa secara teknis terdapat sejumlah perilaku kegiatan yang
berbeda-beda tetapi secara keseluruhan mempunyai kesamaan atribut. Keyakinan metafisik terkait

dengan pemahaman seseorang terhadap kenyataan alam, yang didalamnya terdapat pemikiran yang
berbentuk asumsi, metode dan praktek baku. Batasan paradigma tersebut sejalan dengan pendapat
Egon G. Guba dan Yvonna S Lincoln yang mengatakan bahwa paradigm adalah sebuah pandangan
luas atau sistem keyakinan. (Amir, 2015 :63-64).

Ada bermacam-macam Paradigma, tetapi yang mendominasi ilmu pengetahuan adalah


Scientific Paradigma (paradigma keilmuan) dan Naturalistic Paradigma atau paradigma alamiah.
Paradigma ilmiah bersumber dari pandangan positivisme sedangkan paradigma alamiah bersumber

dari pandangan fenomenologis. (moleong, 2006 :51).


Menurut Lincoln dan Guba, Perbedaan Aksioma Paradigma Ilmiah (positivisme) dan
Naturalistik (alamiah) :
Aksioma tentang Paradigma Ilmiah Paradigma Alamiah
Hakikat Kenyataan Kenyataan adalah tunggal, nyata Kenyataan adalah jamak,
dan fragmentaris. dibentuk, dan merupakan
keutuhan.

Hubungan pencari tahu dengan Pencari tahu dan yang tahu Pencari tahu dan yang tahu
yang tahu adalah bebas, jadi ada dualism. aktif bersama, jadi tidak dapat
dipisahkan

Kemungkinan generalisasi Generalisasi atas dasar bebas Hanya waktu dan konteks
waktu dan bebas konteks yang mengikat hipotesis kerja
dimungkinkan (pernyataan (pernyataan idiografis yang
nomotetik). dimungkinkan)

Setiap keutuhan berada dalam


Kemungkinan hubungan sebab- Terdapat penyebab sebenarnya keadaan mempengaruhi secara
akibat yang secara temporer terhadap bersama-sama sehingga sukar
atau secara simultan terhadap membedakan mana sebab dan
akibatnya. mana akibat

Peranan Nilai Inkuirinya bebas nilai Inkuirinya (aksiologi) terikat


nilai.

2
Bahan Bacaan. Study Lapangan. Karawitan VI

Sementara itu Burhan Bungin dalam bukunya Penelitian Kualitatif menyatakan berdasarkan
sejarah sosial, pendekatan kualitatif dibangun berdasarkan tradisi pemikiran Jerman yang lebih

banyak mengadopsi pemikiran filsafat Plato yang Humanistis. Sebagaimana diketahui bahwa
pandangan Plato terhadap manusia lebih banyak menempatkan manusia sebagai makhluk yang
humanistis daripada manusia sebagai homosapiens. Karena itu plato memandang manusia sebagai
manusia, bahkan Plato terlebih melihat manusia dipengaruhi oleh rasionya, karena itu manusia
memiliki idealismenya. Gagasan Plato mempengaruhi Edmund Husserl, Martin Heidegger dan
Merleu Ponty. Mereka adalah pelopor aliran fenomenologi, sebuah aliran fisafat yang mengkaji
penampakan atau fenomena yang mana antara fenomena dan kesadaran tidak terisolasi satu sama
lain melainkan selalu berhubungan secara dialektis. Jadi dalam pandangan fenomenologi sesuatu

yang tampak itu pasti bermakna menurut subjek yang menampakkan fenomena itu, karena setiap
fenomena berasal dari kesadaran manusia sehingga sebuah fenomena pasti ada maknanya.

Tradisi pemikiran Jerman yang Platonik, Humanistis, idealistis ini mengilhami pemikiran Kant
dan Hegel tentang dunia ide yang kemudian melahirkan Paradigma Fenomenologi dalam penelitian

sosial yang dikenal dengan paradigma penelitian kualitatif, dimana paradigma ini berseberangan
dengan tradisi pemikiran Inggris dan Perancis yang Positivistik.

Persaingan fenomenologis dan positivisme sebenarnya terjadi pada tataran penafsiran


terhadap ajaran-ajaran filsafat yang melatarbelakangi masing-masing paradigma. Sehubungan
dengan itu berbagai ajaran filsafat yang mendasari pandangannya juga digunakan untuk menjelaskan
keberadaannya.

Pendekatan Kualitatif selain didasari oleh filsafat fenomenologis dan humanistis, juga
mendasari pendekatannya pada filsafat lainnya seperti empiris, idealism, kritisme, vitalisme, dan
rasionalisme maupun humanism. Dengan kata lain bahwa pandangan yang mengatakan pendekatan

kuantitatif (positivisme) yang mendasari pemikirannya terhadap empirisme, idealism, kritisme, dan
rasionalisme adalah pandangan yang keliru. Karena pada kenyataannya pendekatan kualitatif juga
menggunakan semua pandangan filsafat

3
Bahan Bacaan. Study Lapangan. Karawitan VI

yang juga digunakan oleh pendekatan kuantitatif, tentu dengan bentuk penafsiran yang sesuai
dengan kepentingan fenomenologi, hal mana juga dilakukan oleh positivisme terhadap paradigma

kuantitatif ketika menafsirkan filsaf-filsafat yang mendasarinya. (bungin, 2008 : 4).

Pengertian Penelitian Lapangan (Field Research)

Menurut Kenneth D. Bailey (1994:254) istilah studi lapangan merupakan istilah yang sering
digunakan bersamaan dengan istilah studi etnografi (ethnographic study atau ethnography).
Lawrence Neuman (2003:363) juga menjelaskan bahwa penelitian lapangan juga sering disebut
etnografi atau panelitian participant observation. Akan tetapi, menurut Neuman etnografi hanyalah
merupakan perluasan dari penelitian lapangan. Etnografi mendefinisikan kembali bagaimana
penelitian lapangan harus dilakukan. Menurut Roice Singleton (1988:308), penelitian lapangan
berasal dari dua tradisi yang terkait yakni antropologi dan sosiologi, dimana etnografi merupakan
studi antropologi dan etnometodologi merupakan studi sosiologi. Etnografi memberikan jawaban
atas pertanyaan apakah budaya suatu kelompok individu, sedangkan etnomethodologi memberikan
jawaban atas bagaimanakah orang memahami kegiatan mereka sehari-hari sehingga mereka dapat
berprilaku dengan cara yang diterima secara sosial.
Penelitian lapangan merupakan penelitian kualitatif di mana peneliti mengamati dan
berpartisipasi secara langsung dalam penelitian skala sosial kecil dan mengamati budaya setempat.
Banyak mahasiswa senang dengan penelitian lapangan karena terlibat langsung dalam pergaulan
beberapa kelompok orang yang memiliki daya tarik khas. Tidak ada matematika yang menakutkan
atau statistik yang rumit, tidak ada hipotesis deduktif yang abstrak. Sebaliknya, adanya interaksi
sosial atau tatap muka langsung dengan orang-orang yang nyata dalam suatu lingkungan tertentu.
Dalam penelitian lapangan, peneliti secara individu berbicara dan mengamati secara langsung
orang-orang yang sedang ditelitinya. Melalui interaksi selama beberapa bulan atau tahun
mempelajari tetang mereka, sejarah hidup mereka, kebiasaan mereka, harapan, ketakutan, dan
mimpi mereka. Peneliti bertemu dengan orang atau komunitas baru, mengembangkan
persahabatan, dan menemukan dunia sosial baru, hal ini sering dianggap menyenangkan. Akan
tetapi, penelitian lapangan juga memakan waktu, menguras emosi, dan kadang-kadang secara fisik
berbahaya.
Kapan sebaiknya kita menggunakan penelitian lapangan? Penelitian lapangan dilakukan
ketika pertanyaan penelitian mencakup belajar tentang, memahami, atau menggambarkan interaksi
sekelompok orang. Hal ini biasanya dilakukan jika pertanyaannya adalah: Bagaimana orang Y di
dunia sosial? atau Seperti apakah dunia sosial dari X? Hal ini dapat digunakan ketika metode lain
(misalnya, survei, eksperimen) dianggap tidak praktis.
4
Bahan Bacaan. Study Lapangan. Karawitan VI

Douglas menyatakan bahwa sebagian dari apa yang peneliti sosial benar-benar ingin belajar, dapat
dipelajari hanya melalui keterlibatan langsung seorang peneliti di lapangan.
Secara sederhana Metode pengamatan penelitian lapangan (field research) dapat
didefinisikan yaitu secara langsung mengadakan pengamatan untuk memperoleh informasi yang
diperlukan, misalnya ketika peneliti ingin meneliti bagaimana peran opinion leader dalam suku
tertentu menggiring audience-nya untuk mempercayai hal-hal tertentu. Hal ini menggunakan
metode field research guna mendapatkan hasil yang akurat dan pasti, dimana peneliti ikut tinggal,
bergaul dan melakukan kegiatan sosial lainnya demi mendapatkan kesimpulan yang sesuai dari apa
yang ada dilapangan.

Studi Kasus

Dapat dikatakan bahwa studi kasus bukan merupakan metode ilmiah yang spesifik
melainkan lebih merupakan suatu metode yang lazim diterapkan untuk memberikan penekanan
pada spesifikasi dari unit–unit atau kasus–kasus yang diteliti. Dengan kata lain, metode ini
berorientasi pada sifat – sifat unik (casual) dari unit–unit yang sedang diteliti berkenaan dengan
permasalahan – permasalahan yang menjadi fokus penelitian. Patton (2004: 447) melihat bahwa

studi kasus merupakan upaya mengumpulkan dan kemudian mengorganisasikan serta menganalisis
data tentang kasus–kasus tertentu berkenaan dengan permasalahan–permasalahan yang menjadi
perhatian peneliti untuk kemudian data tersebut dibandingkan atau dihubung–hubungkan satu
dengan yang lainnya (dalam hal lebih dari satu kasus) dengan tetap berpegang dalam perinsip
holistik dan kontekstual. Disini yang dapat diangkat menjadi kasus mungkin adalah individu,
keluarga, kelompok organisasi, institusi nilai atau corak budaya atau bahkan wilayah. Penerapan
studi kasus sebagaimana yang lazim adalah menggunakan metode standar seperti observasi,
interview, Focus Group Discussion (FGD) atau penggabungan dari metode–metode itu.
Dalam konteks penelitian komunikasi, studi kasus memiliki karakter dinamis di
dalam penggunaannya untuk memperoleh gambaran mengenai berbagai persoalan menarik dalam
kehidupan sosial. Dalam kaitan ini, studi kasus memiliki semacam keistimewaan yakni bukan hanya
studi kasus dalam penelitian komunikasi dikembangkan sesuai dengan yang sudah sejak lama
digunakan dalam studi sosiologis dan antropologis melainkan studi kasus dalam penelitian
komunikasi juga digunakan untuk meneliti gejala–gejala humaniora. Dalam hubungan ini studi kasus

misalnya digunakan untuk melacak nilai – nilai yang terkandung dalam berbagai bentuk naskah
cerita seperti novel dan drama. Lacakan

5
Bahan Bacaan. Study Lapangan. Karawitan VI

terhadap teknik – teknik retorika yang dikembangkan oleh para elit kekuasaan dan tokoh – tokoh
masyarakat juga dapat dilakukan dengan menggunakan studi kasus ini, misalnya mencermati

penggunaan bahasa seperti metafor, ironi, parado, anekdot, dan eufeminisme.


Contoh penelitian menggunakan metode studi kasus ini adalah penelitian yang dilakukan
oleh Jankowsiki di Amsterdam pertengahan dekade 1970-an yaitu analisis kontekstual mengenai
perkembangan stasiun televisi lokal. Adapun topik lain yang dapat menggunakan metode ini yaitu
prilaku memilih dikalangan perempuan perkotaan dalam hal ini kita dapat mengerucutkan dan
memfokuskan pada satu kota tertentu, dalam hal ini peneliti bisa mengidentifikasikan berbagai kasus
yang telah ada.
Creswell memulai pemaparan studi kasus dengan gambar tentang kedudukan studi kasus
dalam lima tradisi penelitian kualitatif yang dikemukakan Foci berikut ini bahwa diungkapkan bahwa

fokus sebuah biografi adalah kehidupan seorang individu, fokus fenomenologi adalah memahami
sebuah konsep atau fenomena, fokus suatu teori dasar adalah seseorang yang mengembangkan
sebuah teori, fokus etnografi adalah sebuah potret budaya dari suatu kelompok budaya atau suatu
individu, dan fokus studi kasus adalah spesifikasi kasus dalam suatu kejadian baik itu yang mencakup
individu, kelompok budaya ataupun suatu potret kehidupan. Lebih lanjut Creswell mengemukakan

beberapa karakteristik dari suatu studi kasus yaitu :


1. mengidentifikasi kasus untuk suatu studi;
2. Kasus tersebut merupakan sebuah sistem yang terikat oleh waktu dan tempat;
3. Studi kasus menggunakan berbagai sumber informasi dalam pengumpulan datanya untuk
memberikan gambaran secara terinci dan mendalam tentang respons dari suatu peristiwa dan;

4. Menggunakan pendekatan studi kasus, peneliti akan menghabiskan waktu dalam


menggambarkan konteks atau setting untuk suatu kasus.
Berdasarkan paparan di atas, dapat diungkapkan bahwa studi kasus adalah sebuah
eksplorasi dari “suatu sistem yang terikat” atau “suatu kasus/beragam kasus” yang dari waktu ke
waktu melalui pengumpulan data yang mendalam serta melibatkan berbagai sumber informasi yang
“kaya” dalam suatu konteks. Sistem terikat ini diikat oleh waktu dan tempat sedangkan kasus
dapat dikaji dari suatu program, peristiwa, aktivitas atau suatu individu. Dengan perkataan lain,
studi kasus merupakan penelitian dimana peneliti menggali suatu fenomena tertentu (kasus) dalam
suatu waktu dan kegiatan (program, event, proses, institusi atau kelompok sosial) serta
mengumpulkan informasi secara terinci dan mendalam dengan menggunakan berbagai prosedur
pengumpulan data selama periode tertentu.

6
Bahan Bacaan. Study Lapangan. Karawitan VI

Pengumpulan data dalam studi kasus dapat diambil dari berbagai sumber informasi, karena
studi kasus melibatkan pengumpulan data yang “kaya” untuk membangun gambaran yang
mendalam dari suatu kasus. Yin (1989) mengungkapkan bahwa terdapat enam bentuk pengumpulan
data dalam studi kasus yaitu:
1. Dokumentasi yang terdiri dari surat, memorandum, agenda, laporan-laporan suatu peristiwa,

proposal, hasil penelitian, hasil evaluasi, klipping, artikel;

2. Rekaman arsip yang terdiri dari rekaman layanan, peta, data survei, daftar nama, rekaman-
rekaman pribadi seperti buku harian, kalender dan sebagainya;

3. Wawancara yang biasanya bertipe open-ended;


4. Observasi langsung;
5. Observasi partisipan dan;
6. Perangkat fisik atau kultural yaitu peralatan teknologi, alat atau instrumen, pekerjaan seni dan
lain-lain.
Sedangkan Creswell menampilkan pengumpulan data melalui matriks sumber informasi
untuk pembacanya. Matriks ini mengandung empat tipe data yaitu: wawancara, observasi, dokumen
dan materi audio-visual
Jadi, Studi kasus menjadi berguna apabila seseorang/peneliti ingin memahami suatu
permasalahan atau situasi tertentu dengan amat mendalam dan dimana orang dapat
mengidentifikasi kasus yang kaya dengan informasi , kaya dalam pengertian bahwa suatu persoalan
besar dapat dipelajari dari beberapa contoh fenomena dan biasanya dalam bentuk pertanyaan. Studi
kasus pada umumnya berupaya untuk menggambarkan perbedaan individual atau variasi “unik” dari
suatu permasalahan. Suatu kasus dapat berupa orang, peristiwa, program, insiden kritis/unik atau
suatu komunitas dengan berupaya menggambarkan unit dengan mendalam, detail, dalam konteks
dan secara holistik. Untuk itu dapat dikatakan bahwa secara umum, studi kasus lebih tepat
digunakan untuk penelitian yang berkenaan dengan how atau why.

Fenomenologi

Kalangan fenomenologi memandang bahwa tindakan bahwa tingkah laku manusia, yaitu apa
yang dikatakan dan dilakukan seseorang, sebagai produk dari cara orang tersebut menafsirkan
dunianya. Tugas ahli fenomenologi dan ahli metodologi kualitatif adalah menangkap proses
interprestasi ini. Untuk melakukan hal itu diperlukan apa yang disebut Weber Verstehen, yaitu
pengertian empatik atau kemampuan untuk mengeluarkan dalam pikirannya sendiri, perasaan, motif

7
Bahan Bacaan. Study Lapangan. Karawitan VI

dan pikiran-pikiran yang ada dibalik tindakan orang lain. Untuk dapat memahami arti tingkah laku
seseorang, ahli fenomenologi berusaha memandang sesuatu dari sudut pandang orang lain (Bogdan
& Taylor, 1975).

Fenomenologi tidak menganggap dirinya tahu apa makna sesuatu bagi orang-orang yang
dipelajarinya. “Penyelidikan fenomologis bermula dari “diam”. Keadaan “ diam” ini merupakan
upaya untuk menangkap apa gerangan yang sedang dipelajari. Dengan demikian, apa yang
ditekankan kaum fenomologi adalah segi subjektif tingkah laku orang. Fenomenolog berusaha untuk
bisa masuk kedalam dunia konseptual subjek penyelidikan (Geerz, 1973) agar dapat memahami

bagaimana dan apa makna yang disusun subjek tersebut disekitar kejadian-kejadian dalam
kehidupan kesehariannya. Fenomenologi berkepercayaan bahwa bagi manusia ada banyak cara
penafsiran pengamalan yang tersedia bagi kita masing-masing melalui interaksi dengan orang lain,
dan bahwa makna dari pengalaman itulah yang membentuk kenyataan atau realitas. Sebagai
akibatnya, kenyataan itu “bentukan sosial”. Jadi, tujuan dari semua paham fenomenologi yang
beragam sifatnya pada dasarnya sama,yakni memahami subjek dari sudut pandang subjek sendiri
(Bogdan & Bikken, 1982:24).

Fenomenologi beranjak dari filsafat sebagaimana dicetuskan oleh filsuf Jerman Edmund H.
Husserl (1859 – 1938). Walaupun acap kali tampak ada kesimpangsiuran dalam definisinya (sebagian
paradigma, aliran filsafat, bahkan sebagai metode atau penelitian kualitatif itu sendiri), pada
hakikatnya fenomenologi adalah upaya menjawab pertanyaan bagaimanakah struktur dan hakikat
pengalaman terhadap suatu gejala bagi sekelompok manusia?.
Fenomenologi pada dasarnya adalah sebuah tradisi yaitu tradisi pengkajian yang digunakan
untuk mengeksplorasi pengalaman manusia. Fenomenologi adalah suatu tradisi untuk

mengeksplorasi pengalaman manusia. Dalam konteks ini diasumsikan bahwa manusia aktif
memahami dunia disekelilingnya sebagai sebuah pengalaman hidupnya dan aktif
menginterpretasikan pengalamannya tersebut yang dapat disederhanakan bahwa fenomenologi
berasumsi bahwa setiap manusia secara aktif menginterpretasikan pengalaman dengan memberikan
makna atas suatu yang dialaminya, dengan kata lain pemahaman adalah suatu tindakan kreaif dan
bersifat subjektif.
Satu hal lagi yang ditekankan dalam fenomenologi adalah bahwa objek dan peristiwa

tersebut dilihat dalam perspektif manusia itu sendiri. Dan analisis atas kehidupan sehari – hari

dilakukan dari sudut pandang orang yang hidup dalam kehidupannya sendiri. Setiap makhluk hidup

8
Bahan Bacaan. Study Lapangan. Karawitan VI

pasti punya interpretasi berbeda atas kehidupannya masing – masing meski sekalipun mereka hidup

dalam satu keluarga akan tetapi cara mereka menginterpretasikan dunia disekeliling mereka

berbeda. Misalnya dua orang saudara kandung menyaksikan acara televisi yang membahas

mengenai berita tentang kenaikan harga bahan bakar minyak maka mereka akan
menginterpretasikan secara berbeda. Misalnya sang kakak menginterpretasikan bahwa pemberitaan

itu hanya pengalihan isu karena sang kakak memiliki beberapa pengalaman dari berita sebelumnya.

Sedangkan sang adik menginterpretasikan berita itu dengan kegagalan pihak pemerintah yang tidak

membela rakyat padahal sebelumnya terus dikampanyekan bahwa mereka adalah pemerhati

rakyat, lain dengan sang kakak bahwa pengalaman sang adik bahwa sebelumnya ia sudah

dikecewakan dengan pemberitaan sejenis. Kedua kakak beradik ini memiliki pengalaman yang

berbeda dan pastinya memberikan interpretasi yang berbeda pula terhadap dunia sekelilingnya.

Metode fenomenologi ini terrmasuk kedalam metode penelitian kualitatif yang cenderung
bersifat deskriptif dimana fenomenologi dapat memberikan peluang bagi peneliti untuk menggali
informasi pengalaman manusia. Dibanding metode lain, salah satu metode yang menggunakan
paradigma konstruktifistik ini lebih memberikan fleksibilitas dan kemudahan membangun konstruksi
sosial realitas. Metode ini dapat memberikan informasi yang kaya atas realitas yang diteliti, mungkin

secara teoritik sulit dipahami akan tetapi sebenarnya lebih mudah untuk dilakukan. Untuk cara
pengumpulan datanya dalam metode fenomenologi dapat dengan melakukan wawancara selain itu
diikuti dengan data sekunder yakni observasi.

Etnometodologi

Pendekatan ini dikembangkan oleh Harold Garfinkel pada tahun 1967 dengan mengajukan
pertanyaan: bagaimanakah orang memahami kegiatan sehari – hari sehingga perilakunya dapat
diterima oleh masyarakat? Berbeda dengan penyelidikan hueristis yang memperhatikan pengalaman
intens, entnometodologi lebih memerhatikan hal yang begitu lumrahnya dalam kehidupan sehari–
hari sehingga tidak pernah terpikirkan secara mendalam oleh para pelakunya. Berakar dalam
fenomenologi, etnometodelogi berusaha memahami akal sehat yang digunakan oleh sekelompok
manusia untuk dapat berfungsi dalam suatu kelompok yang hendak mencapai suatu tujuan tertentu.

9
Bahan Bacaan. Study Lapangan. Karawitan VI

Perspektif ini pada dasarnya menunjuk pada persoalan yang akan diteliti, sebagaimana yang
diceritakan oleh Harold Garfinkel, istilah etnometodologi dijumpainya ketika ia mempelajari arsip
silang budaya di Yale yang memuat kata-kata seperti etnobotani, etnofisika, etnomusik, dan
etnoastronomi. Beberapa istilah tersebut mempunyai arti sebagaimana para warga suatu kelompok
tertentu (biasanya kelompok suku yang terdapat di arsip Yale) memahami, menggunakan, dan
menata segi-segi lingkungan mereka; dalam hal etnobotani, subjek atau pokok kajiannya adalah
tanaman. Dengan demikian, etnometodologi berarti studi tentang bagaimana orang-orang
menciptakan dan memahami kehidupan sehari-hari. Subjek bagi etnometodologi bukan hanya warga
suku primitif. Mereka adalah orang-orang dari berbagai situasi didalam masyarakat kita sendiri
(Bogdan & Biklen, 1982:30).
Untuk membuktikan kompleks dan tidak lumrahnya suatu gejala, etnometodologi
menggunakan teknik sengaja melanggar pola keseharian yang berlaku dan dari reaksi terhadap
pelanggaran itu mencoba memahami kompleksitasnya. Dengan begitu metode pengumpulan
datanya dapat dengan studi kasus setelah itu dibantu dengan data sekunder berupa wawancara dan
observasi.
Budaya menolak/mencegah hujan dengan menusuk cabai atau menaburkan garam yang
secara logika tidak ada kaitannya dengan akan turun atau tidaknya hujan, hal ini terbukti dari
seringnya ritual ini dilakukan terutama ketika melakukan resepsi pernikahan namun hujan tetap
turun. Namun karena manusia memiliki refleksi, masih turunnya hujan tersebut direfleksikan
berbeda, seperti mereka mengatakan pada dirinya sendiri bahwa, “Mungkin ritual yang dilakukan
kurang tepat atau ada pantangan yang dilanggar atau ada sesuatu yang menyebabkan hujan harus
turun”. Dari sini terlihat adanya proses berpikir dan evaluasi diri dari sang Peritual tersebut. contoh
lainnya, Gail Jefferson mempertanyakan bagaimana orang tahu kapan saatnya tertawa dalam
percakapan. Menurut pandangan awam, tertawa sama sekali bebas waktunya dalam percakapan
atau interaksi, artinya, kapan saja dikehendaki. Tetapi Jefferson menemukan bahwa beberapa ciri
struktural mendasar suatu ucapan dimaksudkan untuk membuat pihak lain agar tertawa yakni
pertama, penempatan tawa oleh pembicara di ujung ucapannya. Kedua, tertawa diletakkan di
tengah pembicaraan, misalnya di tengah kalimat. Jadi, kemungkinan yang dapat menimbulkan
tertawa tak diorganisir sebebas yang diperkirakan orang. Masalahnya bukanlah sesuatu yang akan
terjadi, tertawa atau apa pun lainnya, tapi tertawa harus terjadi atas dasar suka rela atau oleh
ajakan.
Etnometodologi tidak menunjukkan kepada metode penelitian, tetapi pada persoalan-

persoalan penyelidikan, yaitu cara (metodologi yang digunakan) orang untuk memahami situasi

tempat mereka berada.bagi ahli etnometodologi, arti suatu tindakan selalu tidak jelas dan

10
Bahan Bacaan. Study Lapangan. Karawitan VI

merupakan persoalan bagi oarang-orang dalam situasi tertentu. Tugas ahli etnometodologi adalah

menyelidiki bagaimana cara orang menetapkan kaidah-kaidah abstrak dan pengertian akal sehat

dalam berbagai situasi sehingga tindakan tersebut kelihatan rutin, dapat diterangkan, dan tidak

meragukan. Dengan demikian, arti itu adalah penyelesaian praktis yang dilakukan oleh warga suatu
masyarakat (Bogdan & Taylor, 1975). Untuk memperjelas pengertian akal sehat tersebut kita dapat

mengambil contoh apa yang telah dilakukan oleh Jack Douglas. Ia telah menyelidiki proses yang

digunakan oleh koroner (pegawai yang memeriksa sebab-sebab kematian seseorang) untuk

menentukan suatu kematian sebagai akibat bunuh diri. Ia mencatatbahwa untuk menentukan hal

itu, koroner harus menggunakan pengertian akal sehat (yaitu “apa yang diketahui oleh setiap

orang”) tentang alasan orang bunuh diri sebagai dasar menetapkan adanya unsur kesengajaan.

Koroner tersebut mengumpulkan beberapa pertanda (misalnya, bukti bahwa seseorang bersedih

karena kehilangan pekerjaannya) sehingga sampai kepada sebuah kesimpulan dengan kata-kata

“bunuh diri karena berbagai sebab praktis”. Penyelidikan lain yang dilakukan oleh D. Lawrence

Wieder menyelidiki bagaimana “pecandu narkoba” disuatu rumah diluar kota menggunakan “kode

etik narapidana”. Yaitu Aksioma seperti “jangan mencuri” dan “bantulah penghuni yang lain”, guna

menerangkan, membenarkan, dan mempertanggungjawabkan tingkah laku mereka. Ia memberikan

contoh bagaimana para penghuni memberitahukan dan menerapkan kode etik itu pada situasi

khusus jika mereka diminta untuk menerangkan alasan tindakan mereka. Dengan demikian, lewat

penyelidikan terhadap hal-hal yang didasarkan pada pikiran sehat, ahli etnometodologi berharap

dapat mengerti cara orang melihat, melukiskan, dan menerangkan tata dunia yang mereka tinggali
ini (Bogdan & Taylor, 1975).

Interaksi Simbolik
Asumsi dalam pandangan perspektif interaksi simbolik adalah pengalaman manusia
diperoleh dengan perantara interpretasi (Blumer dalam Rulam Ahmadi (2014:48)). Benda (objek),
orang, situasi, dan kejadian itu tidak memiliki maknanya sendiri. Bogdan & Taylor (1975) juga
menyatakan bahwa orang selalu berada dalam proses interpretasi dan definisi sewaktu mereka
beralih dari satu situasi ke situasi lain. Beberapa situasi ada yang sudah dikenal baik dan mungkin
merupakan hal yang baru ditemui satu kali saja. Semua situasi itu terdiri atas pelaku, orang lain
dan tindakannya, dan objek fisik. Bagaimanapun juga,

11
Bahan Bacaan. Study Lapangan. Karawitan VI

suatu situasi hanya dapat mempunyai makna lewat interpretasi dan definisi orang mengenai situasi
tersebut. Sementara itu, tindakan orang tersebut berasal dari makna ini. Jadi, proses interpretasi

berfungsi sebagai perantara bagi setiap kecendrungan untuk bertindak disamping juga sebagai
tindakan itu sendiri.

Untuk bisa memahami tingkah laku orang, kita harus memahami definisi dan proses
terbentuknya. Manusia itu selalu aktif menciptakan dunianya maka memahami persimpangan
biografi dan masyarakat menjadi esensial (Geertz dan Millis, 1953). Karena berbagai sebab, setiap
peserta memandang (memberikan definisi mengenai) situasi atau aspek dari situasi itu (yakni pelaku
itu sendiri, pelaku yang lain) dengan cara yang berlainan. Salah satu sebab tersebut adalah setiap
pelaku membawa masa lalunya yang unik dan mempunyai cara tersendiri pula untuk menafsirkan
apa yang dilihatnya. Tentu semua peserta dalam satu situasi mungkin mempunyai pandangan yang
sama terhadap situasi tersebut, atau beberapa peserta yang menempati posisi sama mungkin
memandang hai itu dengan cara yang berbeda. Disamping itu, faktor-faktor lain (misalnya, latar
belakang budaya, jenis kelamin, pendidikan/ latihan yang diperoleh) mungkin juga dapat
mempengaruhi perspektif peserta tersebut.

Bagian lain yang terpenting teori interaksi sosial adalah konstruk tentang “diri sendiri” (self).
Diri sendiri tidak dipandang terletak didalam individu seperti ego atau kebutuhan, motif, dan norma-
norma atau nilai-nilai yang terinternalisasi. Diri adalah definisi yang diciptakan orang (melalui
interaksinya dengan orang lain) mengenai siapa dirinya. Dalam membentuk atau mendefiniskan diri,

orang berusaha melihat dirinya sebagaimana orang-orang lain melihat dia dengan menafsirkan gerak
isyarat dan perbuatan yang ditunjukkan kepadanya dan dengan jalan menempatkan dirinya pada
peranan orang lain. Pendeknya, kita memandang diri kita sendiri sebagian sebagaimana orang-orang
lain memandang kita. Dengan demikian, konstruksi sosial merupakan hasil dari mempersepsi diri

sendiri dan kemudian menyusun definisi melalui proses interaksi (Bogdan & Bikken, 1998:27).

Interaksionisme simbolik bermula dari psikologi sosial yang dikaitkan dengan George Herbert
Mead dan Herbert Blumer serta per definisi bertautan erat dengan penyelidikan kualitatif dan
orientasi verstehen yang mendasarinya. Sang interaksionis simbolik mengajukan pertanyaan
kumpulan simbol dan pemahaman umum apa yang muncul dan memberikan makna pada interaksi
antarmanusia?.

12
Bahan Bacaan. Study Lapangan. Karawitan VI

Perspektif ini amat menekankan pentingnya makna dan penafsiran sebagai proses yang

hakiki dan manusiawi sebagai reaksi terhadap behavioralisme dan psikologi stimulus – respon yang

mekanistis. Orang menciptakan makna bersama melalui interaksinya, dan bagi mereka makna itulah

yang menjadi realitasnya.

Pentingnya interaksionisme simbolik dalam penyelidikan kualitatif adalah tekanan jelas pada
pentingnya simbol dan proses yang terjadi dalam interaksi sebagai sesuatu yang mendasar untuk
memahami perilaku manusia. Interaksionisme simbolik merupakan salah satu model metodologi
penelitian kualitatif berdasarkan pendekatan fenomenologis atau persepektif interpretif. Bogdan

dan Taylor mengemukakan bahwa dua pendekatan utama dalam tradisi fenomenologis adalah
interaksionisme simbolik dan etnometodologi.
Dalam pandangan interaksi simbolik, sebagaimana ditegaskan Blumer, proses sosial dalam
kehidupan kelompoklah yang menciptakan dan menegakkan kehidupan kelompok. Menurut teoritisi
interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan
simbol-simbol. Mereka tertarik pada cara manusia menggunakan simbol-simbol yang
mempresentasikan apa yang mereka maksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamanya, dan juga
pengaruh yang ditimbulkan penafsiran atas simbol-simbol ini terhadap perilaku pihak-pihak yang
terlibat dalam interaksi sosial. Penganut interaksi simbolik berpandangan, perilaku manusia pada

dasarnya adalah produk dari interpretasi mereka atas dunia disekeliling mereka, jadi tidak mengakui
bahwa perilaku itu dipelajari atau ditentukan, sebagaimana dianut oleh teori behavioristik atau teori
struktural. Alih-alih, perilaku dipilih sebagai hal yang layak dilakukan berdasarkan cara individu
mendefinisikan situasi yang ada.

Interaksi simbolik termasuk ke dalam salah satu dari sejumlah tradisi penelitian kualitatif
yang berasumsi bahwa penelitian sistematik harus dilakukan dalam suatu lingkungan yang alamiah
dan bukan lingkungan artifisial seperti eksperimen. Secara lebih jelas Denzin dalam Mulyana
(2002:149) mengemukakan tujuh prinsip metodologis berdasarkan teori interaksi simbolik, yaitu :
1. Simbol dan interaksi harus dipadukan sebelum penelitian tuntas.
2. Peneliti harus mengambil perspektif atau peran orang lain yang bertindak (the acting other) dan
memandang dunia dari sudut pandang subjek, namun dalam berbuat demikian peneliti harus
membedakan antara konsepsi realitas kehidupan sehari-hari dengan konsepsi ilmiah mengenai
realitas tersebut.

3. Peneliti harus mengaitkan simbol dan definisi subjek hubungan sosial dan kelompok- kelompok
yang memberikan konsepsi demikian.

13
Bahan Bacaan. Study Lapangan. Karawitan VI

4. Setting perilaku dalam interaksi tersebut dan pengamatan ilmiah harus dicatat.
5. Metode penelitian harus mampu mencerminkan proses atau perubahan, juga bentuk perilaku
yang yang statis.

6. Pelaksanaan penelitian paling baik dipandang sebagai suatu tindakan interaksi simbolik.

7. Penggunaan konsep-konsep yang layak adalah pertama-tama mengarahkan (sensitizing) dan


kemudian operasional, teori yang layak menjadi teori formal, bukan teori utama (grand theory)
atau teori menengah (middle theory), dan proposisi yang dibangun menjadi interaksional dan
universal.

Dari penjelasan diatas bahwa dapat disimpulkan interaksionisme simbolik dapat menggunakan
observasi sebagai data premiernya dan wawancara dapat ditambahkan sebagai data sekundernya.

Etnografi
Etnografi adalah uraian dan penafsiran suatu budaya atau sistem kelompok sosial. peneliti
menguji kelompok tersebut dan mempelajari pola perilaku, kebiasaan, dan cara hidup. Etnografi
adalah sebuah proses dan hasil dari sebuah penelitian. Sebagai proses, etnografi melibatkan
pengamatan yang cukup panjang terhadap suatu kelompok, dimana dalam pengamatan tersebut
peneliti terlibat dalam keseharian hidup responden atau melalui wawancara satu per satu dengan
anggota kelompok tersebut. Peneliti mempelajari arti atau makna dari setiap perilaku, bahasa, dan
interaksi dalam kelompok.

Metode ini cenderung meneliti suatu kebudaayan di sebuah wilayah tertentu, apa yang
dilakukan masyarakat dan apa tujuannya mereka melakukan hal tersebut. hal ini ditegaskan dalam
pernyataan bahwa secara historis, penelitian etnografi telah mengembangkan suatu perhatian untuk
memahami pandangan dunia dan cara hidup manusia dalam konteks pengalaman hidup sehari – hari
merka (Crang dan Cook, 2007:37). Secara harafiah, etnografi berarti tulisan atau laporan tentang
suatu suku bangsa yang ditulis oleh seorang antropolog atas hasil penelitian lapangan (field work)
selama sekian bulan atau sekian tahun. Etnografi, baik sebagai laporan penelitian maupun sebagai
metode penelitian dianggap sebagai asal-usul ilmu antropologi. Margareth Mead (1999)
menegaskan, “Anthropology as a science is entirely dependent upon field work records made by
individuals within living societies". Dalam buku Metode Etnografi, James Spardley mengungkap
perjalanan etnografi dari mula-mula sampai pada bentuk etnografi baru.

14
Bahan Bacaan. Study Lapangan. Karawitan VI

Kemudian dia sendiri juga memberikan langkah-langkah praktis untuk mengadakan penelitian

etnografi yang disebutnya sebagai etnografi baru ini.

Etnografi lekat dengan kebudayaan, bahkan merupakan hal yang pokok dalam studi
etnografis. Karena hal ini maka kalangan antropolog yang telah merintis kemudian menggunakan
istilah ini. hal demikian didasarkan pada keyakinan bahwa manusia hidup berkelompok dan saling
berinteraksi antara satu individu dan individu lainnya, dan melalui ini kemudian terbentuk
kebudayaan. Kebudayaan dalam konteks ini dapat dimaknai sebagai kumpulan dari pola–pola
perilaku dan keyakinan–keyakinan yang kemudian menentukan patokan (standar) mengenai sesuatu
itu apa (what is), kemungkinannya apa (what can be), memutuskan bagaimana menaruh perasaan
terhadapnya, keputusan bagaimana untuk merespon dan bagaimana cara yang diambil atau dipilih.

Istilah etnografi kerap digunakan untuk menunjukkan dua hal yang sebenarnya berbeda
yakni (a) Metode Penelitian dan (b) hasil laporan penelitian atau kajian. Dalam arti metode istilah
etnografi biasanya diartikan sebagai fildwork conducted by a single investigator who lives with and
lives like whose who are studies, usually for a year or more. Penelitian lapangan, kata lain dari
metode observasi – terlibat, yang dilakukan oleh seorang peneliti yang untuk itu ia tinggal bersama
dan hidup sebagaimana layaknya orang – orang yang diteliti, untuk waktu satu tahun atau lebih.
Dalam arti hasil penelitian, etnografi berarti the written respresentation of a culture (suatu
bentuk laporan tertulis mengenai suatu kebudayaan). Kendati demikian, secara umum istilah
etnografi biasa dipakai untuk menunjuk a study of the culture that a given group of people more or
less share (studi tentang kebudayaan yang ada pada kelompok masyarakat tertentu). Terdapat tiga
moment (tahap kegiatan yang berbeda) pada etnografi: (a)Kegiatan Pengumpulan Informasi atau
data mengenai suatu kebudayaan yang diteliti, (b) penyusunan laporan etnografi dan (c) bacaan dan
penerimaan (reading and reception) karya etnografi oleh khalayak yang relevan dan beraneka
ragam. Para ilmuan sosial biasanya lebih tertarik pada yang pertama.
Contoh menggunakan metode etnografi adalah berkenaan dengan dampak televisi
terhadap nilai – nilai kehidupan orang lokal didaerah Nanggroe Aceh Darussalam. Dalam hal ini
lebih mengkaji dengan sisi bagaimana kebudayaan mereka menerima dan
menginterpretasikannya kedalam kebudayaan mereka.
Etnografi pada dasarnya ancangan yang berawal dari disiplin antropologi budaya dan pada
pokoknya bertujuan mengkaji bagaimanakah budaya sekelompok manusia. Metode pengumpulan
premier yang digunakan ialah observasi partisipatif, yang menuntut

15
Bahan Bacaan. Study Lapangan. Karawitan VI

kerja lapangan yang intensif dengan peneliti terlibat penuh di dalam budaya yang dikajinya.
Etnografi mementingkan asas relativisme (kenisbian) budaya : setiap kelompok manusia akan

mengembangkan budayanya dan budaya itu di hargai sebagaimana adanya tanpa membawa nilai –
nilai dari budaya si peneliti. Ini juga berarti penghargaan penuh (termasuk upaya empati) terhadap
kelompok manusia yang hendak di teliti.

Biografi

Adalah penelitian kualitatif terhadap individu serta pengalamannya yang dituliskan dengan
cara mengumpulkan dokumen dan arsip-arsip. Tujuan penelitian ini adalah mengungkap
pengalaman menarik yang dapat mempengaruhi atau mengubah hidup seseorang. Peneliti

menginterpretasi subjek seperti subjek tersebut memposisikan dirinya sendiri.


Penelitian biografi merupakan penelitian mengenai kehidupan seseorang dan
pengalamannya yang dianggap penting dan bermanfaat bagi masyarakat umum maupun komunitas
tertentu yang dituliskan kembali dengan mengumpulkan dokumen, arsip-arsip, keterangan dari
orang yang ditulis biografinya maupun keterangan dari orang lain yang mengetahui tentang orang
yang ditulis. Tujuan penelitian ini adalah mengungkap epipani yaitu pengalaman menarik yang
sangat mempengaruhi atau mengubah hidup seseorang. Data yang diperoleh diinterpretasi oleh si
peneliti seolah-olah peneliti sedang menuliskan pengalaman dirinya sendiri.
Penelitian biografi adalah studi tentang individu dan pengalamannya yang dituliskan
kembali dengan mengumpulkan dokumen dan arsip-arsip. Tujuan penelitian ini adalah mengungkap
turning point moment atau epipani yaitu pengalaman menarik yang sangat mempengaruhi atau
mengubah hidup seseorang. Peneliti menginterpretasi subjek seperti subjek tersebut memposisikan
dirinya sendiri.

Pada tulisan Safari Daud, Biografi merupakan riwayat hidup tokoh yang ditulis oleh orang
lain baik tokoh tersebut masih hidup atau sudah meninggal. Sedangkan riwayat hidup yang ditulis
sendiri disebut otobiografi. (Daud, Safari, 2013).
Dalam menganalisis data pada penelitian biografi dilakukan langkah-langkah berikut:

1. Mengorganisir file pengalaman objektif tentang hidup responden seperti tahap perjalanan hidup
dan pengalaman. Tahap tersebut berupa tahap kanak-kanak, remaja, dewasa dan lansia yang

ditulis secara kronologis atau seperti pengalaman pendidikan, pernikahan, dan pekerjaan;
2. Membaca keseluruhan kisah kemudian direduksi dan diberi kode;
3. Kisah yang didapatkan kemudian diatur secara kronologis;
16
Bahan Bacaan. Study Lapangan. Karawitan VI

4. Selanjutnya peneliti mengidentifikasi dan mengkaji makna kisah yang dipaparkan, serta mencari

epipani dari kisah tersebut;

5. Peneliti juga melihat struktur untuk menjelaskan makna, seperti interaksi sosial didalam sebuah
kelompok, budaya, ideologi, dan konteks sejarah, kemudian memberi interpretasi pada
pengalaman hidup individu;
6. Kemudian, riwayat hidup responden di tulis dengan berbentuk narasi yang berfokus pada proses
dalam hidup individu, teori yang berhubungan dengan pengalaman hidupnya dan keunikan
hidup individu tersebut.
Pada daur hidup seseorang, kelahiran sampai kematian, ada banyak kejadian yang dialami
oleh individu. Pengalaman ini merupakan unsur yang sangat menarik untuk diketahui, dengan
metode Biografi pengalaman yang terakumulasi direkam dan dipaparkan. Inilah yang membuat
Biografi merupakan sejarah individual menyangkut tahapan kehidupan dan pengalaman seseorang
yang dialami dari waktu ke waktu.
Ada beberapa varian dalam metode Biografi yang dijelaskan Daud, selain Biografi, ada
otobiografi, Prosofografi dan Memoar. Jika Biografi ditulis oleh orang lain, Otobiografi dituliskan oleh
individu itu sendiri. Sangat mirip dengan Memoar, bedanya pada fokus individu terhadap suatu
kejadian atau fenomena saja. Pengelompokan tokoh tokoh atau individu mengenai cerita
kehidupannya (Daud menyebutnya biografi kolektif) disebut dengan Prosofografi.
Kuntowijoyo dalam tulisan Daud memberikan dua macam biografi yaitu portrayal (portrait)
dan scientific (ilmiah). Biografi dalam potret portrayal menurut Kunto adalah kategori biografi dalam
potret hanya mencoba memahami, kecenderungan metode biografi ini pada makna memahami sang
tokoh sekaligus memberi makna. Biografi scientific menurut Kunto merupakan usaha menerapkan
tokoh berdasarkan analisis ilmiah dengan penggunaan konsep-konsep tertentu sehingga menjadi
sejarah yang menerangkan.
Dalam ranah komunikasi, Biografi dapat dilakukan dalam penelusuran tokoh dan
pemikirannya sekaligus, yang mempengaruhi komunikasi baik secara keilmuan maupun praktek
komunikasi. Bahan yang digunakan dalam metode biografi ini adalah dokumen (termasuk surat-surat
pribadi), wawancara, tidak hanya dengan orang yang bersangkutan, tetapi juga dengan orang yang
disekelilingnya dan lainnya.

17
Bahan Bacaan. Study Lapangan. Karawitan VI

Grounded Research
Pengertian grounded research merupakan suatu metode penelitian yang mendasarkan diri
kepada fakta dan menggunakan analisis perbandingan yang bertujuan mengadakan generalisasi
empiris, menetapkan konsep-konsep, membuktikan teori dan mengembangkan teori ketika
pengumpulan data dan analisis data berjalan pada waktu bersamaan (Nazir dalam Andi Prastowo
(2011:65)). Dari definisi ini, dapat kita lihat bahwa metode yang digunakan dalam grounded research
merupakan reaksi metode penelitian yang pada dasarnya digunakan untuk memverifikasi teori.
Grounded research adalah metode penelitian yang digunakan untuk mengembangkan teori. Sumber
teorinya adalah data tersebut. Dengan demikian, teori disebut grounded karena berdasarkan data.
Metode grounded research menghasilkan teori yang disebut grounded theory. Dalam
metode ini, digunakan pendekatan grounded theory, yaitu suatu pendekatan kualitatif yang memiliki
maksud pokok untuk mengembangkan teori berdasarkan data empiris, bukan membangun teori
secara deduktif logis (Muhadjir, 2000:121). Jadi, pendekatan grounded theory bukan hanya
merupakan teoritis abstrak.
Menurut Moleong (2006:30) dalam Andi Prastowo (2011:66) ada empat kriteria pokok untuk

suatu penelitian grounded research, yaitu sebagai berikut :


1. Hal itu harus sesuai dengan fenomena
2. Diperoleh dari berbagai macam data
3. Dipercaya dari segi kenyataan sehari-hari dibidangnya
4. Hal itu harus menyediakan pemahaman dan harus komprehensif terhadap orang-orang yang
diteliti maupun yang lainnya yang terlibat
5. Hal itu harus menyediakan kesimpulan umum (dengan catatan, data itu komprehensif)
6. Interpretasinya konseptual dan luas
7. Teori memasukkan variasi ekstensif di bidangnya
8. Hal itu menyediakan pengawasan (dalam hal ini menyediakan kondisi dimana teori diaplikasikan

dan menyediakan landasan untuk tindakan di bidangnya)

Menurut Nazir (1988:88),terdapat tujuh tujuan metode Grounded Research, yaitu :


1. Untuk mengadakan generalisasi empiris
2. Untuk menetapkan konsep-konsep
3. Untuk membuktikan teori
4. Untuk mengembangkan teori
5. Untuk menentukan sampai seberapa jauh suatu kasus berlaku umum
18
Bahan Bacaan. Study Lapangan. Karawitan VI

Ciri khas Grounded research adalah sebagai berikut :


1. Menggunakan data sebagai sumber teori
2. Peranan data dalam penelitian ini lebih ditonjolkan
3. Pemilihan sampel mengarah ke pemilihan kelompok atau sub kelompok yang akan memperkaya
penemuan ciri-ciri utama
4. Pengumpulan data dan analisis data berjalan pada waktu yang bersamaan
5. Hubungan teori dan tesis terletak pada terisinya data secara penuh pada tesis substantif

Menurut Nazir dalam Andi Prastowo (2011:72) prosedur kerja utama dalam metode
grounded research terdiri atas empat langah sebagai berikut :
1. Menentukan masalah yang ingin diselidiki
2. Mengumpulkan data
3. Menganalisis dan menjelaskannya
4. Pembuatan laporan penelitian

Metode Grounded Research memiliki kelebihan sebagai berikut :


1. Metode ini mampu menyelidiki secara mendalam terhadap suatu permasalahan
2. Metode grounded research mengkritik tugas pengembangan ilmu pengetahuan (dengan
pendekatan kuantitatif-positivistik) yang hanya mengadakan verifikasi sehingga terjadi
pengikisan karena temuan teori-teori baru. Dengan kata lain, model verifikasi positivistik
meminimkan munculnya teori baru. Hal itu berbeda halnya dengan metode grounded research
yang justru memberi peluang bagi munculnya teori-teori baru yang berdasarkan data.

3. Hipotesis dalam grounded research merupakan suatu pernyataan ilmiah yang akan terus
dikembangkan.

Sementara kelemahan metode grounded research (Nazir dalam Andi Prastowo (2011:77))
adalah sebagai berikut:

1. Grounded research menggunakan analisis perbandingan dan mensifatkan analisis perbandingan


sebagai penemuan yang baru. Karena grounded research tidak menggunakan probabilty
sampling, generalisasi yang digunakan mengandung banyak bias.
2. Akhir satu penelitian bergantung pada subjektivitas peneliti. Apakah hasilnya suatu teori atau

hanya suatu generalisasi saja, tidak ada yang tahu kecuali peneliti.

19
Bahan Bacaan. Study Lapangan. Karawitan VI

3. Teori yang diperoleh dalam grounded research tidak didasarkan atas langkah-langkah sistematis
melalui siklus metode ilmiah
4. Grounded research dapat disamakan dengan pilot studi atau exploratory research belaka
5. Sukar dinilai dengan metode-metode umum lainnya yang sering dilakukan dalam penelitian
kemasyarakatan.

Dipengaruhi oleh pandangan bahwa peneliti kualitatif tidak membutuhkan pengetahuan dan
teori tentang objek penelitian untuk mensterilkan subjektivitas peneliti, maka format desain
grounded research dikontruksikan agar peneliti dapat mengembangkan semua pengetahuan dan
teorinya setelah mengetahui permasalahan dan data dilapangan. Oleh karena itu, format desainnya
adalah sebagai berikut :
Tahap I Observasi Pendahuluan
➢ Menemukan Tema-tema Pokok Penelitian
➢ Menemukan Gatekeepers
➢ Menemukan gambaran umum tentang alur penelitian
Tahap II Pengumpulan Data
➢ Menemukan Informan
➢ Mewawancarai dan Mengobservasi serta Membuat Catatan Harian
➢ Menemukan Inforamasi Baru
➢ Mengembangkan Strategi Wawancara dan Observasi
➢ Menggunakan Trianggulasi untuk menemukan Kebenaran Data
➢ Terus menerus membuat Catatan Harian

Tahap III Pengumpulan Data Lanjutan


➢ Merevisi Draf Laporan Penelitian
➢ Menemukan Kekurangan Data dan Informasi
➢ Membuang informasi yang Tidak Penting
➢ Menemukan Informan Baru
➢ Terus-menerus menggunakan Triangulasi
➢ Terus-menerus membuat catatan harian baru
➢ Memutuskan untuk menghentikan penelitian
➢ Mengembangkan draf laporan menjadi rancangan laporan akhir
➢ Peneliti meninggalkan lokasi penelitian
Dalam tradisi penelitian kualitatif, ketiga format penelitian diatas bukanlah sesuatu ukuran
baku yang tidak dapat diubah dan dikonstruksi ulang karena berdasarkan pengalaman bahwa format
20
Bahan Bacaan. Study Lapangan. Karawitan VI

desain yang telah disiapkan hampir seluruhnya mengalami perubahan bahkan terkadang tidak dapat
digunakan sama sekali. Namun, contoh diatas bisa jadi bermanfaat bagi pembaca karena ditulis
berdasarkan berbagai pengalaman dilapangan bertahun-tahun, karena itu tak perlu ragu
menggunakannya. (Bungin, 2001 : 64- 65).

21

Anda mungkin juga menyukai