Anda di halaman 1dari 22

Pengkajian Sistem Perkemihan

Keperawatan Medikal Bedah (Universitas Riau)

Studocu is not sponsored or endorsed by any college or university


Downloaded by Onis Rohnenti (onisrohnenti1@gmail.com)
MAKALAH
PENGKAJIAN LANJUT KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
“PENGKAJIAN KEPERAWATAN SISTEM PERKEMIHAN”

OLEH :

Sofia Yulidar Hafni

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2022 / 2023

Downloaded by Onis Rohnenti (onisrohnenti1@gmail.com)


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.....................................................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1

A. Latar Belakang..................................................................................................................1

B. Tujuan................................................................................................................................1

BAB II ANATOMI FISIOLOGI SISTEM URINARIA.................................................................2

A. Ginjal.................................................................................................................................2

B. Vesika urinaria, urethra, ureter..........................................................................................4

C. Suplai Darah......................................................................................................................4

D. Pembentukan Urine...........................................................................................................5

E. Hormon Antidiuretik.........................................................................................................6

F. Regulasi eksresi cairan dan elektrolit....................................................................................6

G. Regulasi Keseimbangan Asam – Basa..............................................................................8

H. Auto-regulasi tekanan darah..............................................................................................8

I. Renal clearance.....................................................................................................................8

J. Regulasi Produksi Eritrosit, sintesis vitamin D dan sekresi prostaglandin...........................9

K. Pengumpulan urine dan pengosongan vesika....................................................................9

BAB III PENGKAJIAN SISTEM URINARIA.............................................................................10

A. Riwayat Kesehatan..........................................................................................................10

1. Riwayat Kesehatan Dahulu..........................................................................................10

2. Riwayat Kesehatan Keluarga.......................................................................................10

3. Riwayat Kesehatan Sekaarang.....................................................................................10

B. Pemeriksaan Fisik............................................................................................................10

C. Pemeriksaan Diagnostik..................................................................................................12
Downloaded by Onis Rohnenti (onisrohnenti1@gmail.com)
1. Urinalisis dan kultur urin.............................................................................................12

2. Imaging diagnostik......................................................................................................12

BAB IV PENUTUP.......................................................................................................................14

A. Kesimpulan......................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................iii

ii

Downloaded by Onis Rohnenti (onisrohnenti1@gmail.com)


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem perkemihan merupkan sistem yang menyaring darah yang beredar dalam
tubuh dari zat – zat yanng tidak berguna keudian larut dalam air dan dikeluarkan bersama
dengan urine sedangkan zat – zat yang berguna akan diserap kembali oleh tubuh
(Manurung, 2018). Fungsi renal yang adekuat sangat penting untuk menjaga kesehatan
tubuh, apabila seseorang mengalami gagal ginjal komplit, maka kematian tidak bisa
dihindari (Lewis, Dirkensen, Heitkemper, Li, & Bucher, 2014). Ginjal memiliki banyak
fungsi termasuk eksresi kelebihan air dan urea yang merupakan produk dari metabolisme
protein, membantu menjaga keseimbangan asam – basa dan elekrolit, memproduksi
enzim renin (yang berfungsi dalam pengaturan tekanan darah), produksi hormon
eritropoetin yang menstimulasi produksi eritrosit (Timby & SMith, 2010).

Pengkajian keperawatan sistem urologi berfokus pada perubahan produksi urine,


transport, penyimpanan, dan eliminasi (Timby & SMith, 2010). Pegkajian fungsi saluran
urinaria atas dan bawah merupakan bagian dari setiap pemeriksaan kesehatan dan
sebelum melakukan pengkajian penting untuk memamahi anatomi fisiologi sistem
urinaria dan juga efek dari perubahan fungsi sistem urinaria akut dan kronik (Suzzane C
Smeltzer & Bare, 2017).

B. Tujuan
1. Memahami anatomi fisiologi sistem urinaria
2. Memahami pengkajian keperawatan lanjut sistem urinaria
3. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan kasus sistem urinaria

Downloaded by Onis Rohnenti (onisrohnenti1@gmail.com)


BAB II

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM URINARIA

Sistem urinaria terdiri dari dua buah ginjal, ureter, vesika urinaria, dan urethra. Ginjal
berrfungsi membentuk urine dan sistem lain sebagai saluran pengeluaran. Tujuan dari
pembentukan urine adalah untuk embuang zat – zat racun dari darah, selain itu ginjal juga
memiliki fungsi lain diantaranya; regulasi volume, komposisi dan tekanan darah melalui seksresi
dan konservasi air, regulasi keseimbangan elektrolit darah melallui konservasi mineral, regulasi
keseimbangan asam basa melalui konservasi ion hidrogen atau bikarbonat, produksi eritropoetin
yang menstimulasi pembentukan eritrosit pada sumsum tulang (WIlliams & Hopper, 2007).

A. Ginjal
Merupakan organ utama pada sistem urinaria yang memiliki dua fungsi utama yaitu
regulasi volume dan komposisi cairan ekstraseluler serta eksresi produk sisa tubuh. Sepasang
ginjal berbentuk kacang yang terletak pada retroperineal pada masing – masing sisi column
vertebrae di level thoracic XII dan Lumbal III, masing – masing ginjal memiliki berat 113-
170 gram dengan panjang 12,5 cm. Ginjal kanan terletak setinggi costae XII, lebih rendah dari
yang kiri, dan kelenjar adrenal berada di atas setia ginjal.

Downloaded by Onis Rohnenti (onisrohnenti1@gmail.com)


Gambar 2.1 Organ Sistem Urinaria

Masing – masing ginjal dikellilingi oleh sejumlah lemak dan jaringan penyambung yang
menjaga agar ginjal tetap berada diposisinya. Sebuah lapisan membran mukosa yang tipis
menutupi ginjal disebut dengan capsul, yang melindungi ginjal dari tekanan tiba – tiba. Hilus,
yang berada pada sisi medial ginjal merupakan tempat masuknya arteri dan saraf renal, dan
merupakan tempat keluarnya vena renal dan ureter. Pada parenkim ginjal lapisan luar disebut
dengan kortex, bagian dalamnya disebut dengan medulla, bagian atas (apex) disebut papillae
tempat lewatnya urin masuk ke dalam kalus. Kalus minor melebar dan bergabung membentuk
calus mayor dan membentuk kantong berbentuk funnel yang disebut pelvic renal, yang bisa
menyimpan sejumlah kecil urine (3-5 cc) (Lewis et al., 2014).

Setiap ginjal memiliki sekitar satu juta nefron, yang merupakan unit fungsional terkecil
dari ginjal. Masing – masing nefron terdiri dari glomerolus, arteriol aferen, arteriol eferen,
kapsul bowman, tubulus proksimal dan distal, ansa henle dan tubulus pengumpul (Timby &
SMith, 2010). Nefron secara struktur dibagi kedalam dua tipe yaitu juxtamedular dan kortikal.
Glomerolus terdiri atas tiga lapisan penyaring yaitu endotelium kapiler, membran basement
dan epitelium. Membran glomerolus normalnya memungkinkan filtrasi molekul – molekul
kecil, dan membatasi filtrasi molekul besar seperti sel darah dan albumin. Fungsi ginjal akan
mulai berkurang pada usia 30 tahun dan rata – rata 1% per tahunnya (Suzanne C Smeltzer &
Barre, 2017).

Downloaded by Onis Rohnenti (onisrohnenti1@gmail.com)


Gambar 2.2 Nefron

B. Vesika urinaria, urethra, ureter


Urine yang dibentuk oleh nefronmengalir melalui ureter, tabung fibromuskular
panjang yang menghubungkan ginjal dengan vesika. Panjang setiap ureter 24-30 cm,
yang berawal dari portio pelvis renal dan berakhir pada trigonal dinding vesika. Ada tiga
area yag menyempit pada ureter, yaitu ureteropelvic junction, segmen ureteral dekat
junction sacroiliac dan junction ureterovesikal (Suzzane C Smeltzer & Bare, 2017).

Vesika urinaria, urethra dan otot dasar pelvis membentuk unit uretrovesikal.
Vesika urinaria berlokasi di belakang pubis, dan merupakan organ otot. Ukuran dan
bentuknya bervariasi tergantung pada jumlah urine dan usia. Pada umumnya jumlah urine
yang bisa ditampung sekitar 300-500 ml. Urethra merupakan tabung berongga, yang
dimulai pada leher vesika dan berakhir pada meatus eksternal, berperan sebagai saluran
dan memiliki sphincter untuk menccegah terjadinya perembesan. Urethrae pria
memanjang 24 cm dari leher vesika melalui prostat menuju glan penis. Urethra wanita
sepanjang 4 cm dari leher vesika ke meatus eksteral anterior vagina (Timby & SMith,
2010).

C. Suplai Darah
Aliran darah yang melalui ginjal sebanyak 1200ml/menit, atau sekitar 20 – 25%
cardiac output, darah mencapai ginjal melalui arteri renal yang berasal dari aorta dan
masuk ke ginjal melalui hilus. Arteri renal dibagi menjadi dua cabang sekunder yang
kemudian menjadi cabang – cabang kecil dan membentuk arteriole aferen, yang membagi
menjadi jaringan kapiler, glomerolus, sebanyak 50 kapiler. Kapiler glomerolus bergabung
dalam arteriol eferen, bercabang membentuk jaringan kapiler yaitu peritubular kapiler
yang mengelilingi sistem tubular. Semua kapiler tubuler ini bermuara ke sistem vena,
vena renal menuju vena cava inferior (Lewis et al., 2014).

Downloaded by Onis Rohnenti (onisrohnenti1@gmail.com)


Gambar 2.3 Glomerolus

D. Pembentukan Urine
Urin dibentuk oleh nefron melalui tiga proses antara lalin; filtrasi glomerulal,
reabsorbsi tubular, dan sekresi tubular. Dalam keadaan normal berbagai macam zat
difiltrassi oleh glomerolus, direabsorbsi oleh tubulus dan di eksresi kedalam urine
termasuk natrium, klorida, bikarbonat, potasium, glukosa, urea, kreatinin, dan asam urat.
Dalam tubulus beberapa zat ini seperti glukosa akan di serap kembali kedalam darah.
Kadar glukosa darah yang melebihi 10 mmol/L melebihi ambang batas renal untuk
mereabsorbsi glukosa sehingga mengakibatkan terjadinya glukosuria.

Fitrasi Glomerous

Aliran darah yang mengaliri ginjal normalnya 1000 – 1300 ml/menit. Filtrasi
terjadi pada saat aliran darah melalui glomerolus dari arteriol aferen. Cairan yang
terfiltrasi dinamkan ultraflitrate yang kemudian msuk ke tubulus renal. Normalnya, 20%
darah yang melalui glomerolus difiltrasi kedalam nefron sebanyak 180 L/hari. Filtrat
terdiri dari air, elektrolit dan molekul – olekul kecil lainnya sedangkan molekul besar
lainnya tetap berada di aliran darah. Efektifitas filtrasi tergantung pada keadekuatan
aliran darah menjaga tekanan melalui glomerolus. Banyak faktor yang mempengaruhi
aliran darah dan tekanan ini antara lain, hipotensi, penurunan tekanan osmotik darah dan
peningkatan tekanan tubular renal akibat aadanya obstruksi (Suzzane C Smeltzer & Bare,
2017).

Laju filtrasi glomerolus adalah jumlah filtrate renal yang terbentuk daam 1 menit,
rata – rata 100- 125 ml/menit. GFR bisa berubah tergantung rata – rata aliran darah yang
melewati gnjal. Apabila aliran darah meningkat maka GFR akan meningkat, jumlah

Downloaded by Onis Rohnenti (onisrohnenti1@gmail.com)


filtrate yang terbentuk juga meningkat seiringan dengan peningkatan output urine
(WIlliams & Hopper, 2007).

Reabsorbsi dan Eksresi Tubular

Tahap kedua dan ketiga dari pembentukan urne terjadi pada tubulus renal dan
disebut dengan tubular reabsorbsi dan tubular eksresi. Pada reabsorbsi tubular zat – zat
berpindah kembali dari filtrate ke kapiler peritubular atau vasa recta, kemudian pindah ke
filtrate tubular yang disebut dengan tubular eksresi. Dari 180 L fitrate yang diproduksi
ginjal dalam 1 hari 99% akan direabsorbi kedalam aliran darah sehingga menghasilkan
1000 – 1500 ml urine per harinya (Suzzane C Smeltzer & Bare, 2017).

Mekanisme reabsorbsi meliputi transpor aktif, osmosis, difusi, difusi terfasilitasi,


dan pinositosis. Transpor aktif membutuhkan energi dalam pembetnukan ATP, sel
tubulus renal menggunakan energi untuk mentrasport material yang bermanfaat seperti
glukosa, asam amino, vitamin, dan ion positif kembali ke darah. Transport pasif
merupakan mekanisme dimana banyak ion negati yang di reabsorbsi. Reabsorbsi air
melalui osmosis mengikuti reabsobsi mineral terutama sodium. Pemeliharaan air sangat
penting untuk menjaga tekanan dan volume darah tetap normal. Pinositosis merupakan
proses reabsorbsi protein – protein kecil dimana protein melekat pada membran tubulus
kemudian tertelan dan dicerna (WIlliams & Hopper, 2007).

E. Hormon Antidiuretik
ADH atau yang dikenal dengan vasopresin mengatur eksresi air dan konsentrasi
urinepada tubulus dengan menentukan jumlah air yang direabsorbsi. ADH merupakan
hormon yang di sekresi oleh kelnjar pitutary posterior, sebagai respon terhadap
perubahan osmolaritas darah. Dengan penurunan intake cairan maka osmolaritas akan
meningkat sehingga menstimlasi pelepasan ADH dan terjadi efek antidiuresis yang akan
menahan cairan. ADH kemudian bekerja pada ginjal dengan meningkatkan reabsrbsi
tubulus sehingga osmolaritas darah kembali normal.

Osmolaritas merujuk pada rasio jumlah zat terlarut terhadap cairan. Regulasi
garam dan air penting untuk mengontrol volume ekstraseluler dan osmolaritas urine serta
serum. Osmolaritas dan komposisi ion dijaga dalam batas yang sangat sempit. Perubahan

Downloaded by Onis Rohnenti (onisrohnenti1@gmail.com)


1 – 2% osmolaritas serum akan mengakibatkan keinginan untuk minum dan konservasi
air oleh ginjal. Derajat konsentrasi urine juga diukur yang disebut dengan osmolalitas,
jumlah somol yang larut per kilogram larutan,

F. Regulasi Eksresi Cairan Dan Elektrolit


Normalnya, seseorang akan mengkonsumsi cairan per oral sebanyak 1300 ml/
hari dan 1000 ml cairan dalam makanan per hari, dan sebanyak 900 ml cairan hilang
melalui kulit dan pernafasan yang disebut dengan insesible water loss, 50 ml melalui
keringat dan 200 ml melalui feaces. Regulasi eksresi sodium tergantung pada aldosterone,
hormon yang dikeluarkan oleh korteks adrenal. Dengan peningkatan aldosterone dalam
darah maka akan sedikit pengeluaran sodium dalam urine karena aldosterone menjaga
reasorbsi renal terhadap sodium. Pelepasan aldosterone dari korteks adrenal diatur oleh
angiotensin II, kadar angiotensin II ini diatur oleh renin, suatu enzim yang dilepaskan
oleh sel renal. Sistem yang kompleks ini diaktivasi ketika tekanan arteriol aferen renal
turun seperti pada keadaan hypovolemia, dehidrasi atau kadar natrium darah yang rendah
sehingga meningkatkan retensi cairan dan ekspansi volume cairan intravaskuler dengan
demikian tekanan dalam glomerulus akan terjaga (Suzzane C Smeltzer & Bare, 2017).

Downloaded by Onis Rohnenti (onisrohnenti1@gmail.com)


Gambar 2.4 sistem renin – angiotensin

G. Regulasi Keseimbangan Asam – Basa


pH normal darah adalah 7,35 – 7,45, untuk menjaga pH dalam kondisi normal
ginjal melakukan dua fungsinya yaitu re-absorbsi dan mengembalikan bikarbonat ke
dalam darah dari filtrasi urinaria serta me eksresi asam dalam urine. Katabolisme atau
pemcahan protein menghasilkan asam fosfor dan sulfat. Karena akumulasi zat ini
mengakibatkan darah menjadi asam sehingga harus di eksresi dalam urine dengan cara
berikatan dengan buffer kimia karena akan menghambat fungsi sel. Dua buffer kimia
penting adalah ion fosfat dan amonia yang ketika berikatan dengan asam akan menjadi
amonium (NH4). Melalui proses buffer ini ginjal bisa meng-eksresi sejumlah asam dalam
bentuk yang berikatan tanpa mengakibatkan penurunan pH urine.

Downloaded by Onis Rohnenti (onisrohnenti1@gmail.com)


H. Auto-regulasi tekanan darah
Pembuluh darah khusus pada ginjal disebut dengan vasa recta secara konstan
menjaga tekanan darah. Ketika vasa recta mendeteksi terjadi penurunan tekanan darah,
maka sel juxtamedular akan melepaskan enzim renin, yang mengubah angiotensin
menjadi angiotensin I menjadi angiotensin II yang merupakan vasokonstriktor yang
meingkatkan tekanan darah. Korteks adrenal me-sekresi aldosterone sebagai respon
terhadap simulasi kelenjar pituitary karena terjadi penurunan perfusi ataupun peningkatan
osmolalitas serum, sehingga meningkatkan tekanan darah. Ketika vasa recta mendeteksi
peningkatan tekanan darah mengakibatkan sekresi renin terhenti. Kegagalan mekanisme
umpan balik ini merupakan penyebab primer hipertensi dan bisa ditatalaksana dengan
obat ACE-inhibitor.

I. Renal clearance
Renal clearance merujuk pada kemampuan ginjal untuk membersihkan zat – zat
terlarut dari plasma yang tergantung dari beberapa faktor antara lain, seberapa banyak zat
yang di re-absorbsi oleh tubulus dan seberapa banyak zat yang di sekresi ke dalam
tubulus. Pengukuran yang digunakan adalah kadar kreatinin. Kreatinin merupakan produk
buangan otot skeletal yang disaring glomerulus kemudian melalui tubulus dan
dikeluarkan melalui urine. Kreatinin merupakan pengukuran yang baik untuk menentukan
GFR dengan cara mengumpulkan urine 24 jam. Kemudian dihitung dengan formula
berikut:

Normal GFR dewasa 100 – 120 ml/menit. Fungsi ginjal yang turun sampai 30 %
tidak menurunkan kreatinin clearance.

J. Regulasi Produksi Eritrosit, sintesis vitamin D dan sekresi prostaglandin


Ketika ginjal mendeteksi kekurangan oksigen dalam darah, maka akan
melepaskan eritropoetin yang akan menstimulasi sumsum tulang untuk pembentukan
eritrosit karena jumlah haemoglobin yang meningkat akan meningkatkan pembawa
oksigen. Ginjal juga bertanggung jawab terhadap konversi vitamin d in-aktif menjadi
bentuk aktif vitamin D. Vitamin D yang berhubungan dengan parathormone penting

Downloaded by Onis Rohnenti (onisrohnenti1@gmail.com)


untuk menjaga keseimbangan calcium tubuh normal. Ginjal juga memproduksi
prostaglandin E dan prostacyclin yang memiliki efek vasodilatasi yang penting dalam
menjaga aliran darah renal.

K. Pengumpulan Urine Dan Pengosongan Vesika


Vesika urinaria merupakan tempat pengumpulan urine. Pengumpulan dan
pengosongan vesika dilakukan dengan koordinasi mekanisme kontrol sistem saraf
simpatis dan parasimpatis yang melibatkan otot destrusor. Pengisian vesika terjadi
sebagai hasil perjalanan neuronal simpatis melalui thorakal X – XII, dimana pada perifer
saraf hipogastrik memungkinkan untuk terjadinya pengisian vesica. Saat vesika terisi
reseptor pada dindingnya akan teraktivasi. Informasi pada otot destrusor ini akan
dikirimkan ke korteks cerebral melalui nervus parasimpatis pelvis level S2 – S4.
Perubahan neurologis pada level supraspinal, spinal dan dinding vesika sendiri dapat
menyebabkan volume urine yang tersimpan menjadi banyak. Dalam keadaan normal
dengan rata – rata intake cairan 1500 – 2000 ml per hari vesika mampu menyimpan urine
selama 4 – 6 jam. Pada malam hari pelepasan vaspresin sebagai respon penurunan intake
cairan menyebabkan kurangnya produksi urine dan meningkatkan konsentrasinya. Pada
usia lanjut dimana kadar vasopressin dan komplians vesikanya berkurang menyebabkan
pengisian vesika berkurang dalam rentang 3 – 6 jam.

Mikturisi normalnya terjadi 6 – 8 kali sehari. Proses ini aktif melalui arcus reflek
miksi dengan sistem simpatis dan parasimpatis. Inisiai miksi terjadi ketika saraf aferen
pelvis menstimulasi kontraksi vesika mengakibatkan relaksasi sphincter urethral dan
diikuti dengan penurunan tekanan urethral. Kontraksi otot destrusor membuka leher
vesika dan proksimal urethra sehingga urine mengalir (Suzzane C Smeltzer & Bare,
2017).

BAB III PENGKAJIAN SISTEM URINARIA

A. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Dahulu
• Riwayat inkontinensia urin

10

Downloaded by Onis Rohnenti (onisrohnenti1@gmail.com)


• Riwayat penyakit neurologis seperti neuropati diabetes, Parkinson, multiple
sclerosis
• Riwayat hipertensi

2. Riwayat Kesehatan Keluarga


• Apakah ada keluarga yang juga memiliki penyakit ginjal

3. Riwayat Kesehatan Sekaarang


• Alasan ke rumah sakit, onset gejala dan pengaruhnya terhadap kualitas hidup
• Apakah ada nyeri, lokasi, karakteristik dan durasi nyeri. Apakah nyeri terasa
saat akan BAK, serta faktor yang menambah dan mengurangi nyeri
• Demam
• Dysuria, anuria, frekuensi BAK
• Hesitansi, perasaan tegang atau nyeri selama atau setelah BAK
• Inkontinensia urine
• Hematuria
• Nocturia, dan onset terjadinya
• Riwayat pengobatan yang dikonsumsi
• Fatigue, pernafasan dangkal, intoleransi aktivitas akibat anemia

B. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi

Kulit: pallor, warna kuning – abu-abu, exsoriasi, perubahan turgor, bruis, tekstur kulit
(kering/lembab)

Mulut: stomatitis, bau nafas amonia

Wajah dan ekstremitas: edema umum, edema perifer, distensi vesika, pembesaran ginjal

Abdomen: striae, massa unilateral

Berat badan: peningkatan berat badan sebagai akibat edema, dan penurunan berat badan
pada gagal ginjal

Keadaan umum: lethargi, fatigue, dan penurunan kesadaran

11

Downloaded by Onis Rohnenti (onisrohnenti1@gmail.com)


Palpasi:

Normalnya bagian bawah ginjal kanan bisa dipalpasi dengan cara meletakkan
tangan kanan dibelakang dan menyangga sisi kanan pasien antara ruang iga dan iliac.
Angkat pinggang kanan dengan tangan kiri kemudian lakukan palpasi dalam dengan
tangan kanan untuk meraba ginjal kanan. Apabila teraba catat ukuran, kontur dan
kelembutannya. Pembesaran ginjal mungkin disebabkan oleh neoplasma atau kondisi
patologis serius lainnya. Vesika urinaria normalnya tidak teraba, kecuali pada saat
distensi karena urin

Perkusi:

Kelembutan pada area pinggang bisa dilakukan dengan perkusi tinju atau (pukulan pada
ginjal), dilakukan dengan cara memberikan pukulan pada punggung tangan yang
diletakkan di margin posterior CVA. Normalnya pukulan ringan tidak akan
meninmbulkan nyeri, apabila terasa nyeri mengindikasikan inflamasi ginjal atau penyakit
kista ginjal.

12

Downloaded by Onis Rohnenti (onisrohnenti1@gmail.com)


Auskultasi:

Dengan bagian bell stetoskop bisa didengarkan bruit aorta abdominal dan arteri renal
yang mengindikasikan gangguan aliran darah renal (Suzzane C Smeltzer & Bare, 2017).
Auskultasi bunyi paru juga dilakukan, apabila cairan tubuh pasien lebiih banyak daripada
yang bisa dipompa jantung, sehingga terjadi retensi cairan di paru dan dapat didengarkan
sebagai bunyi crackels dan wheezing (WIlliams & Hopper, 2007).

C. Pemeriksaan Diagnostik
1. Urinalisis dan kultur urin
• Warna urine
• Caritas dan bau urine
• pH urin
• tes untuk emndeteksi darah, glukosa, protein, dan badan keton dalam urin
(hematuria, proteinuria, gllycosuria, ketonuria)
• pemeriksaan mikroskopik sedimen urine untuk mendeteksi mikro hematuria,
pyouria, leukosit, kristal dan bakteri dalam urine

13

Downloaded by Onis Rohnenti (onisrohnenti1@gmail.com)


2. Imaging diagnostik
• General USG

Untuk melihat adanya akumulasi cairan abnormal, massa, kelainan kongenital,


perubahan ukuran organ dan obstruksi. USG membutuhkan vesika yang terisi
penuh sehingga apabila pasien akan menjalani prosedur USG sebelumnya
pasien harus banyak minum.

• USG vesika
Untuk mengukur volume vesika urinaria, selian itu juga bisa mengindikasi
jumlah sisa urine setelah berkemih, ketidakmampuan untuk berkemih setelah
melepas kateter urine, ketidakmampuan berkemih post-operasi
• CT dan MRI
Untuk mengevaluasi massa genitourinaria, nefrolitiasis, infeksi kronis ginjal,
trauma traktur urinarius atau ginjal, metastase dan abnormal jaringan lunak.

14

Downloaded by Onis Rohnenti (onisrohnenti1@gmail.com)


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengkajian dalam keperawatan merupakan tahapan utama yang dilakukan perawat
untuk menegakkan diagnosa yang dimulai dari anamnesa riwayat kesehatan klien,
melakukan pemeriksaan fisik, dan menilai pemeriksaan penunjang. Pengkajian harus
dilakukan secara komprehensif agar tidak ada data pasien yang akan hilang dan
menghambat perawat dalam menegakkan diagnosa serta menentukan intervensi yang
akan dilakukan. Selain pemeriksaan fisik, pengkajian pada hasil laboratorium ataupun
pemeriksaan diagnostik lainnya seperti usg, CT-Scan akan sangat membantu dalam
menegakkan diagnosa keperawatan demi memberikan pelayanan yang komprehensif
kepada pasien. Makalah mengenai pengkajian sistem perkemihan ini sebagai pedoman
dalam melakukan pengkajian pada pasien dengan kasus perkemihan.

15

Downloaded by Onis Rohnenti (onisrohnenti1@gmail.com)


DAFTAR PUSTAKA

Lewis, S. L., Dirkensen, S. R., Heitkemper, M. M., Li, & Bucher, N. (2014). Medical - Surgical
Nursing: Assesment and Management of Clinical Problems (9th ed.). Canada: Mosby
Elseivier.

Manurung, N. (2018). KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH: Konsep Mind Mapping dan


NANDA NIC NOC (1st ed.). Jakarta.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2017). Textbook of Medical Surgical NU1: Volume 2. (M. Farrell,
Ed.) (Fourth Edi, Vol. 2). Sydney: Julie Stegman.

Smeltzer, S. C., & Barre, B. G. (2017). Textbook of meical-Surgical Nursing Volume 1. (M.
Farrell, Ed.) (Fourth Edi). Sydney: Julie Stegman.

Timby, B. K., & SMith, N. E. (2010). Introductory Medical - Surgical Nursing (10th ed.). China:
Lippincot Williams and WIlkins.

WIlliams, L. S., & Hopper, P. D. (2007). Medical Surgical. (J. Joyce, Ed.) (Third). Philadelphia:
FA Davis.

iii

Downloaded by Onis Rohnenti (onisrohnenti1@gmail.com)


DAFTAR TILIK PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PERKEMIHAN

A. Langkah-langkah Pemeriksaan Fisik Sistem Perkemihan

1. PENGERTIAN Pemeriksaan yang dilakukan untuk memastikan adanya


gangguan pada sistem perkemihan
2. TUJUAN 1. Mengetahui keadaan fungsi sistem perkemihan;
2. Mengetahui ada tidaknya kelainan sistem
perkemihan;
3. Menentukan diagnosis pasien dengan penyakit
atau masalah pada sistem perkemihan.
3. INDIKASI 1. Pasien dengan suspect gagal ginjal
2. Pasien dengan suspect kelainan sistem perkemihan
3. Pasien dengan gangguan sistem perkemihan lain
4. KONTRAINDIKASI -
5. PERSIAPAN PASIEN 1. Beri salam, perkenalkan diri dan panggil pasien
dengan nama kesukaan.
2. Jelaskan pada pasien tentang prosedur yang akan
dilakukan perawat;
3. Jaga privasi pasien
4. Atur posisi pasien dalam keadaan nyaman;
6. PERSIAPAN ALAT 1. Handscoen bersih 1 buah
2. Stetoskop 1 buah
7. CARA KERJA
1. Atur posisi klien pada posisi supinasi dan rileks
2. Tinggikan tempat tidur hingga batas yang nyaman
3. Boleh menggunakan bantal atau tidak
A. Inspeksi
1. Kaji status kesehatan secara umum
2. Kaji TTV
3. Kaji penampilan umum klien. Catat adanya oedem,moonface, dan sindrom potter
4. Kaji kulit dan membrane mukosa, amati dan catat warna, turgor, tekstur, dan sekresi
keringat
5. Kaji mata pasien, catat adanya ikterik, palpebra oedem, dan konjungtiva pucat
6. Kaji mulut pasien, catat halitosis (bau mulut), kebersihan gigi dan lidah, stomatitis,
dan adanya sianosis
7. Kaji hidung pasien, catat adanya pernafasan cuping
8. Kaji telinga pasien. Catat warna, bentuk, dan letak daun telinga
9. Kaji kepala dan leher. Catat persebaran dan warna rambut, serta adanya distensi vena
jugularis
10. Kaji toraks pasien, catat adanya nafas kussmaul dan bantuan otot pernafasan
11. Kaji abdomen pasien. Catat kesimetrisan, adanya oedem, ikterik, caput medusa, dan
warna kulit abdomen
12. Kaji hasil palpasi abdomen. Catat rabaan massa dan nyeri tekan

iv

Downloaded by Onis Rohnenti (onisrohnenti1@gmail.com)


13. Lakukan perkusi pada toraks dan abdomen.. Catat batas acites (jika oedem), batas
jantung, dan perubahan suara perkusi.
14. Lakukan auskultasi toraks dan abdomen. Catat suara nafas, suara nafas tambahan,
suara jantung, dan suara vaskularisasi ginjal.
15. Posisikan pasien fowler membelakangi perawat. Lakukan palpasi dan perkusi ginjal
dan catat adanya nyeri tekan pada area CVA
16. Kaji area ekstrimitas. Catat warna kuku, suhu akral, adanya keringat dingin, dan
CRT.
17. Pakailah handscoen dan kaji area genitalia. Catat adanya lesi, peradangan, dan
kelainan congenital.
18. Posisikan pasien nyaman kembali
19. Beritahu bahwa tindakan telah selesai.
8. HASIL Dokumentasikan:
1. Catat semua tindakan yang telah dilakukan
2. Catat hasil pengkajian dan respon pasien
3. Dokumentasikan evaluasi tindakan SOAP
4. Tanda tangan dan nama perawat

Downloaded by Onis Rohnenti (onisrohnenti1@gmail.com)

Anda mungkin juga menyukai