Anda di halaman 1dari 39

Sistem

Silvikultur di
Indonesia
Fenomena Suksesi Hutan

Climax
forest

Succesion disturbance
Fenomena Hutan Tropis

• Keanekaragaman tinggi
Keunggulan • Produktivitas tinggi

• Ekosistem fragile dan kompleks


Kelemahan • Edafis

• Eksploitasi hutan
Ancaman • Konflik sosial
Permasalahan Hutan
Alam Produksi

Produktivitas
Degradasi
HA<HT

Deforestasi
Mengapa produktivitas
HA rendah?
Keanekaragaman • Mixed forest
tinggi • Uneven aged forest

• Sistem dan Teknik silvikultur yang tepat


Peningkatan
• Memperhatikan factor-factor tempat
Pertumbuhan?
tumbuh

• Pemilihan jenis
Upaya? • Pemuliaan Pohon
• Integrated pest management
Tegakan multi strata
Forest Harvesting
Resiliensi
Tegakan dua
strata
Tegakan satu
strata
Beberapa peraturan dan petunjuk
teknis mengenai silvikultur

 SK Dirjen Kehutanan no.


35/Kpts/DD/1/1972 ttg Pedoman Tebang
Pilih Indonesia, Tebang Habis dengan
Permudaan Alam, Tebang Habis dengan
Penanaman Buatan, dan Pedoman-
pedoman Pengawasannya
 SK Menhut no. 485/Kpts-II/1989 tentang
sistem silvikultur pengelolaan hutan alam
produksi di Indonesia➔ditindaklanjuti
 SK Dirjen PH no. 564/Kpts/IV-BPHH/1989
tentang Pedoman Tebang Pilih Tanam
Indonesia
 SK Menhut no. 252/Kpts-II/1993 tentang
Kriteria dan Indikator pengelolaan Hutan
Produksi Alam Indonesia secara lestari
 SK Dirjen PH no. 151/Kpts/IV-BPHH/1993
tentang Pedoman Tebang Pilih Tanam
Indonesia➔dicabut dg Peraturan DirJend
Bina Produksi Kehutanan no
P.9/VI/BPHA/2009.
 SK Menhutbun No. 625/Kpts-II/1998
tentang Sistem TPTJ➔dicabut dengan
Permenhutbun No. 309/Kpts-II/1999;
Permenhut No. P.30/Menhut-II/2005
 SK Dirjen Bina Produksi Kehutanan No. 226/VI-
BPHA/2005 tentang penerapan sistem
TPTII➔dicabut dengan Peraturan DirJend Bina
Produksi Kehutanan no P.9/VI/BPHA/2009.
 Permenhut No. P.30/Menhut-II/2005 tentang
Standar sistem silvikultur pada hutan alam tanah
kering atau hutan alam tanah
basah/rawa➔dicabut dengan Permenhut No.
P.11/Menhut-II/2009
 Permenhut No. P.11/Menhut-II/2009 tentang
Sistem silvikultur dalam areal izin usaha
pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan
produksi
 Peraturan Dirjen Bina Produksi Kehutanan No.
P.9/VI/BPHA/2009 tentang pedoman
pelaksanaan sistem silvikultur dalam areal izin
usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan
produksi
 Permenhut RI Nomor : P.64/Menhut-II/2014 tentang
Penerapan Silvikultur dalam Areal IUPHHK Restorasi
Ekosistem pada Hutan Produksi
 Permenhut RI Nomor : P.65/Menhut-II/2014 tentang
Perubahan atas Permenhut RI Nomor P.11/Menhut-
II/2009 tentang Sistem silvikultur dalam areal izin
usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan
produksi
 Perdirjen PHPL No.P.12/PHPL/SET/KUM.1/12/2018➔T.S.
Meranti
 Perdirjen PHPL No. P.4/PHPL/UHP/HPL.1/6/2019 teknik
Silin Meranti
 PP No. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Kehutanan
Sistem silvikultur berdasarkan:

 Umur tegakan:
 Tegakan seumur:
 THPB
 THPA
 Pemanenan dapat dengan TPTI
 Tegakan tidak seumur:
 Individu➔TPTI
 Kelompok➔TR
 Jalur➔TPTJ
 Sistem pemanenan:
 Tebang pilih
 Tebang habis
 Lokasi Pelaksanaan
 THPB:
 LOA
 Hutan tanaman pada hutan produksi biasa atau
hutan produksi yang dapat dikonversi di areal IUPHHK
pada hutan produksi berdasarkan RKUPHHK
 THPA:
 LOA, hutan tanaman melalui terubusan/coppice
system dan atau generatif pada HP biasa atau HP
yang dapat dikonversi di areal IUPHHK pada hutan
produksi berdasarkan RKUPHHK
 TPTI dan TR:
 Virgin forest
 LOA di areal IUPHHK berdasarkan RKUPHHK
 TPTJ:
 LOA
 Penetapan Daur
 Tegakan Seumur:
 Daur ditetapkan berdasarkan umur masak tebang
ekonomis dan atau
 Berdasarkan umur pada hasil yang maksimum
 Tegakan tidak Seumur:
 Siklus tebang berdasarkan diameter tebangan
Lokasi Siklus diameter keterangan
tebang
Hutan daratan 30 tahun ≥40 cm HP biasa/konversi
kering
≥50 cm HPT dg sistem
silvikultur TPTI/TR
20 tahun ≥40 cm TPTJ
Hutan rawa 40 tahun ≥30 cm
Hutan 20 tahun ≥10 cm Bahan baku chip
payau/mangrove
30 tahun ≥10 cm Untuk kayu arang
Teknik Silvikultur

 Teknik silvikultur yang digunakan:


 Bina pilih
 Tebang pilih indonesia intensif
 Teknik silvikultur berupa:
 Pemilihan jenis
 Pemuliaan pohon
 Penyediaan bibit
 Manipulasi lingkungan
 Penanaman dan pemeliharaan
Sistem Silvikultur
di Hutan Alam
MUS
SS DI HUTAN PAYAU
TPTI
MUS(Malayan Uniform
System)
 Penebangan jenis-jenis pohon berharga
dilakukan sekaligus dalam waktu yang
singkat (1-2 tahun)
 Dilakukan apabila dalam hutan itu telah
terdapat cukup banyak permudaan tingkat
semai dan jenis-jenis pohon berharga
 Penebangan harus ditangguhkan apabila
hutan tersebut tidak cukup mengandung
semai jenis-jenis pohon berharga
 Diterapkan di Malaysia di hutan dataran
rendah (lowland tropical land forest)
 Di hutan dengan topografi berbukit-bukit,
MUS kurang berhasil➔modified MUS
Rangkaian kegiatan
 Sebelum blok hutan ditebang, harus dilakukan
inventarisasi permudaan dengan cara systematic linear
sampling, dengan petak-petak ukur 2 x 2 m atau
disebut LSM (linear sampling miliacre, 1 miliacre=
2x2m), terhadap semai jenis-jenis pohon berharga (6-
18 bulan sebelum eksploitasi)
 Jika cukup banyak semai dari jenis-jenis pohon
berharga➔eksploitasi
 Semai dianggap cukup, bila min 40% stocking atau
400 sample plots ukuran 1 miliacre setiap acre (=0,4
ha) yang mengandung semai pohon-pohon berharga
tersebut
 Dalam hutan yang akan ditebang➔inventarisasi
pohon➔waktu dan tempat bersamaan dengan
inventarisasi permudaan LSM
 Tebang habis dilakukan untuk pohon-pohon jenis
berharga, disusul dengan peracunan pohon-pohon
pengganggu sd diameter 5 cm
 Selambat-lambatnya 5 tahun setelah
eksploitasi➔inventarisasi permudaan jenis-jenis
berharga secara systematic linear sampling dengan
petak-petak ukuran 5 x 5 m atau disebut LS ¼
(linear sampling ¼ chain square, ¼ chain square =
5 x 5 m)
 Permudaan dianggap cukup bila terdapat paling
sedikit 60% stocking atau 96 sample plots/acre
(240 ph/ha) yang mengandung permudaan
 Jika permudaan kurang➔enrichment planting
pada tempat-tempat yang tidak ada
permudaannya
 Pada Et+10, 15, 20 dilakukan pemeliharaan,
terdiri dari: pembebasan permudaan jenis-
jenis pohon berharga dari tanaman
pengganggu, penjarangan bila diperlukan,
dan restocking (enrichment planting) pada
tempat-tempat yang tidak mengandung
permudaan jenis-jenis pohon berharga
 Jangka waktu sampai penebangan habis
berikutnya ditetapkan 70 tahun (± pada
umur rata-rata pohon-pohon jenis berharga
mencapai umur masak tebang)
 Diperkirakan ada 20 ph/acre atau 50 ph/ha
Sistem silvikultur hutan payau

 SS yang dipakai sistem pohon induk (seed tree method)


 Penebangan dilakukan dengan meninggalkan sejumlah
pohon induk sebagai usaha peremajaan hutan secara
alami
Rangkaian kegiatan
 Inventarisasi dan penataan hutan
 Penetapan letak sarana dan prasarana
 Penunjukan pohon induk dan penyusunan rencana kerja
 Penebangan dilaksanakan berdasarkan siklus tebang 30
th, pada limit diameter 10 cm up pada ketinggian 20 cm
di atas pangkal akar tunjang atau banir yang teratas
 40 ph induk/ha yang berdiameter 20 cm di atas pangkal
banir, berbatang lurus dengan tajuk yang lebat dan sehat
harus ditinggalkan, atau jarak antara pohon ± 17m
 Setelah penebangan, areal tersebut ditutup terhadap
penebangan
 Pada Et+15, 20 dilakukan penjarangan satu kali dengan
meninggalkan 1100 ph/ha, dengan jarak antara pohon
rata-rata 3 m
 Selanjutnya ditutup kembali terhadap
penebangan➔ umur 30 th
 Pada hutan payau bekas tebangan
yang tidak teratur dapat dilakukan
penebangan tanpa meninggalkan
pohon induk, jika hutannya telah
mempunyai permudaan tingkat semai
dengan jarak satu sama lain ±2m
 Areal tersebut ditutup terhadap
penebangan sampai umur 30 th,
kecuali untuk penjarangan sekali pada
umur 20-30 tahun
TPTI

 Salah satu SS yang diterapkan pada hutan-hutan alam


tak seumur di Indonesia
 Salah satu subsistem dari sistem pengelolaan hutan
 Merupakan sarana utama untuk mewujudkan hutan
dengan struktur dan komposisi yang dikehendaki
Sejarah tebang pilih di Indonesia

 SK Dirjen Kehutanan no. 35/Kpts/DD/1/1972 ttg


Pedoman Tebang Pilih Indonesia, Tebang Habis dengan
Permudaan Alam, Tebang Habis dengan Penanaman
Buatan, dan Pedoman-pedoman Pengawasannya
 SK Menhut no. 485/Kpts-II/1989 tentang sistem
silvikultur pengelolaan hutan alam produksi di
Indonesia➔ditindaklanjuti
 SK Dirjen PH no. 564/Kpts/IV-BPHH/1989 tentang
Pedoman Tebang Pilih Tanam Indonesia
 SK Menhut no. 252/Kpts-II/1993 tentang Kriteria dan
Indikator pengelolaan Hutan Produksi Alam Indonesia
secara lestari
 SK Dirjen PH no. 151/Kpts/IV-BPHH/1993 tentang
Pedoman Tebang Pilih Tanam Indonesia
Penyesuaian terhadap tipe dan tapak
hutan
• Pemilihan SS untuk pengusahaan hutan alam ditentukan
oleh keadaan tegakan hutan dan tapak hutan yang akan
diusahakan. Tujuan→kayu pertukangan kualitas prima
• SS TPTI paling sedikit mengubah ekosistem
hutan➔modifikasi peristiwa alami di dalam hutan
• TPTI aman untuk hampir semua tipe hutan yang
mempunyai potensi produksi kayu yang memadai untuk
ditebang
• Tipe hutan dengan produksi rendah (tapak kurus, sangat
basa, atau sangat asam)→dikeluarkan dari peruntukan
hutan produksi
• TPTI memerlukan struktur tegakan pohon-pohon jenis
niagawi yang berimbang
• Penerapan sistem TPTI pada kawasan hutan kurang
permudaan→disertai program pengayaan, jml tanaman
200-400 btg/ha
• TPTI→hutan alam campuran tidak seumur
• Pada tapak peka erosi (perbukitan dg bentang alam
curam)→TPTI tidak mengusik tanah terlampau berat.
Penyaradan→kabel skyline
• Modifikasi TPTI untuk menambah atau mengurangi
volume tebang diperkenankan melalui persetujuan Dirjen
PH Dephut berdasarkan hasil uji coba jangka panjang (min
5 th) dan kajian mendalam dari para pakar silvikultur thdp
uji coba tsb
• Penggantian TPTI (untuk meningkatkan volume tebangan)
yang mengarah kepada THPA hanya diperkenankan pada
hutan alam campuran dataran rendah dengan rata-rata
kelerengan di bawah 40% dan tanah cukup subur. SS
alternatif➔tebang kelompok, TJTI, THPA
• Penggantian TPTI (untuk menurunkan volume tebangan)
diperlukan pada hutan alam campuran perbukitan dengan
lereng curam (HPT) atau pada tanah pasir dengn
kandungan tanah liat krg dari 10%. Cara→prosedur TPTI
tanpa perapihan (pembebasan horisontal) dan tanpa
pembebasan vertikal
Tahapan kegiatan
No. Tahapan kegiatan Waktu
1. PAK Et-3
2. ITSP Et-2
3. PWH Et-1
4. Penebangan Et
5. Perapihan Et+1
6. ITT Et+2
7. Pembebasan Tahap I Et+2
8. Pengadaan bibit Et+2
9. Pengayaan/Rehabilitasi Et+3
10. Pemeliharaan Tan. Pengayaan/rehabilitasi Et+3,4,5
11. Pembebasan II dan III Et+4,6
12. Penjarangan Tegakan Tinggal Et+10,15,20
Kriteria dan indikator

 Keteraturan pelaksanaan TPTI:


 Tersedianya register petak kerja yang terisi
secara teratur sesuai dengan jenis dan volume
kegiatan dalam TPTI serta hasil kegiatannya
 Register petak pengamatan pertumbuhan
(PUP) tersedia dan terisi secara teratur, dengan
sistem penyimpanan dan pemrosesan data
yang jelas
 Tersedianya catatan keuangan per petak kerja
yang teratur, berisi jenis kegiatan, biaya satuan
dan tanggal transaksinya
 Keadaan fisik tegakan:
 Adanya jaringan jalan dan elemen PWH lain yang
selalu terpelihara si seluruh bagian areal kerja
 Batas petak kerja masih dapat dikenali di lapangan
 Tidak banyak liana yang mengganggu pohon binaan
 Petak pengamatan permanen terpelihara dan
terbebas dari gangguan
 Struktur tegakan sehat, ditunjukkan oleh
perimbangan permudaan, pohon binaan dan pohon
masak tebang yang berimbang, sesuai dengan umur
lepas tebangnya
 Pohon binaan masih dapat dikenali melalui tanda-
tanda yang jelas, dengan tajuk yang bebas desakan
dari naungan pohon non binaan
 Masyarakat sekitar hutan terserap oleh penyediaan
kesempatan kerja pada kegiatan-kegiatan TPTI
 Tidak ada areal kosong permudaan/tegakan niagawi
Perbedaan versi TPI’72,
TPTI’89, TPTI’93
TPI’72 TPTI’89 TPTI’93
Jumlah pohon inti ditentukan Jumlah pohon inti ditentukan 25 Jumlah pohon binaan (tinggi
jumlahnya 25 btg/ha yg letaknya phn/ha. Setiap PU ada 1-2 pohon >30 cm) 200 btg/ha termasuk
tersebar merata. Diameter 35 cm inti dg interval diameter 20-49 pohon inti (diameter 20-49 cm)
up cm yang jumlahnya 25 pohon
dengan jarak antar pohon 5-9 m
Kegiatan pembebasan u/ Kegiatan pembebasan: Kegiatan pembebasan horisontal
membebaskan phn inti. a. Pembebasab horisontal diganti dg kegiatan perapian.
Waktunya belum ditentukan, b. Pembebasan vertikal Waktu Et+1
hanya saja dilakukan setelah
penebangan
Waktu pemeliharaan Et+10,15,20 Waktu pembebasan Et+1,4 Waktu pembebasan Et+2,4,6

Belum ada kegiatan penjarangan Waktu penjarangan Et+9,14,19 Waktu penjarangan Et+10,15,20

Pembangunan persemaian wajib Persemaian sederhana, bukan Persemaian sederhana


dilakukan yang permanen
Pengayaan/penyulaman dilakukan Pengayaan 1 PU hrs ada 16 semai, Pengayaan Et+3. dilakukan bila
Et+1. pelaksanaannya tidak jelas bila krg hrs dipnhi jmlhnya dg >25 PU (>1 ha) tdk ckp
penyulaman. Waktu Et+2 permudaan
Perkembangan SS di hutan
alam daratan
 TPI➔TPTI➔TJTI➔TPTJ➔TPTII➔Multisistem
Silvikultur

Anda mungkin juga menyukai