Oleh :
Nabila Nasywa Siregar
221201095
HUT 2A
Penulis
DESKRIPSI SUKU DAN JENIS TERPENTING SUKU
MYRTACEAE
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan flora yang tinggi.
Flora yang terdapat di Indonesia terutama berasal dari hutan. Hutan memiliki
peran sebagai gudang plasma nutfah sekaligus sebagai sumber genetik dari
berbagai jenis tumbuhan. Hutan adalah suatu sumber daya alam yang bisa
berupa hasil alam maupun cadangan oksigen negara. Indonesia memiliki beberapa
sebesar 2,64 yang tergolong kekayaan jenis rendah. Hasil indeks kekayaan jenis
Tumbuhan suku Myrtaceae yang ditemukan pada penelitian ini berjumlah total 10
Nasional Meru Betiri terdiri dari genus Psidium dan genus Syzygium. Genus
guajava (L.) atau Jambu biji. Genus Syzygium merupakan genus yang paling
Nasional Meru Betiri memiliki berbagai kegunaan bagi manusia. Setiap jenis
memiliki banyak anggota, yaitu terdiri dari 140 genus dan 3000 spesies (Murrel,
2010). Hampir setengah dari jumlah tumbuhan suku Myrtaceae termasuk genus
Syzygium yang sebagian besar terdapat di hutan hujan tropis, khususnya wilayah
Asia Tenggara, Amerika tengah, dan Amerika Selatan (Biffin et al., 2010).
terbanyak kedelapan di dunia, hal tersebut tidak lepas dari kekayaan jenis yang
sebagai contoh genus Syzygium terdiri dari sekitar 1.200 sampai 1.500 spesies,
genus Eugenia terdiri dari sekitar 1.050 spesies dan genus Eucalyptus yang terdiri
dari sekitar 700 spesies. Kekayaan jenis merupakan merupakan jumlah jenis dari
tumbuhan di suatu wilayah (Schloss et al., 2005). Kekayaan jenis pada beberapa
genus disebabkan oleh penyebaran faktor biotik yang dipengaruhi oleh vektor
karena faktor lingkungan (Biffin et al., 2010). Beberapa genus tumbuhan suku
jambu biji (Psidium), jambu air (Syzygium), cengkeh (Syzygium), dan kayu putih
komponen dalam suatu habitat dan kekayaan jenis tumbuhan suku Myrtaceae
umumnya memiliki banyak benang sari. Pembuluh floem yang terdapat pada
tumbuhan suku Myrtaceae secara khusus terletak di kedua sisi xilem, dan ciri
khusus lain adalah adanya struktur khusus pada lubang atau pori pembuluh xilem
yang berbeda dengan tumbuhan lain (Wilson et al., 2001). Tumbuhan suku
berikut:
a. Daun
Tumbuhan suku Myrtaceae memiliki ciri-ciri daun tunggal, dan duduk daun
tersusun dalam 2 baris pada 1 bidang, dan tanpa disertai dengan daun
b. Bunga
Tumbuhan suku Myrtaceae sebagian besar memiliki bunga banci dan kadangkadang
buah tenggelam, dilengkapi dengan satu tangkai putik, beruang satu dengan 3
tembuni menonjol ke dalam dan dapat pula beruang lebih dari satu
pada tumbuhan suku Myrtaceae berbentuk cincin atau cawan serta menutupi
c. Buah
Buah tumbuhan suku Myrtaceae berupa buah buni (buah berdaging tanpa
batu biasanya mengandung sejumlah biji) atau buah batu (buah berdaging
dengan batu keras yang mengandung satu biji) (Marshall, 2007). Ujung buah
tumbuhan suku Myrtaceae biasanya masih terlihat kelopak yang tidak gugur,
sisa tangkai putik serta terkadang sisa benang sari yang masih tertinggal dan
tampak pada ujung buah (Tjitrosoepomo, 1991). Bakal buah dapat beruang
d. Biji
Biji tumbuhan suku Myrtaceae dilengkapi endosperm atau dapat juga tanpa
dilengkapi endosperm, dan memiliki lembaga yang lurus, bengkok atau
bervariasi mulai dari selaput tipis hingga lapisan yang sangat keras. Pelindung
biji yang keras memiliki operkulum yang membuka pada saat perkecambahan
(Landrum et al., 1997). Jumlah biji pada setiap jenis tumbuhan bervariasi, hal
ini berkaitan dengan strategi reproduksi atau tipe buahnya (Wilson et al.,
2001).
DESKRIPSI SUKU DAN JENIS TERPENTING SUKU
ANACARDIACEAE
Mangifera indica adalah pohon cemara besar setinggi 20 m dengan warna hijau tua,
memili mahkota berbentuk payung. Batangnya kokoh, berdiameter 90 cm; dengan
kulit batang berwarna coklat, halus, dengan banyak celah tipis; tebal, menjadi lebih
gelap, kasar dan bersisik atau berkerut; cabangnya agak kokoh, hijau pucat dan tidak
berbulu. Kulit batang berwarna coklat muda dan pahit. Sebuah getah keputihan
memancarkan potongan ranting.
Daun tersebar, sederhana, kasar, dengan bentuk lonjong, memiliki panjang 16-30 dan
lebar 3-7 cm, memiliki cabang perbungaan, berukuran sampai 50 cm pada cabang
steril, melengkung ke atas dari pelepah dan terkadang dengan tepi sedikit
bergelombang. Daun muda berwarna merah, pada proses penuaan berubah warna
menjadi hijau gelap mengkilap di atas, lebih ringan di bawahnya, dengan warna
kuning atau putihi; tangkai daun panjang 4,5 cm, lengking dan bengkak di dasarnya.
Panjang perbungaan 16 cm atau lebih, bantalan malai yang bercabang banyak yang
sangat kecil (4 mm) berwarna kehijauan-putih atau bunga merah muda.
Bunga radial simetris, biasanya memiliki 5 tangkai kelopak, panjang 3-5 mm, 1-1,5
mm Luas, dililitkan dengan warna merah, imbricate, dengan median kelopak
berkepanjangan seperti puncak di dasar, berbulu halus dan wangi, sebagian seksual
dan sebagian biseksual; tangkai pendek; 5 benang sari, 1 subur, yang lainnya 4 lebih
pendek dan ste. Bunga itu memiliki cakram 5-lobus mencolok antara kelopak bunga
dan benang sari. Calyx kuning-hijau, sangat pendek, sangat lobed; 5 sepal, masing-
masing 2- Panjang 2,5 mm x 1-1,5 mm lebar, hijau dengan margin keputihan, atau
warna kuning, berbulu luar.
Buah yang berbentuk tidak berbentuk telur dan berdaging, 8-12 (maksimal 30) cm,
menempel pada ujung terluas pada tangkai yang terjumbai. Kulitnya halus, kuning
kehijauan, terkadang diwarnai dengan warna merah. Dagingnya berwarna kuning-
oranye yang mendasari bervariasi
dalam kualitas dari lembut, manis, juicy dan bebas serat dalam varietas terpilih
(klonal) berkualitas tinggi. Biji tunggal yang dikompres-ovoid terbungkus lapisan
putih berserat dari buah. (Orwa et al. 2009)
Pohon besar dan rimbun dengan tajuk yang indah, berbatang lurus dengan tinggi
mencapai 30-45 m dan gemang 50-80 cm. Pepagan (kulit kayu) berwarna coklat
kelabu dan beralur-alur. Semua bagian pohon, apabila digores, mengeluarkan getah
keputihan yang tajam dan menggatalkan. Getah ini akan membeku dan menghitam
setelah kena udara beberapa lama. Kulit batang berwarna abu-abu dan berkulit pecah-
pecah.
Daun tunggal, tersebar, sering mengumpul dekat ujung ranting. Helai daun bentuk
jorong sampai lanset, agak bundar telur terbalik, 7-12 x 3-5,5 cm, kaku, menjangat,
hijau berkilap di sebelah atas dan lebih pucat di bawah, dengan ibu tulang daun yang
menonjol, pangkal yang melanjut dan ujung yang menumpul atau meluncip tumpul.
Tangkai daun kaku, memipih, 1-2,5 cm. (Verheji & Coronel 1997)
Perbungaan dalam malai di ujung ranting, 15–40 cm, bercabang banyak dan berbunga
lebat. Bunga berwarna merah jambu pucat, berbilangan 5, harum; helai mahkota
bentuk garis, lk 10 mm; tangkai sari berwarna keunguan, lk. 5 mm. Buah buni,
lonjong sampai bulat telur terbalik, lebih kelihatan mirip avokad ketimbang mangga
yang tidak simetris bentuknya, dengan ‘leher’ pada pangkalnya, berukuran 12-20 x 6–
12 cm, kulitnya tipis pucat kekuningan hingga kecoklatan berbercak. Daging buahnya
putih susu, berserat atau hampir tak berserat, mengandung banyak sari buah, berbau
agak busuk, masam manis sampai manis. Biji bulat lonjong sampai lanset, lk. 7 x 4
cm, kulit bijinya tipis dan tidak mengayu, monoembrioni. (LIPI 2001)
Perbanyakan Mangifera caesia dapat melalui biji. Berbunga di bulan Juni-Desember
dan buah matang pada September-Maret. Perbanyakan dengan jalan mencangkok
masih jarang dilakukan. (Verheji & Coronel 1997)
Pohon tumbuhan endemik dan dijadikan maskot flora Kalimantan Selatan ini bisa
mencapai tinggi 25 m dengan diameter batang kurang lebih 40 – 115 cm. Kulit kayu
berwarna putih keabu-abuan sampai coklat terang, kadang-kadang terdapat retakan
atau celah kecil kurang lebih 1 cm berupa kulit kayu mati dan mirip dengan
Mangifera indica. Daun bertangkai, berbentuk lanset memanjang dengan ujung
runcing dan pada kedua belah sisi tulang daun tengah terdapat 12 – 25 tulang daun
samping. Daun muda menggantung lemas dan berwarna ungu tua.
Bunga majemuk berkelamin ganda dengan bentuk bunga rasemos dan kerapkali
berambut rapat. Panjang tangkai bunga ± 28 cm dengan anak tangkai sangat pendek,
yaitu 2 – 4 mm. Daun kelopak bulat telur memanjang dengan panjang 2 – 3 mm.
Daun mahkota bulat telur memanjang dan bunga berbau harum. Benang sari sama
panjang dengan mahkota, staminodia sangat pendek dan seperti benang sari yang
tertancap pada tonjolan dasar bunga. (Kostermans & Bompard 1993)
Buah berbentuk bulat sampai ellipsoid dengan berat kurang dari 80 gram, daging
buah kuning atau oranye dan berserabut. Biji batu dengan dinding yang tebal. Kasturi
ini berbuah pada awal musim hujan atau sekitar bulan Januari. (Sari 2008)
Pohon berukuran sedang, dengan tinggi antara 10-15 (jarang hingga 20) m. Berbatang
lurus dengan tajuk bundar atau bundar telur melebar. Seluruh bagian tanaman, apabila
dilukai, akan mengeluarkan getah berbau, yang mula-mula bening namun lama
kelamaan akan menjadi coklat kehitaman. Getah ini bersifat menggatalkan bila
terkena kulit.
Daun tunggal tersebar, bentuk lonjong sampai lanset, 12-35 x 4-10 cm, dengan ujung
daun meluncip pendek, bertangkai 3–7 cm yang pangkalnya menggembung. Helai
daun menjangat, dengan urat-urat daun yang tampak jelas terutama di sisi bawah.
(Verheji & Coronel 1997)
Buah batu berbentuk lonjong-jorong miring, lebih kurang 10-13 x 6–9 cm ini
beraroma harum yang kuat. Kulitnya berwarna hijau sampai kekuningan, dengan
bintik-bintik lentisel berwarna kecoklatan yang jarang-jarang. Kulit buah agak
tebal, 3–4 mm, dengan daging berwarna kuning sampai agak jingga, manis-asam,
berserat, mengandung banyak sari buah. Bau harum agak seperti terpentin, mirip bau
buah bacang. Meski hampir serupa, buah kuweni agak mudah dibedakan dari bacang
yang lebih bulat dan berkulit lebih keras dan tebal, dengan banyak bintik lentisel
berjarak agak rapat. (Verheji & Coronel 1997)
DESKRIPSI SUKU DAN JENIS TERPENTING SUKU
SAPINDACEAE
1.Tanaman Kelengkeng
Kelengkeng memiliki nama ilmiah Dimocarpus longan, suku sapindaceae.
Kelengkeng adalah tanaman buah-buahan yang berasal dari daratan Asia
Tenggara. Tak hanya buahnya saja yang berguna tetapi kulit,biji dan daunnya pun
berguna(Susilo, 2009). Tanaman kelengkeng mempunyai senyawa bioaktif
“senyawa yang memiliki efek fisiologis dalam tubuh” yang dapat dimanfaatkan,
terutama pada bagian daunnya (Hernani & Rahardjo, M, 2005).
Kelengkeng (Dimocarpus longan Lour.) merupakan tanaman subtropis
yang sudah dikenal 2000 tahun yang lalu, berasal dari daerah Cina Selatan.
Manfaatannya lebih kepada khasiatnya sebagai obat baik kandungan dalam buah
maupun dari biji yang sudah dilakukan ekstraksi, bukan sebagai buah untuk
dikonsumsi saja (Triwinata, 2006). Tanaman ini telah menyebar ke Thailand,
Taiwan, Laos, Vietnam, Cambodia, Malaysia, India dan khususnya di Indonesia
(Usman, 2006).
Tanaman kelengkeng adalah tanaman berbentuk pohon dengan tinggi bisa
mencapai 40 meter dan diameter batang 1 meter. Jenis akar pada tanaman
lengkeng adalah akar tunggang dengan akar samping yang berjumlah banyak,
panjang dan kuat.
Tanaman ini diperkirakan bersal dari daratan cina. Hal ini dikaitan dengan
adanya tradisi masyarakat cina yang menggunakan lengkeng sebagai persembahan
8
kepada arwah leluhur. Dari asalnya, tanaman lengkeng kemudian menyebar
diberbagai negara di dunia. Saat ini negara-negara yang mengembankan
kelengkeng antara lain: Thailand, Vietnam, Cina, Malaysia, dan Indonesia. Di
Thailand, tanaman lengkeng pertama kali masuk pada tahun 1896. Sementara itu,
di Indonesia, tanaman lengkeng diperkirakan masuk pada abad ke-18. Budidaya
lengkeng telah lama dilakukan petani dibeberapa wilayah nusantara. Tanaman
tersebut tumbuh subur dikebun-kebun rakyat. Jenis-jenis lengkeng liar seperi isau
yang berkulit hijau dan kakusyang berkulit cokelat, banyak ditemukan di
Kalimantan Timur dan Sumatera Utara(Usman, 2006). Gambar Tanaman
Kelengkeng dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Tanaman Kelengkeng
9
a. Klasifikasi tanaman kelengkeng
Klasifikasi tanaman kelengkeng (Dimocarpus Longan Lour) sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Sapindales
Famili : Sapindaceae
Genus : Dimocarpus
Spesies : Dimocarpus longan L
(Lelychusna, 2011)
b. Morfologi
Daun kelengkeng termasuk daun majemuk tiap tangkai memiliki tiga
sampai enam pasang helai daun. Bentuknya bulat panjang, ujungnya agak
runcing tidak berbulu, tepinya rata dan permukaan nya mempunyai lapisan
lilin. Kuncup daunnya berwarna kuning kehijauan, tetapi ada pula yang
berwarna merah (Baiq & A.sugiyatno, 2013).
Daun tanaman merupakan daun majemuk yang tersusun dalam tangkai,
terletak berhadap-hadapan, dan jumlah 7-8 helai. Permukaan daun bagian
atas berwarna hijau. Daun berukuran panjang 10 cm dan lebar kurang lebih
3 ½ cm, dengan tepi atas dan ujung daun runcing (Rukmana, 2014).
Berdasarkan jenis kelamin bunga, tanaman kelengkeng dibedakan
menjadi tiga, yaitu pohon kelengkeng yang hanya berbunga jantan, pohon
yang hanya berbunga betina, dan pohon yang berbunga sempurna atau
10
mempunyai kelamin jatan dan betina (heraprodit). Pohon kelengkeng
jantan jarang atau tidak menghasilkan buah, pembungaan kelengkeng
biasanya terjadi pada bulan September-Oktober dan dan periode
pembuahan berlangsung pada bulan Januari Maret (Rukmana, 2014).
Buah kelengkeng berbentuk bulat bundar sampai bulat pendek, terdiri
atas kulit buah, daging buah, dan biji. Kulit buah tipis berwarna hijau
kecoklatan sampai coklat. Daging buah tebal, berwarna putih bening,
beraroma harum khas kelengkeng, dan berasa manis. Biji berbetuk bulat
kecil dan berwarna cokelat dan hitam mengkilat (Rukmana,2014).
c. Kandungan kimia Daun Kelengkeng
Salamah & Widyasari (2015), mengidentifikasi ekstrak metanol daun
kelengkeng dengan menggunakan metode penangkapan radikal 2,2’-
difenil-1-pikrilhidrazil hasil menunjukan pada ekstrak metanol daun
kelengkeng terdapat senyawa, flavonoid, pelifenol dan kuersetin sebagai
aktivitas antioksidan.
Menurut penelitian Fauziah (2015), Daun kelengkeng mengandung
golongan senyawa Flavonoid, polifenol dan tanin. Biji tanaman
kelengkeng mengandung senyawa golongan flavonoid, polifenol, tanin,
dan minyak atsiri. Senyawa fenol dapat bersifat sebagai koagulator
protein. Flavonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan cara membentuk
senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler yang mengganggu
integritas membran sel bakteri. Kulit kelengkeng mengandung senyawa
golongan flavonoid, polifenol, dan tanin. Biji tanaman kelengkeng
11
mengandung senyawa golongan flavonoid, polifenol, tanin, dan minyak
atsiri.
.
DESKRIPSI SUKU DAN JENIS TERPENTING SUKU
BURSERACEAE
Burseraceae , famili tanaman berbunga dalam ordo Sapindales , terdiri dari sekitar 19
genera dan 775–860 spesies pohon dan semak damar . Mereka asli terutama Amerika
tropis , tetapi beberapa spesies terdapat di Afrika dan Asia . Banyak spesies
mendominasi hutan atau hutan di mana mereka tumbuh. Burseraceae juga dikenal
sebagai keluarga kemenyan , dan sejumlah spesiesnya secara ekonomi penting untuk
resin harumnya.
Deskripsi Fisik
Anggota keluarga memiliki daun majemuk yang bergantian sepanjang batang dan
terdiri dari banyak selebaran. Banyak spesies memiliki kulit kayu bersisik yang
berwarna keabu-abuan hingga merah, dan batang serta batangnya memancarkan resin
yang tidak berwarna hingga putih . Tumbuhan ini menghasilkan bunga soliter atau
berkelompok dan buah berdaging .
Penangkap lalat Venus. Penangkap lalat Venus (Dionaea muscipula) salah satu
tanaman pemakan daging yang paling terkenal. Tumbuhan karnivora, penangkap
lalat Venus, perangkap lalat VenusKuis BritannicaTumbuhan: Dari Lucu
hinggaKarnivoraGenera dan spesies utama
resin mur
resin mur
Genus terbesar dari famili tersebut, Commiphora (185 spesies), kebanyakan
ditemukan di daerah yang lebih kering di timur laut Afrika dan Madagaskar dan dari
Arab hingga India .Mur adalah resin dari tumbuhan genus, terutama C. myrrha dan C.
erythraea . C. opobalsamum melengkapi balsam Gilead.Oleo-gum-resin dari
beberapa spesies genusBoswellia , disebutkemenyan , digunakan pada zaman Alkitab
dalam dupa , dalam pengobatan , dan untuk pembalseman .Pohon kayu yang paling
penting dari keluarga tersebut mungkin adalah mahoni gaboon ( Aucoumea klaineana
), dari Afrika Barat , digunakan untuk veneer dan kayu lapis.Bursara (110 spesies)
ditemukan di Amerika tropis, dengan pusat keanekaragamannyadi Meksiko .
Itugumbo-limbo , atau pohon kemenyan ( B. simaruba ), memiliki kayu berwarna
coklat kemerahan yang digunakan untuk pelampung memancing; resin harumnya
digunakan dalam dupa. Itu dan anggota Bursera lainnya dieksploitasi untuk
terpentin atau elemi (resin berminyak) di Amerika tropis.Dapatkan langganan
Britannica Premium dan dapatkan akses ke konten eksklusif.Protium (145 spesies)
banyak terdapat di daerah dataran rendah basah Amerika tropistetapi dengan
beberapa spesies di Madagaskar dan Malaysia . Di Amerika tropis, kopal ( P. copal )
dan beberapa spesies terkait disadap resinnya, yang telah digunakan di Amerika
Tengah dalam dupa untuk tujuan keagamaan sejak zaman pra-Columbus.Canarium
(120 spesies) hidup di hutan tropis Dunia Lama. Pohon damar hitam India ( C.
strictum ) dan almond Jawa ( C. commune ) dari Indo-Malaysia, sumber elemi
Manila, juga menghasilkan resin yang bernilai komersial. Benih yang terakhir, yang
dibudidayakan di Australia, dapat dimakan, seperti beberapa spesies Asia Timur
lainnya, yang juga dapat diproses untuk menghasilkan minyak goreng. Buah C.
album dimakan seperti buah zaitun.Genus Dacryodes (90 spesies) ditemukan
terutama di daerah tropis Dunia Lama. Genus Meksiko Beiselia terdiri dari satu
spesies, B. mexicana , yang terdaftar sebagai spesies yang terancam punah .
DAFTAR PUSTAKA
Tamin, R. P., Puri, S. R., & Hardiyanti, R. A. (2019). Exploration of Tree Species in
Muaro Jambi Temple Complex. Media Konservasi, 24(3), 245-251.
Safe'i, R., Erly, H., Wulandari, C., & Kaskoyo, H. (2018). Analisis keanekaragaman
jenis pohon sebagai salah satu indikator kesehatan hutan
konservasi. Perennial, 14(2), 32-36.
Acevedo-Rodríguez, P., Van Welzen, P. C., Adema, F., & Van Der Ham, R. W. J. M.
(2011). Sapindaceae. Flowering plants. Eudicots: Sapindales, Cucurbitales,
Myrtaceae, 357-407.
Baskin, J. M., Davis, B. H., Baskin, C. C., Gleason, S. M., & Cordell, S. (2004).
Physical dormancy in seeds of Dodonaea viscosa (Sapindales, Sapindaceae)
from Hawaii. Seed Science Research, 14(1), 81-90.
WANNAN, B. S., & QUINN, C. J. (1991). Floral structure and evolution in the
Anacardiaceae. Botanical Journal of the Linnean Society, 107(4), 349-385.
de Paulo Farias, D., Neri-Numa, I. A., de Araujo, F. F., & Pastore, G. M. (2020). A
critical review of some fruit trees from the Myrtaceae family as promising
sources for food applications with functional claims. Food chemistry, 306,
125630.
Radlkofer, L. (1914). Sapindaceae. Notizblatt des Konigl. botanischen Gartens und
Museums zu Berlin-Dahlem (Post Steglitz), sowie der botanischen
Zentralstelle fur die deutschen Kolonien, 149-156.
Acevedo-Rodríguez, P., Van Welzen, P. C., Adema, F., & Van Der Ham, R. W. J. M.
(2011). Sapindaceae. Flowering plants. Eudicots: Sapindales, Cucurbitales,
Myrtaceae, 357-407.