Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM

GENETIKA II
SIMULASI HUKUM MENDEL
Reika Devita Maharani – 20/462497/PN/16927 – Golongan B5

INTISARI

Praktikum ini dilaksanakan pada Jumat, 23 April 2021 di ruang Mendel Laboratorium
Pemuliaan Tanaman Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta. Praktikum ini dilakukan guna mengamati cara kerja dari
persilangan yang dilakukan oleh Mendel, atau yang biasa kita kenal saat ini dengan
pewarisan sifat hukum Mendel, adapun persilangan dibagi menjadi dua yaitu
monohibrid dan dihibrid. Monohibrid merupakan persilangan dua individual tau lebih
yang memiliki satu sifat berbeda ,sedangkan dihibrid adalah persilangan dua atau
lebih spesies yang memiliki sifat lebih dari satu. Pada hukum I Mendel menjelaskan
tentang. Praktikum ini dilakukan dengan media sedotan sebagai alel dan kantong
plastik sebagai lokus. Persiapan sampel yang digunakan yaitu 400 sedotan dan 4
kantong plasik berwarna hitam. Sedotan dimasukkan pada kantong plastik sesuai
julah pada setiap simulasi dan dilakukan pengambilan sesuai kriteria yang diperoleh.
Setelah itu, dilakukan perhitungan X² dan didisimpulkan menyimpang atau tidak dari
Hukum Mendel. Pada semua simulasi selain simulasi monohibrid 1:2:1 100 kali dan
simulasi back cross 120 kali, menunjukkan hasil sesuai dengan Hukum Mendel. Pada
keyataanya, ketidaksesuaian dengan Hukum Mendel dapat disebabkan oleh beberapa
faktor kurangnya kemahiran penyilang, ketidakcocokan tetua, dan waktu yang tidak
tepat.

Kata kunci: genetika mendel; hukum mendel; monohibrid; dihibrid

PENDAHULUAN

Penemuan hukum hereditas oleh Mendel (1866) pada perkembangan


mempengaruhi cabang ilmu dan konsep penting dalam biologi seperti evolusi,
perkembangan embrio makhluk hidup dan biologi molekuler bahkan bidang sosial. Diskusi
hereditas yang paling panas dibidang sosial terjadi pada tahun 1970-an sampai 1980-
anpada topik IQ dan ras (Mehler, 1996).Salah satu cabang ilmu Biologi yang berpengaruh
besar setelah ditemukannya hukum Mendel ialah teori evolusi Darwin. Darwin
mengemukakan teorinya pada masa pra-Mendel ketika orang-orang belum mengenal gen
dan kromosom. Meski DNA sudah berhasil di ekstraksi ketika itu namun belum diketahui
fungsinya (Sandler, 2000), ketika itu orang masih beranggapan bahwa sifat hanya
diwariskan oleh sperma dan tetua betina tidak menyumbang apapun pada sifat anaknya
ataupun sebaliknya (Meillinda,2017).
Pada teori yang dikemukakan oleh Mendel, yakni hukum I dan II Mendel, menjelaskan
bahwa hukum Mendel I dikenal juga dengan sebutan segregasi. Dalam memperlajari hukum
mendel membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Rumut, dan membutuhkan waktu yang lama.
Maka dari itu pemebelajaran Hukum Mendel dilakukan dengan silmulasi dengan
menggunakan sedotan yang berperan sebagai alel dan kantong plastic berperan sebagai lokus.
Hipotesis dalam simulasi ini adalah bahwa semua simulasi sesuai dengan Hukum Mendel.
Simulasi ini bertujuan untuk memahami segregasi mendel, melakukanm percobaan
monohibrid dan dihibrid untuk membuktikan segregasi mendel, melakukam persilangan back
cross, dan simulasi seleksi pada populasi hasil persilangan yang telah dilakukan. Setelah
dilakukan pengamatan akan dilakukan analisis dengan perhitungan X2 dan dibandingkan
dengan table X2 . Simulasi sesuai dengan Hukum Mendel bila X2 hitung lebih kecil dari X2
tabel dan sebaliknya.

BAHAN DAN METODE

Praktikum ini dilaksanakan pada Jumat, 23 April 2021 berlokasi pada ruang Mendel
Laboratorium Pemuliaan Tanaman Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Gadjah Mada. Praktikum ini dilakukan untuk mengamati hukum pewarisan sifat
yang dicetuskan oleh Mendel melalui simulasi praktikum menggunakan sedotan dengan
kriteria monohybrid merupakan sedotan dengan 2 macam warna yang berbeda (karena
hanya membawa 2 sifat berbeda) sedangkan pada percobaan dihybrid digunakan sedotan
dengan 4 macam warna berbeda sebagai indicator adanya 4 sifat yang berbeda.
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam simulasi ini, yaitu sedotan sebanyak 400
buah dan empat kantog plastic hitam. Pada simulasi monohibrid, dimasukkan 50 sedotan X
dan 50 sedotan Y pada dua sedotan yang berbeda. Diambil satu buah sedotan (alel) dari
setiap kantong, dicatat hasilnya lalu dikembalikan kembali. Pengambilan ini dilakukan
sebanyak driteria yang didapatkan. Kemudian dihitung X² dan dibandingkan dengan X² table
serta disimpulkan menyimpang Hukum Mendel atau tidak. Pada simulasi dihibrid, 50 sedotan
X dan 50 sedotan Y dimasukkan dalam kantong plastik yang berbeda dan dibuat 2 kantong
berisi 25 sedotan P dan 25 sedotan Q. pada simulai back cross dibuat kantong berisi 25
sedotan X dan 25 sedotan Y serta dibuat kantong berisi 50 sedotan X. Pada simulasi seleksi
dimasukkan 25 sedotan X dan 25 sedotan Y pada kantong plastik yang sama kemudian dibuat
duplo. Perlakuan pada setiap simulasi dihibrid, back cross, dan seleksi dilakukan sama seperti
pada simulasi monohibrid.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hukum pertama Mendel diterapkan tidak hanya untuk tumbuhan tetapi juga untuk
hewan, Hukum hibridisasi Mendel tidak hanya berlaku untuk hasil persilangan antar individu
varietas berbeda atau spesies, tetapi sejumlah besar individu turun-temurun perbedaan di
antara hampir semua organisme yang bereproduksi secara seksual. Mendel juga
memperkenalkan kosakata teknis yang sangat penting dalam mempelajari hukum Mendel:
'allelomorph' (atau, lebih sederhana, 'allele'), 'homozigot', dan 'Heterozigot'; istilah-istilah ini
menyiratkan itu untuk karakter tertentu ditransmisikan dengan cara Mendel, setiap individu
memiliki dua sifat keturunan yang sama (Gayon., 2016) Persilangan monohibrid yaitu
persilangan dengan satu sifat berbeda. Alel dominan dan resesif berpisah pada keturunan
dari tetua heterozigot. Dimana dua kromosom homolog akan terpisah selama proses
pembentukan sel gamet. Praktisnya, setengah sel gamet dihasilkan dari satu alel dan
setengah dari alel lain pada tanaman heterozigot. (Dewi et al., 2017). Persilangan Hukum
Mendel I dikenal dengan sebutan monohibrid. Tujuan dari persilangan ini adalah untuk
mengetahui karakter dari anakan apakah berasal dari satu orang tua saja atau merupakan
campuran dari kedua orang tuanya. alel dominan dan resesif didapatkan dengan melakukan
persilangan monohibrid dengan menggunakan galur murni. Alel dikatakan dominan apabila
fenotip yang diaturnya muncul pada keturunan F1 dan resesif jika tidak.
Pada percobaan yang dilakukan oleh Mendel dapat dilihat bahwa persilangan sesama
heterozigot pada persilangan monohibrid menghasilkan 2 fenotip, sedangkan persilangan
sesama heterozigot pada persilangan dihibrid menghasilkan 4 fenotip. Berdasarkan data
tersebut maka rumus banyaknya fenotip yang dihasilkan dari persilangan sesama heterozigot
adalah 2n dengan n adalah jumlah gen yang terlibat. Sehingga jumlah jenis fenotip yang
dapat terbentuk dari persilangan sesama heterozigot dengan jumlah gen sebanyak n adalah
2n (Artadana et al., 2017) Terdapat beberapa metode yang dilakukan pemulia dalam kegiatan
persilangan, salahsatunya adalah metode silang balik (Backcross). Metode silang balik
adalah metode yang menyilangkan kembali keturunannya dengan salah satu tetuanya
selama beberapa generasi untuk memindahkan gen dari tetua donor ke tetua recurrent
(penerima). Menurut Rosyidi (2020) metode silang balik digunakan untuk memperbaiki
varietas yang sudah mempunyai karakter yang baik, tetapi kurang unggul pada beberapa
karakter. Backcross adalah metode untuk mempercepat dan memperbaiki varietas tanaman.
Backcross merupakan persilangan hibrida dengan salah satu orang tua atau individu
induknya . Seleksi merupakan kegiatan yang berperan penting dalam keberhasilan pemuliaan
tanaman (Yunandra et al., 2017). Proses seleksi diperlukan untuk menunjukkan peningkatan
perolehan genetik dan mencegah terjadinya kehilangan potensi perolehan genetik (loss
potential genetic gain) (Surip et al., 2017). Penggabungan sifat unggul diperoleh melalui tiga
tahap, yaitu pembentukan populasi dasar melalui pemilihan tetua, persilangan, dan seleksi
(Yullianida et al., 2016).
Adapun hasil pengamatan yang didapatkan dari percobaan ini seperti berikut:
Tabel 1. Hasil simulasi monohibrid 3:1 80 kali

Kelas Observed(O) Expected(E) (O-E)^2 (O-E)^2/E


AA:Aa 60 60 0 0
aa 20 20 0 0
Total 80 80 0
Tabel 2. Hasil simulasi monohibrid 3:1 100 kali
Kelas Observed(O) Expected(E) (O-E)^2 (O-E)^2/E
AA:Aa 80 75 25 0.33
aa 20 25 25 1
Total 100 100 1.33

Tabel 3. Hasil simulasi monohibrid 3:1 120 kali


Kelas Observed(O) Expected(E) (O-E)^2 (O-E)^2/E
AA:Aa 90 90 0 0
aa 30 30 0 0
Total 120 120 0

Dalam simulasi monohibrid 3;1 80 kali didapat chiz hitung sebesar 0 sedangkan chiz tabel
sebesar 3,841. chiz hitung lebih kecil daripada chiz tabel maka H0 diterima sehingga simulasi
monohibrid 3:1 dengan 80 kali pengambilan sedotan sesuai dengan hukum mendel. Dalam
simulasi monohibrid 3;1 100 kali didapat chzi hitung sebesar 1,33 sedangkan chi tabel sebesar
3,841. chiz hitung lebih besar daripada chiz tabel maka H0 sehingga simulasi monohibrid
3:1 dengan 100 kali pengambilan sedotan sesuai dengan hukum mendel. Dalam simulasi
monohibrid 3;1 120 kali didapat chzi hitung sebesar 0 sedangkan chiz tabel sebesar 3,841. chi
hitung lebih kecil daripada chiz tabel maka H0 diterima sehingga simulasi monohibrid 3:1
dengan 120 kali pengambilan sedotan sesuai dengan hukum mendel.

Tabel 4. Hasil simulasi monohibrid 1:2:1 80 kali

Kelas Observed(O) Expected(E) (O-E)^2 (O-E)^2/E


AA 19 20 1 0.05
Aa 34 40 36 0,9
aa 27 20 7 0,35
Total 80 80 1,3

Tabel 5. Hasil simulasi monohibrid 1:2:1 100 kali


Kelas Observed(O) Expected(E) (O-E)^2 (O-E)^2/E
AA 20 25 25 0
Aa 48 50 4 0.08
aa 32 25 7 0.28
Total 100 100 0.36

Tabel 6. Hasil simulasi monohibrid 1:2:1 120 kali


Kelas Observed(O) Expected(E) (O-E)^2 (O-E)^2/E
AA 18 30 144 4,8
Aa 69 60 81 1,35
aa 33 30 9 0.3
Total 120 120 6,45

Dalam simulasi monohibrid 1:2:1 ulangan 80 kali didapat chi hitung sebesar 1,3
sedangkan chi tabel sebesar 5,991. chi hitung lebih kecil daripada chi tabel maka H0 diterima
sehingga simulasi monohibrid 1:2:1 dengan 80 kali pengambilan sedotan sesuai dengan hukum
mendel. Dalam simulasi monohibrid 1:2:1 100 kali didapat chi hitung sebesar 0,36 sedangkan
chi tabel sebesar 5,991. lebih kecil daripada chi tabel maka H0 diterima sehingga simulasi
monohibrid 1:2:1 dengan 100 kali pengambilan sedotan sesuai dengan hukum mendel. Dalam
simulasi monohibrid 1:2:1 120 kali didapat chi hitung sebesar 6,45 sedangkan chi tabel sebesar
5,991. chi hitung lebih kecil daripada chi tabel maka H0 diterima sehingga simulasi monohibrid
1:2:1 dengan 120 kali pengambilan sedotan sesuai dengan hukum mendel.

Tabel 6. Hasil simulasi seleksi 80 kali


Kelas Observed(O) Expected(E) (O-E)^2 (O-E)^2/E
AA:Aa 60 80 400 5
aa
Total 80 5

Tabel 14. Hasil simulasi seleksi 100 kali


Kelas Observed(O) Expected(E) (O-E)^2 (O-E)^2/E
AA:Aa 78 80 324 4.05
aa
Total 80 4.05

Tabel 15. Hasil simulasi seleksi 120 kali


Kelas Observed(O) Expected(E) (O-E)^2 (O-E)^2/E
AA:Aa 92 80 144 1.8
aa
Total 80 1.8
Pada hasil simulasi yang terakhir, yaitu pada simulasi seleksi, didapatkan hasil berturut
– turut sesuai tablet yaitu, hasil seleksi pengambilan sebanyak 80 kali, 100 kali, dan 120 kali
ketiganya mengalami nilai yang relative kecil dibandingkan dengan data hasil perhitungan ciz
yang ada. Hal ini berarti bahwa percobaan ini telah sesuai dengan hukum Mendel.

KESIMPULAN
Dalam pengamatan praktikum ini didapatkan hasil bahwa hasil simulasi persilangan
monohibrid 3:1 80 kali, monohibrid 3:1 100 kali, monohibrid 3:1 120 kali, monohibrid 1:2:1
80 kali, monohibrid 1:2:1 120 kali, seleksi 100 kali, seleksi 120 kali menunjukkan hasil sesuai
dengan Hukum Mendel karena hasil chiz hitung lebih kecil daripada chiz tabel. Dengan
begitu dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan dan menjadi landasan teori bagiu
persilangan tanaman sejauh ini masih relevan dan masih menunjukkan eksistensinya
sebagai salah satu metode pemuliaan tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Artadana, M. B. I., dan W. D. Savitri. 2018. Dasar- Dasar Genetika Mendel dan
Pengembangannya. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Gayon, J. 2016. From Mendel to epigenetics: History of genetics. C. R. Biologies .(339) : 225–
230.
Jane Aleksoski. 2018. The effect of backcross method in tobacco breeding. Journal Of
Agriculture and plant science. 16( 1) : 9 – 19.
Rol asmi, Meilinda. (2017). TEORI HEREDITAS MENDEL: EVOLUSI ATAU REVOLUSI
(KAJIAN FILSAFAT SAINS). Pembelajaran Biologi. 4. 62-70.
Rosyidi, K. M., dan A. L. Adirejo. 2020. Pengaruh perbedaan waktu polinasi terhadap
keberhasilan persilangan dan beberapa karakter benih padi generasi
backcross. Jurnal Produksi Tanaman. (8) : 264-270.
Sunarya, S., Murdaningsih, R. Rostini, Sumadi. 2017. Variabilitasgenetik, kemjuan genetic dan
pola klaster populasi tegakan benih Paraserianthes falcataria (I.)Nielsen
setelah seleksi masa berdasarkan marka morfologi. Jurnal kultivasi.(16): 279
– 286.
Surip, S. Indrioko, A. Nirsatmanto, T. Setyaji. 2017. Pengaruh seleksi terhadap perolehan
genetik pada uji keturunan generasi pertama (F1) jabon merah
(Anthocephalus macrophyllus Roxb. Havil.) di Wonogiri. Jurnal Pemuliaan
Tanaman Hutan. Vol11:184.

Yullianida, A. Hairmansis, Supartopo, Suwarno. 2016. Sumber genetic pembentukan populasi


dasar padi gogo toleran naungan dan dataran tinggi. Pros Sem Nas Masy
Biodiv Indon. Vol 2:176.
Yunandra, M. Syukur, A. Maharijaya. 2017. Seleksi dan kemajuan seleksi karakter komponen
hasil pada persilangancabai keriting dan cabai besar. J. Agron. Indonesia. Vol
45: 169.
Widyasmara, N. I., F. Kusmiyati, dan Karno. 2018. Efek xenia dan metania pada persilangan
tomat rantai dan tomat cherry. J. Agro Complex. 2(2):128-136.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai