Anda di halaman 1dari 19

STRATEGI PEMBELAJARAN EFEKTIF

DISUSUN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TIGAS MATA KULIAH :


Strategi Pembelajaran PAI

DOSEN PENGAMPU :
Dr. Sutrisno, S.Ag, M.Pdi

DISUSUN OLEH

TIARA ALFAREIZA 2201020225 SHERLY TRIAMANDA 2201


020178 SEPSIAR DWI TAQWIYA 2201020176

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS T


ARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM DAAR AL ULUUM ASAHAN


KISARAN

2023/2024
i

KATA PENGANTAR

Pendidikan adalah salah satu pilar penting dalam pembangunan masyarakat dan pe
mbentukan individu yang berkompeten. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, proses
pembelajaran memainkan peran yang sangat vital. Namun, tidak semua proses pembelaj
aran menghasilkan hasil yang efektif. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memaha
mi apa yang membuat proses pembelajaran menjadi efektif.
Makalah ini bertujuan untuk menggali lebih dalam tentang proses pembelajaran efe
ktif. Kami akan menjelajahi berbagai faktor yang mempengaruhi efektivitas pembelajara
n, termasuk strategi pengajaran, lingkungan pembelajaran, dan peran guru serta siswa da
lam proses tersebut.
Dalam makalah ini, kami berharap dapat memberikan wawasan yang mendalam te
ntang proses pembelajaran efektif. Semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi ya
ng berarti bagi para pendidik, siswa, dan semua pihak yang terlibat dalam proses pembel
ajaran.
Kisaran, 21 Oktober 2023

[Penulis]
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembentukan dan pengembangan sikap serta moral seorang siswa melalui pendid
ikan agama di sekolah menjadi sangat penting. Sebab dasar agama untuk membentuk
pribadi yang agamis (bertaqwa) merupakan kebutuhan rohaniah dan juga kebutuhan a
kademis melalui ilmu pengetahuan. Namun demikian, kondisi kurikulum yang sangat
padat, serta kendala-kendala lain menuntut proses pembelajaran pendidikan agama per
lu dilakukan secara baik, sistematis agar mencapai tujuan yang direncanakan, dan dap
at menanamkan nilai-nilai agama tersebut untuk kemudian diaplikasikan dalam kehidu
pan sehari-hari.
Telah kita ketahui bahwa kenakalan remaja itu menjadi sumber degradasi moral p
ada diri kita dan lebih-lebih pada bangsa kita ini. Oleh sebab itu, kita sebagai mahasis
wa harus peduli dan tanggap akan moral-moral remaja yang sangat bertolak belakang
dengan apa yang telah ditentukan oleh Sang Maha Pencipta, seperti halnya penyalahgu
naan obat-obatan terlarang, pergaulan bebas yang tidak bisa memanaj pada diri kita m
asing-masing, sehingga munculah benih-benih kenakalan remaja yang tumbuh pada di
ri remaja itu sendiri.
Dapat kita lihat pada kenakalan remaja di Negara Indonesia tercinta ini. Sangat je
las dan nampak sekali. Pada massa era globalisasi ini, khususnya remaja atau pemuda-
pemudi banyak melakukan perbuatan yang sangat tidak etis, sehingga saat-saat ini Ne
gara Indonesia banyak mengalami cobaan-cobaan dan bencana alam yang salah satuny
a adalah akibat dari kenakalan remaja itu sendirI.
Berdasarkan uraian di atas, dapat Salah satu faktor dari kenakalan remaja adalah s
ikap yang ada pada peserta didik yang belum diterapkan dan kurang ditanamkan oleh s
eorang guru dalam proses pembelajaran di sekolah dan pada kehidupan sehari-hari. M
asalah afektif dirasakan penting oleh semua orang, namun implementasinya masih kur
ang. Hal ini disebabkan merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semu
dah seperti pembelajaran kognitif dan psikomotor. Satuan pendidikan harus merancan
g kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat dicapai. Ma
ka dari itu, Pembentukan dan pengembangan sikap dan moral seorang siswa melalui p
endidikan agama di sekolah menjadi sangat penting. Dasar agama untuk membentuk p
ribadi yang agamis (bertaqwa) merupakan kebutuhan rohaniah selain kebutuhan akade
mis melalui ilmu pengetahuan. Kemampuan afektif berhubungan dengan minat dan si
kap yang dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri
jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri. Semua k
emampuan ini harus menjadi bagian dari tujuan pembelajaran di sekolah, yang akan di
capai melalui kegiatan pembelajaran yang tepat. Keberhasilan pendidik melaksanakan
pembelajaran ranah afektif dan keberhasilan peserta didik mencapai kompetensi afekti
f perlu dinilai. Oleh karena itu perlu dikembangkan acuan pengembangan perangkat p
enilaian ranah afektif.
2

1.2Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah di dalam makalah ini, di antaranya:
1. Apa pengertian dan konsep strategi pembelajaran afektif?
2. Apa saja nilai dan karakter dalam strategi pembelajaran afektif?
3. Bagaimana proses pembuntukan sikap dalam strategi pembelajaran afektif?
4. Apa saja model model dalam strategi pembelajaran afektif?
5. Apa saja prosedur penerapan pembelajaran afektif?
6. Bagaimana variasi pengembangan strategi pembelajaran afektif?
7. Apa saja perangkat penilaian strategi pembelajaran afektif?
8. Apa kelemahan strategi pembelajaran afektif?
9. Bagaimanap peran strategi pembelajaran afektif dalam membangun karakter?
11. Bagaimana contoh studi kasus dari strategi pembelejaran efektif?
12. Bagaiamana contoh peta konsep sdari strategi pembelejaran efekti?
1.3Tujuan
1. Mengetahui pengertian dan konsep strategi pembelajaran afektif?
2. Mengetahui nilai dan karakter dalam strategi pembelajaran afektif?
3. Mengetahui proses pembuntukan sikap dalam strategi pembelajaran afektif?
4. Mengetahui model model dalam strategi pembelajaran afektif?
5. Mengetahui prosedur penerapan pembelajaran afektif?
6. Mengetahui variasi pengembangan strategi pembelajaran afektif?
7. Mengetahui perangkat penilaian strategi pembelajaran afektif?
8. Mengetahui kelemahan strategi pembelajaran afektif?
9. Mengetahui peran strategi pembelajaran afektif dalam membangun karakter?
11. Mengetahui contoh studi kasus dari strategi pembelejaran efektif?
12. Mengetahui contoh peta konsep sdari strategi pembelejaran efekti?
3

BAB II
PEMBAHASAN

1.1 PENGERTIAN DAN KONSEP STRATEGI PEMBELAJARAN AFEKTIF.


Strategi pembelajaran afektif adalah strategi yang bukan hanya bertujuan untuk me
ncapai pendidikan kognitif saja. Melainkan bertujuan untuk mencapai dimensi yang lain
nya. diantaranya sikap dan keterampilan afektif berhubungan dengan volume yang sulit
diukur karena menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam. Afeksi juga da
pat muncul dalam kejadian behavioral yang diakibatkan dari proses pembelajaran yang
dilakukan oleh guru. Kemampuan aspek afektif berhubungan dengan minat dan sikap ya
ng dapat berupa tanggung jawab, kerja sama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, me
nghargai pendapat orang lain dan kemampuan mengendalikan diri. Semua kemampuan i
ni harus menjadi bagian dari tujuan pembelajaran di sekolah, yang akan dicapai melalui
kegiatan pembelajaran yang tepat. Dalam pengertian lain disebutkan bahwa ranah afekti
f sangat mempengaruhi perasaan dan emosi. Pengertian aspek afektif yang penulis maks
udkan adalah bahwa seorang anak dilihat dari bagaimana perkembanganya bukan pada a
pa yang telah dirasakannya. Aspek afektif yang penting diketahui adalah sikap dan mina
t peserta didik melalui lima jenjang yaitu, Menerima, Menjawab, Menilai, Organisasi, d
an Karakteristik dengan suatu nilai.1
1
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Ja
karta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
4

Masalah afektif yang bersifat kejiwaan dan berada di dalam diri manusia, sulit diba
ca dan diukur. Namun mampu dikaji/dibaca/diramal melalui sejumlah indikator. Karena
nya pembelajaran afektif pun hendaknya memanfaatkan media indikator ini untuk dapat
menembus hati nurani dan perasaan anak, dan guru harus telaten serta ulet, karena untuk
mampu membuka tabir diri anak dan membina keseluruhan kejiwaannya kita harus men
ggunakan aneka teknik dan metode.
Dalam membaca potret diri seseorang (anak) banyak orang kuatir kalau apa yang d
inampakkan/terbaca itu adalah semu dan berbeda dengan apa yang sebenarya ada dalam
diri anak tersebut. Hal ini bisa saja terjadi. Bahkan justru merupakan sifat afektif bahwa
apa yang hari ini dianggap baik/benar oleh kita pada kesempatan atau kondisi lain menja
di tidak benar (berubah). Untuk itulah pemakalah ingatkan kembali perlunya membaca a
neka indikator yang ditampilkan anak. Demikian halnya dalam membinanya. Hal lain ya
ng pemakalah ingin ingatkan bahwa dalam mengajar afektif/nilai sebenarya juga dalam
pembelajaran lainnya yang terutama harus mengetahui/menyatakan keadaan sesuatu buk
anlah guru melainkan anak itu sendiri. Maka kita tidak usah paksa/ambisius untuk tahu
segalanya melainkan melontarkan upaya/stimulus agar anak dapa menampilkan jati diri
nya yang sebenarnya. Boleh saja anak mengatakan “saya belum pernah mencuri”, tetapi
melalui stimulus/media yang kita lontarkan dalam pembelajaran anak itu berdialog dan
menjawabnya bohong karena sebenarnya pernah mencuri lalu menilainya baik atau tida
k perbuatan tersebut serta muncul jawaban dan niat baru.
Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor dipengaruhi oleh k
ondisi afektif peserta didik. Peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap positif t
erhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tertentu, sehingga da
pat mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Walaupun para pendidik sadar akan hal i
ni, namun belum banyak tindakan yang dilakukan pendidik secara sistematik untuk men
ingkatkan minat peserta didik. Oleh karena itu untuk mencapai hasil belajar yang optim
al, dalam merancang program pembelajaran dan kegiatan pembelajaran bagi peserta didi
k, pendidik harus memperhatikan karakteristik afektif peserta didik.

2.1 NILAI-NILAI KARAKTER DALAM STRATEGI PEMBELAJARAN AFEKT


IF
Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai
ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi sese
orang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ran
ah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuata
n dari perasaan. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasa
an yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk. Misalnya senang pada pelaja
ran dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah peras
aan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang ko
ntinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan. Bila
kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau, ada beberapa kemungkinan tar
get. Peserta didik mungkin bereaksi terhadap sekolah, matematika, situasi sosial, atau pe
mbelajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan. Kadang-kadang target
5

ini diketahui oleh seseorang namun kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta di
dik merasa cemas bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar b
ahwa target kecemasannya adalah tes.
Ada 5 (lima) tipe nilai karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep diri,
nilai, dan moral.2
1. Sikap
Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka
terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesu
atu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubah
an sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan,
dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untu
k mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendid
ik, dan sebagainya.
2. Minat
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah k
ecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensita
snya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.
3. Konsep Diri
Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan
mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat
bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk memberi
kan motivasi belajar peserta didik dengan tepat.
Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilai
an diri adalah sebagai berikut.
a. Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.
b. Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai.
c. Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya.
d. Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik.
e. Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan mengetahui standar input p
eserta didik.Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti pembelajaran.
a. Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya.
b. Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik.

2
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Ja
karta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
6

c. Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki.


d. Peserta didik memahami kemampuan dirinya.
e. Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap peserta didik.
f. Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial, hasilnya dapat untuk instr
opeksi pembelajaran yang dilakukan.
4. Nilai
Manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi
pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus
membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifika
n bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi p
ositif terhadap masyarakat.
5. Moral
Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan moral anak. Namun
Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan tindakan moral.
Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui penafsiran respon verbal terhadap
dilema hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya seseorang bertind
ak.
Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain
atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lai
n, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga
sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan ya
ng berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan ses
eorang.

2.3 PROSES PEMBENTUKAN SIKAP DALAM STRATEGI PEMBELAJARAN


AFEKTIF
Terbentuknya sebuah sikap pada diri seseorang tidaklah secara tiba-tiba, tetapi m
elewati proses yang terkadang cukup lama. Proses ini biasanya dilakukan lewat pembias
aan dan modeling (percontohan).3
1. Pola pembiasaan
Dalam proses pembelajaran di sekolah, baik secara di sadari maupun tidak, guru da
pat menanamkan sikap tertentu kepada siswa melalui proses pembiasaan, misalnya sika
p siswa yang setiap kali menerima perilaku yang tidak menyenangkan dari guru, satu co
ntoh mengejek atau menyinggung perasaan anak. Maka lama kelamaan akan timbul pera
saan benci dari anak yang pada akhirnya dia juga akan membenci pada guru dan mata p
elajarannya, untuk mengembalikannya pada sikap positif bukanlah pekerjaan mudah.

3
Dr.H.Hamruni.strategi dan model-model pembelajaran aktif dan menyenangkan, Fakultas Tarb
iyah UIN Sunan Kalijaga,2009
7

Belajar membentuk sikap melalui pembiasaan itu juga dilakukan oleh Skinner mela
lui teorinya operant conditioning. Proses pembentukan sikap melalui pembiasaan yang d
ilakukan oleh Watson berbeda dengan proses pembiasaan sikap yang dilakukan oleh Ski
nner. Pembentukan sikap yang dilakukan oleh Skinner menekankan pada proses penegu
han respon anak. Setiap kali anak berprestasi yang baik diberikan penguatan (reinforcem
ent) dengan cara memberikan hadiah atau perilaku yang menyenangkan, lama-kelamaan
anak berusaha meningkatkan sikap positifnya.
2. Modeling.
Pembelajaran sikap dapat juga dilakukan melalui proses modeling yaitu pembentuk
an sikap melalui proses asimilasi atau proses pencontoaan. Salah satu karakteristik anak
didik yang sedang berkembang adalah keinginan untuk melakukan peniruan (imitasi). H
al yang di tiru itu adalah perilaku-perilaku yang di peragakan atau di demontrasikan ole
h orang yang menjadi idolanya. Prinsip peniruan in ilah yang disebut dengan modeling,
jadi modeling adalah proses peniruan anak terhadap orang lain yang menjadi idolanya at
au orang yang dihormatinya.
Proses penanaman sikap 4anak terhadap suatu objek melalui proses modeling pada
mulanya dilakukan secara mencontoh, namun anak perlu diberi pemahaman mengapa ha
l itu dilakukan. Misalnya: guru perlu menjelaskan mengapa kita harus telaten terhadap t
anaman, atau mengapa kita harus berpakaian bersih dan rapi. Hal ini diperlukan agar sik
ap tertentu yang muncul benar-benar didasari oleh suatu keyakinan kebenaran sebagai s
uatu sistem nilai.
2.4 MODEL-MODEL STRATEGI PEMBELAJARAN AFEKTIF
Setiap strategi pembelajaran sikap pada umumnya menghadapkan siswa pada situa
si yang mengandung konflik atau situasi problematis, melalui situasi ini di harapkan sis
wa dapat mengambil keputusan berdasarkan nilai yang dianggapnya baik. Di bawah ini
disajikan beberapa model strategi pembelajaran pembentukan sikap :

1. Model Konsiderasi
Model konsiderasi dikembangkan oleh MC.Paul, seorang humanis. Paul mengangg
ap bahwa pembentukan moral tidak sama dengan pengembangan kognisi yang rasional.
Pembelajaran moral siswa menurutnya adalah pembentukan pembentukan kepribadian b
ukan pengembangan intelektual. Oleh sebab itu, model ini menekankan kepada strategi
pembelajaran yang dapat membentuk kepribadian. Tujuannya adalah agar siswa menjadi
manusia yang memiliki kepedulian terhadap orang lain.
Implementasi model konsiderasi guru dapat mengikuti tahapan-tahapan pembelajaran
seperti berikut:

4
Dr.H.Hamruni.strategi dan model-model pembelajaran aktif dan menyenangkan, Fakultas Tarbiyah UIN
Sunan Kalijaga,2009
8

a. menghadapkan siswa pada suatu masalah yang mengandung konflik,yang sering terj
adi dalam kehidupan sehari-hari.Ciptakan situasi”Seandainya siswa ada dalam masalah t
ersebut’’.
b. Menyuruh siswa untuk menganalisis sesuatu masalah dengan melihat bukan hanya ya
ng tampak,tapi juga yang tersirat dalam permasalahan tersebut,misalnya perasaan,kebut
uhan,dan kepentingan orang lain.
c. Menyuruh siswa untuk menuliskan tanggapannya terhadap permasalahan yang dihada
pi.Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat menelaah perasaannya sendiri sebelum menden
gar respons orang lain untuk dibandingkan.
d. Mengajak siswa untuk menganalisis respons orang lain serta membuat kategori dari s
etiap respons yang diberikan siswa.
e. Mendorong siswa untuk merumuskan akibat atau konsekuensi dari setiap tindakan ya
ng diusulkan siswa.Dalam tahapan ini siswa diajak berpikir tentang segala kemungkinan
yang akan timbul sehubungan dengan tindakannya.
f. Mengajak siswa untuk memandang permasalahan dari berbagai sudut pandang untuk
menambah wawasan agar mereka dapat menimbang sikap tertentu sesuai dengan nilai y
ang dimilikinya.
g. Mendorong siswa agar merumuskan sendiri tindakan yang harus dilakukan sesuai den
gan pilihannya berdasarkan pertimbangannya sendiri.
2. Model Pengembangan Kognitif
Model pengembangan kognisi dikembangkan oleh Lawrence Kohlberg. Model ini
banyak diilhami oleh pemikiran John Dewey yang berpendapat bahwa perkembangan m
anusia terjadi sebagai proses dari restrukturisasi kognitif yang berlangsung secara beran
gsur-angsur menurut urutan tertentu.
3. Tehnik Mengklarifikasikan Nilai.
Tehnik volume clarification technic Que atau VCT dapat diartikan sebagai tehnik p
engajaran untuk memebantu siswa dalam 5menerima dan menentukan suatu nilai yang di
aggapnya baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yan
g sudah ada dan tertanam dalam diri siswa. VCT menekankan bagaimana sebenarnya se
seorang membangun nilai yang menurut anggapannya baik, yang pada akhirnya nilai – n
ilai tersebut akan mewarnai perilaku dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Salah satu karakteristik VTC sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran sika
p adalah proses penanaman nilai dilakukan melalui proses analisis nilai yang sudah ada
sebelumnya dalam diri siswa, kemudian menyelaraskannya dengan nilai-nilai baru yang
hendak ditanamkan. John Jarolimek (1974) menjelaskan langkah pembelajaran dengan
VCT dalam 3 tingkatan :

5
Dr.H.Hamruni.strategi dan model-model pembelajaran aktif dan menyenangkan, Fakultas Tarbiyah UIN
Sunan Kalijaga,2009
9

a. Kebebasab memilih6
b. Menghargai
c. Berbuat à mengulangi perilaku sesuai dengan pilihannya .
4. Pengembangan moral kognitif
Model ini bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan mempert
imbangkan nilai moral secara kognitif. Langkah-langkah pembelajaran moral kognitif :
a. Menghadapkan siswa pada suatu situasi yang mengandung dilema moral atau pert
entangan nilai.
b. Siswa diminta salah satu tindakan yang mengandung nilai moral tertentu.
c. Siwa diminta untuk mendiskusikan atau menganalisis kebaikan dan kejelekannya.
d. Siswa didorong untuk mencari tindakan-tindakan yang lbih baik.
e. Siswa menerapkan tindakan dalam segi lain.
5. Model non direktif
Para siswa memiliki potensi dan kemampuan untuk berkembang sendiri. Perkemba
ngan pribadi yang utuh berlangsung dalam suasana permisif dan kondusif. Guru hendak
nya menghargai potensi dan kemampuan siswa, dan berperan sebagai fasilitator atau ko
nselor dalam pengembangan kepribadian siswa. Penggunaan model ini bertujuan untuk
membantu siswa mengaktualisasikan dirinya. Langkah pembelajaran nondirek :
a) Menciptakan sesuatu yang peermisif melalui ekspresi bebas.
b) Pengungkapan : siswa mengemukakan perasaan, pemikiran, masalah-masalah yan
g dihadapinya, kemudian guru menerima dan memberikan klasifikasi.
c) Pengembangan pemahaman : siswa mendiskusikan masalah dan guru memberikan
dorongan.
d) Perencanaan dan penentuan keputusan: siswa merencanakan dan menentukan kepu
tusan, kemudian guru memberikan klarifikasi.

2.5 PROSEDUR PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AFEKTIF DIKEL


AS
Pemakalah menerapkan pembelajaran afektif saat dikelas dengan pembagian lima k
elompok. Setiap kelompok diberikan suatu permasalahan yang ada pada diri seorang pes
erta didik dengan permasalahan yang ada dilingkungan keluarga yaitu korupsi yang terja
di pada orang tua nya. Disini dalam setiap kelompok dihadapkan suatu permasalahan ter
sebut yang kemudian setiap kelompok harus memberikan solusi tentang bagaimana mas
a depan seorang peserta didik jika orang tuanya korupsi. Apakah dia tetap melanjutkan s

6
Dr.H.Hamruni.strategi dan model-model pembelajaran aktif dan menyenangkan, Fakultas Tarbiyah UIN
Sunan Kalijaga,2009
10

ekolah dengan biaya 7hasil korupsi padahal uang korupsi adalah uang haram! Atau dia te
tap melanjutkan sekolah dengan biaya bekerja sendiri!
Disini salah satu jawaban dari kelompok,
Kelompok 1 : bahwa anak ini wajib melanjutkan sekolah dengan uang yang ayahnya ya
ng koroptor, akan tetapi setiap anak itu mempunyai tunjangan dari orang tuanya. Jadi ke
simpulannya, anak tersebut tetap melanjutkan sekolah dengan uang tunjangan orang tua
nya.
Kelompok 2 : anak ini tetap melanjutkan sekolahnya dengan bekerja sendiri atau mencar
i uang sendiri karena dia bisa membagi waktunya. Koruptor itu jelas uang haram, maka
uang haram itu tidak boleh digunakan.
Jadi, kesimpulan dari pemakalah tentang hasil dtudi kasus diatas serta pemaparan dari k
elompok-kelompok bahwa setiap jawaban mempunyai pendapat dan landasan yang berb
eda-beda dengan jawabannya, anak itu tetap melanjutkan sekolahnya dengan hasil biaya
sendiri atau tunjangan dari orang tuanya.

2.6 VARIASI PENGEMBANGAN PERANGKAT PENILAIAN STRATEGI PEMB


ELAJARAN AFEKTIF
1. Pengukuran Ranah Afektif
Dalam memilih karakterisitik afektif untuk pengukuran, para pengelola pendidikan
harus mempertimbangkan rasional teoritis dan program sekolah. Masalah yang timbul a
dalah bagaimana ranah afektif akan diukur. Isi dan validitas konstruk ranah afektif terga
ntung pada definisi operasional yang secara langsung mengikuti definisi konseptual.
Menurut Andersen (1980) ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur r
anah afektif, yaitu metode observasi dan metode laporan diri. Penggunaan metode obser
vasi berdasarkan pada asumsi bahwa karateristik afektif dapat dilihat dari perilaku atau
perbuatan yang ditampilkan dan/atau reaksi psikologi. Metode laporan diri berasumsi ba
hwa yang mengetahui keadaan afektif seseorang adalah dirinya sendiri. Namun hal ini
menuntut kejujuran dalam mengungkap karakteristik afektif diri sendiri.

2. Pengembangan Instrumen Penilaian Afektif


Ditinjau dari tujuannya ada lima macam instrumen pengukuran ranah afektif, yaitu
instrumen (1) sikap, (2) minat, (3) konsep diri, (4) nilai, dan (5) moral.
a. Instrumen sikap

7
Wina Sanjaya,Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,( Jakarta : Kencana. 2008
11

Instrumen sikap bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu obj
ek, misalnya terhadap kegiatan sekolah, mata pelajaran, pendidik, dan sebagainya. Sikap
terhadap mata pelajaran bisa positif bisa negatif. Hasil pengukuran sikap berguna untuk
menentukan strategi pembelajaran yang tepat.
b. Instrumen minat
Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat peserta didi
k terhadap mata pelajaran, yang selanjutnya digunakan untuk meningkatkan minat peser
ta didik terhadap mata pelajaran.
c. Instrumen konsep diri
Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri se
ndiri. Peserta didik melakukan evaluasi secara objektif terhadap potensi yang ada dalam
dirinya. Karakteristik potensi peserta didik sangat penting untuk menentukan jenjang ka
rirnya. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik digunakan untuk menentukan pr
ogram yang sebaiknya ditempuh.
d. Instrumen nilai
Instrumen nilai bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan peserta didik. Inf
ormasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang positif dan yang negatif. Hal-h
al yang bersifat positif diperkuat sedangkan yang bersifat negatif dikurangi dan akhirnya
dihilangkan.
e. Instrumen moral
Instrumen moral bertujuan untuk mengungkap moral. Informasi moral seseorang di
peroleh melalui pengamatan terhadap perbuatan yang ditampilkan dan laporan diri melal
ui pengisian kuesioner. Hasil pengamatan dan hasil kuesioner menjadi informasi tentang
moral seseorang.

2.7 KELEMAHAN STRATEGI PEMBELAJARAN AFEKTIF


a. Kelemahan strategi pembelajaran afektif
Pertama, selama ini proses pendidikan sesuai dengan kurikulum yang berlaku cend
erung diarahkan untuk pembentukan 8intelektual.dengan demikian keberhasilan proses p
endidikan dan proses pembelajaran di sekolah ditentukan oleh criteria kemampuan intel
ektual.

Kedua, sulitnya melakukan control karena banyaknya factor yang dapat mempenga
ruhi perkembangan sikap seseorang.

8
Wina Sanjaya,Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,( Jakarta : Kencana. 2008
12

Ketiga, keberhasilan pembentukan sikap tidak bisa dievaluasi dengan segera. Berb
eda dengan keberhasilan pembentukan kognisi dan aspek ketrampilan yang hasilnya dap
at diketahui setelah proses pembelajaran berakhir.
Keempat, pengaruh kemajuan teknologi,khususnya teknologi informasi yang meny
uguhkan aneka pilihan program acara,berdampak pada pembentukan karakter anak.

2.8 PERAN STRATEGI PEMBELAJARAN AFEKTIF DALAM MEMBANGUN


KARAKTER PESERTA DIDIK
Peran strategi dalam pembelajaran afektif dapat membangun nilai-nilai sebagai berikut :
1. Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi de
ngan orang lain.
2. Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral da
n artistik.
3. Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yan
g sama dalam memperoleh pendidikan.
4. Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi ke
bebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.

2.9 Contoh Studi Kasus Strategi Pembelajaran Afektif


Studi Kasus: Meningkatkan Empati Siswa dalam Pembelajaran Sejarah
Deskripsi:
Sebuah sekolah menengah memiliki tantangan dalam mengembangkan empati sisw
a terhadap peristiwa sejarah yang terjadi di masa lalu. Siswa seringkali kesulitan memah
ami dan merasakan emosi yang dialami oleh individu atau kelompok dalam konteks seja
rah. Guru ingin mengimplementasikan strategi pembelajaran afektif untuk meningkatka
n pemahaman dan empati siswa terhadap peristiwa sejarah.
Strategi Pembelajaran Afektif:
1. Cerita Pribadi: Guru dapat meminta siswa untuk menulis cerita pendek tentang peristi
wa sejarah dari sudut pandang individu yang terlibat. Dalam cerita ini, siswa harus men
ggambarkan emosi, perasaan, dan pengalaman yang dialami individu tersebut. Setelah
menulis cerita, mereka dapat berbagi cerita mereka dalam kelompok kecil atau di depan
kelas.

2. Diskusi Emosional: Setelah membaca atau mempelajari tentang peristiwa sejarah tert
entu, guru dapat memfasilitasi diskusi emosional. Siswa dapat berbagi perasaan dan em
osi mereka terkait dengan peristiwa tersebut. Guru harus menciptakan lingkungan yang
13

aman dan mendukung sehingga siswa merasa nyaman untuk berbagi dan mendengarkan
perspektif yang berbeda.
3. Simulasi Peran: Guru dapat menggunakan simulasi peran untuk membantu siswa me
mahami emosi dan perspektif individu dalam peristiwa sejarah. Siswa dapat mengambil
peran sebagai tokoh penting dalam peristiwa tersebut dan mencoba memahami perasaan
motivasi, dan tantangan yang dihadapi oleh individu tersebut. Simulasi ini dapat dilaku
kan melalui permainan peran atau drama.
4. Karya Seni: Siswa dapat mengekspresikan emosi dan pemahaman mereka tentang per
istiwa sejarah melalui karya seni seperti lukisan, puisi, atau musik. Guru dapat memberi
kan panduan atau tema terkait dengan peristiwa sejarah tertentu dan membiarkan siswa
mengekspresikan emosi mereka melalui karya seni tersebut.
5. Kunjungan Ke Tempat Bersejarah: Guru dapat mengatur kunjungan ke tempat berseja
rah yang terkait dengan peristiwa yang dipelajari. Dalam kunjungan ini, siswa dapat mel
ihat langsung tempat-tempat tersebut, mendengarkan cerita dan pengalaman dari peman
du wisata, dan merasakan atmosfer sejarah yang sebenarnya. Hal ini akan membantu sis
wa mengaitkan emosi dan pengalaman dengan tempat dan peristiwa yang dipelajari.
Evaluasi:
Guru dapat mengevaluasi keefektifan strategi pembelajaran afektif dengan menggu
nakan berbagai metode seperti observasi kelas, tanggapan siswa, dan penilaian karya sis
wa. Guru juga dapat mengadakan sesi refleksi bersama siswa untuk mendiskusikan peng
alaman mereka dalam menggunakan strategi pembelajaran afektif dan bagaimana hal itu
memengaruhi pemahaman dan empati mereka terhadap peristiwa sejarah.
Dengan menerapkan strategi pembelajaran afektif ini, diharapkan siswa akan dapat
mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam dan empati yang lebih tinggi terhad
ap peristiwa sejarah, sehingga mereka dapat merasakan keterhubungan emosional denga
n masa lalu dan mengaitkannya dengan konteks saat ini.9
2.10 Contoh Peta Konsep Strategi Pembelajaran Afektif

9
Wina Sanjaya,Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,( Jakarta : Kencana. 2008
14

l
15
16

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Banyak yang beranggapan bahwa pembelajaran afektif bukan untuk diajarkan, sepe
rti pelajaran Biologi, Fisika ataupun Matematika. Pembelajaran afektif merupakan pemb
elajaran bagaimana sikap itu terbentuk setelah siswa memperoleh pembelajaran, oleh ka
rena itu yang pas untuk afektif bukanlah pengajaran melainkan pendidikan. Afektif berh
ubungan sekali dengan nilai (value) yang sulit diukur karena menyangkut kesadaran ses
eorang yang tumbuh dari dalam. Dalam batas tertentu afektif dapat muncul dalam kejadi
an Behavioral, akan tetapi penilaian untuk sampai pada kesimpulan yang dapat di pertan
ggungjawabkan membutuhkan ktelitian dan observasi yang terus menerus dan hal ini tid
ak mudah dilakukan, dalam proses pembelajaran di sekolah, baik secara disadari maupu
n tidak guru dapat menanamkan sikap tertentu kepada siswa melalui proses pembiasaan.
Yang termasuk kemampuan afektif adalah sebagai berikut :
a. Menerima (Receiving) yaitu : kesediaan untuk memperhatikan.
b. Menanggapi (Responding), yaitu afektif berpartisipasi.
c. Menghargai (Valuing), yaitu penghargaan kepada benda, gejala, perbuatan tertentu.
d. Membentuk (Organization), yaitu : memadukan nilai yang berbeda.
e. Berpribadi (Characterization by Value of value complex), yaitu : Mempunyai sistem n
ilai yang mengendalikan perbuatan untuk menumbuhkan gaya hidup yang mantap.
17

DAFTAR PUSTAKA

Dr.H.Hamruni.strategi dan model-model pembelajaran aktif dan menyenangkan, Fakulta


s Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga,2009
Wina Sanjaya,Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,( Jakarta :
Kencana. 2008
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaia
n Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
http://rian.hilman.web.id/

Anda mungkin juga menyukai