Anda di halaman 1dari 15

MANUSIA DAN KEBUTUHAN DOKTRIN AGAMA

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Metodologi
Studi Islam” yang diampu oleh

Dani Hoerudin, M.Pd

Disusun Oleh :

Dhiyaa Nabiilah 222301003

Melza Triana Restu 202103007

Syifaul Husna 222301028

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH MANGGALA

BANDUNG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa atas segala limpahan rahmat
serta karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Manusia dan Kebutuhan Doktrin
Agama”.

Dalam penyusunan makalah atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang
kami hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan
materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, bimbingan orang tua, teman-teman
dan guru. Sehingga, kendala- kendala yang penulis hadapi teratasi.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa STIT
Manggala Program Studi Manajemen Pendidikan Islam.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 28 Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1

A. Latar Belakang .............................................................................................1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................1

C. Tujuan Penulisan ..........................................................................................2

BAB II MANUSIA DAN KEBUTUHAN DOKTRIN AGAMA............................3

A. Definisi Agama ............................................................................................3

B. Fungsi Agama dalam Kehidupan .................................................................4

C. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama .........................................................6

D. Rasa Ingin Tahu Manusia.............................................................................7

E. Islam sebagai Doktrin Peradaban .................................................................8

BAB III PENUTUP ...............................................................................................11

A. Kesimpulan ................................................................................................11

B. Saran ...........................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna diciptakan oleh
Allah swt. Oleh sebab itu manusia selalu membutuhkan panutan untuk
menjalankan kehidupannya masing-masing. Manusia tidak akan pernah
merasa puas atas apa yang telah mereka miliki, oleh karena itu manusia
harus memenuhi kebutuhan hidupnya dengan kebutuhan pokok seperti
kebutuhan primer, skunder dan tersier. Semua kebutuhan tersebut harus
diiringi dengan keyakinan, manusia dapat mengatur hidupnya dengan
adanya keyakinan atau Agama yang mereka anut, oleh sebab itu agama
merupakan salah satu kebutuhan manusia yang juga tidak kalah penting
dibandingkan dengan kebutuhan pokok tersebut. Dengan memiliki Agama,
manusia dapat mengendalikan segala sesuatu yang dihadapi dalam
kehidupannya, manusia dapat mengendalikan hawa nafsu mereka dengan
aturan keyakinan mereka masingmasing, kebutuhan manusia terhadap
agama bukanlah kebutuhan yang dianggap mudah, karna agama dapat
membuat manusia meyakini apa yang mereka lakukan dalam kehidupan
mereka masing-masing, dalam Agama Islam manusia memiliki hak dan
kewajiban sesuai dengan kodratnya, maka dalam agama islam manusia
dapat mengatur kehidupannya dengan baik.1

B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Agama?
2. Apa Fungsi Agama Dalam Kehidupan?
3. Bagaimana Kebutuhan Manusia Terhadap Agama?
4. Bagaimana Rasa Ingin Tahu Manusia?
5. Bagaimana Islam Sebagai Doktrin Agama?

1
Liswi, H. (2018). Kebutuhan Manusia Terhadap Agama. Pencerahan, Vol.12(2). Hal. 201.

1
2

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Definisi Agama?
2. Untuk Mengetahui Fungsi Agama Dalam Kehidupan?
3. Untuk Mengetahui Kebutuhan Manusia Terhadap Agama?
4. Untuk Mengetahui Rasa Ingin Tahu Manusia?
5. Untuk Mengetahui Islam Sebagai Doktrin Agama?
BAB II

MANUSIA DAN KEBUTUHAN DOKTRIN AGAMA

A. Definsi Agama
Secara etimologis Agama berasal dari bahasa Sanskerta yang
tersusun dari kata “a” berarti “tidak” dan “gam” berarti “pergi”. Dalam
bentuk harfiah yang terpadu, kata agama berarti “tidak pergi”, tetap di
tempat, langgeng, abadi yang diwariskan secara terus-menerus dari satu
generasi kepada generasi yang lainnya.” Pada umumnya, kata “agama”
diartikan tidak kacau, yang secara analitis diuraikan dengan cara
memisahkan kata demi kata, yaitu “a” berarti “tidak” dan “gama berarti
“kacau”. Maksudnya orang yang memeluk agama dan mengamalkan
ajaranajarannya dengan sungguh, hidupnya tidak akan mengalami
kekacauan.
Agama Islam merupakan agama yang komprehensif dan berkaitan
dengan berbagai macam ilmu yang mengatur urusan manusia secara
terperinci. Islam akan lebih bermakna dalam kehidupan bagi pemeluknya
jika ditinjau dari berbagai disiplin ilmu antara lain ekonomi, ilmu sosial,
budaya, politik, pendidikan, psikologi, teknologi, hukum, sejarah serta
mengandung pesan yang bermuara pada agama Islam dari urusan yang
membutuhkan logika (ta'aquly) sampai urusan yang membutuhkan hati
(ta'abbudy). Melihat sepintas sejarah peradaban umat manusia, orang akan
mengetahui kekuatan pokok dalam perkembangan umat manusia sekarang
ini adalah agama. Melalui iman maka hal yang dikatakan baik pada manusia
itu diperoleh kepada Tuhan, suatu kebenaran yang barang kali saja orang
atheis pun akan sulit menentangnya. Orang mulia terdahulu seperti Ibrahim,
Musa, Isa, Krisna, Buddha, Muhammad SAW masing-masing dalam
tingkatannya sendiri-sendiri telah mengubah sejarah umat manusia dan
menjadikannya bermartabat.
Dilihat dari pengertiannya, agama dapat melahirkan
bermacammacam definisi atau arti. Oleh karena itu, supaya kita dapat

3
4

mempunyai pengertian yang luas, perlu disajikan beberapa pengertian dari


bermacammacam agama yang ada. Secara sederhana, pengertian agama
dapat dilihat dari sudut kebahasaan (etimologis) dan sudut istilah
(terminologis). Mengartikan agama dari sudut kebahasaan atau etimologis
akan terasa mudah daripada mengartikan agama dari sudut istilah. Hal
tersebut karena pengertian agama dari sudut istilah ini sudah mengandung
muatan subjektifitas dari orang yang mengartikannya. Atas dasar ini, tidak
mengherankan jika muncul beberapa ahli yang tidak tertarik untuk
mendefinisikan agama.2

B. Fungsi Agama dalam Kehidupan


Agama mempunyai peraturan yang mutlak berlaku bagi segenap
manusia dan bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang
pencipta alam semesta sehingga peraturan yang dibuatNya betul-betul adil.
Secara terperinci agama memiliki peranan yang bisa dilihat dari: aspek
keagamaan (religius), kejiwaan (psikologis), kemasyarakatan (sosiologis),
hakkekat kemanusiaan (human nature), asal usulnya (antropologis) dan
moral (ethics).
Namun apabila agama dipahami sebatas apa yang tertulis dalam teks
kitab suci, maka yang muncul adalah pandangan keagamaan yang literalis,
yang menolak sikap kritis terhadap teks dan interpretasinya serta
menegaskan perkembangan historis dan sosiologis. Sebaliknya, jika bahasa
agama dipahami bukan sekedar sebagai explanative and descriptive
language, tetapi juga syarat dengan performatif dan expresif language,
maka agama akan disikapi secara dinamis dan kontekstual sesuai dengan
persoalan dan kenyataan yang ada dalam kehidupan manusia yang terus
berkembang. Setiap agama memiliki watak transformatif, berusaha
menanamkan nilai baru dan mengganti nilainilai agama lama yang
bertentangan dengan ajaran agama.

2
Risaldy, R. E., & Sitorus, S. U. (2023). Manusia dan Kebutuhan Doktrin Agama. Adabiyah Islamic
Journal, Vo.1(1), 38-40.
5

Dari segi pragmatisme, seseorang menganut suatu agama adalah


disebabkan oleh fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama itu berfungsi
untuk menjaga kebahagiaan hidup. Tetapi dari segi sains sosial, fungsi
agama mempunyai dimensi yang lain seperti apa yang diuraikan di bawah
ini:
a. Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia.
Agama dikatakan memberi pandangan dunia kepada manusia
karena ia senantiasa memberi penerangan kepada dunia (secara
keseluruhan), dan juga kedudukan manusia di dalam dunia. Penerangan
dalam masalah ini sebenarnya sulit dicapai melalui indra manusia,
melainkan sedikit penerangan daripada falsafah. Contohnya, agama
Islam menerangkan kepada umatnya bahwa dunia adalah ciptaan Allah
dan setiap manusia harus menaati Allah.
b. Menjawab berbagai pertanyaan yang tidak mampu dijawab oleh
manusia.
Sebagian pertanyaan yang senantiasa ditanya oleh manusia
merupakan pertanyaan yang tidak terjawab oleh akal manusia sendiri.
Contohnya pertanyaan kehidupan setelah mati, tujuan hidup, soal nasib
dan sebagainya. Bagi kebanyakan manusia, pertanyaanpertanyaan ini
sangat menarik dan perlumenjawabnya. Maka, agama itulah fungsinya
untuk menjawab persoalan-persoalan ini.
c. Memainkan fungsi peranan sosial.
Agama merupakan satu faktor dalam pembentukan kelompok
manusia.Ini adalah karena sistem agama menimbulkan keseragaman
bukan saja kepercayaan yang sama, melainkan tingkah laku, pandangan
dunia dan nilai yang sama.
d. Memberi rasa kekitaan kepada sesuatu kelompok manusia.
Kebanyakan agama di dunia ini menyarankan kepada kebaikan.
Dalam ajaran agama sendiri sebenarnya telah menggariskan kode etika
6

yang wajib dilakukan oleh penganutnya. Maka ini dikatakan agama


memainkan fungsi peranan sosial.3

C. Kebutuhan Manusia terhadap Agama


Manusia memiliki berbagai potensi yang hebat dan unik, baik lahir
maupun batin, bahkan pada setiap anggota tubuhnya. Sebagian ahli
menyatakan bahwa manusia memiliki potensi-potensi: IQ (Intelligent
Quotient), EQ (Emotional Quotient), CQ (Creativity Quotient), dan SQ
(Spiritual Quotient). Gardner menemukan multiple-intelligence, yaitu:
Kecerdasan visual dan Spasial; Kecerdasan Musik; Kecerdasan Linguistik;
Kecerdasan Logik/Matematik; Kecerdasan Kinestetik; Kecerdasan
Interpersonal; Kecerdasan Intrapersonal; dan Naturalis. Bahkan ditambah
dengan kecerdasan emosional dan spiritual. Sebagai potensi, maka ia masih
merupakan kemampuan dasar atau daya yang mempunyai kemungkinan
untuk dikembangkan melalui aktivitas belajar secara berkelanjutan. Karena
itu, potensi tersebut perlu diaktualkan, dikembangkan dan diberdayakan
secara optimal untuk mencapai kemajuan peradaban manusia. Pentingnya
pengembangan dan pembedayaan potensi-potensi tersebut dijelaskan dalam
Q.S. An-Nahl: 78 , yang maksudnya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari
perut ibu-ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia
menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan-penglihatan dan aneka
hati, agar kamu bersyukur”.
Di dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa pada mulanya manusia
tidak memiliki pengetahuan atau tidak mengetahui sesuatu pun yang ada di
sekelilingnya. Namun demikian, Allah menjadikan baginya pendengaran,
penglihatan-penglihatan dan aneka hati sebagai bekal dan alat-alat potensial
untuk meraih pengetahuan agar ia bersyukur, yakni dengan menggunakan
dan memberdayakan alat-alat tersebut sesuai dengan tujuan Allah
menganugerahkannya kepada manusia.

3
Isnawati, I. (2017). Manusia: Antara Kebutuhan Doktrin Agama Dan Inklusivitas
Beragama. Proceeding Iain Batusangkar, Vol.1(1), 456-458.
7

Alat-alat potensial yang diberikan oleh Allah kepada manusia


tersebut ada yang hanya bisa menangkap obyek-obyek yang bersifat
material, seperti pendengaran (as-sam’) dan penglihatan (al-bashar), dan
ada pula yang bisa menangkap obyek-obyek immaterial, yaitu al-af’idah
(akal pikiran dan hati atau qalbu). Dalam pandangan al-Qur’an ada obyek-
obyek yang tidak bisa ditangkap oleh indera pendengaran dan penglihatan,
bahkan oleh akal pikiran betapapun tajamnya mata kepala dan pikiran
seseorang. Misalnya masalah hakikat Allah, surga, neraka, malaikat, shalat
subuh harus dua raka’at sedangkan shalat dhuhur empat rakaat, segala
tindakan manusia yang tampak dan tersembunyi akan dilihat oleh Allah dan
dicatat oleh malaikat Raqib dan Atid, masalah nasib manusia dan lain-
lainnya, adalah contoh-contoh obyek yang tidak bisa ditangkap dengan akal
pikiran. Yang dapat menangkapnya hanyalah hati melalui wahyu, ilham
atau intuisi. Karena itu, al-Qur’an di samping menuntun dan mengarahkan
pendengaran dan penglihatan, juga memerintahkan agar mengasah akal
(daya pikir) dan mengasuh daya qalbu.
Demikian uniknya alat-alat potensial dengan berbagai daya dan
kemampuannya yang dimiliki oleh manusia itu dan merupakan nikmat
Allah yang patut disyukuri. Karena itu dalam ayat tersebut di atas diakhiri
dengan kalimat la’allakum tasykurun (supaya kamu bersyukur). Menurut
Muhammad Abduh, bahwa yang dinamakan syukur itu tiada lain kecuali
menggunakan nikmat anugerah sesuai dengan fungsinya, dan sesuai dengan
kehendak yang menganugerahkannya (yaitu Allah SWT.). Memfungsikan
dan memberdayakan as-sam’, al-abshar dan al-af’idah secara optimal dalam
kehidupan sehari-hari merupakan perwujudan dari syukur kepada-Nya.4

D. Rasa Ingin Tahu Manusia


Manusia lahir tanpa mengetahui sesuatu ketika yang diketahuinya
hanya “saya tidak tahu”. Petunjuk Allah, akal dan segala potensi manusia,
ilmu dan teknologi sebagai produk dari akal, adalah untuk melaksanakan

4
https://pasca.uin-malang.ac.id/kebutuhan-manusia-akan-agama/
8

program hidup melaksanakan program hidup dan alat untuk mencapai


tujuan hidup manusia. Baik disadari maupun tidak disadari, akal dan potensi
yang dimiliki manusia terbatas kemampuannya. Di dalam memenuhi segala
hajatnya, manusia hanya dapat mecoba, mempelajari, meneliti, memahami
dan memanfaatkan yang ada pada dirinya dan yang ada pada alam semesta.
Keterbatasan panca indra dan akal menjadikan sebagian banyak tanda tanya
yang muncul dalam benaknya tidak dapat terjawab. Hal ini dapat
mengganggu perasaan dan jiwanya yang semakin mendesak pertanyaan-
pertanyaan tersebut semakin gelisah apabila tak terjawab. Hal ini yang
disebut rasa ingin tahu manusia. Manusia membutuhkan informasi yang
akan menjadi syarat kebahagiaan dirinya.5

E. Islam sebagai Doktrin Peradaban


Pada dasarnya manusia mempunyai naluri untuk percaya kepada
Tuhan dan menyembah-Nya, dan disebabkan berbagai latar belakang
masing-masing manusia yang berbeda-beda dari satu tempat ke tempat dan
dari satu masa ke masa, maka agama menjadi beraneka ragam dan berbeda-
beda meskipun pangkal tolaknya sama, yaitu naluri untuk percaya kepada
wujud maha tinggi tersebut. Keanekaragaman agama itu menjadi lebih
nyata akibat usaha manusia sendiri untuk membuat agamanya lebih
berfungsi dalam kehidupan sehari-hari, dengan mengaitkannya kepada
gejala-gejala yang secara nyata ada disekitarnya. Maka tumbuhlah legenda-
legenda dan mitos-mitos, yang kesemuanya itu merupakan pranata
penunjang kepercayaan alami manusia kepada Tuhan dan fungsionalisasi
kepercayaan itu dalam masyarakat. Kata doktrin berasal dari bahasa Inggris
doctrine yang berarti ajaran. Dari kata doctrine itu kemudian dibentuk kata
doktrina, yang berarti yang berkenaan dengan ajaran atau bersifat ajaran.
Selain kata doctrine sebgaimana disebut diatas, terdapat kata doctrinaire
yang berarti yang bersifat teoritis yang tidak praktis. Contoh dalam hal ini

5
Risaldy, R. E., & Sitorus, S. U. (2023). Manusia dan Kebutuhan Doktrin Agama. Adabiyah Islamic
Journal, Vol.1(1). Hal. 43.
9

misalnya doctrainare ideas ini berarti gagasan yang tidak praktis. Studi
doktrinal ini berarti studi yang berkenaan dengan ajaran atau studi tentang
sesuatu yang bersifat teoritis dalam arti tidak praktis karena ajaran itu belum
menjadi sesuatu bagi seseorang yang dijadikan dasar dalam berbuat atau
mengerjakan sesuatu.
Dalam konteks inilah, ada nilai kebenaran ganda: yakni wahyu yang
memiliki nilai mutlak dan penyikapan manusia terhadap kebenaran wahyu
yang sudah tentu bernilai relatif. Dengan demikian, jelaslah bahwa
kebenaran agama memiliki dua pengertian yaitu: Kebenaran tekstual atau
wahyu, yakni kebenarankebenaran yang ada dalam kitab-kitab suci.
Kebenaran empirik, yakni keyakinan manusia beragama berdasarkan
tekstual (wahyu). Kebenaran yang pertama bernilai mutlak dan kebenaran
yang kedua bernilai relatif. Dalam studi-studi agama selalu dibedakan cara
untuk memperoleh kebenaran agama, yakni melalui pendekatan teologis
dan teoritis. Pendekatan teologis bersumber pada wahyu yang memiliki nilai
mutlak, sedangkan pendekatan teoritis bersumber pada kenyataan-
kenyataan empiris, yang memiliki nilai relatif. Dalam pendekatan teoritis
kebenaran yang diperoleh bukan untuk menggugat kebenaran agama yang
secara teologis sudah diyakini kebenarannya, tetapi untuk menjelaskan
kebenaran wahyu tersebut. Uraian ini berkenaan dengan Islam sebagai
sasaran atau obyek studi doktrinal tersebut. Ini berarti dalam studi doktrinal
yang di maksud adalah studi tentang ajaran Islam atau studi Islam dari sisi
teori-teori yang dikemukakan oleh Islam. Islam didefinisikan oleh sebagian
ulama sebagai berikut:

‫نب محمد صىل هلال عليه وسلم لسعادة الدنييا واألخرية‬


‫إاله أنزل إىل ي‬
‫ي‬ ‫اإلسالم وحي‬

Islam adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad


SAW sebagai pedoman untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat).
Berdasarkan pada definisi Islam sebagaimana dikemukakan di atas, maka
inti dari Islam adalah wahyu. Sedangkan wahyu yang dimaksud di atas
adalah Alqur`an dan Sunnah. Alqur`an yang kita sekarang dalam bentuk
mushaf yang terdiri tiga puluh juz, mulai dari surah al-Fatihah dan berakhir
dengan surah al-Nas, yang jumlahnya 114 surah. Sedangkan Sunnah telah
10

terkodifikasi sejak tahun tiga ratus hijrah. Sekarang ini kalau kita ingin lihat
Sunnah atau Hadis, kita dapat lihat di berbagai kitab hadis. Misalnya kitab
hadis Muslim yang disusun oleh Imam Muslim, kitab hadis Shahih Bukhari
yang ditulis Imam al-Bukhari, dan lain-lain.
Di Indonesia, sebagaimana juga di Arab dan Barat, masih banyak
orang yang mensinonimkan dua kata “Kebudayaan” (Arab, al-Tsaqafah:
Inggris, culture) dan “Peradaban” (Arab, al-Hadharah: Inggris, civilization).
Dalam perkembangan ilmu Antropologi sekarang, kedua istilah itu
dibedakan. Kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat
mendalam suatu masyarakat. Sedangkan, manivestasi-manivestasi
kemajuan mekanis dan teknologis lebih berkaitan dengan peradaban. Kalau
kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam seni, sastra, religi (agama),
dan moral, maka peradaban terefleksi dalam politik, ekonomi, dan
teknologi.
Doktrin dalam agama Islam merupakan agama yang sangat
multidimensi yang dapat dikaji dari berbagai aspek baik dari tinjauan
budaya-sosial maupun dari aspek doktrin sebagaimana yang kami akan
jelaskan berikut ini. Agama Islam apabila ditelaah dari aspek doktrin maka
yang akan muncul adalah ajaran-ajaran yang ada dalam agama Islam itu
sendiri yang bisa saja ajaran tersebut tidak dapat diganggu gugat
keberadaannya. Dalam Islam, trilogi doktrin (ajaran) Islam biasa dikenal
dengan trilogi ajaran Ilahi, yakni: Iman, Islam dan Ihsan.6

6
Risaldy, R. E., & Sitorus, S. U. (2023). Manusia dan Kebutuhan Doktrin Agama. Adabiyah
Islamic Journal, Vol.1(1). Hal. 43-47.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Agama adalah ajaran yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan
manusia yang terkandung dalam kitab suci yang turun temurun diwariskan
oleh suatu generasi ke generasi lainnya dengan tujuan untuk memberi
tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia agar mencapai kebahagiaan di
dunia dan akhirat, yang di dalamnya mencakup unsur kepercayaan kepada
kekuatan gaib yang selanjutnya menimbulkan respon emosional dan
keyakinan bahwa kebahagiaan hidup tersebut tergantung pada adanya
hubungan yang baik dengan kekuatan gaib tersebut. Ada 3 alasan yang
melatarbelakangi perlunya agama untuk manusia yaitu Fitrah manusia,
Kelemahan dan kekurangan manusia, dan Tantangan manusia. Secara
terperinci agama memiliki peranan yang bisa dilihat dari: aspek keagamaan
(religius), kejiwaan (psikologis), kemasyarakatan (sosiologis), hakekat
kemanusiaan (human nature), asal usulnya (antropologis) dan moral
(ethics).

B. Saran
Tentunya penulis sudah menyadari jika dalam penyusuna makalah
di atas masih masih banyak kesalahan serta jauh dari kata sempurna.
Adapun nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan dengan
pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun dari dosen
mata kuliah Metodologi Studi Islam maupun dari pembaca.

11
DAFTAR PUSTAKA

Isnawati, I. (2017). Manusia: Antara Kebutuhan Doktrin Agama Dan Inklusivitas


Beragama. PROCEEDING IAIN Batusangkar, 1(1).

Liswi, H. (2018). Kebutuhan Manusia Terhadap Agama. PENCERAHAN, 12(2).

Risaldy, R. E., & Sitorus, S. U. (2023). Manusia dan Kebutuhan Doktrin


Agama. Adabiyah Islamic Journal, 1(1).

https://pasca.uin-malang.ac.id/kebutuhan-manusia-akan-agama/. Diakses Tanggal


28 Oktober 2023. Pada jam 20.13.

12

Anda mungkin juga menyukai