Anda di halaman 1dari 199

PERMAINAN TRADISIONAL ANAK NUSANTARA

Tim Penyusun
Kelompok 1

Muhammad Diky Saputra. Diva Rizky Azizah. Tiara Eppa


Yuniar. Renita Rizky Wulandari. Selfiyana Nida’u
Silmi│Clorinda Regina Widyadhari. Yanuar Annisa. Nike
Ayuandini. Selfe Rahmawati. Yurida Darojatun Mulia│Laras
Ayunda Amalia. Rahajeng Septi Cahyaningtyas. Mazidatun
Nafi’ah. Bagus Nurcahyo│Nadilla Resti Cahyanti. Hidayatu
Rohmah. Farida Mayassari. Rangga Puji Stia
Anugrah│Franciska Silva Kusuma. Yessi Dwi Maharani
Santika Putri. Khuril Azizah. Muhammad Aziz Ash Shiddiqi.

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD)


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
(STKIP-PGRI) TRENGGALEK

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,


karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya modul ajar dengan
judul Permainan Tradisional Anak Nusantara ini dapat diselesaikan
dengan baik sebagai tugas dari mata kuliah Permainan dan Olahraga
Tradisional yang diampu oleh bapak Muhammad Soleh Fudin, M.Pd.
Melalui modul ajar ini, kami menyajikan materi bacaan mengenai
jenis-jenis permainan tradisional yang ada di berbagai wilayah
nusantara. Terdapat tiga tujuan penting dari adanya modul ajar ini,
yaitu meningkatkan budaya literasi baca tulis, meningkatkan
kemahiran berbahasa Indonesia, dan mengenalkan keragaman
kebudayaan yang terdapat di berbagai wilayah nusantara terutama
mengenai permainan tradisional kepada peserta didik di sekolah dan
masyarakat luas. Modul ajar ini menuliskan berbagai permainan
tradisional yang ada di wilayah nusantara mulai dari sejarah sampai
cara bermainnya. Sehingga modul ajar ini layak untuk digunakan
sebagai bahan bacaan peserta didik di sekolah dan di komunitas
pegiat literasi.
Penulis menyadari bahwa modul ajar ini masih memerlukan
penyempurnaan. Namun, penulis berharap semoga kehadiran modul
ajar ini dapat bermanfaat bagi semua orang dan dapat dijadikan
sebagai bahan bacaan bagi peserta didik di sekolah, pegiat literasi,
dan warga masyarakat Indonesia. Selain itu, dengan adanya buku
ajar ini diharapkan pembaca dapat mengenali dan mengapresiasikan

iii
keberagaman budaya dan adat istiadat dari berbagai wilayah
nusantara sebagai kekayaan kebudayaan bangsa yang perlu dan harus
dijaga kelestariannya untuk kemajuan Indonesia. Selamat belajar,
semoga bermanfaat, dan sukses selalu. Amiin.

Tim Penyusun
Kelompok 1

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................... i


TIM PENYUSUN .................................................................... ii
KATA PENGANTAR ............................................................. iii
DAFTAR ISI ........................................................................... v

BAB I ....................................................................................... 1
Latar Belakang ......................................................................... 1

BAB II ..................................................................................... 3
Jenis Permainan Tradisional ...................................................... 3
1. Cublak-Cublak ...................................................................... 3
2. Karapan Sapi ........................................................................ 9
3. Gobag Sodor ......................................................................... 14
4. Konclong .............................................................................. 19
5. Ucing Sumput ....................................................................... 24
6. Cing Ciripit ........................................................................... 30
7. Gobak Sodor ......................................................................... 36
8. Petak Umpet ......................................................................... 42
9. Egrang .................................................................................. 48
10. Engklek .............................................................................. 53
11. Dakon ................................................................................. 57
12. Dam-Daman ....................................................................... 63
13. Meong-Meong .................................................................... 70

v
14. Megoak-Goakan .................................................................. 75
15. Dengkleng atau Engklek ..................................................... 82
16. Barapan Kebo ..................................................................... 87
17. Sepak Rago ......................................................................... 91
18. Bakak atau Tarompa Galuak ............................................... 95
19. Jage Telok Buaya ................................................................ 99
20. Bagasing atau Habayang ..................................................... 108
21. Balogo ................................................................................. 114
22. Cina Boy ............................................................................. 118
23. Celle .................................................................................... 128
24. Kalacang ............................................................................. 135
25. Tilako .................................................................................. 143
26. Cangke’ ............................................................................... 147
27. Inkaropianik ........................................................................ 156
28. Patah Kaleng ....................................................................... 161
29. Tok Asya ............................................................................. 165
30. Galo-Galo ........................................................................... 167
31. Bambu Gila ......................................................................... 171
32. Cenge-Cenge ...................................................................... 176

DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 180


BIODATA PENYUSUN ......................................................... 185

vi
BAB I
LATAR BELAKANG

Permainan tradisional adalah permainan yang dimiliki oleh


suatu kelompok masyarakat. Permainan tradisional berpegang teguh
pada norma dan adat kebiasaan yang diwariskan dari generasi ke
generasi berikutnya secara lisan. Umumnya permainan tradisional
sudah hada sejak zaman dahulu, karena sudah dimainkan turun-
temurun dari nenek moyang. Permainan tradisional dimainkan dalam
suatu gerakan fisik, nyanyian, dialog, tebak-tebakan dan perhitungan.
Permainan Tradisional sangatlah populer sebelum teknologi masuk
ke Indonesia. Dahulu, masyarakat bermain dengan menggunakan alat
yang seadanya, dengan mengandalkan kreativitas yang cukup
beragam. Sebagai masyarakat desa selalu dikonotasikan dengan ciri
tradisional, kuatnya ikatan dengan alam dan dengan lingkungan
sekitarnya, eratnya ikatan kelompok, guyub rukun, gotong royong,
dan sebagainya, atau yang semakna dengan gameinschaft atau
community (Sapari Imam Asy’ari, 1993: 130).
Namun kini, anak-anak lebih memilih bermain dengan
permainan yang berbasis teknologi atau permainan yang modern.
Seiring dengan perubahan zaman, permainan tradsional perlahan-
lahan mulai terlupakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.
Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang sama sekali belum mengenal
permainan tradisional. Permainan tradisional sesungguhnya memiliki
manfaat bagi masyarakat. Selain tidak mengeluarkan banyak biaya,

1
bisa juga untuk menyehatkan badan, baik fisik dan mental, serta
menumbuhkan rasa solidaritas sosial dengan tidak melunturkan nilai-
nilai budaya yang ada pada masyarakat.
Permainan tradisional yang semakin hari semakin hilang ditelan oleh
perkembangan zaman dan tergantikan oleh permainan yang modern
semakin membuat anak-anak generasi sekarang melupakan bahkan
tidak mengetahui permainan tradisional yang ada ditempat mereka
sendiri. Untuk itu perlunya mengenalkan kembali permainan
tradisional kepada anak-anak pada generasi sekarang agar tetap bisa
mengetahui serta melestarikan warisan budaya dari daerah setempat
tinggal mereka sendiri. Oleh karena itu, kami membuat modul ajar
dengan judul “Permainan Tradisional Anak Nusantara” yang berisi
mengenai materi jenis-jenis permainan tradisional yang ada di
berbagai wilayah nusantara, sebagai salah satu bentuk upaya untuk
mengenalkan berbagai jenis permainan tradisional anak nusantara
baik kepada peserta didik maupun masyarakat luas.

2
BAB II
JENIS PERMAINAN TRADISIONAL

“CUBLAK-CUBLAK SUWENG”

Sumber : Bobo.grid.id

A. Sejarah Permainan
Menurut Murfi (2015) kata cublak adalah sebuah kata
kebiasan atau idium yang digunakan untuk sebuah
permainan saling tebak, sedang kata suweng artinya adalah
hiasan telinga. Cublak-cublak suweng berasal dari Jawa
timur. Permainan ini diciptakan oleh salah seorang wali
songo yaitu Syekh Maulana Ainul Yakin atau yang biasa
dikenal dengan Sunan Giri. Permainan ini dimainkan oleh
beberapa anak/orang, tetapi minimal tiga orang. Akan tetapi
lebih baik antara 6 sampai delapan orang. Tujuan dari
permainan ini adalah pak Empo menemukan anting/suweng
yang disembunyikan seseorang.

3
Pada awal permaianan beberapa orang berkumpul dan
mengundi atau menentukan salah satu dari mereka untuk
menjadi pak Empo. Biasanya pengundiannya melalui
pingsut atau undian biasa. Setelah ada yang berperan
sebagai pak Empo. Maka mereka semua duduk melingkar.
Sedangkan, pak Empo berbaring telungkup di tengah-tengah
mereka. Masing-masing orang menaruh telapak tangannya
menghadap ke atas di punggung pak Empo. Salah seorang
dari mereka mengambil kerikil atau benda yang dianggap
sebagai anting. Lalu mereka semua bersama-sama
menyanyikan cublak-cublak suweng sambil memutar kerikil
dari telapak tangan yang satu ke yang lainnya. begitu terus
sampai lagu tersebut dinyanyikan beberapa kali.
Setelah sampai di bait terakhir pak Empo bangun dan
pemain lainnya pura-pura memegang kerikil. Tangan kanan
dan kiri mereka tertutup rapat seperti menggenggam
sesuatu. Hal ini untuk mengecoh pak Empo yang sedang
mencari suwengnya. Para pemain mengacungkan jari
telunjuk dan menggesek-gesekkan telunjuk kanan dan kiri
yang gerakannya persis seperti orang mengiris cabe. Mereka
semua tetap menyanyikan Sir-sir pong dele gosong secara
berulang-ulang sampai pak Empo menunjuk salah seorang
yang dianggap menyembunyikan anting.

4
Ketika pak Empo salah menunjuk maka permainan
dimulai lagi dari awal dengan pemain tetap. Jika pak Empo
berhasil menemukan orang yang menyembunyikan
antingnya maka orang tersebut berganti peran menjadi pak
Empo. Permainan selesai ketika mereka sepakat
menyelesaikannya.

B. Manfaat Permainan
Anak belajar menyanyi, mencocokkan ritme lagu
dengan gerakan tangan, mengenal bahasa Jawa, melatih
motorik halus, belajar mengikuti aturan, latihan kerja sama
dan belajar menyimpan rahasia.

C. Nilai Moral Permainan


Menurut Herawati (2014: 4), cublak-cublak suweng
memiliki nilai kerjasama, nilai kerukunan, dan nilai
kreatifitas. Berikut merupakan penjabaran dari nilai-nilai
karakter cublak-cublak suweng :
1. Nilai Kerjasama. Permainan ini sangat syarat dengan
nuansa kebersamaan karena dimainkan dengan
beberapa teman yang lain. Permainan cublak-cublak
suweng dimainkan dengan gerak dan lagu. Lagu
dolanan cublak-cublak suweng yang terdiri dari 6 baris,

5
dinyanyikan bersama-sama diikuti dengan gerakan yang
mudah. Aturan yang terdapat dalam permainan ini juga
dipatuhi oleh seluruh pemain dan secara langsung para
pemain menyepakatinya. Apabila ada yang tidak
bernyanyi atau tidak bergerak, maka laju permainan ini
pun tidak akan baik.
2. Nilai Kerukunan. Saat memainkan permainan cublak-
cublak suweng biasanya anak akan menjadi senang dan
memiliki kesempatan untuk bersosialisasi. Rasa senang
dan nyaman menjadi salah satu hal yang penting
sebagai landasan pembentukan karakter. Rasa senang
saat bermain cublak-cublak suweng akan membawa hal
tersendiri bagi pemain, yakni rasa memiliki peran dalam
permainan tersebut. Anak yang pendiam, jahil, bandel,
keras kepala, aktif ataupun pasif dalam permainan ini
biasanya akan melebur sehingga terciptalah kerukunan.
3. Nilai Kreatifitas. Permainan cubak-cublak suweng
melatih anak untuk lebih kreatif, yaitu dalam permainan
ini pemain menggunakan biji atau kerikil sebagai
pengganti uwer yang sekarang ini susah untuk
ditemukan. Permainan ini juga melatih anak untuk
berfikir, yaitu ketika anak yang dadi menebak anak
yang menggenggam uwer atau biji.

6
D. Cara Bermain Permainan Tradisional
Berikut adalah cara bermain permainan tradisional
cublak-cublak suweng :
1. Pemain melakukan hompimpa dan yang kalah menjadi
pak Empo. Dia berbaring telungkup di tengah, anak-
anak lain duduk melingkar. Buka telapak tangan
menghadap ke atas dan letakkan di punggung pak
Empo.
2. Salah satu anak memegang biji/kerikil dan dipindah
dari telapak tangan satu ke telapak tangan lainnya
diiringi lagu Cublak-Cublek Suweng.
3. Pada kalimat “sapa mau sing delekke” serahkan biji/
kerikil ke tangan seorang anak untuk disembunyikan
dalam genggaman.
4. Pada akhir lagu, semua anak menggenggam kedua
tangan masing-masing, pura-pura menyembunyikan
kerikil, sambil menggerak-gerakkan tangan.
5. Pak Empo bangun dan menebak di tangan siapa biji/
kerikil disembunyikan. Bila tebakannya benar, anak
yang menggenggam biji/ kerikil gantian menjadi pak
Empo. Bila salah, pak Empo kembali ke posisi semula
dan permainan diulang lagi.

7
E. Peraturan Permainan
Berikut peraturan permainan cublak-cublak suweng :
1. Permainan pada lagu cublak-cublak suweng harus
dimainkan oleh banyak anak.
2. Salah satu pemain posisi tengkurap menghadap lantai.
3. Para pemain lain memutar benda kecil yang bisa berupa
batu, kelereng, atau lainnya.
4. Benda kecil itu diputar di atas tangan para pemain yang
diletakkan di punggung pemain yang tengkurap.
5. Para pemain akan menyembunyikan benda kecil itu dari
pemain yang tengkurap.
6. Setelah lagu selesai, pemain yang tengkurap harus
menebak siapa yang membawa benda kecil itu.

8
“KARAPAN SAPI”

Sumber : Trigger.id

A. Sejarah Permainan
Karapan sapi merupakan istilah untuk menyebut
perlombaan pacuan sapi yang berasal dari Madura, Jawa
Timur. Pada perlombaan ini, sepasang sapi yang menarik
semacam kereta dari kayu tempat joki berdiri dan
mengendalikan pasangan sapi tersebut dipacu dalam lomba
adu cepat melawan pasangan-pasangan sapi lain. Lintasan
pacuan tersebut biasanya sekitar 100 m dan lomba pacuan
dapat berlangsung sekitar 10 detik sampai 1 menit. Awal
mula adanya permainan karapan sapi dilatarbelakangi oleh
tanah Madura yang kurang subur untuk lahan pertanian,
sebagai gantinya orang-orang Madura mengalihkan mata
pencahariannya sebagai nelayan untuk daerah pesisir dan
beternak sapi yang sekaligus digunakan untuk bertani
khususnya dalam membajak sawah atau ladang.

9
Suatu ketika seorang ulama Sumenep bernama Syeh
Ahmad Baidawi (Pangeran Katandur) yang
memperkenalkan cara bercocok tanam dengan
menggunakan sepasang bambu yang dikenal dengan
masyarakat Madura dengan sebutan nanggala atau salaga
yang ditarik dengan dua ekor sapi. Maksud awal
diadakannya karapan sapi adalah untuk memperoleh sapi-
sapi yang kuat untuk membajak sawah. Orang Madura
memelihara sapi dan menggarapnya di sawah-sawah mereka
sesegera mungkin. Gagasan ini kemudian menimbulkan
adanya tradisi karapan sapi. Karapan sapi segera menjadi
kegiatan rutin setiap tahunnya khususnya setelah menjelang
musim panen habis. Karapan sapi didahului dengan
mengarak pasangan-pasangan sapi mengelilingi arena
pacuan dengan diiringi musik saronen.

B. Manfaat Permainan
Kemunculan karapan sapi tidak dapat dipisahkan dari
kondisi tanah di Madura yang kurang subur. Sehingga
masyarakat Madura lebih memilih menjadi nelayan atau
beternak sapi daripada menjadi petani. Bagi masyarakat
peternak, sapi-sapi itu juga dimanfaatkan untuk membajak
sawah atau ladang. Tradisi karapan sapi ini diadakan

10
sebagai bentuk perwujudan rasa syukur warga atas suburnya
tanah yang dulunya tandus. Awalnya, karapan sapi ini
digelar untuk memperoleh sapi kuat yang bisa membajak
sawah. Namun lambat laun karapan sapi ini menjadi ajang
perlombaan hingga saat ini.
Manfaat dari karapan sapi ini adalah selain sapi jantan
tidak punah juga mempunyai daya tawar yang tinggi apalagi
bagi sapi yang selalu juara di lapangan. Jadi sapi yang bagus
dan hebat serta cepat larinya merupakan harta yang paling
berharga bagi pemiliknya karena sepasang sapi tersebut
akan mempunyai nilai harga jual yang tinggi.

C. Nilai Moral Permainan


Permainan karapan sapi jika dicermati secara
mendalam mengandung nilai-nilai yang pada gilirannya
dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan
bermasyarakat. Nilai-nilai itu adalah kerja keras, kerja sama,
persaingan, ketertiban dan sportivitas. Nilai kerja keras
tercermin dalam proses pelatihan sapi, sehingga menjadi
seekor sapi pacuan yang kuat dan tangkas. Untuk
menjadikan seekor sapi seperti itu tentunya diperlukan
kesabaran, ketekunan dan kerja keras. Tanpa itu mustahil

11
seekor sapi aduan dapat menunjukkan kehebatannya di
arena karapan sapi.

D. Cara Bermain Permainan


Sebelum kerapan dimulai, semua sapi diarak
memasuki lapangan mengelilingi arena pacuan dengan
diiringi gamelan Madura, yaitu saronen. Hal ini dilakukan
untuk melemaskan otot-otot sapi juga memamerkan
keindahan pakaian dan hiasan sapi-sapi yang akan
dilombakan. Setelah parade selesai, pakaian dan hiasan sapi
mulai dibuka dan hanya pakaian yang tidak menganggu
gerak sapi saja yang masih dibiarkan melekat. Lomba
dimulai untuk menentukan klasemen peserta. Peserta
mengatur strategi untuk dapat memasukkan sapi-sapi
pacuannya ke dalam kelompok papan atas agar pada babak
penyisihan dapat berlomba dengan sapi pacuan dari
kelompok papan bawah.
Pada babak penyisihan pertama, kedua, ketiga dan
keempat, permainan menggunakan sistem gugur. Sapi-sapi
pacuan yang sudah dinyatakan kalah, tidak berhak lagi
mengikuti pertandingan babak selanjutnya. Sedangkan, sapi
yang dinyatakan sebagai pemenang, akan berhadapan lagi
dengan pemenang dari pertandingan lainnya. Begitu

12
seterusnya hingga tinggal satu permainan terakhir yang
selalu menang menjadi juaranya.

E. Peraturan Permainan
Adapun aturan permainan dari permainan tradisional
karapan sapi, antara lain yaitu :
1. Sepasang sapi kerapan dinyatakan sebagai pemenang,
apabila kaki depan telah menginjak atau melompati
garis finish.
2. Sepasang sapi harus tetap dinaiki oleh seorang joki
mulai dari start sampai finish, walaupun sepasang sapi
kerapan telah sampai ke garis finish akan tetapi tanpa
joki sebab jatuh di tengah arena, maka akan dinyatakan
kalah.
3. Setiap joki diberi selempang dengan warna berbeda.
4. Untuk mendapatkan pemenang diadakan babak
penyisihan dan yang menang dimasukkan dalam satu
pool pemenang, demikian pula yang kalah.
5. Perlombaan dimulai apabila petugas pemegang bendera
di garis start melambaikan bendera dari arah bawah
keatas.

13
“GOBAG SODOR”

Sumber : Penelitianpariwisata.id

A. Sejarah Permainan
Ariani, dkk (dalam Siagawati, Wiwin, dan Purwati,
2007: 7), mengungkapkan bahwa kata gobag sodor berasal
dari istilah bahasa asing yaitu go back to door. Perubahan
idiom tersebut disesuaikan oleh pelafalan kata dalam bahasa
Jawa. Kata tersebut dalam pelafalan masyarakat Jawa
diucapkan gobag so dor yang selanjutnya menjadi kata
gobag sodor. Masyarakat lain menyebut permainan ini
dengan nama sodoran. Menurut Pahmadi (dalam Maftuha,
2014: 3) gobag sodor adalah permainan tradisional dari
Indonesia yang menuntut ketangkasan menyentuh badan
lawan atau menghindar dari kejaran lawan.

14
B. Manfaat Permainan
Ruswan (2011) menjelaskan manfaat permainan
tradisional gobak sodor antara lain yaitu :
1. Melatih keterampilan fisik agar menjadi kuat, sehat,
dan cakap.
2. Meningkatkan hubungan sosial dengan teman sebaya,
melatih ketrampilan fisik.
3. Menumbuhkan kreativitas.
4. Sebagai sarana untuk menghibur diri.
5. Melatih kecekatan.
6. Membentuk kepribadian.

C. Nilai Moral Permainan


Nilai-nilai yang terkandung daam permainan
tradisional gobag sodor yang sebelumnya diungkapkan oleh
Siagawati, Wiwin, dan Purwati, (2007: 11) yang
menyebutkan secara umum mengenai kandungan nilai
dalam permainan tadisional gobag sodor yaitu nilai
kejujuran, nilai sportivitas, nilai kerjasama, nilai pengaturan
strategi dan nilai kepemimpinan.
Berikut beberapa nilai moral yang terdapat pada
permainan tradisional gobag sodor :

15
1. Nilai Kejujuran. Pada permainan gobag sodor dapat
melatih sifat kejujuran bagi anak, yaitu jika berada
dalam kelompok yang mendapat giliran bermain
mengakui jika tersentuh lawan atau melewati batas mati
dan jika berada dalam kelompok jaga garis tidak
berbuat curang dengan tidak keluar dari garis
penjagaan.
2. Niai Sportivitas. Nilai ini juga bisa diperoleh anak
melalui pembiasaan mengikuti aturan yang ada dalam
permainan gobag sodor.
3. Nilai Kerjasama. Permainan gobag sodor dapat
menumbuhkan kerjasama dari anggota tim yang berjaga
maupun anggota tim yang bermain. Anggota tim yang
berjaga berusaha mempertahankan garis batas agar tim
lawan tidak bisa melewati garis batas tersebut.
Sedangkan anggota tim yang bermain berusaha
melewati garis batas agar keseluruhan bisa mencapai
rute bolak-balik. Apabila tidak ada kerjasama sesama
tim, maka tim tidak akan mendapat kemenangan.
4. Nilai Pengaturan Strategi. Nilai pengaturan strategi
yang dapat diambil dari permainan gobag sodor adalah
merangsang aktivitas berpikir dala menentukan strategi
untuk menerobos garis penjagaan lawan, melihat situasi

16
dan kondisi mengambil kesempatan, mengecoh lawan
dan memikirkan bagaimana cara memperoleh
kemenangan tanpa tersentuh penjaga garis.
5. Nilai Kepemimpinan. Pada permainan gobag sodor
diperlukan pemimpin untuk mengatur anggotanya. Nilai
kepemimpinan didapat dengan menirukan dari anak
yang lebih tua dalam memimpin dan mengatur
permainan gobag sodor sehingga akhirnya anak yang
lebih kecil juga memiliki nilai kepemimpinan.

D. Cara Bermain
Berikut tahapan cara bermain permainan gobak sodor,
diantaranya yaitu :
1. Sebelum permainan dimulai tentukan kelompok
penjaga dan penyerang.
2. Setiap penjaga menempati garisnya yang telah
ditetapkan dengan kedua kakinya harus berada di atas
garis.
3. Penyerang memasuki petak dengan berusaha melewati
penjaga.
4. Pemain dinyatakan salah apabila kedua kakinya keluar
dari garis samping lapangan dan mengganggu jalannya
permainan.

17
5. Pergantian posisi dilakukan apabila seorang pemain
penyerang tersentuh pihak penjaga, terjadi kesalahan
dari pihak penyerang, dan apabila dalam dua menit
tidak terjadi perubahan posisi.

E. Peraturan Permainan
Permainan gobag sodor memerlukan tempat yang cukup
luas. Perlengkapan yang dibutuhkan dalam permainan
gobag sodor adalah tali rafia, kapur atau air. Jika
dilaksanakan di tanah ataupun di tempat bersemen maka
dibutuhkan lakban, kapur tulis atau spidol. Ariani (dalam
Siagawati, Wiwin, dan Purwati, 2007: 7) mengemukakan
lapangan permainan gobag sodor berbentuk persegi empat
dengan luas yang disesuaikan dengan jumlah pemain.
Panjang persegi sekitar 10 m dan lebarnya sekitar 5 m.
Setiap jarak 2,5 m ditarik garis lurus vertikal dan horizontal,
sehingga akan terbentuk 8 bujur sangkar sama besar yang
saling berhimpitan, dengan 4 bujur sangkar di atas dan 4
bujur sangkar tepat dibawahnya.

18
“KONCLONG”

Sumber : Seputartangsel.pikiran-rakyat.com

A. Sejarah Permainan
Permainan konclong dalam bahasa khusus adat Dukuh
Garut merupakan permainan tradisonal lompat-lompatan
pada bidang-bidang datar yang digambar diatas tanah,
dengan membuat gambar kotak-kotak kemudian melompat
dengan satu kaki dari kotak satu kekotak berikutnya.
Permainan konclong biasa dimainkan oleh 2 sampai 5 anak
perempuan dan dilakukan dihalaman. Namun, sebelum kita
memulai permainan ini kita harus membuat kotak-kotak
dipelataran semen, aspal atau tanah, menggambar 5 segi
empat berhimpit vertical kemudian disebelah kanan dan kiri
diberi lagi sebuah segi empat.

19
B. Manfaat Permainan
Berikut manfaaat permainan tradisional konclong bagi
anak-anak :
1. Kemampuan fisik anak menjadi kuat karena dalam
permainan konclong anak diharuskan melompat-
lompat.
2. Mengasah kemampuan bersosialisasi dengan orang lain
dan mengajarkan kebersamaan.
3. Dapat menaati aturan-aturan permainan yang telah
disepakati bersama.
4. Mengembangkan kecerdasan logika anak.
5. Permainan konclong melatih anak untuk berhitung dan
menentukan langkah-langkah yang harus dilewatinya.
6. Anak menjadi lebih kreatif. Permainan tradisional
biasanya dibuat langsung oleh pemainnya. Mereka
membuat barang-barang, benda-benda atau tumbuhan
yang ada disekitar para pemain. Hal itu mendorong
mereka untuk lebih kreatif menciptakan alat-alat
permainan.

C. Nilai Moral Permainan


Permaianan konclong dapat menanamkan nilai-nilai
positif pada anak, antara lain yaitu :

20
1. Nilai perkembangan fisik, meliputi kegiatan untuk
berolahraga, meningkatkan koordinasi dan
keseimbangan tubuh, serta keterampilan dalam
pertumbuhan anak.
2. Nilai kesehatan mental, yaitu membantu anak untuk
mengkomunikasikan perasaan secara efektif dengan
cara yang alami, mengurangi kecemasan, pengendalian
diri, dan pelatihan konsentrasi.
3. Nilai problem solving, yaitu anak belajar memecahkan
masalah sehingga kemampuan tersebut bisa ditransfer
dalam kehidupan nyata.
4. Nilai sosial, yaitu anak belajar ketrampilan sosial yang
akan berguna untuk bekal dalam kehidupannya.

D. Cara Bermain
Berikut cara bermain permainan tradisional konclong,
diantaranya yaitu :
1. Gambarlah kotak-kotak konclong dengan kapur,
pecahan genting, atau goresan batu pada tempat yang
akan digunakan.
2. Pemain harus melompat dengan satu kaki di dalam
kotak-kotak konclong tersebut setelah pemain
melempar kepingan genting pada kotak 1.

21
3. Pemain terus melompat dengan satu kaki satu demi satu
pada kotak konclong secara urut.
4. Terdapat beberapa kotak yang pemainnya harus
menginjak tanah dengan kedua kaki, yaitu pada nomor
4, 8, dan 9.
5. Saat berada di kotak 9, pemain harus terlebih dahulu
mengambil gentingnya baru kemudian menyelesaikan
perjalananya sampai ke garis start.
6. Permainan terus berlanjut sampai pada tahapan pemain
harus membawa genting dengan posisi tertentu
mengelilingi kotak konclong tanpa terjatuh.
7. Meletakan genting di atas kepala adalah posisi terakhir.
Setelah membawanya mengelilingi kotak konclong,
genting di atas kepala dijatuhkan ke telapak tangan
dengan cara menundukan kepala, lalu pemain
membelakangi kotak-kotak konclong dan harus
melempar genting tersebut tepat di salah satu kotak.
Jika berhasil maka pemain mendapat bintang dan
dibebaskan untuk tidak mengangkat satu kakinya di
kotak tersebut.

22
E. Peraturan Permainan
Pada permainan konclong tedapat beberapa aturan
bahwa pemain dinyatakan gugur dan harus berganti pemain
jika :
1. Menginjak atau keluar garis kotak.
2. Menginjak kotak yang didalamnya terdapat pecahan
genting.
3. Melempar genting keluar dari kotak yang seharusnya.
4. Kaki tidak diangkat satu di nomor selain 4, 8, dan 9
atau mengangkat satu kaki di kotak 4, 8, dan 9.

23
“UCING SUMPUT”

Sumber : Magdozleynoz.wordpress.com

A. Sejarah Permainan
Ucing sumput dalam bahasa Sunda memiliki arti
permainan petak umpet. Permainan ini dimainkan dengan
satu orang yang mencari pemain-pemain lain yang sedang
bersembunyi. Jika pemain yang bersembunyi tertangkap
pertama kali, maka pemain tersebut menjadi orang yang
nantinya akan berjaga di permainan selanjutnya. Dari sekian
banyak permainan tradisional, permainan ini dikenal hampir
di seluruh daerah Jawa Barat. Sedangkan cara bermainnya
dari dulu hingga sekarang tetap demikian. Ucing sumput
atau petak umpet merupakan salah satu permainan yang
sangat populer di tengah masyarakat khususnya anak-anak.
Biasanya peserta permainan antara lima sampai sepuluh
orang, karena bersifat mencari kawan yang bersembunyi,

24
maka tidak terlalu banyak yang menjadi bagian dari
permainan ini.
Permainan ini sebenarnya menyimpan suatu metode
pembelajaran, salah satunya adalah sikap mandiri, waspada,
dan memiliki tanggung jawab bagi pemain yang bertugas
sebagai pencari. Sedangkan untuk orang yang bersembunyi,
nilai yang dipelajari yaitu seperti sikap hati-hati dan
waspada, karena mereka sedang dicari. Pihak yang
sembunyi ataupun yang mencari, sebenarnya berkaitan
dengan kenangan orang tua kita dahulu semasa perang yaitu
kebiasaan untuk bersembunyi dari kerajaan penjajah.

B. Manfaat Permainan
Meskipun hanya sekedar permainan anak-anak, akan
tetapi terdapat banyak manfaat yang bisa dipelajari. Anak-
anak yang ikut serta permainan bisa belajar menjadi orang
bertanggung jawab, jujur, lebih sabar, cepat melakukan
segala sesuatu. Selain itu, anak-anak juga bisa belajar untuk
melatih kejelian, keberanian, hingga mampu bersosialisasi
dengan teman lainnnya. Sehingga tidak ada salahnya
mencoba melakukan permainan ucing ini karena banyak
manfaat yang bisa didapatkan oleh anak selain sebagai
bentuk hiburan.

25
C. Nilai Moral Permainan
Permainan tradisional ucing sumpit menyimpan
banyak hal positif yang baik. Misalnya saja untuk tidak
mudah menyerah atau tidak mudah putus asa serta semangat
untuk terus berusaha. Permainan ini juga mengajarkan
dalam memecahkan masalah dengan sebaik-baiknya hingga
usai. Permainan ucing sumpit secara fisik akan menjadikan
anak lebih kuat dan tangkas. Belum lagi manfaat emosional,
intelektual, dan sosialnya yang akan berkembang dalam diri
anak tersebut. Permainan ini biasanya dimainkan di
lapangan yang luas jika tersedia, namun kini lebih banyak
dimainkan di sekitar rumah bahkan dalam rumah mengingat
sudah sedikit sekali tempat atau halaman yang luas di
Jakarta.
Nilai luhur yang terkandung dalam permainan petak
umpet adalah sebelum permainan petak umpet dimulai
terlebih dahulu dilakukan pengundian dengan hompimpah.
Pada saat melakukan pengundian harus dilakukan dengan
jujur kepada siapapun. Jika mendapat sebagai penjaga dalam
permainan petak umpet harus bersikap waspada. Bersikap
waspada artinya hati-hati, pemain yang kurang berhati-hati
akan mudah dikalahkan lawan. Menjadi penjaga bisa

26
mengalami kegagalan berkali-kali, dengan mudah putus asa
atau pun marah.

D. Cara Bermain
Kata ucing kerap digunakan untuk menyebut kucing
dalam bahasa Sunda, sementara sumput berarti sembunyi.
Permainan ini juga dikenal dengan nama petak umpet,
sehingga cara memainkannya pun tidak jauh berbeda.
Berikut penjelasan dari tahapan cara bermain pada
permainan ucing sumput :
1. Melakukan hompimpa. Sebelum permainan dimulai
maka harus menetapkan siapa yang menjadi ucing
terlebih dahulu dengan menyanyikan lagu undian
hompimpa. Bagi yang kalah akan menjadi ucing untuk
berjaga.
2. Berhitung sebagai tanda permainan dimulai. Pemain
ucing selanjutnya mulai berhitung sambil menutup
matanya. Biasanya dalam menghitung, wajah ucing
akan ditempelkan pada pohon, tiang ataupun yang
lainnya. Hitungan tersebut menandakan teman-teman
yang lain harus bersembunyi agar tidak ketahuan oleh
ucing. Jumlah itungannya sendiri sesuai kesepakatan
awal, baik 10, 15, atau 20. Semakin sedikit jumlah

27
hitungannya akan semakin menantang bagi pemain
yang harus sembunyi.
3. Setelah hitungan selesai, maka sekarang tugasnya ucing
untuk menemukan pemain lain yang bersembunyi.
Ketika ucing sudah mengetahui salah satu temannya
yang bersembunyi dan menjadi pertama maka dialah
selanjutnya yang menjadi ucing. Jika semua anak telah
ditemukan maka permainan ucing akan dimulai lagi
dari awal dengan ketentuan orang pertama yang
ditemukan itulah akan menjadi ucing selanjutnya.

E. Aturan Permainan
Berikut merupakan penjelasan dari aturan permainan
ucing sumput, antara lain yaitu :
1. Permainan ini bisa dilakukan oleh minimal 3 orang
pemain anak laki-laki, anak perempuan atau campuran.
Namun semakin banyak jumlah pemain, akan semakin
menarik, meriah dan menyenangkan.
2. Permainan ini dilakukan di dalam ruangan, jika jumlah
pemainnya minimal 3 orang, namun jika pemainnya
dalam jumlah yang banyak lebih dari 3 orang sebaiknya
dilakukan diluar ruangan yang terbuka atau halaman.

28
3. Setiap anak harus mentaati aturan main, tidak menolak
apabila menjadi kucing, bersikap jujur, sabar, dan
menuntaskan permainan atas kesepakatan bersama.
4. Permainan ini diawali dengan melakukan hompimpah
untuk menentukan pemain pertama yang bertugas
sebagai kucing yang berperan untuk mencari pemain
lainnya yang bersembunyi.
5. Salah seorang yang menjadi kucing nantinya akan
menutup matanya dengan kedua tangannya dan
bersandar pada tiang, dinding atau batang pohon sambil
berhitung dengan jumlah yang telah disepakati.
6. Saat pemain yang menjadi kucing menghitung dan
memejamkan mata, teman-teman lainnya akan
bersembunyi. Jika si kucing sudah selesai berhitung,
maka dia akan mulai mencari temannya sampai semua
ditemukan.
7. Jika semua pemain sudah ditemukan, maka permainan
diulangi kembali dari awal dengan melakukan
hompimpah dan pemain yang kalah akan menjadi
kucing begitu seterusnya.

29
“CING CIRIPIT”

Sumber : Arahkata.pikiran-rakyat.com

A. Sejarah Permainan
Cing ciripit merupakan salah satu permainan
tradisional anak-anak dari daerah Jawa Barat. Cing ciripit
dijelaskan dalam buku Peperenian Urang Sunda bisa di
sebut kucing-kucingan atau permainan sentuh berlarian.
Permainan cing ciripit tidak menggunakan alat bantu
apapun, hanya memanfaatkan alat-alat panca indera yang
ada dalam tubuh anak. Hal ini menunjukan dengan
kekayaan yang dimiliki tubuh dapat menghasilkan
permainan yang menyenangkan, penuh kreasi, dan manfaat.
Permainan cing ciripit mengandung aktivitas fisik
seperti lari-lari, refleks mengangkat jari dari telapak tangan,
serta mengandung aspek emosional seperti kebersamaan,
taat peraturan, dan memahami teknik permainan. Permainan
cing ciripit diekspresikan melalui gerak dan lagu dengan

30
syair (Sunaryo, 2016). Pada akhir nyanyian ini, pemain
menentukan siapa yang berperan sebagai ucing, yang
ditandai dengan tertangkapnya salah satu jari dari anak yang
mengikuti permainan.

B. Manfaat Permainan
Permainan ini banyak memiliki manfaat terhadap
perkembangan anak baik perkembangan kognitif maupun
psikomotoriknya, diantaranya yaitu :
1. Aspek perkembangan fisik. Anak akan melakukan
kegiatan lari-lari yang banyak melibatkan gerakan
tubuh, sehingga akan membuat anak menjadi sehat dan
otot-otot tubuh menjadi kuat.
2. Aspek sosial yaitu anak belajar bekerja sama dengan
teman maupun memahami apa yang diucapkan atau
ditentukan dari permainan tersebut.
3. Aspek kognitif, seperti sudah dijelaskan dari permainan
ini ada aktivitas lari yang biasanya mengelilingi
lingkungan sekitar sehingga anak dapat menjelajahi
lingkungannya dan secara tidak langsung akan
memberikan pengalaman-pengalaman yang
memunculkan kreativitasnya.

31
4. Mengasah ketajaman penginderaan karena diperlukan
konsentrasi untuk tidak menjadi seorang ucing.
Sehingga secara tidak langsung dapat melatih
ketajaman penglihatan dan pendengaran yang dimiliki
anak.

C. Nilai Moral Permainan


Nilai yang bisa diambil dari permainan ini secara tidak
langsung adalah mendidik anak-anak untuk mensyukuri
karunia panca indera karena memiliki manfaat yang luar
biasa. Dengan nilai tersebut anak-anak dapat dididik untuk
menyadari bahwa bermain dan mengembangkan kreativitas
tidak tergantung pada alat permainan yang bagus-bagus dan
mahal-mahal. Selain permainan, cing ciripit ini juga bisa
dijadikan sebagai sumber penciptaan tari anak, sehingga
makna yang ada di dalamnya dapat terinternalisasi dalam
diri anak, juga mereka tanpa sadar sedang berlatih menyanyi
dan bergerak.
Dilihat dari aktivitas akhir dari permainan ini, yaitu
harus cepat atau reflek mengangkat jari telunjuk dari telapak
tangan orang lain, maka secara psikomotor anak dilatih
untuk berkonsentrasi. Dalam hal ini adalah cekatan untuk
mengangkat telunjuk, karena kalau tidak cekatan maka

32
telunjuknya akan tergenggam oleh tangan temannya.
Permainan ini juga menuntut rasa kebersamaan antara anak-
anak untuk kompak karena permainan ini juga menuntut
kekompakan dari kelompoknya. Rasa kebersamaan perlu
dilatih sejak dini, karena kebersamaan akan selalu
diwujudkan dalam setiap kegiatan-kegiatan, baik kegiatan di
kelas, di sekolah, di masyarakat, bahkan di dalam kehidupan
bernegara.
Selain kebersamaan, konsentrasi juga perlu di latih
sejak dini. Tanpa dirasakan oleh anak-anak, bahwa mereka
sebenarnya sedang melatih konsentrasinya untuk cepat
dalam menerima rangsang, rangsang ini berasal dari
kalimat-kalimat dari lagu tersebut yang pada kata paling
akhir “nong” pada kata “jrekjreknong” untuk secepatnya
mengangkat tangan. Jika anak terbiasa dilatih untuk reflek
dan konsentrasi, maka dalam kehidupan sehari-hari ia akan
terbiasa pula untuk konsentrasi, terutama konsentrasi pada
saat belajar, baik dirumah atau di sekolah dan juga reflek
pada saat-saat tertentu. Sebagai contoh yaitu reflek untuk
menangkis ketika dipukul, reflek untuk menghindar ketika
dibelakangnya mendengar klakson mobil tanda akan
tertabrak, sehingga harus berusaha menghindar secepatnya.

33
D. Cara Bermain
Berikut cara bermain dari permainan tradisional cing
ciripit antara lain yaitu :
1. Anak-anak berkumpul dan membuat posisi seperti
lingkaran.
2. Salah seorang anak meletakkan telapak tangannya
dengan posisi terbuka ke tengah lingkaran dan
posisikan badan tidak duduk melainkan sambil berdiri.
Biasanya anak yang lebih tua yang meletakkan telapak
tangannya ke tengah lingkaran.
3. Semua anak menyimpan jari telunjuk pada telapak
tangan pada anak yang dipilih tadi sambil bernyanyi
dengan syair cing ciripit di atas.
4. Ketika menyanyi ”jrekjreknong” telapak tangan ditutup,
masing-masing telunjuk ditarik jangan sampai
tergenggam.
5. Apabila ada satu telunjuk yang tergenggam maka ia
disebut ucing, dan berperan mengejar teman-temannya.
6. Jika anak yang berperan sebagai ucing tersebut berhasil
mengejar salah satu temannya yang ikut sebagai peserta
dalam permainan itu, maka kegiatan diulangi lagi
dengan cara semua anak menyimpan jari telunjuk pada

34
telapak tangan anak yang tadi berperan sebagai ucing
sambil bernyanyi dengan syair cing ciripit.
7. Demikian permainan ini diulang-ulang hingga anak-
anak merasa lelah dan ingin menyudahi atau berganti
dengan permainan lainnya.

E. Aturan Permainan
Adapun aturan permainan dari permainan tradisional
cing ciripit antara lain yaitu :
1. Pemain berkumpul membentuk lingkaran.
2. Anak yang lebih tua meletakkan telapak tangannya
dengan posisi terbuka ke tengah lingkaran.
3. Pemain yang lain harus menyimpan jari telunjuknya ke
tangan anak yang tadi, sambil menyanyikan lagu cing
ciripit.
4. Anak yang jari telunjuknya terjepit harus menjadi ucing
dan mengejar teman yang lainnya.

35
“GOBAK SODOR”

Sumber : Aturanpermainan.blogspot.com

A. Sejarah Permainan
Gobak sodor adalah suatu permainan yang dilakukan
secara berkelompok, dimana kelompok penjaga berusaha
untuk menghambat atau menghalangi kelompok penyerang
ketika hendak melewati garis atau daerah permainannya.
Permainan ini memiliki dua suku kata, gobak artinya
bergerak sedangkan sodor berarti tombak. Sejarah
permainan gobak sodor pada zaman dahulu para prajurit
tanah air memainkan permainan ini. Mereka
memanfaatkannya untuk berlatih kemampuan perang.
Hanya saja tombak yang digunakan adalah tombak berujung
tumpul. Dalam permainan gobak sodor selain dibutuhkan
strategi dan kerja sama, setiap anggota tim juga dituntut
dalam kecepatan melewati tim penjaga garis. Jika tidak, tim

36
penjaga garis akan menangkap penyerang. Hal itu berarti
tim harus bertukar posisi dengan lawan (Supriyono: 18).

B. Manfaat Permainan
Permainan tradisional gobag sodor memiliki manfaat
fisik dan mental, antara lain yaitu :
1. Melatih kekuatan, ketangkasan, kecepatan, dan
kelincahan gerak tubuh.
2. Mengasah kemampuan dalam mencari strategi yang
tepat serta mengembangkan keterampilan gerak dasar
berlari dan rekreasi.
3. Melatih kerja sama daam sebuah tim dan menanamkan
sportivitas serta kesadaran hidup sehat.
4. Melatih kepemimpinan dan mengasah kemampuan
otak.
5. Mengembangkan sikap sosial yang dimiliki anak untuk
menyelamatkan temannya dari garis lawan.
6. Melatih kecermatan anak dalam menyelesaikan suatu
masalah.
7. Kesempatan dapat menerima kemenangan dan
kekalahan dengan sikap lapang dada, serta kesempatan
untuk berinteraksi dengan teman-temannya.

37
C. Nilai Moral Permainan
1. Nilai yang berhubungan dengan diri sendiri. Permainan
ini melatih anak untuk berbuat jujur, yaitu jika berada
dalam kelompok yang melintas mengakui jika tersentuh
lawan atau melewati batas mati. Kemudian jika berada
dalam kelompok jaga garis, tidak berbuat curang
dengan keluar dari garis penjagaan.
2. Nilai bertanggungjawab. Dengan melakukan tugas jaga
garis dengan baik sesuai perannya masing-masing,
sebagai anggota kelompok yang menjaga garis
horizontal atau pun jaga garis vertikal.
3. Nilai disiplin. Anak-anak mematuhi ketentuan dan
peraturan dalam permainan gobak sodor. Kedisiplinan
dalam permainan ini melatih anak kelak akan selalu
disiplin dan mantaati peraturan.
4. Nilai kerja keras. Anak-anak berusaha keras menerobos
garis-garis yang dijaga lawan untuk mendapatkan nilai
dan kemenangan. Kerja keras ditunjukkan kelompok
yang sedang jaga garis dengan berusaha mengejar
anggota kelompok yang sedang melintas untuk
menyentuhnya agar keadaan menjadi berbalik.
5. Nilai bergaya hidup sehat. Sebagai anggota tim yang
menjaga garis berlari mengejar lawan dan sebagai

38
anggota kelompok yang melintas, harus menghindari
sentuhan lawan merupakan kegiatan yang memerlukan
tenaga sama seperti kegiatan berolahraga
6. Nilai percaya diri. Ketika mulai bermain, anak-anak
tidak pernah berpikir untuk kalah duluan. Mereka yakin
terhadap kemampuannya untuk menang dan dengan
berani menghadapi lawan dalam permainan gobak
sodor itu.
7. Nilai berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif. Gobak
sodor merangsang aktivitas berpikir, menentukan
strategi untuk menerobos garis penjagaan lawan.
Melihat situasi dan kondisi, mengambil kesempatan,
mengecoh lawan dan memikirkan bagaimana cara
memperoleh kemenangan tanpa tersentuh penjaga garis
saat melintas.

D. Cara Bermain
Cara bermain gobag sodor yaitu : pemain dibagi
menjadi dua tim yaitu penjaga dan penyerang (satu tim
terdiri dari 3-5 peserta). Jika dalam satu tim terdiri dari 5
orang, maka dibutuhkan sebuah lapangan yang dibagi
menjadi 4 kotak persegi panjang, penjaga boleh bergerak ke
kiri dan kanan di garis horizontal. Demikian pula penjaga

39
boleh bergerak ke depan dan ke belakang di garis vertikal.
Setiap tim penyerang dari garis awal dan melewati semua
garis yang dijaga oleh lawan.
Apabila satu pemain yang berhasil melewati garis
terakhir maka tim penyerang dianggap menang dan
mendapatkan 1 point. Tim penyerang tidak boleh terkena
sentuhan dari tim penjaga atau keluar dari garis lapangan.
Jika terkena sentuhan dari tim penjaga maka pemain
tersebut akan dinyatakan gugur dan keluar dari permainan.
Tim penyerang dinyatakan kalah jika penyerang tersentuh
penjaga. Permainan dilanjutkan kembali dengan bergantian
peran, tim penjaga menjadi tim penyerang demikian juga
sebaliknya.

E. Aturan Permainan
Hal pertama yang dilakukan adalah membentuk dua
kelompok yang terdiri dari 4-5 orang dalam tiap kelompok.
Setiap kelompok memilih satu orang untuk menjadi kapten
tim. Kedua kapten tim kemudian melakukan ping suit, yakni
adu jari menggunakan jari telunjuk, ibu jari, atau kelingking.
Tim yang menang yang akan bermain terlebih dahulu dan
tim yang kalah bertugas sebagai penjaga garis. Sebelum
permainan dimulai, buatlah garis membentuk kotak atau

40
persegi. Bagi kotak tersebut menjadi dua bagian dengan
garis vertikal dan bagi lagi dengan garis horizontal. Jumlah
garis horizontal disesuaikan dengan jumlah anggota tim.
Setelah itu, kapten akan membagi timnya untuk
berjaga di tiap garis. Atur strategi dengan memposisikan tim
dengan posisi zig-zag. Strategi ini bertujuan agar lawan sulit
untuk masuk dari kotak satu ke kotak lainnya. Lawan akan
mendapatkan poin jika berhasil sampai di garis finis atau
keluar dari kotak. Tim yang mendapatkan poin terbanyak
akan menjadi pemenangnya.
Gobak sodor merupakan permainan yang dilakukan
dalam sebuah arena persegi panjang yang dibatasi dengan
garis kapur, terdiri dari dua team. Team penjaga dan team
bermain, setiap anggota team bermain akan berusaha
mencapai garis belakang arena dan anggota team penjaga
harus mencegahnya. Jika pemain tersentuh penjaga, maka
kedua team bergantian sebagai pemain dan penjaga.

41
“PETAK UMPET”

Sumber : Tim Playplus

A. Sejarah Permainan
Petak umpet, salah satu permainan tradisional yang
telah berumur ratusan tahun, bahkan mungkin ribuan tahun,
tidak jelas kapan permainan ini mulai ditemukan atau
dimainkan. Yang jelas pada abad ke-2, seorang penulis
Yunani menulis tentang permainan yang disebut
apodidraskinda. Permainan itu mirip dengan petak umpet
yang kita kenal sekarang. Di berbagai dunia, permainan
petak umpet mempunyai nama berbeda, sesuai dengan
bahasa di negara masing-masing. Misalnya el escondite
(Spanyol), jeude chache cheche (Prancis), machboim
(Israel), sumbaggoggil (Korea Selatan), hide and seek
(Inggris). Begitu juga dengan di Indonesia, nama permainan
petak umpet juga berbeda di setiap daerahnya.

42
Permainan ini berkembang pesat di daerah Indonesia
terlebih lagi di Jakarta (Betawi). Permaianan petak umpet
merupakan sebuah permainan tradisional yang sangat
terkenal. Permainan petak umpet adalah sejenis permainan
cari dan sembunyi yang bisa dimainkan oleh minimal 2
orang, namun jika semakin banyakakan semakin serubaik
dalam ruangan maupun di luar ruangan. Permainan adalah
sesuatu yang tidak dapat dipisahkan manusia, dimulai dari
usia kanak-kanak bahkan sampai usia dewasa sekalipun,
manusia tetap tidak bisa terlepas dari permainan (Pilasari:
37). Banyak permainan tradisional yang menjadi favorit
anak bahkan orang dewasa salah satunya adalah petak
umpet.

B. Manfaat Permainan
Banyak permainan anak-anak yang bisa memberikan
manfaat bagi perkembangan sosialisasinya. Salah satu
permainan yang masih menjadi favorit anak-anak dari
berbagai daerah yaitu permainan petak umpet. Selain
menyenangkan, ternyata permainan ini juga bisa
memberikan manfaat bagi anak-anak. Manfaat dari
permainan petak umpet adalah sebagai berikut :

43
1. Anak menjadi lebih aktif, permainan petak umpet bisa
membantu anak untuk menjadi anak yang lebih aktif.
Anak yang aktif bergerak mengalami perkembangan
yang signifikan dari pada anak yang cuma banyak diam.
2. Anak bisa belajar bersosialisasi, bersosialisasi tidak
hanya dilakukan oleh orang dewasa, anak usia dini pun
sudah harus melakukan hal tersebut untuk
membiasakannya sampai dewasa
3. Membuat anak menjadi kreatif, permainan petak umpet
akan memberikan pelajaran bagi anak untuk bisa
mengasah otaknya dimana anak harus lebih kreatif
untuk mendapatkan tempat persembunyian yang aman
yang berbeda dengan teman lainnya.
4. Melatih anak patuh pada aturan, melatih anak untuk
bisa taat pada berbagai aturan, baik aturan dari
lingkungan terkecil seperti keluarga, aturan sekolah,
aturan masyarakat bahkan sampai lingkungan besar
seperti aturan negara.
5. Belajar berdiskusi akan suatu masalah, permainan yang
dilakukan secara bersama-sama tentu diperlukan
kesepakatan bersama pula untuk melakukan permainan
dan memecahkan masalah dalam proses bermain petak
umpet.

44
6. Melatih sportivitas anak, dalam permainan ini pemain
yang kalah dan menang harus bisa menerima dan
melakukan tugasnya masing-masing. Anak-anak akan
belajar bagaimana menerima kekalahan dengan tetap
menikmati permainan tersebut.

C. Nilai Moral Permainan


Nilai moral utama yang terkandung pada permainan
petak umpet adalah kebersamaan dalam bermain, sportivitas
agar tetap berlaku adil dan sportif selama permainan petak
umpet, serta melatih keberanian selama bermain.

D. Cara Bermain dan Aturan Permainan


Petak umpet adalah permainan dimana para pemain
berusaha bersembunyi sedangkan seorang pemain berusaha
mencari dan menemukan mereka. Permainan ini cukup
biasa, tetapi variasi-variasi yang berbeda juga telah
berkembang selama bertahun-tahun. Adapun cara bermain
dari permainan tradisional petak umpet kurang lebih hampir
sama dari setiap versinya, antara lain yaitu :
1. Hal pertama yang perlu dilakukan untuk bermain petak
umpet adalah merekrut para pemain. Setidaknya dua
pemain dibutuhkan untuk memainkan permainan ini.

45
Akan tetapi, semakin banyak pemain semakin baik. Jika
mempunyai pemain-pemain dengan usia yang berbeda-
beda, pertimbangkanlah hal ini. Pemain yang lebih
muda memiliki pilihan-pilihan tempat untuk
bersembunyi yang lebih banyak, tetapi mereka
terkadang tidak terlalu pintar memilih tempat
bersembunyi yang bagus dan tidak mempunyai
kemampuan konsentrasi yang lama.
2. Menentukan Aturan Permainan. Jika tidak menentukan
aturan permainan, dikhawatirkan para pemain akan
pergi ke tempat-tempat terlarang, apakah ada barang-
barang antik yang pada akhirnya akan jatuh pecah atau
tempat-tempat pribadi dimasuki oleh para pemain. Dan,
para pemain dapat pergi ke luar saat semua pemain
lainnya berada di dalam. Laranglah para pemain
bersembunyi di ruangan-ruangan seperti loteng, ruang
guru/ruang kepala sekolah, atau ruangan-ruangan yang
dijadikan tempat khusus seperti perpustakaan dan UKS.
Pastikan semua pemain tetap aman. Sebagai guru
pastinya tidak ingin peserta didiknya jatuh dari pohon
atau memanjat ke atap. Buatlah aturan: hanya boleh
bersembunyi di tempat-tempat yang cukup untuk dua
pemain atau bersembunyi di tempat-tempat di mana

46
semua pemain dapat ke sana. Selain dari itu guru juga
menentukan aturan-aturan dasar seperti siapa yang
bersembunyi, siapa yang mencari, di mana harus
bersembunyi, berapa lama waktu yang dimiliki untuk
pergi bersembunyi, dan lainnya.
3. Tempat-tempat untuk bersembunyi. Tempat-tempat di
luar ruangan adalah yang paling baik, meskipun tempat-
tempat di dalam ruangan juga dapat digunakan pada
hari-hari hujan. Sangat penting untuk menentukan
batasan-batasan tempat persembunyian atau akan
mendapati para pemain pergi ke tempat-tempat yang
terlalu jauh. Ingatkan anak untuk bersembunyi di
tempat-tempat yang berbeda setiap kalinya. Karena jika
seorang anak terus menggunakan tempat yang sama
(permainan yang berbeda, bukan putaran yang berbeda),
para pemain akan mengingat tempat-tempat
persembunyian yang bagus dan mencari di tempat-
tempat tersebut terlebih dahulu.

47
“EGRANG”

Sumber : Aturanpermainan.blogspot.com

A. Sejarah Permainan
Egrang merupakan permainan tradisional yang cukup
terkenal di berbagai wilayah di nusantara. Egrang
merupakan salah satu permainan tradisional yang terkenal
pada masyarakat monggak. Permainan Egrang
membutuhkan keterampilan dan keseimbangan tubuh saat
menaikinya. Egrang terbuat dari 2 batang bambu atau kayu
dengan panjang kurang lebih 2,5 meter. Pemain berdiri
diatasnya untuk menjaga keseimbangan agar tidak jatuh.
Pemain yang bisa sampai ke garis finish pertama kali tanpa
jatuh, akan menjadi pemenang (Murtafiatun, 2018: 297).
Permainan egrang juga sering berhubungan dengan
hal mistis, seperti ada pemain atau penonton yang sengaja
dirasuki oleh roh halus dan dapat mencelakai atau melukai
pemain maupun orang yang menonton permainan.

48
Keyakinan itu telah hidup bersamaan dengan lahirnya
masyarakat Monggak dan diturunkan dari generasi ke
generasi (Bungin, 2001: 158). Permainan egrang merupakan
permainan yang sudah ada sejak zaman dahulu dan
diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi.
Permainan ini membutuhkan lahan kosong yang cukup luas,
pemain yang cukup banyak dan mengandalkan kerjasama
tim. Egrang akan cukup sulit dilakukan oleh orang awam
atau bagi orang yang masih pemula memainkannya.
Permainan ini membutuhkan keseimbangan raga
dalam memainkannya. Pemain harus berusaha
menyeimbangkan berat badan dan tinggi tubuhnya dalam
pijakan dua batang bambu atau kayu yang menopang kedua
kakinya untuk berjalan. Sejarah permainan tradisional
egrang tidak begitu dikenal oleh masyarakat saat ini, karena
memang pada kenyataannya masyarakat saat ini hanya
sekedar memainkan tanpa tahu bagaimana cerita orang tua
dulu mengenai sejarah tentang permainan egrang. Akan
tetapi masuknya modernisasi membuat pudarnya minat dari
generasi muda dan kurangnya dukungan dari masyarakat
untuk memainkannya.

49
B. Manfaat Permainan
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari
permainan tradisional egrang antara lain yaitu :
1. Mendekatkan anak dengan alam sekitar sehingga anak
tidak lagi hanya sibuk dengan gadget dan videogame-
nya.
2. Melatih anak untuk berkomunikasi dan bersosialisasi
dengan anak-anak lainnya. Apalagi jika egrang
dilombakan secara berkelompok karena dibutuhkan
kerja sama agar dapat kompak berjalan hingga
mencapai garis finish. Mereka tidak bisa mendahului
satu sama lain. Menunggu yang lain sementara tetap
menyeimbangkan diri dalam menaiki egrang adalah hal
yang tidak mudah.
3. Permainan ini dapat melatih dan mengembangkan
kemampuan otak kanan dan kiri anak. Bila otak kirinya
terbiasa berpikir kalkulatif, maka otak kanannya
dipaksa untuk sabar dan ulet dalam melatih
keseimbangan dan juga melatih kesabaran untuk
menjaga kekompakan dan sportivitas dalam
perlombaan.
4. Melatih konsentrasi anak karena perlu hati-hati dalam
menapaki medan yang dijalani dengan egrang. Hal ini

50
akan berpengaruh positif kepada konsentrasinya
sewaktu belajar di kelas.
5. Membuat anak lebih kreatif karena permainan ini
menimbulkan efek keceriaan dan kebersamaan.

C. Nilai Moral Permainan


Pada permainan egrang secara tidak langsung dapat
menumbuhkan sikap percaya diri pada diri anak. Pada tahap
lanjutan permainan egrang, setiap pemain bisa
mengembangkan diri dalam bermain, seperti melakukan trik
sulit, dengan diam diatas egrang dalam waktu yang lama,
melakukan loncatan dengan satu pijakan egrang, menari dan
berlari. Dengan demikian ketangkasan dan proses mengasah
kemampuan individu dilatih secara terus menerus dalam
permainan ini.
Nilai budaya yang terkandung dalam permainan
egrang adalah kerja keras, keuletan, dan sportivitas. Nilai
kerja keras tercermin dari semangat para pemain yang
berusaha agar dapat mengalahkan lawannya. Nilai keuletan
tercermin dalam proses pembuatan alat yang digunakan
untuk berjalan yang memerlukan keuletan dan ketekunan
agar seimbang dan mudah digunakan untuk berjalan.
Sedangkan nilai sportivitas tercermin tidak hanya dari sikap

51
para pemain yang tidak berbuat curang saat berlangsungnya
permainan, tetapi juga mau menerima kekalahan dengan
lapang dada.

D. Cara Bermain dan Aturan Permainan


Permainan egrang dapat dimainkan dimana saja
asalkan di atas tanah dengan luas arena permainan
sepanjang 7-15 meter dan lebar sekitar 3-4 meter.
Permainan ini biasanya dimainkan oleh anak usia 7-13
tahun. Akan tetapi jika dilombakan minimal 2 orang yang
bermain. Pemenangnya ditentukan oleh siapa yang paling
cepat menyentuh garis finish. Pada permainan egrang
dibutuhkan kemampuan dalam menjaga keseimbangan
tubuh. Hanya sudah terbiasa yang dapat menyeimbangkan
diri lalu berjalan cepat mendahului yang lain.

52
“ENGKLEK”

Sumber : Aturanpermainan.blogspot.com

A. Sejarah Permainan
Engklek merupakan permainan tradisional lompat-
lompatan pada bidang-bidang datar yang digambar diatas
tanah, dengan membuat gambar kotak-kotak kemudian
melompat dengan satu kaki dari kotak satu ke kotak
berikutnya. Permainan engklek bermakna sebagai
perjuangan manusia dalam meraih kekuasaan, akan tetapi
tidak dengan saling sruduk. Ada aturan tertentu yang harus
disepakati untuk mendapatkan tempat berpinjak. Menurut
Smpuck Hur Gronje, permainan engklek berasal dari
Hindustan. Permainan ini menyebar pada zaman kolonial
Belanda dengan latar belakang cerita perebutan petak
sawah. Permainan ini menyebar luas di Indonesia terlebih
lagi dikawasan Banten.

53
B. Manfaat Permainan
Permainan ini bermanfaat untuk melatih fisik motorik,
ketangkasan, konsentrasi, sosial-emosional dan kreativitas
anak. Permainan engklek lebih melatih kemampuan fisik
anak karena anak harus melakukan gerakan melompat untuk
melewati kotak yang sudah dibuat sebelumnya. Oleh
karenanya, otot kaki haruslah kuat. Permainan tradisional
engklek merupakan permainan gerakan fisik yang mampu
pula meningkatkan kecerdasan kinestetik anak usia dini.
Kecerdasan kinestetik yaitu penguasaan gerakan tubuh,
seperti keseimbangan, ketangkasan, keluwesan, dan
kesadaran akan respon tubuh saat ingin bergerak. Anak
memiliki daya kinestetik yang tinggi saat tubuh bergerak.
Selain itu, permainan engklek juga melatih
kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi dengan anak
sebaya, selain juga mengajarkan kebersamaan permainan ini
juga bisa dimainkan oleh siapapun tanpa memandang status
social (Tim Playplus: 85). Kreativitas anak dapat dilihat dari
petakpetak yang dibuat untuk permainan. Benda-benda
sekitar juga dapat dimanfaatkan anak dengan baik. Misalnya
pecahan genting, pecahan keramik, ranting kayu untuk
menggambar petak diatas tanah, dan lain-lain.

54
Permainan tradisional engklek bermanfaat pula untuk
kemampuan berhitung dan melatih sportivitas ketika
bermain, karena dalam permaianan ini anak melompati
kotak yang dianggap sebagai sebidang sawah yang dimiliki
anak tersebut dan harus melompat urut sesuai angka yang
telah tertera.

C. Nilai Moral Permainan


Permainan tradisional engklek berdampak baik bagi
pembentukan karakter anak karena anak diajarkan untuk
bersikap jujur, disiplin, saling menghargai, adil, bekerja
sama dan cinta dan bangga terhadap budaya tanah air.

D. Cara Bermain dan Aturan Permainan


Engklek dapat dimainkan sendiri atau bersama-sama.
Jika dilakukan bersama-sama, pengundian urutan pemain
dapat dilakukan dengan hompimpa atau suit. Permainan ini
menggunakan alat bernama gaco, yaitu berupa potongan
genteng atau batu yang pipih. Gaco dilempar pada kotak
pertama. Setelahnya, pemain mulai melompat-lompat
dengan satu kaki dari satu kotak ke kotak lain secara
berurutan, kecuali kotak tempat gaco. Kemudian, pemain
kembali ke tempat asal tetap dengan cara melompat dengan

55
satu kaki, sambil mengambil gaco. Penyebutan engklek
tidak lain karena permainan harus melompat dengan satu
kaki.
Engklek artinya melompat dengan satu kaki. Namun,
ada juga yang menyebut permainan ini dengan taplak
gunung, sudamanda, atau sondamanda. Dalam permainan
selanjutnya, pemain akan melempar gaco ke kotak kedua,
ketiga, dan seterusnya sampai selesai. Jika pemain sudah
menyelesaikan semua kotak, pemain harus melempar gaco
ke gunung dan mengambilnya dengan badan membelakangi
gunung. Kalau berhasil mengambilnya, artinya permainan
sudah selesai. Dalam hal ini, pemain berhak mendapat satu
kotak yang diberi tanda bintang dan tidak boleh diinjak
pemain lainnya. Pergantian pemain terjadi jika gaco masuk
ke kotak yang salah atau pemain menginjak batas-batas
kotak yang lumayan sempit.

56
“DAKON”

Sumber : Aturanpermainan.blogspot.com

A. Sejarah Permainan
Salah satu permainan tradisional adalah congkak atau
dikenal juga dengan sebutan congklak atau dakon. Congkak
adalah permainan rakyat yang sudah berkembang cukup
lama di kawasan Melayu dengan sebutan yang berbeda-
beda, di Malaysia dan beberapa daerah di kepulauan Riau
dikenal dengan sebutan congklak, di Filipina disebut
sungka, di Sri Lanka dikenal dengan cangka, di Thailand
tungkayon, dan di beberapa daerah lain di Indonesia seperti
di Sulawesi disebut mokaotan, maggaleceng, aggalacang
dan nogarata. Ada juga yang menyebutnya congkak seperti
daerahdaerah yang ada di pulau Jawa.
Dakon berasal dari kata dhaku dan mendapat akhiran
an. Dhaku adalah mengaku bahwa sesuatu itu miliknya
(Sukirman Dharmamulya, 2008:128). Mengakui apa yang

57
menjadi miliknya adalah tujuan dari permainan ini.
Permainan ini dilaksanakan oleh dua orang, baik itu anak
perempuan atau laki-laki. Dakon dilaksanakan kapan saja
jika ada waktu luang. Dahulu permainan ini selalu dilakukan
oleh anak petani namun sekarang sudah berkembang dapat
dimainkan oleh anak pengusaha, priyayi, bangsawan dan
semua kalangan masyarakat.
Latar belakang dakon ini adalah dari kehidupan petani
bagaimana bertani menghasilkan panen sebanyak mungkin
dan dimasukkan ke dalam lumbung. Setiap lubang itu
dinamakan lumbung sawah. Sawah yang tidak dikerjakan
dinamakan bera. Sawah yang hasilnya sangat kurang
dinamakan ngacang atau nandur kacang (Sukirman
Dharmamulya, 2008:128).

B. Manfaat Permainan
Permainan tradisional dakon yang ada sekarang
banyak mengalami perubahan mulai dari segi bentuk yang
semuala hanya berbentuk lonjong dikembangkan lagi
dengan berbagai bentuk, sehingga dapat menarik minat
belajar dan meningkatkan kemampuan kognitif anak.
Karena anak pada dasarnya anak memiliki daya konsentrasi
yang rendah, sehingga sangat penting untuk menyajikan

58
media yang unik yang dapat meningkatkan daya konsentrasi
anak.
Selain itu, media dakon yang ada sekarang ini banyak
menggunakan biji-bijian sehingga secara tidak langsung
anak-anak dapat mengenal biji-bijian tersebut sebagi upaya
pengenalan sumber belajar yang berasal dari lingkungan.
Permainan dakon merupakan permainan yang dapat
meningkatkan kemampuan berhitung anak, karena
permainan ini dapat membantu dan mempermudah anak
dalam memahami konsep berhitung matematika sekaligus
dapat menyenangkan anak karena mengandung unsur
permainan. Permainan bagi anak merupakan sesuatu hal
yang menarik dan dapat meningkatkan daya konsentrasi.

C. Nilai Moral Permainan


Permainan dakon atau congkak memiliki banyak
filosofi diantaranya ketika biji diambil dan kemudian
diambil lagi, hal tersebut berarti bahwa hidup itu harus
memberi dan menerima. Tidak selalu mengambil akan tetapi
juga dapat memberi untuk keseimbangan hidup. Biji diambil
satu persatu, tidak dapat diambil sekaligus. Maksudnya, kita
harus jujur untuk mengisi lobang pada papan congklak kita.
Satu persatu, sedikit demi sedikit, asalkan jujur dan baik, itu

59
lebih baik daripada banyak namun tidak jujur. Satu persatu
biji yang diisi juga bermakna bahwa kita harus menabung
tiap hari untuk hari-hari berikutnya. Kita juga harus
mempunyai tabungan, yaitu biji yang berada di lobang
induk (lobang besar/lumbung).
Permainan congklak atau dakon ini mengajarkan
bahwa jika kita mempunyai rejeki, kita dapat membaginya
untuk kebutuhan kita sendiri satu per satu (tidak perlu
berlebih) yang diwakilkan ketika kita meletakkan satu biji
ke lobang di sebelah kanannya dan seterusnya. Ketika rejeki
itu berlebih, kita boleh menyimpannya di lumbung (lobang
besar). Dalam permainan congkak strategi sangat diperlukan
agar biji kita tidak habis diambil lawan. Hikmahnya adalah
hidup ini adalah persaingan, namun bukan berarti kita harus
bermusuhan. Karena tiap orang juga punya kepentingan dan
tujuan yang mungkin sama dengan tujuan kita, maka kita
harus cerdik dan strategis. Selain itu permainan tradisional
congklak juga dapat melatih kita untuk terampil, cermat,
jujur, sportif, dan menimbulkan rasa akrab antara sesama.

D. Cara Bermain dan Aturan Permainan


Permainan dakon banyak disukai oleh anak-anak
perempuan. Bahan yang dipergunakan untuk membuat alat

60
permainan dakon adalah kayu yang dibentuk seperti lesung.
Pada bagian ujung kiri dan kanan dibuat cekungan cukup
besar, disebut lumbung. Pada bagian tengah dibuat
cekungan kecil sebanyak dua baris, yang pada setiap
barisnya berisi tujuh, sembilan, atau sebelas cekungan, yang
disebut sawah. Cara bermain, pada setiap cekungan sawah
diisi kerikil/kecik isi buah sawo sejumlah banyaknya sawah
dalam setiap lariknya. Pemain dakon hanya dimainkan oleh
dua orang yang berpasangan sebagai lawan. Tujuan bermain
dakon bermaksud untuk mengisi lumbung miliknya
sebanyak-banyaknya.
Setelah semua sawah diisi dengan kecik masing-
masing sejumlah banyaknya sawah dalam setiap larik, para
pemain kemudian menjalankan keciknya yang disebut saku.
Sebelum bermain, para pemain terlebih dahulu melakukan
suit untuk menentukan siapa yang berhak melakukan saku
terlebih dahulu. Pemain yang menang berhak melakukan
saku terlebih dahulu dimulai dengan mengambil semua
kecik dari sawah nomor 1, lalu keciknya diisikan satu
persatu pada sawah miliknya ke arah kanan (berlawanan
dengan arah jarum jam). Dalam hal ini kecik terakhir akan
jatuh pada lumbung.

61
Selanjutnya pemain lawan mulai bermain dengan cara
mengambil semua biji kecik dari sawah nomer 10 untuk
diisikan satu persatu ke sawah miliknya urut ke arah kanan.
Dalam hal ini kecik terakhir juga akan jatuh pada
lumbungnya sendiri. Kegiatan tersebut terus berlanjut
dengan cara bermain yang sama yaitu kecik dari sawah para
pemain diisikan satu persatu pada masing-masing sawahnya
urut dari arah kiri ke kanan (berlawanan dengan arah jarum
jam) dan diisikan juga pada lumbung miliknya, diteruskan
hingga ke sawah lawan akan tetapi tidak mengisi lumbung
lawan. Jika kecik terakhir jatuh pada sawah yang berisi, isi
dari sawah tersebut lalu diambil seluruhnya untuk
selanjutnya diisikan satu persatu ke sawah-sawah lainnya ke
arah lawan putaran jarum jam. Saku berhenti apabila biji
kecik terakhir jatuh pada lumbung, dan jika biji kecik
terakhir jatuh pada sawah kosong yang disebut andhok.

62
“DAM-DAMAN”

Sumber : Arahkata.pikiran-rakyat.com

A. Sejarah Permainan
Dam-daman merupakan permainan tradisional sejenis
dengan catur. Permainan ini tersebar di beberapa daerah di
Indonesia tetapi dengan nama yang berbeda, seperti di
Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, dam-daman dikenal
dengan istilah damdas. Cara bermain dam-daman atau
damdas mirip seperti permainan catur, namun dengan
peralatan dan cara yang jauh lebih sederhana. Permainan
dam-daman merupakan permainan yang sudah ada sejak
zaman dahulu dan berkembang pesat di daerah Jawa sekitar
tahun 2000-an terlebih lagi masyarakat Yogjakarta.
Permainan catur tradisional ini digemari oleh masyarakat
karena dapat mengasah kemampuan dan strategi.

63
B. Manfaat Permainan
Dam-daman merupakan permainan tradisonal rakyat
Jawa. Permainan tradisional ini melatih anak untuk
berhitung dan menentukan langkah-langkah yang harus
dilewatinya, permainan ini membutuhkan strategi agar pion
dam kita tidak habis dimakan oleh buah dam musuh dan
sebaliknya. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari
permainan dam-daman ini, antara lain yaitu :
1. Melatih kesabaran. Ketika bermain damdas, ada waktu
dimana kita diharuskan untuk menunggu lawan berpikir
untuk menggerakkan pionnya. Rentang lamanya pun
bervariasi, ada lawan yang membutuhkan waktu cukup
cepat dalam berpikir, namun ada pula yang
membutuhkan beberapa waktu untuk melakukan
giliran. Hal ini dimaksudkan untuk melatih kesabaran
dari anak untuk menunggu gilirannya kembali.
2. Melatih kecerdikan dan kecermatan. Permainan ini
dapat melatih kecerdikan dan kecermatan dalam
menangkap peluang atau menentukan pion mana yang
harus digerakkan. Selain itu, ke arah mana pion harus
digeser juga akan memberikan pengaruh pada
keberlanjutan permainan. Anak harus menyusun
strategi bertahan agar pionnya tidak dimakan pion

64
lawan, atau agar dapat bergerak hingga daerah yang
dituju. Di sisi lain, anak juga dapat bergerak untuk
menyerang pion lawan dan membuat peluang supaya
bisa memakan pion lawan. Hal ini tentu membutuhkan
kecerdikan dan kecermatan yang tinggi.
3. Mengajarkan bahwa semua manusia sama. Damdas
menggunakan pion-pion yang serupa dan memiliki
kesempatan yang sama untuk bergerak maju, ke
samping, serong (diagonal), atau mundur. Dari segi
filosofisnya, hal ini dapat mengajarkan pada anak
bahwa setiap orang sejatinya sama di mata Tuhan dan
memiliki kesempatan yang sama pula untuk
berkembang, tergantung pada jalan mana yang dipilih.
4. Melatih untuk berani mengambil resiko. Pada setiap
langkah dalam permainan damdas, ada resiko pion akan
dimakan oleh pion lawan. Hal ini mengajarkan pada
anak bahwa untuk mencapai tujuan ada langkah-
langkah yang harus diambil dan setiap langkah yang
kita pilih pasti akan ada resiko yang harus diterima.
Resiko-resiko ini dapat berdampak negatif, misalnya
pion sendiri dimakan oleh pion lawan, maupun dampak
positif seperti pion kita berhasil sampai pada ujung
segitiga lawan atau dapat memakan pion lawan.

65
5. Mengajarkan nilai gotong royong. Melalui permainan
ini, anak juga dapat diajarkan bahwa untuk mencapai
sebuah tujuan tidak bisa dilakukan sendiri, melainkan
tetap membutuhkan bantuan orang lain di sekitar kita.
Poin ini ditunjukkan dengan sejumlah pion yang
bersama-sama bergerak untuk dapat memenangkan
pertandingan.

C. Nilai Moral Permainan


Permainan dam-daman mengandung banyak makna
dan nilai moral. Makna yang terkadung dalam permainan ini
adalah bahwa kedudukan manusia itu sama dimuka bumi
dan di mata Tuhan sehingga manusia dapat bebas
melangkah dan menentukan arah hidupnya sendiri. Manusia
bebas menentukan jalannya ke kanan, ke kiri, maju ataupun
mundur. Pilihan tersebut menjadi hak mutlak dan harus siap
menanggung segala konsekuensi yang harus dihadapi
dengan pilihan tersebut.

D. Cara Bermain
Berikut merupakan cara permainan dam-daman yang
menggunakan 16 batu kerikil :

66
1. Bidak diletakkan sesuai dengan titik yang telah
ditentukan. Kedua pemain melakukan suten untuk
menentukan pemain yang bermain terlebih dahulu.
2. Pemain pertama melangkahkan satu bidak ke garis
depan atau ke arah lain. Pemain kedua melakukan hal
yang sama.
3. Pemain dapat saling mengalahkan dengan cara
melompati bidak lawan. Bidak yang dilompati harus
dikeluarkan dari arena permainan.
4. Pemain juga dapat membuat strategi kemenangan
misalnya pemain A sengaja melangkahkan bidaknya
agar dikalahkan oleh pemain B. Jika pemain B tidak
mau atau lupa memakan bidak pemain A artinya
pemain B terkena perangkap. Peristiwa ini disebut dam
(dam ora mangan).
Pemain B akan mendapatkan hukuman yaitu
dikeluarkannya tiga bidak dari arena secara cuma-cuma.
Peristiwa ini menguntungkan pemain A karena dapat
mengambil bidak lawan secara sembarang. Pemain A
juga dapat melangkahkan bidaknya yang lain.
5. Setiap pemain berusaha saling memakan bidak lawan
hingga bidak lawan habis. Bidak yang dapat mencapai
puncak dinyatakan sebagai raja. Bidak ini memiliki

67
keistimewaan karena dapat melangkah hingga beberapa
langkah asalkan ganjil jumlahnya.
6. Pemain dinyatakan menang jika berhasil menghabiskan
bidak lawan. Pemain dinyatakan kalah jika tidak
memiliki bidak untuk dijalankan lagi.

E. Aturan Permainan
Permainan dapat diawali dengan menetapkan siapa
yang memulai permainan. Penetapan dapat dilakukan
dengan cara hompimpah, suit atau cara lain yang disepakati.
Tahapan permainan dam-daman dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut :
1. Pemain hanya dapat melakukan langkah satu kali setiap
pion dam ke arah depan samping atau diagonal
mengikuti garis jika terdapat ruang kosong, tidak boleh
melangkahkan pion dam mundur.
2. Pemain dapat memakan pion dam lawan jika tersedia
ruang untuk melompatinya (melompat 1 pion dam
lawan).
3. Memakan pion dam lawan boleh beruntun dan boleh
mundur.

68
4. Setelah memakan pion lawan, dilanjutkan dengan
mengambil sebuah kartu permainan sesuai urutan angka
yang ditunjukkan pada pion dam lawan yang dimakan.
5. Jika memakan pion dam lawan lebih dari satu,
mengambil kartu permainan pun disesuaikan dengan
jumlah pion dam lawan yang dimakan.
6. Lanjutkan dengan mengkaji konsep yang terdapat
dalam kartu permainan dan selanjutnya mengajukan
masalah atau pertanyaan sesuai konsep yang terdapat
pada kartu kepada lawan untuk dijawab atau
diselesaikan oleh lawan.
7. Letakkan kembali kartu yang sudah diambil dan
dikomunikasikan kepada lawan pada tumpukan kartu
permainan paling bawah.
8. Permainan dapat dilanjutkan oleh lawan dengan
langkahlangkah seperti pada urutan no. 2 s.d. 7.
9. Jika langkah urutan no. 2 tidak menemukan pion lawan
yang dimakan, maka hanya melakukan pemindahan
pion satu langkah.
10. Lanjutkan permainan sampai salah satu pihak pemain
tidak memiliki pion dam lagi.

69
“MEONG-MEONG”

Sumber : www.orami.co.id

A. Sejarah Permainan
Anak-anak masyarakat Bali zaman dahulu sangat
akrab sekali dengan istilah permainan meong-meongan.
Seiring perkembangan zaman yang ada, anak-anak yang
lahir sekitar tahun 2000 semakin jarang mengenal
permainan tradisional ini. Untuk itulah, ada program dari
pemerintah Bali mengharuskan setiap hari Kamis anak-anak
sekolah diwajibkan untuk memakai pakain adat Bali,
pembelajaran menggunakan bahasa Bali dan
memperkenalkan budaya Bali.
Kebijakan pemerintah Bali tersebut kemudian
dimanfaatkan guru-guru TK dan SD untuk mengenalkan
permainan meong-meongan di lingkungan sekolah.
Permainan méong-méongan merupakan permainan
tradisional dari daerah Bali. Nama permainan ini diambil

70
dari nama binatang kucing yang dalam Bahasa Bali
disebut Méong. Permainan ini terinspirasi dari kucing
atau méong yang akan mengejar dan memangsa tikus
atau bikul yang mengganggu manusia.

B. Manfaat Permainan
Permainan tradisional meong-meongan memiliki
beberapa manfaat yang dapat dipeoleh oleh anak,
diantaranya yaitu :
1. Menemukan apa yang dapat mereka lakukan dan
mengembangkan kepercayaan diri
2. Membantu meningkatkan kreativitas dan membebaskan
anak dari stress
3. Mengembangkan pola sosialisasi anak dengan
lingkungan dan melatih emosi anak
4. Membantu anak dalam mengasah analisa serta melatih
motorik anak
5. Melatih mental anak dan mengambangkan otak kanan
pada anak.

C. Nilai Moral Permainan


Permainan meong-meongan memiliki pesan moral
yang terkandung dalam permainannya. Salah satu fungsi

71
permainan rakyat tersebut adalah untuk mengadakan
komunikasi baik dengan lingkungan alam maupun
lingkungan sosialnya. Permainan tradisional mengajarkan
sikap sosial pada anak-anak salah satunya adalah melatih
sikap solidaritas atau rasa kesetiakawanan suatu kelompok
untuk mencapi tujuan dan keinginan secara bersama-sama.
Melatih sikap atau nilai solidaritas anak pada permainan
meong-meongan terlihat ketika anak-anak yang menjadi
benteng harus melindungi yang lemah digambarkan oleh
anak-anak yang berperan sebagai benteng untuk melindungi
bikul atau tikus dari kejaran meong atau kucing.

D. Cara Bermain
Anak yang berperan sebagai kucing berada di luar
lingkaran. Sedangkan anak yang berperan sebagai tikus
berada di dalam lingkaran. Selama sesi permainan, anak-
anak akan menyanyikan lagi lagi yang berjudul Meong-
meong. Salah satu liriknya adalah “Juk juk meng juk juk
kul, juk meng juk kul”. Lirik tersebut berarti anak yang
berperan sebagai meong harus menangkap bikul (tikus) dan
pada saat berusaha masuk ke dalam lingkaran, meong akan
dihalang-halangi oleh anak-anak.

72
E. Aturan Permainan
Adapun aturan permainan dari permainan tradisional
meong-meongan ini, antara lain yaitu :
1. Permainan akan dipimpin seorang yang sudah ditunjuk,
selanjutnya peserta masuk dengan barisan satu bershaf
sambil menyanyikan langu méong-méongan agar
permainan lebih meriah.
2. Setelah barisan membentuk lingkaran maka akan
diberikan aba-aba untuk semua peserta berhenti dan
menghadap ke tengah dimana pemain yang sudah
ditunjuk tadi berada.
3. Selanjutnya akan dilalukan undian kepada pemain bagi
yang menjadi meong (kucing) dan bikul (tikus).
4. Begitu aba-aba dimulai, maka si meong mulai berlari
mengejar si bikul. Peserta lain akan mengiringi dengan
nyanyian seperti yang terlamipir di atas, maka mulailah
permainan kejar-kejaran ini yang membutuhkan energi
cukup banyak.
5. Peserta lain akan bergandengan tangan membentuk
benteng untuk melingdungi si bikul dan memberikan
hambatan kepada si bikul untuk dapat menangkap
meong.

73
6. Setelah nyanyian habis maka benteng akan menjadi
lemah dan si meong bisa menerobos masuk ke benteng
untuk mengejar si bikul.
7. Untuk menghindari si meong maka bikul dapat
melarikan diri keluar benteng dan si bikul bisa masuk
kembali ke dalam benteng bila si meong belum bisa
menangkapnya, sehingga benteng menjadi kokoh
kembali dan nyanyian akan dimulai kembali sampai si
meong berhasil mengangkap si bikul.

74
“MEGOAK-GOAKAN”

Sumber : Paduarsana.com

A. Sejarah Permainan
Permainan megoak-goakan berasal dari
kata goak yang berarti gagak. Permainan diperkirakan ada
sejak abad ke-17. Pada masa itu, kerajaan Buleleng berada
dalam posisi sulit karena serangan kerajaan Blambangan.
Raja Buleleng, Ki Barak Panjisakti, berambisi mengalahkan
kerajaan lawan dan menjadikan daerah kekuasaannya
sebagai bagian dari Buleleng. Namun, tak disangka
peperangan berlangsung sengit sehingga menurunkan
semangat para prajurit. Sebagai upaya membangkitkan
semangat, Ki Barak Panjisakti mengajak mereka bermain
megoak-goakan. Pada permainan ini, sang raja berperan
sebagai goak yang akan memangsa ekor ular.
Sementara itu, komandan pasukan berperan sebagai
kepala ular dan para prajurit berperan sebagai ekornya.

75
Komandan atau kepala ular bertugas melindungi bawahan
atau ekornya dari serangan gagak. Gerakan sang raja saat
bermain bagaikan gagak yang mengincar mangsanya dengan
gesit, sehingga permainan diakhiri dengan kemenangan
Panjisakti. Beliau pun meminta hadiah kemenangan dari
komandan dan para prajurit, yaitu kesediaan mereka untuk
kembali bertempur dengan semangat. Mereka memenuhi
keinginan tersebut dan akhirnya pulang dengan membawa
kemenangan. Megoak-goakan terus dimainkan hingga kini
dan menjadi bagian dari tradisi perayaan Nyepi setiap
tahunnya di desa Panji, Buleleng.
Permainan ini dimainkan pada hari ngembak geni atau
sehari setelah pelaksanaan Nyepi. Perayaan diawali dengan
prosesi ngaturang piuning atau sembahyang di Pura
Pajenengan, dilanjutkan mengelilingi desa sambil diringi
gamelan Baleganjur menuju lapangan Ki Barak Panji. Di
tempat itulah warga, terutama pemuda desa, berpartisipasi
dalam permainan. Tradisi bermain megoak-goakan dalam
perayaan Nyepi juga dijumpai di desa Adat Kintamani,
Bangli. Namun, alurnya sedikit berbeda, karena mulainya
sehari sebelum Nyepi di sebuah tempat yang disebut Kaleng
Beten.

76
Perayaan diawali upacara persembahan ayam merah
dan dilanjutkan pemberian sesaji berupa sapi yang telah
disembelih dan diolah. Upacara ini disebut dengan upacara
Muse yang tujuannya memberi persembahan kepada kepada
Ratu Dalem yang beristana di Pura Dalem Pingit. Pada
tengah malamnya, warga desa menyomia atau menetralisir
kekuatan jahat dan energi negatif dari Bhuta Kala. Setelah
semua rangkaian tersebut diselesaikan, barulah warga
bermain megoak-goakan selama sehari penuh.

B. Manfaat Permainan
Bermain megoak-goakan bermanfaat melatih
ketangkasan. Sebab, masing-masing pemain harus bisa
lincah menghindari kejaran lawan. Selain itu, permainan ini
juga mengasah kemampuan kepemimpinan dan hubungan
kerjasama pemimpin-bawahan. Kepala goak atau pemimpin
harus bertanggung jawab melindungi anggotanya,
sedangkan ekor atau bawahan harus setia dan mempercayai
pemimpin mereka. Ternyata ada manfaat dan nilai budaya
yang sakral, bisa memainkan ini untuk seru-seruan bersama
teman teman.

77
C. Nilai Moral Permainan
Permainan tradisional tersebut mengandung banyak
makna dan nilai-nilai tertentu di dalamnya. Seorang anak
yang tumbuh dengan kepribadian baik, serta berkarakter,
sedikit tidaknya dipengaruhi oleh masa kecil yang penuh
dengan pengalaman bermain, yang tanpa disadari telah
membentuk karakter dari anak tersebut. Beberapa
permainan tradisional di Bali, salah satunya
permainan goak-goakan merupakan sebuah permainan yang
di dalamnya terdapat nilai-nilai kepemimpinan.

D. Cara Bermain
Berikut cara bermain dari permainan tradisional
megoak-goakan, diantaranya yaitu :
1. Dua buah regu yang masing-masing terdiri atas minimal
lima orang, mengadakan undian untuk menentukan regu
mana yang akan bertugas sebagai ular memanjang
berderet kebelakang, tiap anggota regu memeluk
anggota regu didepannya, dan regu yang lain bertindak
sebagai gagak, Cara mengundinya ialah masing-masing
kepala regu yang saling berhadapan dengan lawannya,
saling tarik menarik tangan. Kepala regu yang menarik
lawannya kearah dirinya, dianggap sebagai pemenang

78
dan dia berhak menjadi goak atau gagak. Sedangkan
regu yang kalah, bertugas sebagai ular.
2. Setelah semua siap, maka wasit akan memberikan aba-
aba agar pamain menempati posisi masing-masing.
Goak berdiri di depan kepala ular. Anggota regu satu
yang lain berdiri diluar lapangan sebagai penonton.
Sedangkan anggota regu dua berbaris dibelakang kepala
ular dan memeluk masing-masing pinggang teman
didepannya. Anggota regu dua yang paling belakang
dipilih orang yang paling lincah bergerak disebut ekor
ular.
3. Aba-aba kedua diberikan oleh wasit. Permainan
megoak-goakan dimulai. Goak harus memegang
pemain yang menjadi ekor ular dengan segala cara.
Sedangkan pemain yang bertindak sebagai kepala ular,
harus menghalangi usaha si goak untuk mematok
ekornya. Biasanya tangan direntangkan kesamping
untuk menghalangi gerakan menyusup dari gagak untuk
lari kebelakang menuju ke ekor ular. Badan dan ekor
ular yang terdiri dari pemain-pemain yang saling
merangkul pinggang teman didepannya ikut pula
bergerak meliuk-liuk mengikuti arah gerakan kepala,
menjauhi si goak. Goak dan ular bebas bergerak asal

79
masih di dalam batas lapangan yang telah disepakati
sebelumnya.

E. Aturan Permainan
Adapun aturan permainan dari permainan tradisional
megoak-goakan, antara lain yaitu :
1. Jika goak dalam batas waktu 5 menit tidak dapat
memegang ekor, maka regu goak dinyatakan kalah dan
regu ular dinyatakan sebagai pemenang.
2. Sebaliknya, kalau dalam waktu kurang dari 5
menit, goak dapat menangkap pemain yang menjadi
ekor maka regu goak dinyatakan sebagai pemenang dan
regu ular berada di pihak yang kalah.
3. Ada pula peraturan yang mempergunakan sistem nilai.
Bila si goak dalam menangkap ekor kurang dari 5 menit
diberikan nilai 5 untuk regu goak dan regu ular
mendapat nilai 0. Jika setelah batas waktu 5 menit
si goak tidak bisa menangkap ekor ular, maka regu ular
mendapat nilai 5, sedangkan regu goak mendapat nilai
0. Nilai akan dikurangi apabila ada pamain yang keluar
dari batas garis lapangan permainan. Setiap pemain
yang keluar dari garis ini nilainya dipotong sebesar 1.

80
4. Setiap 5 menit, satu babak permainan dianggap selesai.
Untuk babak berikutnya, akan terjadi pergantian posisi
regu. Regu yang semula menjadi goak akan berfungsi
menjadi ular. Anggotan regu goak yang tadinya sebagai
penonton sekarang ikut masuk kedalam permainan
menjadi ular. Sedangkan yang tadinya menjadi ular
akan menjadi penonton. Permainan ini dapat
berlangsung sampai beberapa babak, rata-rata sebanyak
5 babak
5. Setelah babak selesai baru dihitung nilainya untuk
menentukan kalah menang regu.
6. Hukuman diberikan kepada regu yang bermain kasar
misalnya memukul ataupun menendang dengan sengaja
akan diberikan hukuman dengan peringatan dan nilai
dipotong pada setiap pelanggaran sebesar 1 nilai.
7. Juri berperan untuk mengawasi dan mengatur jalannya
pertandingan yang dibantu oleh 4 orang penjaga garis
dan satu orang pencatat.

81
“DENGKLENG ATAU ENGKLEK”

Sumber : Budaya-indonesia.org

A. Sejarah Permainan
Dengkleng atau engklek adalah permainan tradisional
yang memanfaatkan bidang datar sebagai arena bermainnya.
Permainan ini umumnya dimainkan oleh anak-anak
perempuan. Tidak diketahui pasti sejarah permainan
engklek. Sebab, tidak ada bukti otentik tentangnya. Namun,
ada dua pendapat tentang sejarah permainan engklek yang
cukup dikenal hingga kini. Teori pertama mengatakan
bahwa permainan engklek diperkenalkan pertama kali oleh
Belanda saat menjajah Indonesia. Dalam bahasa Belanda,
permainan ini dikenal dengan nama Zondaag Maandag.
Kemudian nama ini diadopsi dalam bahasa setempat
menjadi sunda manda.
Permainan ini mulanya sering dimainkan oleh anak-
anak dari keluarga Belanda. Kemudian setelah merdeka,

82
permainan ini masih bertahan dan dimainkan di Indonesia.
Bahkan kini permainan engklek dikenal sampai seluruh
pelosok negeri. Pendapat lain mengatakan bahwa permainan
ini serupa dengan permainan dari Britania Raya yang
disebut dengan hopscotch. Permainan hopscotch usianya
sangat tua, sudah ada sejak zaman Kekaisaran Romawi
Kuno.

B. Manfaat Permainan
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari
permainan tradisional dengkleng atau engklek antara lain
yaitu :
1. Meningkatkan kemampuan motorik. Ketika bermain,
anak akan banyak melompat dengan satu kaki
kemudian menggunakan dua kaki saat mendarat di satu
kotak tertentu. Anak juga berlatih menggunakan kedua
tangan untuk menjaga keseimbangan.
2. Melatih anak untuk belajar memecahkan masalah,
mengambil keputusan, membuat strategi untuk menang,
serta anak juga mencoba menyelesaikan masalah yang
terjadi.

83
3. Mengajak anak untuk belajar tentang interaksi dan
relasi dengan teman sebaya dan mencegah anak
kecanduan bermain gadget.

C. Nilai Moral Permainan


Permainan tradisional dengkleng atau engklek
berdampak baik bagi pembentukan karakter anak karena
anak diajarkan untuk bersikap jujur, disiplin, saling
menghargai, adil, bekerja sama, serta cinta dan bangga
terhadap budaya tanah air.

D. Cara Bermain
Berikut tahapan cara bermain dari permainan
dengkleng atau engklek, antara lain yaitu :
1. Semua pemain melakukan hompimpa, yang menang
mendapatkan giliran pertama. Pemain pertama
melemparkan gaco dan tidak boleh melebihi kotak yang
telah disediakan. Jika gaco melebihi kotak, maka
pemain dinyatakan gugur.
2. Pemain pertama melompat dengan satu kaki, kemudian
kembali lagi dengan mengabil gaco yang ada di kotak 1
dengan posisi kaki satu masih diangkat.

84
3. Setelah itu pemain melemparkan gaco tersebut ke kotak
2. Jika keluar dari kotak 2, maka pemain dinyatakan
gugur dan diganti oleh pemain berikutnya. Namun jika
berhasil, pemain bisa melanjutkan permainannya.
4. Begitu seterusnya sampai semua kotak sudah dilempar
dengan gaco. Pergiliran dilakukan jika pemain
pelempar gaco melewati sasaran atau menapak dua kaki
di satu kotak.
5. Kemudian jika semua kotak sudah dilewati oleh
pemain, maka pemain tersebut bisa melemparkan gaco
dengan membelakangi engkleknya. Jika gaco jatuh pada
kotak yang dikehendaki, maka kotak itu akan menjadi
rumahnya.
6. Pemain yang mendapatkan kotak boleh berhenti dikotak
tersebut dengan dua kaki. Begitu seterusnya sampai
kotak-kotak menjadi milik para pemain. Jika semua
telah dimiliki oleh pemain, maka permainan dinyatakan
telah selesai. Pemenang adalah pemain yang paling
banyak memiliki rumah dari kotak-kotak pada engklek
yang digambar.

85
E. Aturan Permainan
Adapun aturan permainan dari permainan engkleng
atau engklek, diantaranya yaitu :
1. Aturan permainan ini sangat mudah. Para pemain
tinggal melompat dari satu kotak ke kotak lain dengan
sebelah kaki (boleh mendaratkan dua kaki pada dua
kotak yang berjajar).
2. Lemparkan gaco ke salah satu kotak. Kotak yang sudah
terisi gaco milik seorang pemain tidak boleh diinjak
oleh pemain lainnya. Karena jika diinjak, berarti
pemain tersebut dinyatakan kalah.

86
“BARAPAN KEBO”

Sumber : Poskita.co

A. Sejarah Permainan
Barapan kebo atau karapan kerbau merupakan
permainan rakyat yang ada di Pulau Sumbawa, tepatnya di
Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Barapan kebo
ini merupakan suatu tradisi masyarakat agraris Sumbawa
termasuk Sumbawa Barat yang hingga kini masih hidup di
Tanah Samawa atau sebutan lain bagi Kabupaten Sumbawa
dan Sumbawa Barat. Tradisi ini digelar oleh masyarakat
suku Samawa setiap menjelang musim tanam tiba. Konon
ceritanya, barapan kebo merupakan acara selamatan yang
muncul dari tradisi bertani masyarakat Tanah Samawa.
Berangkat dari keinginan untuk menjadikan tanah yang
mestinya siap ditanami padi sebanyak tiga kali. Dikarenakan
jenis tanah di Pulau Sumbawa yang umumnya adalah tanah
liat, maka barapan kebo diselenggarakan dengan tujuan

87
untuk membantu petani dalam membajak sawah agar tanah
yang akan ditanami dapat teroptimalkan dengan baik.

B. Manfaat Permainan
Dikarenakan jenis tanah di Pulau Sumbawa yang
umumnya adalah tanah liat, maka barapan kebo
diselenggarakan dengan tujuan untuk membantu petani
dalam membajak sawah agar tanah yang akan ditanami
dapat teroptimalkan dengan baik.

C. Nilai Moral Permainan


Nilai moral yang terkandung dalam permainan
barapan kebo diantaranya yaitu :
1. Kerja keras. Tercermin dalam proses pemilihan dan
pelatihan kebo sehingga dapat membuat kebo menjadi
kuat dan tangkas. Hal tersebut tentunya diperlukan
kesabaran, ketekunan dan kerja keras agar bisa menjadi
juara.
2. Kerja sama. Tercermin dalam proses permainan atau
perlombaan karapan, dimana semua elemen baik
pemilik kebo dan beberapa anggota lainnya saling
bekerja sama agar tercipta sebuah keharmonisan.

88
3. Persaingan. Persaingan menurut Koentjaranigrat (2003:
187) adalah usaha-usaha yang bertujuan untuk melebihi
usaha orang lain. Dalam konteks ini para peserta
permainan barapan kebo berusaha sedemikian rupa agar
kebo kerrapnya bisa berlari cepat dan mengalahkan
lainnya.

D. Cara Bermain
Pelaksanaan dari permainan karaban kebo dapat
dibagi dalam empat babak, diantaranya yaitu :
1. Babak pertama, seluruh sapi diadu kecepatannya dalam
dua pasang untuk memisahkan kelompok menang dan
kelompok kalah. Pada babak ini semua kebo yang
menang maupun yang kalah dapat bertanding lagi
sesuai dengan kelompoknya.
2. Babak kedua atau babak pemilihan kembali, pasangan
kebo pada kelompok menang akan dipertandingkan
kembali, demikian sama halnya dengan kebo-kebo di
kelompok kalah, dan pada babak ini semua pasangan
dari kelompok menang dan kalah tidak boleh
bertanding kembali kecuali beberapa pasang kebo yang
menempati kemenangan urutan teratas di masing-
masing kelompok.

89
3. Babak ke tiga atau semifinal. Pada babak ini masing-
masing kebo yang menang pada masing-masing
kelompok diadu kembali untuk menentukan tiga pasang
sapi pemenang dan tiga kebo dari kelompok kalah.
4. Pada babak keempat atau babak final, diadakan untuk
menentukan juara I, II, dan III dari kelompok kalah.

E. Aturan Permainan
Adapun aturan permainan dari permainan tradisional
karaban kebo, antara lain yaitu :
1. Aturan barapan kebo sendiri terdiri dari dua kerbau
yang dipasangi kayu pada lehernya atau yang biasa
disebut Noga sehingga dua kerbau tersebut dapat berlari
beriringan. Kemudian ditengah kayu tersebut dipasang
lagi kayu yang memanjang ke belakang sebagai tempat
berpijak para joki yang disebut Kareng. Masing-masing
joki juga dibekali dengan cambuk.
2. Barapan kebo dilakukan tidak dengan melepas semua
kerbau peserta lomba, tapi dilepaskan satu-satu. Kebo
pemenang adalah kebo tercepat dan tepat mengenai
Saka yang dipasang di garis finish.

90
“SEPAK RAGO”

Sumber : Mediapijar.com

A. Sejarah Permainan
Sepak raga merupakan salah satu permainan
tradisional yang berkembang di wilayah Minangkabau,
Sumatra Barat. Orang minang biasanya menyebutnya sepak
rago. Sepak raga mulanya berasal dari zaman kesultanan
melayu pada abad ke 634-713. Permainan ini dianggap
sebagai nenek moyang dari permainan yang saat ini kita
kenal dengan sebutan sepak takraw. Permainan ini
dimainkan oleh masyarakat untuk mengisi waktu kosong di
sore hari. Permainan tradisional sepak rago salah satu
permainan anak negeri yang menggunakan bola rago
sebagai alat permainannya.
Pada awalnya bola rago terbuat dari anyaman daun
kelapa yang dijalin dan berbentuk bulat. Namun dalam
perkembangannya sampai saat ini bola yang berukuran

91
sekitar dua genggaman itu terbuat dari kulit rotan yang
dianyam sebaik mungkin sehingga menyerupai bentuk bola
yang bulat. Gerak dalam permainan ini diambil dari gerakan
silat yang dijadikan sebuah permainan. Perbedaan utama
sepak raga dengan sepak takraw terletak pada penggunaan
jaring (net) yang ditemui pada sepak takraw, sedangkan
pada sepak raga tidak dipakai. Sementara peraturan
permainan sepak raga sendiri berasal dari campuran sepak
bola dengan bola voly.

B. Manfaat Permainan
Permainan sepak rago memeliki beberapa manfaat
diantaranya yaitu :
1. Menyegarkan dan membantu menjaga kebugaran tubuh.
2. Membantu koordinasi fisik dan meningkatkan stamina
dan daya tahan tubuh.
3. Meningkatkan kekuatan otot dan fleksibilitas tubuh.
4. Mengurangi resiko terjadinya cidera dan meningkatkan
keterampilan tendangan.

C. Nilai Moral Permainan


Nilai moral dari permainan ini adalah diantaranya
yaitu adanya toleransi antar pemain, kerja sama,

92
kekompakan, saling menghargai, tidak egois, dan tidak
mudah berputus asa. Permainan yang dilakukan bersama-
sama dengan berbagai karakter yang bermacam-macam latar
belakang tentunya harus saling menghargai satu sama lain
antara pemain. Di sisi lain, permainan tradisional sipak rago
juga mengajarkan supaya tidak mudah berputus asa, dengan
ukuran bola yang kecil dan terbuat dari anyaman rotan
tentunya bola tidak mudah untuk dijinakan, dibutuhkan
kesabaran dan ketekunan dalam permainan ini, dan tidak
mudah untuk berputus asa.

D. Cara Bermain
Sepak rago biasanya dimainkan dihalaman rumah atau
lapangan terbuka. Permainan sepak rago biasanya pemain
berbentuk melingkar kemudian bola di lemparkan ke
pemain. Bagi pemain,bola tidak boleh mengeni tangan, yang
biasa mempertahankan bola agar tidak jatuh ketanah maka
dialah pemenangnya.

E. Aturan Permainan
Adapun aturan permainan dari permainan tradisional
sepak rago antara lain yaitu :

93
1. Dimainkan oleh anak laki-laki dengan jumlah pemain 9
orang.
2. Peralatan yang digunakan yaitu bola yang terbuat dari
anyaman rotan berdiameter 15 cm.
3. Permainan dilakukan di lapangan terbuka dengan
membuat lingkaran yang garis tengahnya 4,5 m.
4. Kemudian dibagi menjadi 9 sektor dengan memberi
tanda.
5. Pemain berdiri pada sektor masing-masing dan seorang
ditengah sebagai pembagi bola. Baik menerima maupun
memberi bola harus melalui tendangan.
6. Pertandingan dibagi dalam dua tahap, yaitu babak
penyisihan disebut derap dan babak final disebut boko.
7. Penilaian dilakukan terhadap teknik serta gaya dalam
menendang bola yang disebut renten. Lamanya
permainan derap 15 menit sedangkan boko 30 menit.
Dapat diperpanjang jika dianggap perlu oleh wasit.

94
“TAROMPA GALUAK”

Sumber : Budaya-indonesia.org

A. Sejarah Permainan
Sebenarnya permainan bakiak merupakan permainan
tradisional anak-anak di Sumatera Barat. Anak-anak dari
Sumatera Barat yang dilahirkan hingga pertengahan tahun
1970-an, sering dan biasa memainkan bakiak atau terompah
panjang ini. Bakiak panjang atau yang sering disebut
terompa galuak di Sumatera Barat adalah terompah deret
dari papan bertali karet yang panjang. Sepasang bakiak
minimal memiliki tiga pasang sandal atau dimainkan tiga
anak. Biasanya juga untuk diperlombakan di tingkat
kecamatan dan kelurahan pada 17 Agustusan.
Berbeda halnya dengan daerah Sumatera Barat, bakiak
merupakan sebutan di daerah Jawa Tengah untuk sejenis
sandal yang telapaknya terbuat dari kayu yang ringan
dengan pengikat kaki terbuat dari ban bekas yang dipaku

95
dikedua sisinya. Sedangkan di daerah Jawa Timur dikenal
dengan sebutan bangkiak. Permainan ini sangat populer
karena murah karena bahan pembuatannya hanya terbuat
dari kayu dan ban bekas, sehingga membuat bakiak tahan air
serta suhu panas dan dingin.

B. Manfaat Permainan
Manfaat yang dapat diperoleh dari permainan bakiak
atau terompa galuak, antara lain yaitu :
1. Melatih koordinasi anggota tubuh. Permainan ini juga
bagus untuk melatih koordinasi anggota tubuh. Pada
saat anak memainkan tarompa galuak gerakkan tubuh
dan kaki bergerak secara bersamaan.
2. Melatih kesabaran. Bermain tarompa galuak sangat
membutuhkan tenaga dan kesabaran yang tinggi.
Permainan ini membutuhkan konsentrasi dan
keseimbangan untuk melangkah supaya tidak terjatuh.
3. Melatih Kerjasama. Permainan tarompa galuak ini bisa
melatih anak untuk bekerjasama dengan teman
bermainnya. Ketika mereka bermain akan
menyeimbangkan gerakan kaki antar kelompok.

96
C. Nilai Moral Permainan
Nilai moral dalam permainan tarompa galuak adalah
nilai gotong royong dan semangat persatuan dan kesatuan.

D. Cara Bermain
Berikut tahapan cara bermain dari permainan bakiak
atau terompa galuak, diantaranya yaitu :
1. Bentuklah beberapa kelompok, yang masing-masing
kelompoknya terdiri sesuai dengan jumlah selop yang
ada dibakiaknya. Contoh 3-4 orang atau 5-6 orang.
2. Pilihlah satu orang anggota untuk dijadikan ketua dalam
kelompok.
3. Berbaris ke belakang menggunakan selop masing-
masing pada bakiak, yang mana ketua kelompoknya
berada paling depan.
4. Ketua kelompok harus memberikan komando kepada
anggota lainnya dengan berteriak kanan/kiri secara
serentak dan anggotanya wajib mengikuti arahan
komando tersebut supaya bisa bergerak dengan kompak
serta selaras.
5. Kelompok yang paling cepat tiba di garis finish akan
menjadi pemenang.

97
E. Aturan Bermain
Adapun aturan permainan dari permainan bakiak atau
terompa galuak, antara lain yaitu :
1. Apabila bakiak yang dimainkan cukup 6 orang, boleh
terdiri dari 3 pemain perempuan dan 3 pemain laki-laki.
2. Susunan barisan boleh bebas, bisa berselang-seling
antara laki dan perempuan. Posisi susunan orang di atas
bakiak harus seimbang dalam hali ini ada yang
menghadap ke depan dan ada yang menghadap ke
belakang.
3. Jarak tempuh 1 kali bolak balik biasanya setengah
lapangan tergantung panitia yang menentukan berapa,
dan tanpa harus berputar
4. Pemenang ditentukan dari kelompok yang melewati
garis finish terlebih dahulu.
5. Permainan dimulai bersama-sama setelah ada aba-aba
seperti bunyi peluit atau apapun itu dari wasit.

98
“JAGE TELOK BUAYA”

Sumber : Jadesta.kemenparekraf.go.id

A. Sejarah Permainan
Jage telok buaya sesuai dengan namanya identik
dengan permainan dari wilayah pesisir. Jika dikaitkan
dengan alam, buaya ditemukan di pesisir dan di sungai-
sungai. Hal inilah yang mendasari bahwa permainan ini
merupakan permainan tradisional pesisir meskipun
permainan ini tidak dimainkan di air. Akan tetapi, keadaan
dan nilai-nilai permainan ini menunjukkan bahwa
permainan ini merupakan permainan yang berasal dari
wilayah pesisir.
Pada mulanya, permainan jage telok buaya merupakan
permainan yang menggambarkan keadaan alam pesisir.
Tempat permukiman buaya yang terjaga membuat
masyarakat sekitar dan buaya bisa hidup bebas dan tidak
saling menyakiti. Akan tetapi, hadirnya tangan-tangan yang

99
tidak bertanggung jawab membuat buaya keluar dari
habitatnya. Tentu hal ini berdampak, terutama terhadap
keselamatan masyarakat. Hadirnya permainan tradisonal
jage telok buaya mengingatkan kita bahwa alam perlu
dilestarikan dan dijaga. Dengan demikian, manusia bisa
bertahan hidup lebih lama.
Permainan tradisional jage telok buaya ini sendiri
diambil dari kebiasaan buaya yang menjaga telur-telurnya.
Permainan ini merupakan simbol bahwa buaya tidak pernah
menerima siapa pun yang mengambil telurnya itu. Oleh
karena ini, permainan ini berupaya menggambarkan bahwa
bagaimanapun kondisi buaya saat itu, ia akan selalu
menjaga telurnya. Termasuk dalam kondisi dirinya diikat.
Jage telok buaya di sini dalam artian si penjaga benar-
benar menjaga telurnya. Tidak satu pun yang dibiarkan
mengambil telur-telur tersebut. Namun sayang, kehadiran
orang-orang yang hendak mengambil telur itu begitu ramai,
membuat buaya dalam permainan ini sebagai penjaga telur
buaya kewalahan. Mau tidak mau dia harus menerima
telurnya diambil dan membalasnya dengan cara mengejar
dan menangkap yang mengambil telur-telurnya tersebut.

100
B. Manfaat Permainan
Selain bermanfaat sebagai sarana hiburan, permainan
tradisional jage telok buaya memiliki manfaat bagi anak-
anak. Manfaat permainan jahe telok buaya dapat
dikelompokkan menjadi 4, yaitu dilihat dari aspek kognitif,
aspek afektif, aspek psikomotor, dan aspek emosional,
antara lain adalah sebagai berikut :
1. Aspek kognitif yang terdapat pada permaianan jage
telok buaya yaitu dapat melatih kemampuan berfikir
anak, baik yang bertugas sebagai pemain penyerang
ataupun pemain penjaga. Sebagai pemain penyerang
anak berfikir agar mereka dapat mengambil telur yang
dijaga tanpa tersentuh oleh pemain penjaga, dan pemain
penjaga juga berfikir agar segera menangkap pemain
penyerang sambil menjaga telur.
2. Aspek afektif yang terdapat pada permainan jage telok
buaya ini yaitu dapat melatih anak untuk memiliki sikap
sportif dalam bermain. Melalui permainan ini anak
berlatih untuk jujur. Jika pemain penjaga sudah berhasil
menyentuh bagian tubuh pemain penyerang, sebagai
pemain penyerang yang tersentuh harus mengakui
kekalahannya. Melalui permainan ini anak belajar
bersikap sportif, yaitu bermain secara jujur,

101
memperlihatkan sikap menghargai pemain lain,
menerima kemenangan dengan sikap wajar, dan
menerima kekalahan secara terbuka. Memahami
pentingnya kerjasama juga dapat dipelajari anak melalui
permainan tradisonal ini. Selain itu, permainan ini juga
dapat meningkatkan rasa percaya diri anak. Setiap
pemain harus memiliki rasa percaya diri untuk
menyerang tanpa takut kalah. Rasa percaya diri tersebut
bermanfaat bagi anak sebagai bekal dirinya dalam
menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupannya di
kemudian hari.
3. Aspek psikomotor yang terkandung pada permaianan
jage telok buaya yaitu melatih fisik dan kelincahan.
Saat bermain anak dituntut untuk memiliki kecepatan
berlari baik itu menangkap lawan atau menghindari
penjaga.
4. Aspek sosial yang terdapat pada permainan jage telok
buaya yaitu anak dapat bersosialisasi dan bekerjasama
dengan teman-temannya.
5. Aspek emosinal yang terkandung pada permaianan
tradisional jage telok buaya ini yaitu dapat melatih anak
untuk belajar mengelola emosi. Anak dilatih untuk

102
menerima kekalahan saat bermain. Permainan ini dapat
memberikan rasa senang kepada anak.

C. Nilai Moral Permainan


Pada permainan jage telok buaya, keutamaan yang
terdapat dalam permainan ini berkaitan dengan sejarah masa
lampau masyarakat setempat. Kedekatan masyarakat
setempat dengan alam membuat mereka menciptakan
sebuah permainan yang berkaitan dengan alam pula, dalam
hal ini alam pesisir. Permainan jage telok buaya sendiri
pernah hilang dan tidak dimainkan beberapa tahun lamanya.
Pengenalan kembali oleh generasi sebelumnya kepada
generasi penerus membuat permainan ini hidup lagi di
tengah masyarakat.
Permainan jage telok buaya melambangkan kedekatan
masyarakat setempat dengan buaya. Kedekatan ini
merupakan ciri khas masyarakat Bugis dan Melayu yang
memiliki kembaran buaya. Nilai-nilai inilah yang membuat
permainan ini dipertahankan. Nilai kebersamaan dapat juga
dilihat pada permainan jage telok buaya. Dalam permainan
ini, kebersamaan adalah hal utama. Kebersamaan di sini
dapat dilihat dari cara bermain maupun makna sebuah
permainan.

103
Jika dilihat dari cara bermain, kebersamaan dapat
terjadi ketika penjaga dan pengambil telur saling
berinteraksi. Terlebih lagi, ketika para pengambil telur
saling bekerja sama demi mendapatkan telur buaya tersebut.
Disinilah letak kebersamaan sebuah permainan, apa lagi
permainan ini harus dimainkan oleh beberapa orang
sehingga hal ini dapat dikatakan sebagai nilai kebersamaan.
Adapun kebersamaan berdasarkan makna sebuah permainan
dapat dilihat antara manusia dan alam sekitar.
Permainan ini merupakan simbol interaksi antara
manusia dan buaya. Pada masanya, manusia dan buaya tidak
saling menyakiti. Adanya kepentingan individu dan
kelompok membuat keduanya saling menyakiti. Permainan
inilah sebagai simbol hal tersebut dan dapat dikatakan
sebagai nilai kebersamaan manusia dan buaya pada masa
lampau.

D. Cara Bermain
Peralatan yang biasa digunakan dalam permainan
tradisional jage telok buaya diantaranya yaitu:
1. Buah pinang. Fungsi buah pinang dalam permainan jage
telok buaya sebagai pengganti telur buaya. Masyarakat
sekitar mengganti telur buaya dengan buah pinang.

104
Adapun alasan menggunakan buah pinang sebagai
simbol telur buaya karena buah ini menyerupai bentuk
telur. Selain itu, alasan lainnya karena buah ini mudah
ditemukan di daerah tempat permainan ini dimainkan.
2. Batang kayu. Dalam permainan ini, batang kayu
berfungsi sebagai pancang atau tempat dikumpulkannya
telur buaya dan tempat mengikat yang menjadi penjaga
telur buaya.
3. Pelepah pisang kering atau tali. Pelepah pisang kering
dalam permainan tradisional jage telok buaya ini
berfungsi sebagai tali pengikat sebelum ada tali rafia.
Pelepah pisang inilah yang digunakan untuk mengikat
si penjaga telur buaya agar geraknya tidak keluar dari
batas yang sudah ditentukan. Saat ini permainan jage
telok buaya sudah mengikuti perkembangan zaman,
masyarakat atau anak-anak bisa menggunakan tali
pelepah pisang kering maupun tali rafia.

Berikut penjelasan dari cara bermain permainan


tradisional jage telok buaya, diantaranya yaitu :
1. Sebelum permainan dimulai, tentunya kelengkapan
permainan harus disiapkan. Mulai dari bahan-bahan
hingga batasan penjaga telur buaya harus disepakati

105
bersama. Mereka yang bermain saat itu harus
mengumpulkan buah pinang terlebih dahulu, lalu
mencari batang kayu yang hendak dijadikan pancang.
Setelah batang kayu itu ditancapkan di tanah, buah
pinang itu pun akan dikumpulkan di sekitar batang kayu
tersebut. Selanjutnya, batang kayu itu akan diikat
dengan tali, biasanya menggunakan tali daun pelepah
pisang kering dan biasanya juga menggunakan tali pada
umumnya.
2. Setelah semuanya siap kemudian menentukan terlebih
dahulu siapa yang menjaga telur buaya tersebut.
Penentuan yang menjadi penjaga telur buaya dilakukan
dengan cara hompimpa.
3. Setelah penentuan siapa penjaga telur buaya selesai,
maka yang jadi pun akan diikat bagian tangannya
sebelah kanan atau kiri maupun di bagian pinggang. Hal
ini biasanya merupakan kesepakatan bersama dan tidak
saling merugikan. Tujuan pengikatan ini agar penjaga
telur buaya tidak keluar dari batas-batas yang
ditentukan. Penjaga telur buaya hanya memiliki ruang
gerak antara ujung tali yang ada di pancang dan ujung
tali yang diikatkan di tangan atau di pinggangnya.

106
4. Permainan dimulai, pengambil telur buaya saling
berlomba untuk mengumpulkan buah tersebut. Jika
salah satu dari mereka yang hendak mengambil telur
tersebut ditangkap dengan si penjaga telur buaya, maka
tugas si penjaga telur buaya pun selesai. Telur-telur
yang sudah diambil mereka, dikumpulkan kembali
menjadi satu dan yang menjadi penjaga telur buaya pun
diganti dengan yang ditangkap tadi. Dialah yang
bertugas menjaga telur.

E. Aturan Permainan
Adapun aturan dalam permainan tradisional jage telok
buaya dapat dilihat pada penjelasan sebagai berikut :
1. Siapa pun harus terima ketika menjadi penjaga telur
buaya. Penjaga telur buaya harus aktif mengejar dan
tidak boleh diam begitu lama di dekat telur buaya.
2. Jika penjaga telur buaya berhasil menangkap orang
yang hendak mengambil telur, berarti orang tersebut
menjadi penjaga telur buaya selanjutnya.
3. Setelah semua telur buaya sudah berhasil diambil, maka
setiap pengambil telur buaya akan menghitung telur-
telur tersebut. Jumlah telur yang paling sedikit akan
menjadi penjaga telur buaya selanjutnya.

107
“BAGASING ATAU HABAYANG”

Sumber : Pesonaindonesia.kompas.com

A. Sejarah Permainan
Bagasing atau dalam bahasa Dayak Ngaju biasa
disebut “Habayang” merupakan permainan tradisional yang
menjadi bagian dari kearifan lokal. Memang, permainan
tradisional sejenis ini juga ada di daerah lainnya di
Indonesia. Hanya saja dalam penyebutan permainan tersebut
di setiap daerah berbeda. Bagi warga Dayak, bagasing
dikenal dalam dua bentuk permainan. Pertama disebut
dengan batikam, dimana pemainnya beradu kekuatan dari
gasingnya masing-masing. Pada jenis permainan gasing
seperti ini, maka tidak jarang, ada gasing yang terpecah atau
terbelah akibat benturan yang sangat keras. Kalaupun tidak
pecah, setidaknya ada gasing yang harus keluar dari arena
permainan. Jika salah satu gasing mengalami hal tersebut,
maka pemiliknya atau pemainnya dianggap kalah.

108
Selain adu kekuatan gasing, maka permainan jenis
satunya adalah bersifat ketahanan gasing. Jika gasing yang
paling lama berputar, maka itulah pemenangnya. Gasing itu
sendiri merupakan media dari permainan tradisional
bagasing. Bagi warga Dayak, gasing biasa dibuat dengan
menggunakan bahan dari batang pohon, diolah berbentuk
kerucut sebagai tumpuan untuk berputar. Biasanya gasing
yang digunakan untuk ber-adu atau batikam biasanya
disebut Gasing Balanga (bentuknya seperti balanga/guci),
sedangkan untuk ketahanan berputar, biasa disebut Gasing
Pantau, gasing ini ketika permainan kerap mengeluarkan
bunyi berdesing, karena daya putarnya yng kuat. Sedangkan
untuk ukuran gasing, baik Gasing Balanga maupun Gasing
Pantau biasanya dibuat dengan lingkaran berdiameter 8- 9
cm dan tinggi sekitar 7-8 cm.
Secara umum permainan tradisional Bagasing itu
sendiri bisa dilakukan oleh anak-anak hingga orangtua, baik
perempuan maupun laki-laki. Dengan cara satu lawan satu,
berpasangan atau berkelompok. Ketika berjalannya
permainan itu sendiri, dimana ketika gasing yang perputaran
lama, atau bagi gasing yang saat beradu lebih kuat saat
permainan, maka biasa disebut raja. Sedangkan bagi gasing
yang kalah disebut pembantu.

109
B. Manfaat permainan
Bermain bagasing ini bermanfaat baik untuk melatih
keterampilan motorik halus, kesabaran, sportifitas sekaligus
mengenalkan hukum keseimbangan pada balita. Manfaat
permainan bagasing bagi anak dikelompokkan menjadi 4,
yaitu aspek koqnitif, aspek afektif, aspek psikomotor, dan
aspek emosional.
1. Aspek kognitif yang terkandung pada permaianan
bagasing bertujuan untuk melatih keseimbangan dalam
melempar gasing. Berlatih untuk fokus dalam
melemparkan gasing.
2. Aspek afektif yang terdapat pada permainan bagasing
yaitu dapat memahami konsep sportivitas. Melalui
permainan ini anak belajar bersikap sportif, yaitu
bermain secara jujur, memperlihatkan sikap menghargai
pemain lain, menerima kemenangan dengan sikap
wajar, dan menerima kekalahan secara terbuka.
Memahami pentingnya kerjasama juga dapat dipelajari
anak melalui permainan tradisonal ini. Selain itu,
permainan ini juga dapat meningkatkan rasa percaya
diri anak sebagai bekal dirinya dalam menghadapi
berbagai tantangan dalam kehidupannya di kemudian
hari.

110
3. Aspek psikomotor yang terkandung pada permaianan
bagasing yaitu melatih fisik dan kelincahan. Saat
bermain anak dituntut untuk memiliki ketepatan dalam
melempar gangsing supaya gangsing yang dia mainkan
bisa bertahan lebih lama dibandingkan lawannya.
4. Aspek sosial yang terdapat pada permainan bagasing
yaitu anak dapat bersosialisasi dan meningkatkan daya
sosial anak.
5. Aspek emosinal yang terkandung pada permaianan
bagasing ini yaitu dapat melatih anak untuk belajar
mengelola emosi. Anak dilatih untuk menerima
kekalahan saat bermain. Permainan ini dapat
memberikan rasa senang kepada anak.

C. Nilai Moral Permainan


Permainan bagasing memiliki banyak manfaat, tidak
saja melatih fisik dan konsentrasi dalam memainkan gasing
tetapi terkandung nilai-nilai yang ditanamkan sejak dini
melalui sebuah permainan, diantaranya adalah nilai
kebersamaan, nilai kejujuran, nilai sportivitas, dan banyak
lagi nilai positif yang dapat ditanamkan dalam permainan.
Permainan bagasing tidak hanya sebatas hiburan atau
pengisi waktu luang, tetapi memiliki banyak nilai positif

111
yang ditanamkan kepada anak sejak dini. Dari mulai melatih
fisik dan mental anak, serta mengandung unsur-unsur sosial
lainnya yang dapat ditanamkan kepada anak melalui
permainan gasing. Sehingga tidak berlebihan jika permainan
ini menjadi salah satu permainan yang wajib diajarkan
kepada anak-anak agar mereka dapat mengenal permainan
dan memperoleh nilai positif yang ditanamkan kepada
generasi muda saat ini.

D. Cara Bermain
Berikut penjelasan cara bermain permainan tradisional
bagasing, diantaranya yaitu :
1. Permainan bagasing dilakukan olah dua orang atau
lebih. Untuk menentukan pihak mana yang “ciriw”
(pasang) dan pihak mana yang “manukun” (memukul),
maka terlebih dahulu diadu “balandangan” berputar
gasing bini antara dua pihak tersebut.
2. Keterampilan bermain gasing tampak pada gasing mana
yang lebih lama berputar, apakah gasing laki atau
gasing bini. Kadang-kadang gasing itu terjadi “titil”
(retak) bahkan sampai pecah karena kuatnya
menukun/memukul akibat beradu gasing.

112
E. Aturan Permainan
Adapun aturan dalam permainan tradisional bagasing
dapat dilihat pada penjelasan sebagai berikut :
1. Bagasing dipegang ditangan kiri, sedangkan tangan
kanan memegang tali.
2. Pada hitungan ke-3, semua anak melempar gasingnya
ke tanah.
3. Gasing yang dilempar akan berputar beberapa saat
hingga interaksi kakinya dengan permukaan tanah
membuatnya tegak lalu berputar untuk beberapa waktu.

113
“BALOGO”

Sumber : mmc.kalteng.go.id

A. Sejarah Permainan
Balogo adalah salah satu jenis permainan tradisional
suku Banjar di Kalimantan Selatan. Balogo diambil dari
kata “logo”, karena permainan itu menggunakan logo. Mulai
tahun 80-an permainan ini sering dilakukan di kalangan
masyarakat Banjar. Meski tidak diketahui tepatnya tradisi
ini mulai ada, namun permainan balogo ini dimainkan
hampir di seluruh wilayah Kalimantan Selatan. Pada
masyarakat setempat, permainan ini bersifat musiman yakni
digelar setelah masa panen padi dan upacara Tiwah. Setelah
menggelar upacara Tiwah, yang sama artinya dengan
membuang harta. Untuk mengukur rezeki atau
keberuntungan setelah upacara Tiwah, masyarakat
kemudian memainkan Balogo.

114
B. Manfaat Permainan
Manfaat permainan tradisisonal balago dapat
memberikan pengaruh yang besar terhadap kehidupan sosial
bagi anak yaitu dapat mengembangkan sikap empati dan
menghargai orang lain, serta untuk mengembangkan
karakter pekerja keras.

C. Nilai Moral Permainan


Nilai yang terkandung dalam permainan balogo adalah
keterampilan, kerja keras, kerja sama, dan sportivitas. Nilai
keterampilan penyinaran dari logo yang memerlukan
keahlian khusus. Nilai kerja keras pemaparan dari usaha
para pemain untuk merobohkan logo lawan. Kemudian, nilai
kerja sama pantulan tidak hanya pada pemasangan logo,
tetapi juga pantulan dalam gambar lawan. Selain itu, nilai
sportivitas pantulan dari kerelaan pemain yang kalah untuk
di elus-eluas janggutnya oleh pemenang karena aturannya
memang demikian.

D. Cara Bermain
Permainan tradisional Balogo sendiri bisa dilakukan
satu lawan satu atau secara beregu. Cara atau aturan bermain
satu lawan satu dengan beregu pun berbeda. Jika dimainkan

115
secara beregu, maka jumlah pemain yang "naik" (yang
melakukan permainan) harus sama dengan jumlah pemain
yang "pasang" (pemain yang logonya dipasang untuk
dirobohkan). Untuk jumlah pemain beregu minimal 2 orang
dan maksimal 5 orang. Nantinya, jumlah logo yang
dimainkan sebanyak jumlah pemain yang disepakati dalam
permainan. Cara memasang logo ini adalah didirikan
berderet ke belakang pada garis-garis melintang.
Ketentuannya, regu yang paling banyak dapat merobohkan
logo lawan yang akan menjadi pemenangnya.

E. Aturan Permainan
Alat permainan balogo ini terbuat dari bahan
tempurung kelapa yang biasanya dibuat berlapis dua dan
direkatkan dengan bahan aspal atau dempul supaya berat
dan kuat. Ukuran bahan tempurung kelapa yang digunakan
memiliki garis tengah sekitar 5-7 cm dan tebal antara 1-2
cm. Bentuk alat logo juga bermacam-macam, ada yang
berbentuk bidawang (bulus), biuku (penyu), segitiga, bentuk
layang-layang, daun, dan bundar.
Saat bermain Balogo, pemain harus dibantu dengan
sebuah alat yang disebut panapak atau campa, yakni stik
atau alat pemukul yang panjangnya sekitar 40 cm dengan

116
lebar 2 cm. Fungsi panapak atau campa ini adalah untuk
mendorong logo agar bisa meluncur dan merobohkan logo
pihak lawan yang dipasang saat bermain.
Permainan balogo dapat dilakukan satu lawan satu
atau secara beregu. Jika dimainkan secara beregu, maka
jumlah pemain yang “naik” (yang melakukan permainan)
harus sama dengan jumlah yang “pasang” (pemain yang
logo-nya dipasang untuk dirobohkan). Jumlah pemain
beregu minimal 2 orang dan maksimal 5 orang. Dengan
demikian, jumlah logo yang dimainkan sebanyak jumlah
pemain yang disepakati dalam permainan.
Cara memasang logo adalah dengan medirikannya
secara berderet ke belakang pada garis-garis melintang. Inti
dari permainan ini adalah skill memainkan logo agar bisa
merobohkan logo lawan yang dipasang. Regu yang paling
banyak dapat merobohkan logo lawan adalah yang keluar
sebagai pemenang. Pada akhir permainan, pihak yang
menang disebut dengan “janggut” dan boleh mengelus-elus
bagian dagu atau jenggot pihak lawan yang kalah sambil
berteriak “janggut-janggut” secara berulang-ulang yang
tentunya membuat pihak yang kalah malu, tetapi bisa
menerimanya sebagai sebuah kekalahan.

117
“CINA BOY ATAU BOY-BOYAN”

Sumber : Budaya-indonesia.org

A. Sejarah Permainan
Permainan cina boy atau boy-boyan yang dikenal di
daerah Kalimantan Timur ini termasuk ke dalam permainan
tradisional yang telah berusia ratusan tahun dan
penyebarannya pun hampir di seluruh Nusantara. Di
beberapa daerah, permainan yang mengandalkan pecahan
genting dan bola ini dikenal dengan sebutan yang berbeda-
beda sesuai dengan daerahnya masing-masing. Permainan
ini tidak diketahui secara pasti kapan awal mula lahir dan
berkembang di Indonesia. Akan tetapi diperkirakan
permainan tradisional ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu
karena hampir dikenal oleh semua generasi dan telah
diwariskan secara turun-temurun. Terkait dengan asal
muasal permainan ini, dari hasil kajian BPNB terdapat
beberapa sumber yang menyebutkan jika permainan cina

118
boy atau boy-boyan ini dibawa oleh bangsa Tiongkok yang
kemudian dikenal dengan nama cina boy di wilayah Jawa
Timur, yang kemudian penyebarannya juga sampai di pulau
Kalimantan dan pulau lainnya.
Permainan cina boy atau boy-boyan ini di daerah lain
juga dikenal dengan sebutan Pecah Piring atau Gebokan.
Permainan ini merupakan permainan tradisional yang
berasal dari provinsi Sunda Jawa Barat dan biasa dikenal
dengan sebutan boy-boyan, akan tetapi ada juga yang
menyebutnya dengan nama bebencaran. Permainan ini
memiliki nama yang berbeda-beda di setiap daerahnya.
Misalnya saja di daerah Pati permainan ini dikenal dengan
sebutan gaprek kempung. Sedangkan di beberapa daerah
lainnya permainan ini disebut dengan gebokan, yang berasal
dari suara bola karet yang digunakan dalam permainan
ketika mengenai anggota badan dari pemain akan
menimbulkan suara "gebok”. Permainan tradisional ini
memadukan kerja motorik anak dan juga mengasah
kemampuan membuat strategi.
Meskipun memiliki sebutan yang berbeda-beda di
setiap daerahnya, akan tetapi pada intinya cara bermain dari
permainan cina boy atau boy-boyan ini adalah sama.
Permainan ini dimainkan dengan menggunakan bola kasti

119
atau bola bekel yang dilapisi kain supaya lebih empuk agar
tidak melukai para pemain ketika dilempar sangat keras.
Cara bermain dari permainan ini di setiap daerah sama yaitu
dimainkan oleh dua kelompok yaitu kelompok penjaga dan
kelompok pemain. Dimana untuk kelompok yang kalah,
akan diberi hukuman menggendong kelompok lawannya
yang menang.

B. Manfaat Permainan
Selain bermanfaat sebagai sarana hiburan, permainan
tradisional cina boy atau boy-boyan ternyata memiliki
banyak manfaat yang sangat dibutuhkan oleh anak,
diantaranya yaitu memiliki manfaat yang besar bagi
perkembangan saraf anak, sebab dalam permainan ini anak
akan dilatih menyusun pecahan genting secara bertumpuk
membentuk sebuah menara, dimana hal tersebut sangat baik
untuk melatih motorik halus anak. Selain itu, aktivitas
melempar bola, berlari, serta gendong-gendongan
merupakan kegiatan yang juga memiliki manfaat yang baik
untuk melatih motorik kasar anak. Manfaat permainan boy-
boyan itu sendiri dapat dikelompokkan menjadi 4, yaitu
dilihat dari aspek kognitif, aspek afektif, aspek psikomotor,
dan aspek emosional.

120
1. Aspek kognitif yang terkandung pada permaianan boy-
boyan ini yaitu para pemain penyerang harus berfikir
agar mereka dapat menyusun kembali pecahan genting
menjadi menara tanpa terkena bola dari kelompok
penjaga, begitu juga dengan kelompok penjaga harus
berusaha menggagalkan usaha yang dibuat kelompok
pemenang untuk menyusun pecahan genting menjadi
menara. Oleh kerana itu, para pemain harus memikirkan
dan merencanakan strategi dengan baik agar dapat
menjadi pemenang.
2. Aspek afektif yang terdapat pada permainan boy-boyan
ini yaitu dapat memahami konsep sportivitas. Melalui
permainan ini anak belajar bersikap sportif, yaitu
bermain secara jujur, memperlihatkan sikap menghargai
pemain lain, menerima kemenangan dengan sikap
wajar, dan menerima kekalahan secara terbuka.
Memahami pentingnya kerjasama juga dapat dipelajari
anak melalui permainan tradisonal ini. Selain itu,
permainan ini juga dapat meningkatkan rasa percaya
diri anak sebagai bekal dirinya dalam menghadapi
berbagai tantangan dalam kehidupannya di kemudian
hari.

121
3. Aspek psikomotor yang terkandung pada permaianan
boy-boyan ini yaitu melatih kemampuan fisik anak.
Dalam permainan tradisional ini gerak fisik sangat
ditekankan karena berfungsi untuk meyalurkan energi
anak pada saat berlari, dimana kelompok pemenang
berusaha menghidari bola yang dilempar kelompok
penjaga dan kelompok penjaga berusaha melempar bola
agar mengenai kelompok pemain.
4. Aspek sosial yang terdapat pada permainan boy-boyan
ini yaitu anak dapat bersosialisasi dengan teman-
temannya. Permainan tradisonal memungkinkan adanya
interaksi sosial yang mendorong anak untuk belajar
tentang konsep berbagi, menunggu giliran, bermain
secara adil, juga mengajarkan arti kemenangan dan
kekalahan. Melalui kontak nyata dengan orang lain,
anak belajar menemukan siapa dirinya di tengah ruang
lingkup pergaulan, apa yang bisa dilakukan, dan
bagaimana dia mampu menyesuaikan diri dengan
situasi disekitanya.
5. Aspek emosinal yang terkandung pada permaianan
tradisional boy-boyan ini yaitu dapat melatih anak
untuk belajar mengelola emosi. Pengelolaan emosi
sangat penting bagi anak agar dapat mengendalikan diri

122
di kehidupan sosialnya. Selain itu, permainan ini dapat
memberikan rasa senang sekaligus untuk melepaskan
ketegangan yang dialami anak-anak setelah mengkuti
palajaran di sekolah.

C. Nilai Moral Permainan


Meskipun termasuk ke dalam jenis permainan
tradisional yang terbilang sederhana. Akan tetapi, dibalik
kesederhanaan itulah anak akan diajarkan tentang
bagaimana cara bekerja sama dalam satu kelompok, yaitu
berusaha untuk melindungi kawan supaya tidak terkena
tembakan bola lawan. Disamping itu, permainan ini juga
dapat melatih konsentrasi ketika melemparkan bola supaya
tepat mengenai pecahan genteng dan bisa merobohkannya.
Pelajaran lain yang dapat diambil dari permainan cina boy
atau boy-boyan ini adalah dapat mengajak anak untuk
belajar tentang ketepatan dan kecepatan ketika harus
menghindari tembakan bola lawan dan menyusun kembali
pecahan genteng yang berserakan.
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa
nilai moral yang yang dapat diambil dari permainan cina
boy atau boy-boyan ini yaitu mengajarkan anak akan arti
rasa kerjasama, solidaritas, toleransi, tanggung jawab, serta

123
lapang dada dalam mengakui kemenangan kelompok lain
dan menerima kekalahan kelompok sendiri.

D. Cara Bermain
Peralatan yang digunakan dalam permainan cina boy
atau boy-boyan adalah pecahan genting atau gerabah,
pecahan keramik, pecahan asbes, pecahan batu, potongan
kayu, kaleng susu atau benda lainnnya yang sejenis. Selain
itu, pada permainan ini juga menggunakan bola kecil seperti
bola tenis, bola plastik, atau bola buatan sendiri dari
kumpulan kertas yang yang dibungkus plastik dan diikat
menggunakan karet supaya tidak lepas. Bola ini digunakan
untuk menyerang dan mematikan lawan agar kesulitan
dalam menyusun pecahan genting menjadi menara utuh.
Sedangkan jumlah pemain dalam permainan boy-boyan ini
berkisar antara 8-10 pemain dan diusahkan berjumlah genap
karena masing-masing regu baik regu penyerang maupun
regu penjaga pemainnya harus berjumlah sama agar
permainan dapat berjalan seimbang. Permainan ini cocok
dimainkan di luar rumah, seperti di halaman rumah,
halaman sekolah atau lapangan karena membutuhkan ruang
yang luas untuk berlari.

124
Cara bermain permainan cina boy atau boy-boyan,
yaitu sebagai berikut :
1. Para pemain dibentuk menjadi 2 kelompok, kemudian
perwakilan kelompok melakukan suit atau hompimpah
untuk menentukan kelompok mana yang berhak
melempar bola lebih dulu ke tumpukan pecahan
genteng.
2. Cara mainnya yaitu dimulai dengan menyusun pecahan
genteng sampai membentuk menara tingga dengan
jumlah pecahan genteng biasanya mencapai sepuluh
buah.
3. Anggota yang bermain terlebih dahulu harus melempar
tumpukan pecahan genteng dengan jarak yang sudah
ditentukan sebelumnya. Biasanya jarak tersebut
mencapai 6-10 meter dari titik utama susunan pecahan
genteng.
4. Kelompok yang menang akan melempar bola terlebih
dahulu ke arah tumpukan pecahan genteng, sementara
kelompok yang kalah bertugas sebagai kelompok
penjaga.
5. Jika tumpukan genteng tersebut berhasil dihancurkan
maka kelompok yang melempar tadi harus segera lari

125
untuk menghindari bola yang ditangkap dan
dilemparkan oleh kelompok penjaga ke arah mereka.
6. Kelompok penjaga harus menghalangi kelompok
pelempar yang diharuskan untuk menyusun kembali
tumpukan pecahan genteng yang hancur agar menjadi
menara utuh.
7. Jika kelompok pelempar berhasil menyusun pecahan
genteng sebelum semua anggotanya terkena lemparan
bola, maka salah satu anggota dari kelompok pelempar
yang berhasil menyusun akan berteriak “boy”. Hal ini
sebagai tanda bahwa kelompok mereka sudah menang
dan mendapatkan satu poin serta berhak untuk
melempar bola lagi ke tumpukan pecahan genteng.
8. Apabila semua kelompok menang terkena lemparan
bola atau gagal menghancurkan tumpukan pecahan
genteng, maka kelompok penjaga berganti menjadi
kelompok pelempar yang melempar bola ke arah
pecahan genteng.

E. Aturan Permainan
Adapun aturan permainan dari permainan tradisional
cina boy atau boy-boyan ini antara lain yaitu :

126
1. Permainan dimulai dengan membentuk kelompok
penjaga dan kelompok penyerang dengan melakukan
suit atau hompimpah. Kelompok yang menang akan
menjadi kelompok penyerang, sedangkan kelompok
yang kalah akan menjadi kelompok penjaga.
2. Anggota dari kelompok penyerang akan bergantian
melemparkan bola ke arah susunan genteng supaya
roboh. Ketika susunan genteng tersebut berhasil
dilempar dan roboh berserakan, maka anggota
kelompok penyerang akan berlarian menjauhi anggota
dari kelompok penjaga.
3. Selanjutnya, kelompok penyerang harus menyusun
kembali menara genteng yang berserakan tersebut
sambil berusaha menghindar dari lemparan bola
kelompok penjaga. Jika semua anggota dari kelompok
penyerang terkena lemparan bola, maka akan menjadi
kelompok penjaga begitupun sebaliknya. Jika tidak ada
yang terkena lemparan bola oleh kelompok penjaga dan
susunan genteng berhasil disusun kembali secara utuh,
maka permainan berakhir dengan skor 1-0 untuk
kelompok penyerang. Permainan akan terus diulang
seperti itu hingga dapat ditentukan kelompok pemenang
dari permainan.

127
“CELLE”

Sumber : Aturanpermainan.blogspot.com

A. Sejarah Permainan
Celle merupakan jenis permainan tradisional yang
berasal dari salah satu daerah di Sulawesi Tenggara.
Dinamakan juga dengan selle oleh penduduk di Kecamatan
Lasolo dan Sampara. Ada kemungkinan ini berasal dari
bahasa Bugis atau bahasa daerah Kendari yang telah
mendapat pengaruh dialek Bugis, karena wilayah ini terdiri
atas sebagian orang-orang Bugis. Dalam bahasa Kendari
(bahasa Tolaki) hanya ada istilah seleko yang merupakan
nama salah satu tempat penyimpanan padi terdiri atas
selembar jelajah bambu yang dilingkarkan sehingga
berbentuk drum. Dimungkinkan dari sini kemudian
dihubungkan dengan suatu permainan yang mana para
pemainnya berusaha untuk mempertahankan sekeliling

128
lingkaran permainan agar tidak dimasuki lawan untuk
diserang.
Sejak pendudukan Jepang di Sulawesi Tenggara,
permainan ini mulai berkembang di daerah Kabupaten
Kendari. Akan tetapi, berdasarkan tradisi masyarakat Suku
Tolaki di Kabupaten Kendari, permainan ini merupakan
hasil kreasi mereka sendiri. Siapa pencipta permainan ini
masih menjadi misteri sampai saat ini. Namun, diperkirakan
permainan ini telah berusia lebih dari setengah abad.
Permainan ini biasa dimainkan oleh anak-anak sekolah pada
sore atau malam hari.

B. Manfaat Permainan
Permainan celle ini bermanfaat sebagai sarana hiburan
dan memperluas pergaulan anak. Selain itu permainan celle
juga memiliki manfaat lain bagi fisik dan psikis anak.
Manfaat permainan celle bagi anak dapat dikelompokkan
menjadi 4, yaitu dilihat dari aspek kognitif, aspek afektif,
aspek psikomotor, dan aspek emosional.
1. Aspek kognitif yang terkandung pada permaianan celle
bagi pemain penyerang yaitu mereka berfikir
menyiapkan strategi untuk bisa masuk daerah
pertahanan tanpa ditangkap oleh pemain penjaga. Selain

129
itu bagi pemain penjaga juga berfikir menyiapkan
strategi agar bisa segera menangkap penyerang.
2. Aspek afektif yang terdapat pada permainan celle ini
yaitu dapat memahami konsep sportivitas. Melalui
permainan ini anak belajar bersikap sportif, yaitu
bermain secara jujur, memperlihatkan sikap menghargai
pemain lain, menerima kemenangan dengan sikap
wajar, dan menerima kekalahan secara terbuka.
Memahami pentingnya kerjasama juga dapat dipelajari
anak melalui permainan tradisonal ini. Selain itu,
permainan ini juga dapat meningkatkan rasa percaya
diri anak sebagai bekal dirinya dalam menghadapi
berbagai tantangan dalam kehidupannya di kemudian
hari.
3. Aspek psikomotor yang terkandung pada permaianan
celle yaitu melatih fisik dan kelincahan. Saat bermain
anak dituntut untuk memiliki kecepatan berlari baik itu
menangkap lawan atau menghindari penjaga.
4. Aspek sosial yang terdapat pada permainan celle yaitu
anak dapat bersosialisasi dan bekerjasama dengan
teman-temannya.
5. Aspek emosinal yang terkandung pada permaianan
tradisional celle ini yaitu dapat melatih anak untuk

130
belajar mengelola emosi. Anak dilatih untuk menerima
kekalahan saat bermain. Permainan ini dapat
memberikan rasa senang kepada anak.

C. Nilai Moral Permainan


Zaman dahulu sejak kecil anak sudah dididik untuk
menyelesaikan tugas serta menjaga amanah. Permainan
tradisional celle ini menuntut kepada anak-anak untuk
berusaha menjaga wilayah pertahanan agar tidak ada lawan
yang berhasil masuk. Selain itu, dengan kerjasama yang
baik penyerang bisa memasuki wilayah penjaga. Hal
tersebut menunjukkan adanya nilai moral pada permainan
celle ini yang berhubungan dengan semangat para pahlawan
mempertahankan wilayah negara. Melalui permainan
tradisional masyarakat pada zaman dahulu mendidik anak-
anak agar menjadi kader-kader pembangunan yang trampil,
memiliki dedikasi yang tinggi, serta bermental Pancasila.

D. Cara Bermain
Cara bermain permainan tradisional celle, yaitu
sebagai berikut :
1. Sebelum dimulai, masing-masing kelompok telah
menetapkan anggotanya, satu diantaranya bertindak

131
sebagai kapten. Kedua pimpinan melakukan suit untuk
menentukan kelompok mana yang menjadi penjaga dan
penyerang terlebih dahulu, sedangkan kelompok yang
kalah bertindak sebagai penjaga.
2. Tahap pertama, kelompok pemenang mencari tempat
persembunyian dan mengintai wilayah lawan, mereka
mengamati sekitar wilayah pertahanan lawan.
3. Tahap kedua, anggota kelompok penyerang bergerak
dari persembunyian untuk menyerang ke medan
pertahanan lawan sedangkan pihak penjaga menjaga
ketat daerah pertahanannya agar tidak dimasuki lawan
sebelum mereka dapat menyentuh bagian tubuh
penyerangnya, sebaliknya penyerang berusaha
mengelakkan diri dari jangkauan lawan dan memasuki
garis pertahanan lawan dengan selamat tanpa tersentuh
kelompok yang bertahan.
4. Tahap ketiga, terjadi pengejaran oleh penjaga terhadap
kelompok penyerang yang mendekati garis pertahanan
melalui satu garis lurus (tidak boleh membelok),
penyerang dapat mengelakkan diri dari jangkauan
lawan dengan membelok sedikit dari garis pelariannya
tetapi tidak boleh keluar dari batas lapangan yang sudah
dibuat.

132
5. Tahap keempat, bila seorang penyerang tertangkap
(berhasil disentuh) penjaga, maka yang bersangkutan
dianggap gugur, tetapi bila salah satu anggota
penyerang berhasil menginjak wilayah pertahanan
lawan ia harus berteriak “Celle” dan mengangkat kedua
tangan sebagai tanda kemenangan (pada saat itu juga
pengejaran bagi penyerang yang belum gugur
dihentikan dan dinyatakan satu kemenangan bagi
kelompok penyerang.
6. Tahap kelima, merupakan tahap pergantian peran antara
kedua kelompok (peralihan peran terjadi bila
keseluruhan anggota penyerang gugur sebelum ada
yang berhasil memasuki wilayah pertahanan lawan),
bila terjadi hal tersebut, maka kelompok penjaga segera
menyebar untuk mencari tempat persembunyian di
sekitar wilayah pertahanan lawan sedangkan kelompok
yang tadinya bertindak sebagai penyerang harus segera
memasuki lingkaran pertahanan dan mengamati tiap
gerak-gerik lawan yang sudah siap mengintai dan
memasuki wilayah pertahanan.

133
E. Aturan Permainan
Adapun aturan permainan dari permainan tradisional
celle ini antara lain yaitu :
1. Jumlah pemain. Pemainnya terdiri dari dua kelompok
yang saling berkompetisi. Masing-masing kelompok
diberi nama menurut pilihan mereka. Misalnya
kelompok (A) diberi nama harimau, maka kelompok
(B) dapat mernilih nama banteng atau singa. Tiap
kelompok berjumlah sekitar 4-7 orang. Jumlah pemain
di kedua kelompok ini harus sama agar permainan dapat
berjalan dengan seimbang.
2. Peralatan permainan. Untuk penyelenggaraan
permainan ini hanya diperlukan suatu lapangan rata
yang tidak berumput atau berlumpur. Di atas sebidang
tanah dibuat sebuah lingkaran seluas lebih kurang 2 – 3
meter garis menengah lingkarannya.

134
“KALACANG”

Sumber : Regional.kompas.com

A. Sejarah Permainan
Kalacang merupakan salah satu permainan tradisional
kuno yang dimiliki Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi
Barat di lombakan dalam Festival Kota Tua Majene tahun
2022.Permainan tradisional itu bernama Kalacang. Kegiatan
ini dilaksanakan di Museum Mandar Majene. Lomba
tersebut antusias diikuti oleh peserta didik tingkat Sekolah
Dasar dengan tujuan untuk memperkenalkan permainan
kuno bersejarah.Permainan tradisional ini, dimainkan 2
orang secara berhadapan dengan papan dan biji Kalacang
yang berjumlah 49 biji di bagi dua. Pemenang dari
permainan ini, siapa yang terlebih dahulu menghabiskan biji
Kalacang di lubang kecil maka dialah pemenangnya.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
Majene, Rustam Rauf mengatakan, permainan ini banyak di

135
mainkan anak-anak perempuan yang menjadi tradisi yang
hampir punah sehingga perlu dilestarikan. Permainan ini
dahulu menjadi sala satu tradisi jika ada warga yang
meninggal maka dilakukan kalacang oleh anak-anak. Dulu
itu kalau ada yang meninggal sambil melakukan prosesi
pemakaman, anak-anak perempuan melakukan kalacang,
dan ini sudah hilang sehingga kita ingin kembalikan.

B. Manfaat Permainan
Meski hanya terkesan bermain sambil duduk, tetapi
permainan Kalacang ini sangat memiliki banyak manfaat.
Diantaranya adalah melatih gerak, mengasah kemampuan
berhitung, belajar sabar, belajar jujur, dan belajar
memahami aturan. Permainan kalacang ini juga tidak kalah
seru dengan permainan modern di zaman sekarang. Bahkan,
bermain permainan kalacang dapat membuat keragaman
budaya Indonesia tetap terjaga kelestariannya. Manfaat
permainan kalacang bagi anak dapat dikelompokkan
menjadi 4 aspek yaitu aspek kognitif, aspek afektif, aspek
psikomotorik, aspek sosial, dan aspek emosional.
1. Aspek kognitif yang terkandung pada permaianan
Kalacang bagi anak ialah anak mendapatkan
pembelajaran berhitung secara langsung dan melatih

136
anak untuk belajar dalam sebuah kejujuran dan
kesabaran.
2. Aspek afektif yang terdapat pada permainan Kalacang
ini yaitu dapat memahami konsep sportivitas. Melalui
permainan ini anak mengasah kemampuan berfikirnya
dan belajar bersikap sportif, yaitu bermain secara jujur,
memperlihatkan sikap menghargai pemain lain,
menerima kemenangan dengan sikap wajar, dan
menerima kekalahan secara terbuka. Memahami
pentingnya kerjasama juga dapat dipelajari anak melalui
permainan tradisonal ini. Selain itu, permainan ini juga
dapat meningkatkan rasa percaya diri anak sebagai
bekal dirinya dalam menghadapi berbagai tantangan
dalam kehidupannya di kemudian hari.
3. Aspek psikomotor yang terkandung pada permaianan
Kalacang yaitu melatih kemampuan berhitung pada
anak yang memainkan Kalacang ini dan juga bisa
membuat anak memiliki kesabaran dan sportivitas
tinggi.
4. Aspek sosial yang terdapat pada permainan Kalacang
yaitu anak dapat bersosialisasi dan bekerjasama dengan
teman-temannya.

137
5. Aspek emosinal yang terkandung pada permaianan
tradisional Kalacang ini yaitu dapat melatih anak untuk
belajar mengelola emosi. Anak dilatih untuk menerima
kekalahan saat bermain. Permainan ini dapat
memberikan rasa senang kepada anak.

C. Nilai Moral Permainan


Pada dasarnya permainan tradisional yang diciptakan
nenek moyang kita dahulu mempunyai banyak manfaat
yang terkadang kita sendiri tidak menyadarinya. Termasuk
permainan kalacang. permainan kalacang atau congklak
yang dapat dijadikan sebagai media pembelaran bagi anak-
anak, khususnya pembelajaran matematika. Selain sebagai
media pembelajaran, permainan kalacang atau congklak ini
ternyata mengandung filosofi yang begitu luar biasa. Pada
papan kalacang atau congklak terdapat 7 lobang kecil yang
berhadap-hadapan dan masing-masing berisi 7 biji kalacang.
Angka 7 di sini dapat diartikan jumlah hari dalam satu
minggu. Begitu juga dengan jumlah biji kalacang yang kita
isikan pada masing-masing lobang tersebut berjumlah 7 biji.
Artinya, tiap orang mempunyai waktu yang sama dalam
seminggu, yaitu 7 hari. Kemudian, ketika biji kalacang

138
diambil dari satu lobang, ia mengisi lobang yang lain,
termasuk lobang pada lumbung (lobang besar/induk).
Pelajaran dari fase ini adalah setiap hari yang kita
jalani, akan berpengaruh pada hari-hari kita selanjutnya, dan
juga hari-hari orang lain. Apa yang kita lakukan hari ini
menentukan apa yang akan terjadi pada masa depan kita.
Apa yang kita lakukan hari ini bisa jadi sangat bermakna
bagi orang lain. Ketika biji diambil, kemudian diambil lagi,
juga berarti bahwa hidup itu harus memberi dan menerima.
Tidak selalu mengambil, namun juga memberi, untuk
keseimbangan hidup. Biji diambil satu persatu, tidak dapat
diambil sekaligus. Maksudnya, kita harus jujur untuk
mengisi lobang pada papan kalacang atau congklak kita.
Kita harus jujur dalam mengisi hidup kita. Satu persatu,
sedikit demi sedikit, asalkan jujur dan baik, itu lebih baik
daripada banyak namun tidak jujur. Satu persatu biji yang
diisi juga bermakna bahwa kita harus menabung tiap hari
untuk hari-hari berikutnya. Kita juga harus mempunyai
tabungan, yaitu biji yang berada di lobang induk (lobang
besar/lumbung).
Permainan kalacang atau congklak ini mengajarkan,
bahwa jika kita mempunyai rejeki, kita dapat membaginya
untuk kebutuhan kita sendiri satu per satu (tidak perlu

139
berlebih) yang diwakilkan ketika kita meletakkan satu biji
ke lobang di sebelah kanannya dan seterusnya. Ketika rejeki
itu berlebih, kita boleh menyimpannya di lumbung atau
lobang besar. Dan jika kita masih mempunyai lebihnya, kita
bagikan ke saudara, tetangga, teman, dan lain-lain ditandai
dengan meletakkan satu biji ke setiap lobang papan
congklak milik teman di hadapan kita. Namun kita tidak
diperbolehkan meletakkan biji di dalam lumbung milik
lawan kita. Karena itu merupakan kewajiban pemiliknya
untuk menghidupi dirinya sendiri, yang disimbolkan sebagai
tabungan.
Intinya adalah dalam hidup kita diajarkan untuk tidak
berlebih-lebihan dan saling berbagi dengan orang lain. Serta
mengajarkan untuk bertanggung jawab terhadap hidup kita
sendiri. Dalam permainan congkak itu strategi diperlukan,
agar biji kita tidak habis diambil lawan. Hikmahnya adalah,
hidup ini adalah persaingan, namun bukan berarti kita harus
bermusuhan. Karena tiap orang juga punya kepentingan dan
tujuan yang (mungkin) sama dengan tujuan kita, maka kita
harus cerdik dan strategis.

140
D. Cara Bermain
Cara bermain permainan Kalacang atau congklak
ternyata cukup mudah. Permainan ini dimainkan oleh dua
orang pemain yang berhadapan di depan papan congklak
dengan lubang-lubang kecil, serta dua lubang besar sebagai
gudang. Dalam permainan ini, lubang-lubang kecil tersebut
nantinya diisi oleh 5-7 biji yang terbuat dari kerang atau biji
sawo, sedangkan lubang besar dibiarkan kosong. Nantinya,
dua orang pemain secara bergantian memilih satu lubang
kecil miliknya untuk memindahkan biji-bijinya satu per satu
ke lubang lainnya searah jarum jam, hingga biji yang di
genggaman habis dan berpindah ke gudang seluruhnya.
Mainkan terus dengan putaran berturut-turut sampai
satu pemain kehilangan semua biji mereka, atau kedua
pemain ingin berhenti bermain. Pada saat itu, pemain akan
menghitung biji untuk melihat siapa yang memiliki paling
banyak, dan dengan demikian menjadi pemenangnya.
Pemain dengan bakat matematika memiliki keuntungan,
karena aturan memungkinkan pemain untuk menentukan
terlebih dahulu apakah dia akan menang atau kalah sebelum
memilih tumpukan bidak ganjil atau genap.

141
E. Aturan Permainan
Adapun aturan dalam permainan tradisional kalacang
dapat dilihat pada penjelasan berikut ini :
1. Pemain pertama akan mengambil biji kalacang yang
terdapat pada lubang kecil di hadapannya untuk
diputarkan kelubang disampingnya dan harus dilakukan
secara searah.
2. Pemain yang mendapat giliran bermain boleh
mengambil biji kalacang di lubang mana saja asalkan
tidak mengambil lubang lawan.

142
“TILAKO”

Sumber : Wadaya.rey1024.com

A. Sejarah Permainan
Sulawesi Tengah adalah salah satu provinsi yang ada
di Indonesia. Disana ada satu suku bangsa yang bernama
Kaili. Di kalangan mereka ada satu jenis permainan yang
disebut sebagai tilako, yaitu sebuah permainan berjalan
menggunakan alat yang terbuat dari bambu dan pelepah
sagu atau tempurung kelapa. Tilako disamping nama sebuah
permainan juga sekaligus nama alat yang digunakan untuk
permainan tersebut. Tilako itu sendiri merupakan gabungan
dari dua kata, yaitu “ti” dan “lako”. “Ti” adalah kata awalan
yang menunjukkan kata kerja dan “lako” secara harafiah
berarti “langkah/jalan”. Dalam permainan ini “tilako”
adalah alat yang dipakai untuk melangkah atau
berjalan. Permainan ini dalam dialek Rai disebut kalempa

143
yang juga merupakan gabungan dari dua kata, yaitu “ka”
dan “lempa”.

B. Manfaat Permainan
Permainan tilako mengasah keseimbangan anak. Anak
harus menjaga keseimbangannya agar bisa berdiri di atas
sepasang bambu sambil berjalan pelan-pelan. Dalam
memainkan permainan ini sudah pasti ada risiko jatuh
hingga terluka dan pakaian menjadi kotor. Namun, jika anak
berani untuk memainkan permainan ini, biarkan saja mereka
mencobanya.

C. Nilai Moral Permainan


Nilai budaya yang terkandung dalam permainan tilako
adalah: kerja keras, keuletan, dan sportivitas. Nilai kerja
keras pelapisan dari semangat para pemain yang berusaha
agar dapat mengalahkan lawannya. Nilai keuletan tercermin
dari proses pembuatan alat yang digunakan untuk berjalan
agar seimbang dan mudah digunakan saat berjalan. Serta
nilai sportivitas mencerminkan tidak hanya dari sikap para
pemain yang tidak berbuat curang saat berlangsungnya
permainan, tetapi juga mau menerima kekalahan dengan
lapangan dada.

144
D. Cara Bermain
Permainan tilako dapat digolongkan sebagai
permainan anak-anak. Pada umumnya permainan ini
dilakukan oleh anak laki-laki yang berusia 7-13 tahun.
Jumlah pemainnya 2-6 orang. Peralatan yang digunakan
adalah dua batang bambu bata (volo vatu) yang relatif lurus
dan sudah tua dengan panjang masing-masing antara 1,5-3
meter. Cara membuatnya yaitu mula-mula bambu dipotong
menjadi dua bagian yang panjangnya masing-masing sekitar
2,5-3 meter. Setelah itu, potong lagi bambu yang lain
menjadi dua bagian dengan ukuran masing-masing sekitar
20-30 cm untuk dijadikan pijakan kaki. Selanjutnya, salah
satu ruas bambu yang berukuran panjang dilubangi untuk
memasukkan bambu yang berukuran pendek. Setelah bambu
untuk pijakan kaki terpasang, maka bambu tersebut siap
untuk digunakan.

E. Aturan Permainan
Aturan permainan tilako dapat dibagi menjadi dua,
yaitu perlombaan lari dan pertandingan untuk saling
menjatuhkan dengan cara saling memukulkan kaki-kaki
bambu. Perlombaan adu kecepatan biasanya dilakukan oleh
anak-anak yang berusia antara 7-11 tahun dengan jumlah 2-

145
5 orang. Sedangkan permainan saling menjatuhkan lawan
biasanya dilakukan oleh anak-anak yang berusia antara 11-
13 tahun dengan menggunakan sistem kompetisi.
Apabila permainan hanya berupa adu kecepatan, maka
didahului dengan berdirinya 3-4 pemain di garis start sambil
menaiki bambu masing-masing. Apabila sudah siap, orang
lain yang tidak ikut bermain akan memberikan aba-aba
untuk segera memulai permainan. Mendengar aba-aba itu,
para pemain akan berlari menuju garis finish. Pemain yang
lebih dahulu mencapai garis finish dinyatakan sebagai
pemenangnya.
Sedangkan, apabila permainan bertujuan untuk
mengadu bambu masing-masing pemain, maka didahului
dengan pemilihan dua orang pemain. Setelah itu, mereka
akan berdiri berhadapan. Apabila sudah siap, peserta lain
yang belum mendapat giliran bermain akan memberikan
aba-aba untuk segera memulai permainan. Mendengar aba-
aba itu, kedua pemain akan mulai mengadukan bambu-
bambu yang mereka naiki. Pemain yang dapat menjatuhkan
lawan dari bambu yang dinaikinya dinyatakan sebagai
pemenangnya.

146
“CANGKE”

Sumber : Aturanpermainan.blogspot.com

A. Sejarah Permainan
Permainan cangke’ merupakan salah satu dari jenis
permainan tradisional yang dulunya sangat terkenal dan
digemari oleh banyak masyarakat dari semua kalangan, baik
kalangan anak-anak, remaja, hingga dewasa.
Kepopulerannya dari tahun 80-an sampai 90-an menjadi
sangat disayangkan jika permainan ini terus tenggelam
dimakan zaman. Padahal jika disadari banyak sekali manfaat
yang diperoleh dari permainanan tradisional ini seperti
menyegarkan badan dan fikiran, serta dapat dijadikan
sebagai media hiburan. Sejarah dari perkembangan
permainan ini tidak diketahui secara pasti kapan mulai
ditemukan.
Akan tetapi, menurut tokoh budaya Sudirno
menyatakan bahwa permainan ini terakhir kali dimainkan di

147
kampung Laghaeng sekitar kurun tahun 80-an. Sejak saat itu
beberapa orang tua menganjurkan pelarangan terhadap
anak-anak mereka untuk tidak melestarikan permainan ini
karena terlampau berbahaya. Hal tersebut sangat
disayangkan karena seharusnya masyarakat dapat membuat
alternatif lain dengan memodifikasi permainan ini
menggunakan alat bantu yang dapat digunakan sebagai
pelindung. Permainan ini penting untuk dilestarikan karena
dapat berperan dalam proses pembentukan karakter anak.
Permainan tradisional yang satu ini memiliki banyak
sekali sebutan sesuai dengan daerah masing-masing. Di
Makassar permainan ini disebut dengan nama cangke’ atau
Ma’cukke, sedangkan di daerah lain dikenal dengan sebutan
gatrik, patok lele, patil lele, benthik, tak tek, gathik, tal kadal
dan sebutan lainnya. Jenis permainan tradisional ini
biasanya dimainkan oleh anak laki-laki dan biasanya
sebelum permainan dimuali akan dibentuk 2 kelompok yang
setiap kelompoknya terdiri atas 3 orang atau lebih.
Maccuke atau cangke merupakan permainan yang
menggunakan kayu atau bambu sebagai alat bermain yang
terdiri dari indo’ cukke (kayu panjang) dan anak cukke
(kayu kecil). Stik yang pertama agak panjang sekitar 30 cm,
sedangkan stik yang kedua lebih pendek dengan ukurannya

148
setengah dari ukuran stik yang pertama. Selanjutnya setiap
kelompok membuat lubang atau bisa menggunakan 2 batu
bata bersebelahan untuk meletakkan stik yang kecil tadi,
yang nantinya akan dicungkil dan dipukul hingga melayang.
Diakhir permainan, kelompok yang kalah akan
menggendong kelompok yang menang dengan jarak yang
telah disepakati.

B. Manfaat Permainan
Permainan maccuke atau cangke’ merupakan salah
satu jenis permainan tradisional yang memiliki banyak
manfaat bagi anak. Selain bermanfaat sebagai sarana
hiburan untuk mengisi waktu luang, permainan ini juga
memiliki banyak manfaat lainnya diantaranya yaitu dapat
melatih anak untuk memikirkan dan merencanakan strategi
permainan dengan baik agar dapat menjadi pemenang;
melatih anak untuk belajar bersikap sportif, yaitu bermain
secara jujur, memperlihatkan sikap menghargai pemain lain,
menerima kemenangan dengan sikap wajar, dan menerima
kekalahan secara terbuka.
Selain itu, anak juga kan belajar untuk memahami
pentingnya kerjasama dan memungkinkan adanya interaksi
sosial yang mendorong anak untuk belajar tentang konsep

149
berbagi, menunggu giliran, bermain secara adil, serta
mengajarkan arti kemenangan dan kekalahan dalam
permainan.

C. Nilai Moral Permainan


Pada permainan tradisional maccuke atau cangke’ ini
anak akan diajarkan tentang bagaimana cara bekerja sama
untuk menyusun strategi permainan dalam satu kelompok.
Selain itu, permainan ini juga dapat melatih konsentrasi bagi
kelompok pemukul pada saat berusaha mencungkil tongkat
agar dapat terlempar dengan jarak yang jauh. Sedangkan
bagi kelompok penangkap dapat mengajak anak untuk
belajar tentang ketepatan dan kecepatan ketika harus
menangkap tongkat yang melayang dan bergerak cepat di
udara agar tepat sasaran sekaligus dalam memperkirakan
jarak jatuh tongkat yang terlempar agar tidak melukai atau
mengenai bagian tubuh.
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa
nilai moral yang yang dapat diambil dari permainan
maccuke atau cangke’ ini yaitu mengajarkan anak akan arti
rasa kerjasama, solidaritas, toleransi, tanggung jawab, serta
lapang dada dalam mengakui kemenangan kelompok lain
dan menerima kekalahan kelompok sendiri.

150
D. Cara Bermain
Permainan tradisional maccuke atau cangke’ ini
merupakan permainan yang biasa dimainkan secara
berkelompok. Dimana masing-masing kelompok memiliki
peran masing-masing yaitu satu kelompok berperan sebagai
kelompok pemukul dan kelompok lainnya berperan sebagai
kelompok penangkap. Jumlah pemain pada setiap kelompok
berkisar antara 3-5 pemain dan diusahkan berjumlah sama
agar permainan dapat berjalan seimbang. Adapun alat yang
diperlukan dalam permainan maccuke atau cangke’ ini
adalah dua buah tongkat yang terdiri dari tongkat panjang
atau tongkat induk dengan panjang sekitar 30-40 cm,
sedangkan tongkat pendek atau anak tongkat yang
diletakkan di tanah panjangnya sekitar 10-15 cm.
Tongkat induk berfungsi sebagai tongkat pemukul dan
penghitung poin, sedangkan anak tongkat yang ukurannya
lebih kecil berfungsi sebagai objek yang dilemparkan dan
menjadi penambah sekaligus penghitung poin jika terjadi
pukulan berganda. Cara bermainnya yaitu pemain berusaha
mencungkil anak cukke yang diletakkan pada sebuah lubang
sejauh mungkin. Sementara pemain lawan akan berusaha
menangkapnya dan melemparkan kembali anak cukke untuk
dipukul sekuat mungkin kearah pelempar oleh si pemukul.

151
Permainan ini cocok dimainkan di luar rumah, seperti di
halaman rumah, halaman sekolah atau lapangan karena
membutuhkan ruang yang luas untuk berlari.
Cara bermain dari permainan tradisional maccuke atau
cangke’ ini terdiri dari tiga tahapan, antara lain yaitu :
1. Ricungkili’ (mencungkil). Pada langkah pertama, setiap
pemain yang bertugas untuk memberikan pukulan
menempatkan anak tongkat terlebih dahulu di atas
lubang yang tidak terlalu dalam, kemudian anak tongkat
yang panjang diletakkan di belakang anak tongkat yang
diletakkan di atas lubang, lalu berikan pukulan seperti
menembak dari bawah anak tongkat sejauh-jauhnya.
2. Ripeppe’se’re (pukulan pertama). Pada langkah kedua,
kelompok yang berperan sebagai pemain bertugas
untuk mengambil anak tongkat kemudian dipegang
ujungnya lalu pukulkan dengan tongkat induknya
sekencang-kencangnya, agar tongkat tidak bisa
ditangkap oleh lawan main.
3. Ripeppe’ Rua (pukulan kedua). Pada tahap permainan
yang terakhir, anak tongkat diletakkan di mulut lubang
dengan posisi yang miring menjulang ke atas. Ujung
tongkat harus keluar dari permukaan lubang, kemudian
ujungnya tadi dipukul dengan induk tongkat agar dapat

152
meluncur ke udara, lalu cepat-cepatlah untuk memukul
tongkat kedua kalinya ke arah penangkap. Jika anak
tongkat dapat ditangkap oleh pihak penangkap maka
akan menghasilkan poin pada si penangkap tongkat.
4. Poin dapat dihitung ketika pada tahap satu dan dua
terjadi jarak lemparan. Maka induk tongkat berfungsi
sebagai alat pengukur untuk menghitung jaraknya.
Apabila jaraknya 10 kali dari panjang tongkat, maka
kelompok pemukul mendapatkan poin 10.
5. Poin kedua diperoleh apabila kelompok pemukul tidak
dapat menangkap tongkat kecilnya, maka jarak antara
hasil pukulannya dapat dihitung menggunakan induk
tongkat menuju ke arah lubang. Misalnya saja jika
jaraknya sekitar 25 kali dari induk tongkat, maka
kelompok pemukul mendapatkan poin sebesar 25 pula.
Sedangkan untuk kelompok penangkap apabila mampu
menangkap anak tongkat dengan satu tangan, maka
ketentuannya akan mendapatkan poin sebesar 10. Akan
tetapi jika menangkap dengan dua tangan ketentuannya
akan mendapatkan poin sebesar 5.

153
E. Aturan Permainan
Adapun aturan permainan dari permainan tradisional
cangke’ terdiri dari 3 tahap, antara lain yaitu :
1. Ricungkili’ (mencungkil). Pada tahap ini pemain yang
bertugas untuk memukul menempatkan stik kecil di atas
lubang yang telah di buat. Selanjutnya pemain pemukul
memegang stik panjang dengan menempatkannya di
belakang stik kecil, kemudian melakukan cungkilan
sekuat-kuatnya agar stik kecil terlontar jauh kedepan.
Selanjutnya tugas dari si penangkap untuk menangkap
stik kecil tadi yang dilontarkan. Apabila si penangkap
tidak dapat menangkapnya, maka stik kecil tersebut
harus di lemparkan ke arah stik panjang yang terdapat
di atas lubang. Jika tidak kena dan terjadi jarak antara
stik dengan lubang maka akan menjadi poin bagi pihak
pemukul. Tetapi jika kena maka akan terjadi pergantian
pemain.
2. Ripeppe’ se’re (pukulan pertama). Pada tahap ini, yang
bertindak sebagai pemukul mengambil kedua stik,
kemudian melempar stik pendek ke udara dan stik
panjang bersiap-siap untuk memukul stik pendek
sekencang-kencangnya atau sejauh-jauhnya ke arah
kelompok penangkap. Bedanya dengan tahap pertama,

154
tahap ini orang yang memukul stik tadi tidak lagi
menempatkan stik panjang di atas lubang, melainkan di
pegang dan digunakan untuk memukul balik stik
pendek yang akan di lempar oleh si penangkap ke arah
lubang di dekat si pemukul. Jika berhasil memukul
balik stik kecil tadi maka akan terjadi hitungan poin,
namun apabila stik yang dilempar tadi tidak terjadi
jarak dengan lubang, maka pemain yang bertindak
sebagai pemukul tadi diganti dengan teman
kelompoknya yang belum.
3. Ripeppe’ Rua (pukulan kedua). Pada tahap terakhir ini,
stik diletakkan di dalam lubang, dengan posisi yang
miring ke depan. Ujung yang keluar pada stik pendek
tersebut dipukul dengan menggunakan stik panjang.
Apabila stik pendek tersebut sudah terlontar ke udara
maka cepat-cepat harus dipukul kembali ke depan
menuju arah si penangkap sejauh mungkin. Jika tidak
tertangkap oleh kelompok penangkap, maka jarak
lontaran tersebut langsung dijadikan poin. Namun,
apabila saat melontarkan stik pendek ke udara dan tidak
dapat memukulnya maka terjadi rolling pemain. Dan
apabila semua pemain dari kelompok pemukul telah
gagal, maka kedua kelompok tersebut bertukar peran.

155
“INKAROPIANIK”

Sumber : Aturanpermainan.blogspot.com

A. Sejarah Permaianan
Permainan ini terkenal di daerah kepulauan Raja
Ampat, Kabupaten Sorong, serta Irian Jaya. Menurut bahasa
daerah Raja Ampat, inkar berarti sejenis ikan yang kulitnya
amat kasar bagaikan ampelas. Inkaropianik merupakan
permainan yang menggambarkan bagaimana perkasanya
ikan dalam usaha memutuskan pukat-pukat yang mencoba
untuk menangkapnya, dengan kekuatan kulit kasarnya.
Penduduk Raja Ampat adalah penduduk yang bertempat
tinggal di pantai dan di atas air laut. Sebagai penduduk yang
dibesarkan di atas lautan, maka mereka berharap dari lautan
tersebutlah segala kebutuhan hidupnya terpenuhi.
Kehidupan di lautan menyebabkan mereka pandai
berenang, mengemudikan perahu dan menangkanp ikan.
Tidaklah mustahil jika anak-anak mulai dapat berjalan,

156
dilatih, dan dididik untuk berenang sebagai usaha utama dan
terutama untuk mempertahankan hidupnya. Semua gerak
tingkah laku orang dewasa khususnya dalam hal menangkap
ikan dan bagaimana akibat apabila gagal usahanya dalam
menangkap ikan tersebut terpencar dalam gerak tingkah
laku anak-anak di dalam permainannya.
Pada mulanya permainan ini berbentuk usaha untuk
berlatih berenang belaka yang dalam perkembangan
selanjutnya berubah menjadi perlombaan berenang. Pada
kelompok permainan ini sudah barang tentu muncul sang
juara, seorang yang mempunyai daya dan kemampuan di
atas kekuatan teman-temannya. Sang juara dan teman-
temannya tadi lalu timbul rasa bosannya apabila permainan
itu berkisar dari yang itu-itujuga. Akhirnya muncullah
permainan ini sebagai pancaran kehidupan di dunia
kenelayanan daerah itu serta munculnya sang juara sebagai
pemimpin sekaligus sebagai ikan yang harus ditangkap oleh
nelayan-nelayan kecil dengan pukatnya dalam permainan.

B. Manfaat Permainan
Manfaat dari permainan Inkaropianik selain untuk
melatih daya konsentrasi anak serta melatih ketangkasan

157
dan keterampilan anak untuk berenang dalam waktu yang
lama sehingga memerlukan stamina tubuh yang kuat.

C. Nilai Moral
Nilai-nilai yang diperoleh dari permainan ini adalah
mengajarkan kerja sama antar pemain.

D. Cara Bermain
Semua peserta setelah ditentukan siapa yang bertindak
sebagai ikan dan pukat, kemudian turun ke laut (sungai,
kolam, kolam renang). Sang pukat adalah mereka yang
berpegangan satu sama lain membentuk suatu lingkaran.
Berpegang dengan cara berjabatan tangan. Dengan
pandangan mata mereka menghadap ke depan dan saling
memandang. Sedangkan ikan adalah anak yang mempunyai
kepandaian dalam hal berenang dan menyelam. Biasanya
permainan tersebut dilakukan pada kedalaman air setinggi
dada.
Sang ikan yang mula-mula berada di luar lingkaran
atau pukat, lalu masuk di dalam pukat. Ikan kini telah
berada dalam pukat, dengan menyelam melalui kaki-kaki
peserta. Setelah ikan berada dalam pukat, lalu berusah
auntuk keluar dari jaringan pukat tadi dengan memasukkan

158
air dalam mulutnya dan menyemburkan air dimaksud ke
telapak tangan mereka yang menjadi pukat. Sang ikan
bertanya “pukat apakah ini ?” dan akan dijawab oleh dengan
jawaban :
1. Ini pukat rumput (suatu pukat yang dibuat dari bahan
rumput darat), atau ini pukat tumbuh-tumbuhan dalam
laut), atau
2. Ini pukat genemo (suatu pukat yang dibuat dari bahan
genemo yaitu sejenis tanaman melinjo, kulit tanaman
itu amat kuat), atau
3. Ini pukat nilon (pukat yang diikat oleh tali-tali dari
nilon).

Dalam menjawab pertanyaan ikan tersebut sang pukat


harus menjawab bahan pembuat pukat yang dipakai dengan
meningkatkan kekuatan dari pukat tadi. Hal ini harus
dimengerti urutan keempat macam pukat, agar ikan tidak
dapat lepas dari jaringan lingkungan pukat tadi. Ikan selalu
berusaha dengan kekuatan yang dimilikinya untuk
memutuskan jaringan pukat, yaitu hubungan tangan yang
berjabat dengan hentakan badannya.
Ikan boleh keluar dari jaringan hanya dengan merusak
hubungan pukat dari sebelah atas. Tidak diperbolehkan

159
dengan meloloskan diri lewat menyelam di antara kaki
mereka . Apabila ikan berhasil melepaskan diri dari pukat
atau dengan perkataan lain hubungan pukat itu berhasil
diputuskan oleh ikan, maka permainan pun selesai.

E. Aturan Permainan
Aturan permainan dari permainan inkaropianik
diantaranya yaitu :
1. Ikan harus berada di luar jaring, kemudian ikan harus
masuk kedalam jaring melalui celah-celah dari kaki
peserta yang menjadi jaring.
2. Ketika ikan berada di dalam jaring, ikan akan berusaha
untuk meloloskan diri dari jaring-jaring tersebut yaitu
dengan cara ikan mendorong badannya kearah jaring-
jaring rangkaian tangan peserta yang lain.
3. Ikan bisa keluar dari jaring-jaring jika rangkaian tangan
tersebut terlepas akibat dirusak oleh ikan lain.
4. Ikan tidak boleh meloloskan diri lewat bawah yaitu
menyelam diantara kaki-kaki peserta yang lain.
5. Permainan dianggap selesai bila ikan bisa meloloskan
diri dari jaring-jaring tersebut dan berhasil diputuskan
atau dirusak.

160
“PATAH KALENG”

Sumber : Beautiful-indonesia.umm.ac.id

A. Sejarah Permainan
Permainan patah kaleng merupakan permainan
tradisional warga Papua. Luas lapangan saat dimainkan
tidak ditentukan. Bisa setengah lapangan bola
sesungguhnya, bisa juga dengan ukuran yang sangat kecil.
Permainan tradisional seperti patah kaleng di Papua,
ternyata telah dimainkan di China sejak tahun 206 SM. Saat
itu disebut sebagai Cu Ju. Bolanya berupa kulit yang diisi
rambut. Di jaman Yunani Kuno, sekitar abad ke-2 SM,
permainan ini dimainkan dengan cara memukulnya dengan
tangan dan boleh ditendang saat bola menyentuh tanah.
Sepak bola saat itu dikenal dengan nama Episkuros
atau Harpaston. Harpaston memakai bola yang tidak lebih
baik ketimbang bola isi rambut, akan tetapi bolanya diisi
dengan bulu binatang. Saat Kaisar Romawi Julius Caesar

161
berkunjung ke sejumlah negara, olahraga ini kemudian
mulai dikenal. Bahkan di Eropa Tengah, sepak bola
dijadikan permainan rakyat yang disebut Melees atau
Mellays. Bolanya tidak lebih baik, malah menjijikkan yaitu
berupa kantung kemih hewan. Permainan ini di Romawi,
lebih dikenal dengan nama Harpastrum, pernah dilarang
karena dianggap brutal oleh dua penulis Romawi pada
jaman itu, Horatius Flaccus dan Virgilius Maro.

B. Manfaat Permainan
Manfaat permainan patah kaleng sangat
mengandalkan kekompakan tim untuk menyerang dan
bertahan bersama-sama. Hal ini membutuhkan kemampuan
setiap individu untuk bisa bekerja sama, mengocek, dan
merebut bola dari lawan. Selain itu permainan patah kaleng
juga bermanfaat bagi tubuh seperti meningkatkan kapasitas
aerobik dan kesehatan kardiovaskular menurunkan lemak
tubuh dan meningkatkan masa otot membangun kekuatan,
fleksibilitas dan daya tahan tubuh meningkatkan kekuatan
otot dan tulang meningkatkan kesehatan karena melakukan
banyak gerakan berjalan dan berlari.

162
C. Nilai Moral
Nilai moral dari permainan ini yaitu kita harus
melestarikan permainan tradisional walaupun banyak
permainan yang lebih modern, agar permainan tradisional
itu tidak punah dan tetap lestari bagi anak cucu kita nanti
khususnya di daerah Papua. Selain itu permainan ini juga
memiliki nilai moral kerja sama dalam bermain permainan
patah kaleng, kita memainkannya bersama teman atau orang
lain. Permainan tersebut akan menumbuhkan nilai kerja
sama di dalam diri kita agar bisa kompak satu sama lain dan
akhirnya memenangkan permainan. Selain itu permainan ini
juga memiliki nilai kebersamaan Permainan tradisional juga
menumbuhkan rasa kebersamaan lewat kekompakan dan
kerja sama. Selain itu, permainan ini juga akan membuat
hubungan pertemanan semakin erat.

D. Cara Bermain
Permainan patah kaleng merupakan permainan
tradisional warga Papua. Permainan ini biasa menggunakan
kaleng bekas minuman atau makanan, diletakkan pada
kedua sisi. Bolanya bisa terbuat dari apa saja yang penting
berbentuk bulat, ringan dan bisa ditendang Skor antara dua
kelompok terkadang melebihi dari 5.

163
Gol bagi mereka adalah ketika bola yang ditendang
mengenai dan menjatuhkan kaleng. Ketika matahari
terbenam, kedua kelompok akan pulang dan permainan akan
dilanjutkan pada keesokan harinya dengan melanjutkan skor
yang telah diperoleh. Sedangkan di daerah Asmat,
permainan ini dimainkan dilumpur karena tidak ada
lapangan yang dapat digunakan untuk melakukan permainan
ini dan hanya ada jembatan serta air.

E. Aturan Permainan
Permainan ini dimainkan oleh dua kelompok dengan
jumlah tak beraturan. Tidak ada wasit juga hakim garis.
Waktu permainan tidak diatur bisa berlangsung sekitar 2
jam atau bahkan 3 jam. Bolanya bisa terbuat dari apa saja
yang penting berbentuk bulat, ringan dan bisa ditendang
Skor antara dua kelompok terkadang melebihi dari 5.
Permainan patah kaleng ini dimainkan oleh dua kelompok
dengan jumlah anggota per tim sebanyak 5 orang atau lebih.
Permainan ini seperti permainan sepak bola pada umumnya,
akan tetapi untuk peraturannya lebih mengarah pada
permainan handball. Permainan ini menendang bola dari
segala penjuru arah untuk menjatuhkan sebuah kaleng
lawan.

164
“TOK ASYA”

Sumber : Aturanpermainan.blogspot.com

A. Sejarah Permainan
Tok asya adalah permainan tradisional yang dilakukan
dengan cara menggelindingkan tali rotan berbentuk
lingkaran dengan sebatang tombak. Tok asya merupakan
permainan tradisional yang sangat terkenal di Papua dan
hanya boleh dimainkan oleh anak laki-laki saja. Permainan
ini tidak boleh dimainkan oleh anak perempuan karena
cukup berbahaya. Menurut bahasa Papua, nsya mempunyai
arti menggelindingkan lingkaran rotan dan asya berarti tali
rotan dan lingkarannya. Sedangkan tok asya mempunyai arti
melempar lingkaran dengan tombak. Jadi nsya asya atau tok
asya mempunyai arti menggelindingkan rotan dari arah
lawan yang satu ke yang lainnya sambil melempar tombak.

165
B. Manfaat Permainan
Permainan ini bisa melatih ketangkasan, kecermatan
dan juga bisa melatih otot-otot tangan dalam melempar
tombak. Cara untuk memenangkan permainan ini dengan
melempar tombak tepat mengenai sasaran/ lingkaran yang
telah ditentukan.

C. Nilai Moral Permainan


Nilai moral dari permainan ini yaitu kita harus
melestarikan permainan tradisional agar tetap lestari bagi
anak cucu kita nanti khususnya di daerah Papua. Selain itu
permainan ini juga memiliki nilai moral untuk melatih
kesabaran kita dalam bermain permainan tok asya. Kita
memainkannya bersama teman atau orang lain. Dengan
begitu permainan ini juga memiliki nilai kebersamaan.

D. Aturan Permainan
Peraturan permainan ini hanya berupa
menggelindingkan tali rotan berbentuk lingkaran dengan
sebatang tombak. Permainan ini hanya boleh dilakukan oleh
anak laki-laki saja dan tidak boleh dimainkan oleh anak-
anak kaum perempuan karena berbahaya.

166
“GALO-GALO”

Sumber : Surabaya.tribunnews.com

A. Sejarah Permainan
Galo-galo (bahasa Sahu) dapat diartikan dengan
menangkap bilah. Dinamakan demikian karena dalam
permainan ini, pemain diharuskan untuk menangkap bilah
bambu dengan menggunakan jari-jari tangan. Jika bilah
bambunya tinggal dua buah, maka cara menangkapnya
dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah. Awal
mula permainan ini sudah sulit diketahui. Namun, yang jelas
permainan ini sudah turun-temurun dilakukan oleh
masyarakat Maluku Utara Indonesia, seperti di daerah
Jailolo, Sahu, Ternate dan Tembelo.

B. Manfaat Permainan
Manfaat yang terkandung dalam permainan galo-galo
ini antara lain yaitu :

167
1. Manfaat keterampilan tercermin dari cara membuat
bilah bambu yang harus halus dan licin agar tidak
mencederai tangan pemain.
2. Kerja sama/gotong royong tercermin dari penyediaan
bambu yang dilakukan oleh pemain dengan menetapkan
secara seimbang antarapemain mengenai jumlah bambu
yang harus disediakan.
3. Manfaat ketangkasan dapat dilihat dari cara menangkap
bilah bambu yang hanya menggunakan dua jari tangan
saja. Cara ini sangat sulit bagi orang yang belum pernah
memainkan galo-galo, sehingga bagi orang Maluku
Utara yang belum pernah memainkannya lebih memilih
untuk menjadi penonton daripada mendapat malu
karena tidak dapat menangkap satu bilah bambu pun.

C. Nilai Moral Permainan


Nilai moral yang terdapat pada permainan ini yaitu
melatih kerja keras, kerjasama dan sportivitas yang
tercermin dari sikap para pemain yang berusaha untuk tidak
melanggar aturan permainan dan dengan lapang dada
menerima kekalahan.

168
D. Cara Bermain
Proses permainannya dimulai dengan menentukan
urutan pemain melalui undian atau suten. Setelah itu,
orang/kelompok pertama yang memperoleh kesempatan
bermain akan mengambil bilah bambu yang disepakati.
Selanjutnya, diletakkan di telapak tangan. Bilah-bilah
bambu tersebut kemudian akan dilemparkan ke atas dan
harus ditangkap dengan ibu jari dan jari telunjuk.
Jumlah tangkapan harus ganjil dan hanya diambil satu
untuk dirinya/kelompoknya yang dapat dianggap sebagai 1
nilai. Pemain masih mempunyai hak melempar jika ia masih
mendapat nilai hingga jumlah bambu yang dapat dilempar
tinggal 2 bilah. Bilah-bilah ini harus ditangkap dengan jari
telunjuk dan jari tengah. Akan tetapi, jika pemain tidak
dapat menangkap satu bilah bambu pun, maka ia dinyatakan
mati dan harus memberi kesempatan pada pemain/kelompok
lain untuk bemain.
Perhitungan kalah menang dari permainan dimulai
dengan mengatur bilah-bilah bambu membentuk sebuah
segitiga dimulai dari orang yang mendapat bilah terbanyak
sampai pada orang yang mendapat paling sedikit secara
berurutan. Kemudian, bilah-bilah tersebut diangkat oleh dua
orang. Pada saat diangkat, biasanya akan ada bilah yang

169
jatuh. Bilah yang ketika diangkat tidak terjatuh akan disusun
dan diangkat kembali seperti semula oleh perwakilan
kelompok lain. Biasanya akan ada bilah yang jatuh kembali
karena tidak terjepit. Demikian seterusnya hingga tinggal 3
bilah (dua bilah menjepit satu bilah). Orang yang terakhir
mengangkat bilah akan dinyatakan sebagai yang kalah.

E. Peraturan Permainan
Dalam permainan galo-galo pemain harus menangkap
bilah-bilah bambu yang dilemparnya dengan menggunakan
ibu jari dan jari telunjuk. Jika berhasil maka ia akan
mendapatkan nilai. Bagi pemain yang tidak berhasil
menangkap lidi, maka ia dinyatakan mati dan harus diganti
oleh pemain lainnya.

170
“BAMBU GILA”

Sumber : Petualang.travelingyuk.com

A. Sejarah Permainan
Bambu gila adalah atraksi tradisional masyarakat
Kepulauan Maluku. Kesenian yang juga dikenal dengan
nama buluh gila dan bara suwen ini terdapat di Provinsi
Maluku dan Provinsi Maluku Utara. Di Provinsi Maluku,
atraksi bernuansa magis tersebut dapat dijumpai di dua desa,
yaitu desa Liang Kecamatan Salahatu dan desa Mamala
Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah. Sementara
di Provinsi Maluku Utara, permainan yang tergolong gaib
ini terdapat di beberapa daerah di Kota Ternate dan
sekitarnya. Belum ditemukan data dan sumber sejarah yang
dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya mengenai asal-
usul atraksi bambu gila. Kendati demikian, atraksi ini
diyakini telah ada di Kepulauan Rempah itu sebelum agama
Kristen dan agama Islam masuk ke daerah tersebut.

171
Sejarah permainan ini berasal dari hutan bambu
terletak di kaki gunung berapi Gamalama, Ternate, Maluku
Utara. Sejumlah pemuda semula mencari bambu di kawasan
ini untuk mengadakan permainan bambu gila. Sengatan
matahari dan tajamnya sisi batu yang menghitam, bukan
penghalang langkah mereka untuk tetap bersemangat
mencari sebatang bambu yang bisa memberi hiburan bagi
rakyat sekampung. Sebelum pertunjukan dimulai, terlebih
dahulu disiapkan bambu berwarna cokelat atau bambu
suanggi yang memiliki panjang sekitar 2,5 m dengan
diameter sekitar 8 cm. Bambu dipotong menjadi tujuh ruas,
dimana tiap-tiap potongan ruasnya dipegang oleh seorang
pemain. Lalu, bambu tersebut diletakkan di dada masing-
masing pemain.
Perlengkapan lain untuk permainan yang tergolong
gaib ini adalah kemenyan atau jahe. Kemeyan biasanya
digunakan untuk pertunjukkan bambu gila yang tergolong
besar, sedangkan jahe untuk pertunjukan bambu gila yang
tergolong kecil. Pemain bambu gila terdiri dari tujuh orang
pemuda atau laki-laki dewasa yang didampingi oleh
seseorang yang bertindak sebagai pawang. Selama
pertunjukan berlangsung, para pemain dilarang memakai
perhiasan atau menggunakan barang yang berbahan logam,

172
seperti gelang, cincin, kalung, dan bahkan gigi palsu yang
terbuat dari logam.

B. Manfaat Permainan
Manfaat dari permainan bambu gila ini selain sebagai
sarana untuk melestarikan budaya setempat yang dapat
melatih kita untuk saling menjaga kerjasama dalam bermain
dimana seluruh pemain harus selalu kompak dalam bermain
agar tidak terjatuh dan tetap seimbang. Selain itu, permainan
ini biasanya juga digunakan sebagai pertunjukan masyarakat
Maluku sekaligus sebagai sarana dalam melakukan kegiatan
sehari-hari. Pemindahan dan penarikan kapal dilakukan
dengan bantuan bambu gila. Selain itu, pada masa
peperangan bambu gila digunakan untuk melawan musuh.
Masyarakat Maluku juga menjadikan bambu gila sebagai
bagian spiritual dan warisan budaya dari leluhurnya.

C. Nilai Moral Permainan


Nilai moral dari permainan ini yaitu kita harus
melestarikan permainan tradisional walaupun banyak
permainan yang lebih modern, agar permainan tradisional
itu tidak punah dan tetap lestari bagi anak cucu kita nanti
khususnya di daerah Maluku Utara. Permainan bambu gila

173
juga memiliki nilai moral kerja sama, dimana kita
memainkannya bersama teman atau orang lain. Permainan
tersebut akan menumbuhkan nilai kerja sama di dalam diri
kita agar bisa kompak satu sama lain dan akhirnya
memenangkan permainan. Selain itu, permainan ini juga
memiliki nilai kebersamaan yang dapat menumbuhkan rasa
kebersamaan lewat kekompakan dan kerja sama, serta
membuat hubungan pertemanan semakin erat.

D. Cara Bermain
Cara memainkan bambu gila sangat sederhana yaitu
para pemain hanya memeluk dan menahan laju bambu yang
bergerak melonjak sesuai kemauan sang pawang. Sebelum
permainan bambu gila dimulai, sang pawang bertugas
membakar kemenyan yang dibawanya menggunakan wadah
dari tempurung kelapa. Asap dari pembakaran menyan
kemudian dimasukkan ke dalam bilah bambu. Proses ini
menjadi penting dalam permainan tradisional bambu gila,
karena proses ini merupakan upaya untuk mengundang
sesuatu yang gaib untuk masuk dan menggerakan bambu.
Ketika pawang sudah berhasil memasukan sesuatu yang
gaib ke dalam bilah bambu, maka bambu dengan sendirinya
akan bergerak. Para pemain harus memeluk dan menahan

174
laju bambu di bawah kuasa sang pawang. Bambu tersebut
tidak akan berhenti bergerak sampai sang pawang
memerintahkannya untuk berhenti.
Dalam masyarakat Maluku yang masih tradisional,
aura mistis dalam permainan bambu gila akan terasa sangat
kental. Pasalnya, orang-orang yang boleh memainkan
bambu gila bukanlah orang sembarangan, melainkan mereka
yang sudah terpilih. Para pemain diharuskan bertelanjang
dada mengenakan atribut serba merah, termasuk pada celana
dan ikat kepala. Permainan berlangsung dengan iringan
musik, semakin cepat musik yang mengiringi, semakin liar
dan cepat gerakan pada bambu. Umumnya permainan
tradisional ini dimainkan oleh tujuh orang, atau bisa lebih
tergantung pada panjangnya bambu yang digunakan.

E. Aturan Bermain
Aturan dari permainan ini adalah menyiapkan
perlengkapan yang diperlukan untuk melakukan bambu gila
adalah bambu sepanjang 2,5 m dan berdiameter 8 cm.
Jumlah pemain yang memegang bambu harus ganjil dan
paling sedikit terdiri dari tujuh laki-laki yang kuat. Bambu
yang digunakan harus sesuai dengan permintaan pawang
atau disiapkan sendiri oleh pawang.

175
“CENGE-CENGE”

Sumber : Halmaherapost.com

A. Sejarah Permainan
Cenge-cenge sendiri merupakan permainan tradisional
asal Sulawesi Utara yang populer sejak tahun 1950.
Pemainnya didominasi anak-anak usia 5-12 tahun. Tak
hanya di Sulawesi, permainan legendaris ini juga
berkembang hingga ke Maluku Utara. Cara bermainnya tak
sulit, hanya menggambar petak-petak di tanah dengan
beragam bentuk dan pemainnya melompat-lompat di dalam
petak. Pemain dinyatakan kalah jika kakinya menginjak
garis. Permainan tersebut meski umumnya dimainkan anak
perempuan, tak jarang anak laki-laki juga ikut bermain.
Sayangnya, memasuki era tahun 2000 permainan ini mulai
jarang ditemui seiring majunya teknologi dan merebaknya
telepon genggam.

176
B. Manfaat Permainan
Permainan ini dapat melatih keterampilan dalam
mengamati ruang agar gaco’ yang dilempar tidak keluar
bidang yang sudah digambar dan tepat sasaran. Permainan
ini juga dapat melatih kecerdasan visual, melatih tubuh
dalam menjaga keseimbangan agar tidak jatuh dengan hanya
berdiri dengan satu kaki sambil melompat-lompat, serta
dapat melatih diri untuk menerima kekalahan karena
meyakini bahwa dalam setiap hal pasti ada yang namanya
kalah dan menang. Permainan ini pun mampu merespon
ketika ada pemain yang curang sehingga respon negatif dari
berbagai pihak dapat menjadi ajang untuk membentuk
karakter dan mental agar lebih sportif dalam berkompetisi.

C. Nilai Moral Permainan


Permainan tradisional cenge-cenge mengandung nilai-
nilai yang dapat membentuk budi pekerti positif, seperti
kejujuran, sportivitas, kegigihan, daya juang, kebersamaan,
gotong royong dan lain sebagainya. Selain itu, permainan
tradisional ini juga dapat menumbuhkan rasa kebersamaan
dan gotong royong sebagai cermin bangsa Indonesia.

177
D. Cara Bermain
Berikut tahapan cara bermain dari permainan
tradisional cenge-cenge, antara lain yaitu :
1. Buatlah 8 gambar kotak dan 1 buah setengah lingkaran
di atas tanah. Engklek tradisional memiliki 10 kotak,
tetapi kita dapat menggambar kotak sebanyak yang
diinginkan.
2. Setiap pemain engklek harus memiliki 1 buah gaco.
Sebelum memulai, lempar gaco tepat ke kotak nomor 1.
Aturannya tidak boleh menginjak kotak yang terdapat
gaco di dalamnya.
3. Mulailah melompat dengan satu kaki ke kotak nomor 2
dan seterusnya. Jika sudah kembali, ambil kembali gaco
milik kita di kotak nomor 1.
4. Ulangi langkah awal dengan melempar gaco ke kotak
nomer 2 hingga selanjutnya, yakni nomor 8. Jika sudah
selesai melempar dan melompat hingga ke kotak nomor
8, pemain dapat melempar gaco dengan posisi tubuh
membelakangi arena bermain. Dimana gaco mendarat,
di situlah pemain bisa menandai kotak dengan gambar
bintang. Pemain lain tidak diizinkan menginjak wilayah
yang terdapat bintang milik kita.

178
5. Lanjutkan permainan hingga seluruh kotak bernomor
berisi tanda bintang. Pemenang permainan engklek
adalah yang memiliki tanda bintang paling banyak.

E. Aturan Permainan
Adapun aturan permainan dari permainan cenge-cenge
ini diantaranya yaitu :
1. Apabila melempar gaco ke kotak yang salah atau
meleset, pemain dinyatakan gugur dan harus bergantian
giliran dengan pemain berikutnya.
2. Jika saat melompat ke kotak pemain menginjak garis
atau hilang keseimbangan, pemain dinyatakan gugur
dan berganti giliran dengan yang lain.
3. Melewatkan satu kotak atau melangkah ke satu kotak
dengan 2 kaki juga membuat pemain harus berhenti dan
berganti giliran dengan yang lain.
4. Jika gugur, pemain harus mengulang dari nomor yang
sama.
5. Pada kotak yang saling berdampingan, pemain
diperbolehkan untuk menapaki dua kotak tersebut
dengan kedua kakinya.

179
DAFTAR PUSTAKA

Ade, R. A. (2019). Pengembangan Gobag Sodor dalam


Pembelajaran Penjas. Primary : Jurnal Keilmuan dan
Kependidikan Dasar. Vol. 11, No. 02.
Afrinel, O., & Siska, P. (2019). Eksistensi Permainan
Tradisional Egrang Pada Masyarakat Monggak
Kecamatan Galang Kota Batam. Historia: Jurnal
Program Studi Pendidikan Sejarah. Vol 4. No 1.
Ajim, N. (2023). Permainan Tradisional Boy-Boyan. Diakses
pada tanggal 26 April 2023.
https://www.mikirbae.com/2016/05/permainan-
tradisional-boy-boyan.html
Andaresta, R. (2021). Asal Usul Sipak Rago, Nenek Moyang
dari Olahraga Sepak Takraw. Diakses pada tanggal 26
April 2023.
https://www.kilat.com/tren/pr-8445614015/asal-usul-
sipak-rago-nenek-moyang-dari-olahraga-sepak-
takraw/
Andreas, S. (2018). Serunya Permainan Tradisional Anak
Zaman Dulu. Jakarta : Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa.
Aturanpermainan.com. (2022). Permainan Tradisional Khas
Provinsi Papua. Diakses pada tanggal 5 April 2023.

180
https://aturanpermainan.blogspot.com/2022/01/permai
nan-tradisional-khas-provinsi-papua.html
Ayahbunda.co.id. (2023). Permainan Tradisional: Cublak
Cublak Suweng. Diakses pada tanggal 18 Maret 2023.
https://www.ayahbunda.co.id/balita-bermain-
permainan/permainan-tradisional3acublak-cublak-
suweng
Azila, S. Permainan Tradisional: Petak Umpet. Diakses pada
tanggal 4 April 2022.
http://azilasalsabila.blog.upi.edu/2015/10/20/permaina
n-tradisional-petak-umpet-2/
Bungin, B. (2001). Metodologi Penelitian Sosial. Surabaya:
Airlangga University Press.
Disparbud.jabarprov.go.id. (2023). 7 Permainan Tradisional
Khas Jawa Barat. Diakses pada tanggal 18 Maret
2023.
https://disparbud.jabarprov.go.id/7-permainan-
tradisional-khas-jawa-barat-kalian-pernah-coba/
Ditashinta. com. (2013). Permainan Tradisioanal Inkaropianik
dan Nsya Asya / Tok Asya dari Pulau Papua. Diakses
pada tanggal 5 April 2023.
http://ditasinthia.blogspot.com/2013/01/permainan-
tradisional-inkaropianik-dan.html

181
Dharmamulya, S. (2008). Permainan Tradisional Jawa.
Yogyakarta: Kepel Press.
Ekayanti, I. A. S. (2015). Pengaruh Permainan Gobak Sodor
Terhadap Kecerdasan Intrapersonal dan Interpersonal
Pada Anak Usia Dini. Jurnal Didaktita. Vol.13, No. 3.
Ensiklopedia Dunia. (2022). Sepak Raga. Diakses pada tanggal
26 April 2023.
https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Sepak_raga
Halimah, U. Permainan Tilako (Sulawesi Tengah). Diakses
pada tanggal 26 April 2023.
https://uun-halimah.blogspot.com/2008/08/permainan-
tilako-sulawesi-tengah.html
Halmaherapost.com. (2020). Bermain Cenge-Cenge Hingga
Menari Soya-Soya Ala Anak-Anak Kulaba Ternate.
Diakses pada tanggal 5 April 2023.
https://halmaherapost.com/2020/07/21/bermain-cenge-
cenge-hingga-menari-soya-soya-ala-anak-anak-
kulaba-ternate/
Hidayat, D. (2013). Permainan Tradisional dan Kearifan Lokal
Kampung Dukuh Garut Selatan Jawa
Barat. Academica, 5(2).

182
Jabar.idntimes.com. (2022). Permainan Tradisional Ucing
Sumput, Seru dan Banyak Manfaat. Diakses pada
tanggal 27 Maret 2023.
https://jabar.idntimes.com/life/education/langgeng-
irma-salugiasih-1/permainan-tradisional-ucing-sumput
Juari, W. (2014). Pendidikan Jasmani Olahraga dan
Kesehatan. Jakarta: Pusat Perbukuan, Kementrian
Pendidikan Nasional.
Kemendikbud. Bambu Gila. Diakses pada tanggal 5 April
2023.
https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&d
etailCatat=67#:~:text=Awal%20sejarahnya%20berasa
l%20dari%20hutan,menghitam%2C%20bukan%20pe
nghalang%20langkah%20mereka.
Kemdikbud BPNB Sulut. (2016). Permainan Tradisional
Cangke’. Diakses pada tanggal 26 April 2023.
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbsulut/cangke
Kompas.com. (2022). Permainan Pada Lagu Cublak-cublak
Suweng. Diakses pada tanggal 27 Maret 2023.
https://amp-kompas-
com.cdn.ampproject.org/v/s/amp.kompas.com/skola/re
ad/2020/07/15/090005069/permainan-pada-lagu-
cublak-cublak-suweng

183
Kompas.com. (2022). Karapan Sapi dari Madura: Sejarah,
Makna, Aturan, dan Cara Bermain. Diakses pada
tanggal 1 April 2023.
https://surabaya.kompas.com/read/2022/03/02/155350
778/karapan-sapi-dari-madura-sejarah-makna-aturan-
dan-cara-bermain?page=all#page2.
Kompas.com. (2022). Sejarah Permainan Tradisional Bakiak
Asal Sumatera Barat dan Cara Main. Diakses pada
tanggal 26 April 2023.
https://regional.kompas.com/read/2022/09/04/134454
478/sejarah-permainan-tradisional-bakiak-asal-
sumatera-barat-dan-cara-main
Kumparan.com. (2021). Permainan Tradisional Boy-Boyan
yang Dimainkan di Luar Rumah. Diakses pada tanggal
26 April 2023.
https://kumparan.com/berita-update/permainan-
tradisional-boy-boyan-yang-dimainkan-di-luar-rumah-
1wEVlxqq2N5/full
Laksmiyanti, E. (2017). Rekayasa Permainan Tradisional
Dam-Daman Digital. Semarang: Universitas Negeri
Semarang.
Mirza, J. (2010). Permainan Indoor dan Outdoor Kreatif untuk
Melejitkan Kecerdasan Anak. Yogyakarta: Titan.

184
Mulyani, D., dkk. (2020). Pengembangan Media Permainan
Dakon untuk Meningkatkan Kemampuan Berhitung
Anak. Al-Athfaal: Jurnal Ilmiah Pendidikan Anak Usia
Dini Vol.3 No.2.
Murtafiatun. (2018). Kumpulan Permainan Tradisional
Nusantara. Yogyakarta: C-Klik Media.
Niauliaa. (2018). Permainan Tradisional Boi-Boian. Diakses
pada tanggal 26 April 2023.
https://budaya-indonesia.org/Permainan-Tradisional-
Boi-Boian
Nurhasanah, H. (2020). Permainan Tradisional Dam-Daman
Integrasi. Tangerang: PT. Pelita Media Nusantara.
Nurcahyani, L., dkk. (2020). Permainan Tradisional
Masyarakat Pesisir. Pontianak: CV Media Jaya
Abadi.
Orami.co.id. (2022). 10 Permainan Tradisional Jawa Barat
dan Cara Memainkannya. Diakses pada tanggal 18
Maret 2023.
https://www.orami.co.id/magazine/permainan-
tradisional-jawa-barat
Pilasari, I. (2017). Upaya Meningkatkan Sosialisasi Anak
Melalui Permainan Petak Umpet di Ra Hj. Fauziah

185
Binjai. Medan : Universitas Muhammadiyah Sumatera
Utara.
Rusmana, D. (2010). Permainan Congkak: Nilai dan
Potensinya Bagi Perkembangan Kognitif Anak. Balai
Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung.
Ruswan, A., & Nikawanti, G. (2018). Pengaruh Permainan
Gobak Sodor Terhadap Kemampuan Jasmani
Anak. Metodik Didaktik: Jurnal Pendidikan Ke-SD-
an, 13(2).
Sabaria, R. (2020). Cingciripit: Permainan Anak-Anak Sunda
dalam Pembelajaran Tari. Gondang: Jurnal Seni dan
Budaya, 4(1), 69-79.
Setiawan, I., & Triyanto, H. (2014). Pengembangan Permainan
Tradisonal Gobak Sodor Bola dalam Pembelajaran
Penjas pada Siswa SD. Media Ilmu Keolahragaan
Indonesia, 4(1).
Sundar, A. (2015). Cangke-Cangke, Melatih Membidik
Pukulan Tepat Sasaran. Diakses pada tanggal 26
April 2023.
http://mainananakjawa.blogspot.com/2014/12/cangke-
cangke-melatih-membidik-pukulan.html

186
Traditional Games Returns. (2020). Megoak-goakan,
Permainan Tradisional Perayaan Nyepi di Bali.
Diakses pada tanggal 26 April 2023.
https://tgrcampaign.com/read/128/megoak-goakan-
permainan-tradisional-perayaan-nyepi-di-bali
Wiki Buku. (2023). Permainan Tradisional Bali Meong-
Meongan. Diakses pada tanggal 26 April 2023.
https://id.wikibooks.org/wiki/Permainan_Tradisional_
Bali/M%C3%A9ong-m%C3%A9ongan
Wikipedia.id. (2019). Celle (Permainan). Diakses pada tanggal
26 April 2023.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Celle_(permainan)
Yulita, R. (2017). Permainan Tradisional Anak Nusantara.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Jakarta: ISBN 9786024372262. Diakses pada tanggal
26 April 2023.
https://repositori.kemdikbud.go.id/5479/
Zulfikar, F. (2021). Balogo, Permainan Tradisional Unik dari
Kalimantan Selatan. Diakses pada tanggal 26 April
2023.
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-
5630705/balogo-permainan-tradisional-unik-dari-
kalimantan-selatan

187
BIODATA KELOMPOK 1

188
BIODATA KELOMPOK 3

189
BIODATA KELOMPOK 5

190
BIODATA KELOMPOK 7

191
BIODATA KELOMPOK 9

192

Anda mungkin juga menyukai