Anda di halaman 1dari 20

i

LAPORAN
KAJIAN CORRUPTION RISK ASSESSMENT (CRA) PADA
REGULASI PENUGASAN KHUSUS DALAM RANGKA
PERCEPATAN PELAKSANAAN PEMBANGUNAN
INFRASTRUKTUR

Diterbitkan oleh:
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Penyusun:
Syahdu Winda
Erlangga Dwisaputro
Ibrahim Kholil
Adryan Kusumawardhana
Dwi Indriastuti
Raisa Annisa
Aldila Surya Hutami

Pendukung:
Agung Sanyono

Supervisi:
Kunto Ariawan

Penanggungjawab:
Agung Yudha Wibowo

i
PERNYATAAN
Kajian Analisis Kerentanan Risiko Korupsi pada Regulasi Kajian Corruption Risk
Assessment (CRA) pada Regulasi Penugasan Khusus dalam Rangka Percepatan
Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur
Laporan Hasil Kajian ini merupakan produk Direktorat Monitoring Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK). Sifat distribusi dan pemanfaatan laporan terbatas pada internal KPK dan instansi
terkait. Dilarang menggandakan dan mengedarkan laporan ini tanpa izin dari KPK.

Kasatgas Direktur Monitoring

Salinan /

ii
Daftar Istilah

Perpres : Peraturan Presiden


Kementerian PUPR : Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Corruption Risk Assessment : Instrumen pencegahan korupsi yang secara sistematis
(CRA) menganalisis dan menilai faktor-faktor penyebab korupsi
dalam regulasi yang telah terbit dan/atau masih dalam
bentuk rancangan.
P3 : Proyek Persiapan, Pemindahan dan Pembangunan
Ibu Kota Negara (IKN) : Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
KIPP : Kawasan Inti Pusat Pemerintahan
Kepala Otorita Ibu Kota :
Kepala Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Nusantara
Kerjasama Pemerintah Badan : Kerja sama antara pemerintah dan badan usaha dalam
Usaha (KPBU) penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum
dalam rangka pendanaan persiapan, pembangunan, dan
pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara dengan
mengacu pada spesifikasi layanan yang telah ditetapkan
sebelumnya oleh menteri, kepala lembaga, direksi badan
usaha milik negara, dan/atau Kepala Otorita Ibu Kota
Nusantara, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan
sumber daya badan usaha dengan memperhatikan
pembagian risiko di antara para pihak.
PBJ : Pengadaan Barang dan Jasa
fraud : tindakan yang sengaja dilakukan untuk memperoleh
keuntungan yang tidak sah, baik untuk diri sendiri
maupun lembaga
KPBU : Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha

iii
Daftar Isi

PERNYATAAN ........................................................................................................................................ ii
Daftar Istilah .......................................................................................................................................... iii
Daftar Isi .................................................................................................................................................. iv
Executive Summary ...................................................................................................................................... 7
BAB I. Pendahuluan ............................................................................................................................. 9
BAB II. Gambaran Umum................................................................................................................ 10
BAB III. Hasil Analisis dan Rekomendasi................................................................................. 13
BAB IV. Kesimpulan .......................................................................................................................... 16
Daftar Pustaka ...................................................................................................................................... 18

iv
Ringkasan Eksekutif

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan analisis risiko korupsi pada regulasi
Peraturan Presiden Nomor 120 Tahun 2022 (Perpres 120/2022) tentang Penugasan Khusus
Dalam Rangka Percepatan Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur dengan menggunakan
metode Corruption Risk Assessment (CRA).

CRA adalah instrumen pencegahan korupsi yang secara sistematis menganalisis dan menilai
faktor-faktor penyebab korupsi dalam regulasi yang telah ada dan/atau masih dalam bentuk
rancangan. Kajian ini meliputi 4 aspek, yaitu:

1. Kepatuhan, terdiri dari 3 kriteria, yakni beban kepatuhan, kecukupan peraturan disiplin dan
perlakuan istimewa
2. Pelaksanaan, terdiri dari 3 kriteria, yaitu dasar pengambilan keputusan yang objektif,
pemberian tugas pada pihak lain dan risiko salah alokasi bantuan pemerintah
3. Administrasi, terdiri dari 3 kriteria, yaitu aksesibilitas, transparansi dan kejelasan layanan
publik
4. Pengendalian Korupsi, terdiri dari 2 kriteria, yaitu konflik kepentingan dan keandalan
mekanisme anti korupsi
Regulasi yang menjadi objek kajian adalah Peraturan Presiden Nomor 120 Tahun 2022 tentang
Penugasan Khusus Dalam Rangka Percepatan Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur. Dari
hasil analisis CRA tersebut masih terdapat risiko korupsi yang perlu diatur lebih lanjut terkait:

1. Penunjukan langsung dalam rangka percepatan proses pengadaan barang/jasa (pbj)


pemerintah
a. Kriteria percepatan dalam penugasan khusus untuk penunjukan
b. Kompetisi harga pengadaan barang jasa pemerintah dengan metode penunjukan
langsung
2. Kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPBU)
3. Batas waktu penugasan khusus

Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, direkomendasikan perubahan regulasi yang


memuat sejumlah ketentuan untuk menutup celah terjadinya korupsi tersebut, antara lain:
1. Dua ketentuan (Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 dan Peraturan Presiden Nomor
120 Tahun 2022) memiliki hierarki yang sama dalam tata urutan peraturan perundang-
undangan, sehingga keduanya dapat saling melengkapi kriteria Pekerjaan Barang Jasa (PBJ)
Pemerintah yang dapat dilakukan penunjukan langsung. Sehingga agar Peraturan Presiden
Nomor 120 Tahun 2022 dapat diimplementasikan, maka kalimat “sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku” yang tercantum pada Pasal 1 Ayat (4)
Peraturan Presiden Nomor 120 Tahun 2022 diganti dengan “didasarkan pada Pasal 1 Ayat
(2)”.
2. Menggunakan metode penunjukan langsung hanya untuk pekerjaan yang masa
pengerjaannya kurang dari 6 (enam) bulan.

v
3. Untuk memastikan kewajaran pembayaran pada PBJ pemerintah metode penunjukan
langsung, dalam Perpres 120/2022 perlu ditambahkan klausul PPK meminta audit oleh APIP
atau BPKP untuk menentukan kewajaran harga sebelum dilakukan pembayaran kepada
penyedia untuk PBJ pemerintah metode penunjukan langsung.
4. Menghapus skema Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU) dengan metode
penunjukkan langsung dalam rangka percepatan pembangunan infrastruktur.
5. Memberikan batas waktu penugasan khusus yang diberikan kepada Kementerian PUPR
dalam rangka percepatan pembangunan infrastruktur. Percepatan pembangunan
infrastruktur sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 120 tahun 2022
berlaku sampai dengan selesai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun
2020-2024.

vi
Executive Summary
The Corruption Eradication Commission (KPK) uses the Corruption Risk Assessment (CRA)
method to conduct a corruption risk analysis on Presidential Regulation Number 120 of 2022
(Perpres 120/2022) concerning Special Assignments in the Context of Accelerating the
Implementation of Infrastructure Development. CRA is a corruption prevention instrument that
systematically analyzes and assesses the factors that cause corruption in existing regulations
and/or are still in draft form. This study covers four aspects:

1. Compliance, consisting of 3 criteria: compliance burden, adequacy of disciplinary


regulations, and preferential treatment;
2. Implementation, consisting of 3 criteria: the basis for objective decision-making,
assigning tasks to other parties, and the risk of misallocation of government assistance;
3. Administration, consisting of 3 criteria: accessibility, transparency, and clarity of public
services; and
4. Corruption Control, consisting of 2 criteria: conflict of interest and reliability of anti-
corruption mechanisms;

The Presidential Regulation Number 120 of 2022 focuses on this study since it addresses Special
Assignments in the Context of Speeding Up Infrastructure Construction. According to the CRA
analysis, more regulation is needed to address corruption concerns associated with:

1. Direct appointment for the purpose of expediting the government's acquisition of goods
and services (Pengadaan Barang dan Jasa or PBJ):
a. Acceleration criteria for special tasks;
b. Price competition for government procurement of goods and services utilizing
direct appointment.
2. Cooperation between the government and business entities (Kerjasama antara
Pemerintah dengan Badan Usaha or KPBU); and
3. Special assignment deadlines.

To address the issues mentioned above, it is suggested that regulations include a variety of
requirements to eliminate corruption loopholes:

1. The two clauses (Presidential Regulation No. 12 of 2021 and Presidential Regulation No.
120 of 2022) share the same hierarchy in the sequence of laws and regulations, allowing
them to complement each other's requirements for PBJ, who may be nominated
immediately. To implement Presidential Regulation Number 120 of 2022, the phrase
"under the requirements of the relevant laws and regulations" in Article 1 Paragraph (4)
must be substituted with "based on Article 1 Paragraph (2).";
2. The direct appointment approach is limited to work with a duration of less than six
months;
3. To guarantee the fairness of payments in the PBJ process in the government context
utilizing the direct appointment method, Presidential Decree 120/2022 should include a
section requiring PPK to seek an audit conducted by Government Internal Oversight

7
Apparatus (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah or APIP) or Indonesia's National
Government Internal Auditor (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan or BPKP)
to assess pricing fairness before processing payments to providers;
4. Remove the Government Cooperation with Business Entities (PPP) scheme with the direct
appointment method in the context of accelerating infrastructure development; and
5. Set a timeframe for special projects assigned to the Ministry of Public Works and Public
Housing (Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat or Kemen PUPR) in
order to expedite infrastructure construction. The acceleration of infrastructure
development, as specified in Presidential Regulation Number 120 of 2022, is in effect until
the completion of the 2020-2024 National Medium-Term Development Plan.

8
BAB I. Pendahuluan
Peraturan Presiden Nomor 120 Tahun 2022 (Perpres 120/2022) tentang Penugasan Khusus
Dalam Rangka Percepatan Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur menjadi dasar bagi
Kementerian PUPR untuk menjalankan fungsi lainnya selain yang tertuang di dalam Pasal 5
Perpres Nomor 27 tahun 2020 tentang Kementerian PUPR untuk melakukan pembangunan
infrastruktur yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi negara.
Perpres 120/2022 telah ditetapkan dan diundangkan pada tanggal 27 September 2022 oleh
Presiden Joko Widodo. Di dalam Perpres 120/2022 ini berisikan penugasan khusus yang
diberikan oleh Presiden RI kepada Kementerian PUPR didasarkan pada hasil rapat yang
dipimpin oleh Presiden dan/atau hasil kunjungan lapangan Presiden. Terdapat 21 (dua puluh
satu) bentuk penugasan khusus yang diberikan oleh Presiden kepada Kementerian PUPR diluar
dari fungsi Kementerian, termasuk pengaturan mengenai pelaksanaan penugasan khusu tersebut
yang memungkinkan Menteri PUPR dapat melakukan penunjukan langsung dalam proses
pengadaan barang/jasa.
Saat ini juga, terdapat proyek strategis nasional pembangunan infrastruktur yang saat ini sedang
dilaksanakan oleh Kementerian PUPR adalah Proyek Persiapan, Pemindahan dan Pembangunan
(P3) Ibukota Negara (IKN) sebagaimana yang tertuang di dalam lampiran Perpres Nomor 63
Tahun 2022 tentang Perincian Rencana Induk Ibukota Nusantara bahwa pada tahap I
Pembangunan di Tahun 2022 – 2024 direncanakan pembangunan infrastruktur berupa
Perkantoran Pemerintah, Perumahan ASN, TNI dan Polri beserta seluruh sarana prasarana
lingkungan, fasilitas umum dan fasilitas sosial yang difokuskan pada Kawasan Inti Pusat
Pemerintahan (KIPP). Termasuk untuk melaksanakan pengembangan Wilayah Perencanaan
(WP) Pusat Pemerintahan Sub-WP 1B dan Sub-WP 1C, Land Development, Penyiapan
konektivitas dan penyediaan hunian Aparatur Sipil Negara.
Berdasarkan uraian permasalahan diatas, maka kegiatan penugasan khusus dalam rangka
percepatan pelaksanaan pembangunan infrastruktur dimungkinkan juga dalam rangka
percepatan pelaksanaan Pembangunan Ibukota Negara (IKN), sehingga perlu mendapatkan
perhatian utama untuk mencegah terjadinya korupsi pada saat pelaksanaan proyek. Selanjutnya,
KPK melakukan analisis risiko korupsi pada regulasi Peraturan Presiden Nomor 120 Tahun 2022
(Perpres 120/2022) tentang Penugasan Khusus Dalam Rangka Percepatan Pelaksanaan
Pembangunan Infrastruktur dengan menggunakan metode Corruption Risk Assessment (CRA).
Diharapkan saran KPK terkait pencegahan potensi korupsi pada regulasi tersebut menjadi
perhatian Pemerintah untuk ditindaklanjuti melalui perbaikan regulasi yang diperlukan,
sehingga pelaksanaan kegiatan penugasan dalam rangka percepatan pelaksanaan pembangunan
infrastruktur dapat terlaksana secara efisien, transparan, akuntabel, bebas korupsi.

9
BAB II. Gambaran Umum

Regulasi yang menjadi objek kajian dengan metode CRA ini terdiri adalah Peraturan Presiden
Nomor 120 Tahun 2022 (Perpres 120/2022) tentang Penugasan Khusus Dalam Rangka
Percepatan Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur.

CRA adalah instrumen pencegahan korupsi yang secara sistematis menganalisis dan menilai
faktor-faktor penyebab korupsi dalam regulasi yang telah ada dan/atau masih dalam bentuk
rancangan1. Metode ini digunakan untuk mencapai beberapa tujuan, yakni:
1. Untuk mencegah terjadinya korupsi dengan terlebih dahulu menghilangkan peraturan yang
memiliki celah perbuatan korup, misalnya peraturan yang tidak jelas, tidak memberikan
kepastian, standar-standarnya tidak realistis, dan lain-lain
2. Untuk meletakkan fondasi bagi implementasi kebijakan anti-korupsi yang efisien dengan
menganalisis dan menilai penyebab mendasar korupsi pada peraturan
3. Untuk meningkatkan kehandalan dan kepastian kebijakan anti-korupsi dengan
merasionalisasi kriteria penilaian dan meningkatkan transparansi prosedur administrasi
dalam menyusun dan menegakkan hukum dan peraturan

Selain tujuan di atas, CRA (melalui penghilangan faktor penyebab korupsi dalam sebuah
peraturan) bermanfaat mencegah biaya ekonomi dan sosial yang diakibatkan korupsi dan
meningkatkan transparansi implementasi kebijakan dengan mempertimbangkan berbagai
perspektif pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan.

CRA dilakukan dengan menilai sebuah regulasi melalui beberapa aspek dan kriteria yang telah
ditentukan. Aspek dan kriteria ini dipilih sebagai faktor-faktor yang dianggap dapat menjadi
peluang bagi pihak-pihak tertentu untuk melakukan korupsi. Aspek penilaian risiko korupsi
dalam CRA terdiri dari :
1. Aspek Kepatuhan, yang terdiri atas 3 kriteria sebagai berikut:
a. Beban kepatuhan
Kriteria ini menentukan apakah beban kepatuhan (misalnya biaya, persyaratan atau
kewajiban yang dibebankan pada publik, perusahaan, atau organisasi) adalah rasional dan
tidak berlebihan jika dibandingkan dengan peraturan yang serupa.
b. Kecukupan peraturan disiplin
Kriteria ini menentukan apakah tingkat sanksi atas pelanggaran hukum cukup memadai
dan juga tidak berlebihan dibandingkan dengan undang-undang sejenis.
c. Perlakuan istimewa
Kriteria ini menentukan apakah dalam peraturan terdapat perlakuan istimewa atau
manfaat khusus yang diberikan untuk perusahaan, organisasi, atau orang tertentu.

2. Aspek Pelaksanaan, terdiri atas 3 kriteria sebagai berikut:


a. Dasar pengambilan keputusan yang objektif

1
Pedoman CRA, Direktorat Litbang KPK, 2020

10
Kriteria ini menentukan apakah peraturan yang mengandung diskresi telah dinyatakan
dengan cara yang jelas, pasti, konkret, dan objektif (mis. Undang-undang telah
menetapkan, siapa yang memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan, ruang
lingkup kewenangan tersebut, standar dan prosedur untuk melaksanakan kewenangan
tersebut, dan lain-lain). Kriteria ini juga menentukan apakah ada mekanisme kontrol
untuk mencegah penggunaan diskresi yang berlebihan.
b. Transparansi dan akuntabilitas dalam pemberian tugas pada pihak lain
Kriteria ini menentukan apakah pemberian kepercayaan dari pemerintah kepada pihak
lain telah diatur dengan jelas (apakah ruang lingkup, batasan, prosedur pemilihannya,
dan lain-lain telah didefinisikan dengan jelas dan dinyatakan dalam peraturan). Kriteria
ini juga menentukan apakah telah tersedia mekanisme untuk memastikan akuntabilitas
dalam proses yang dilakukan pihak yang telah diberi tugas atau yang telah diberi
wewenang
c. Risiko salah alokasi atau penyalahgunaan bantuan pemerintah
Kriteria ini menentukan apakah ada redundansi dalam bantuan keuangan. Kriteria ini
juga menilai risiko pemborosan anggaran akibat standar yang tidak jelas dalam bantuan
keuangan; dan apakah ada mekanisme pemantauan untuk mencegah
pemborosan/kebocoran anggaran

3. Aspek Administrasi, terdiri atas 3 kriteria sebagai berikut:


a. Aksesibilitas
Kriteria ini menentukan apakah tersedia ruang/akses yang memadai bagi para pemangku
kepentingan yang terkait dengan sebuah peraturan, termasuk bagi publik, perusahaan,
dan organisasi untuk berpartisipasi dalam prosedur administrasi (misalnya pembuatan
kebijakan dan pengajuan keberatan).
b. Keterbukaan
Kriteria ini menentukan apakah informasi tentang proses administrasi (misalnya
dokumen yang diperlukan, prosedur penanganan, dan lainnya) telah diinformasikan
dengan memadai kepada para pemangku kepentingan dan publik.
c. Kejelasan dalam penyelenggaraan layanan publik dan proses administrasi
Kriteria ini menentukan apakah pemohon/pengguna layanan dapat dengan mudah
memahami prosedur administrasi, dapat dengan mudah mempersiapkan dokumen atau
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh layanan dan dapat dengan mudah
memperoleh kejelasan tentang proses administrasi (jumlah hari layanan, tahapan
layanan, dan tracking layanan)

4. Aspek Pengendalian Korupsi, terdiri atas 2 kriteria sebagai berikut:


a. Konflik kepentingan
Kriteria ini untuk menentukan apakah ada standar, prosedur, atau mekanisme untuk
mencegah situasi konflik kepentingan (yaitu kepentingan pribadi yang berdampak pada
proses administrasi publik).
b. Keandalan mekanisme anti korupsi

11
Kriteria ini untuk menentukan apakah diperlukan penyusunan mekanisme kontrol
terhadap korupsi atau penerapan regulasi anti-korupsi untuk mencegah risiko korupsi
yang diakibatkan oleh penerapan undang-undang dan peraturan lainnya.

12
BAB III. Hasil Analisis dan Rekomendasi

Untuk menjalankan fungsi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang
ditugaskan oleh Presiden dalam rangka percepatan pelaksanaan pembangunan infrastruktur di
berbagai daerah dan mendorong pertumbuhan ekonomi negara, maka diterbitkan Peraturan
Presiden Nomor 120 Tahun 2022 (Perpres 120/2022) tentang Penugasan Khusus Dalam Rangka
Percepatan Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan asesmen risiko korupsi atas Perpres
120/2022 dengan tujuan untuk mengidentifikasi potensi risiko korupsi pada pelaksanaan Perpres
120/2022 dengan hasil sebagai berikut:

1. PENUNJUKAN LANGSUNG DALAM RANGKA PERCEPATAN PROSES


PENGADAAN BARANG/JASA (PBJ) PEMERINTAH

a. Kriteria Percepatan dalam Penugasan Khusus untuk Penunjukan Langsung


Pada Pasal 1 Ayat (4) Peraturan Presiden No. 120 Tahun 2022 disebutkan bahwa dalam
pelaksanaan penugasan khusus, Menteri PUPR dapat melakukan penunjukan langsung
dalam proses Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Pemerintah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Dalam Pasal 38 Ayat (4) dan (5) Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang
Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa
(PBJ) Pemerintah disebutkan bahwa penunjukan langsung dapat dilaksanakan untuk
barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dalam keadaan tertentu, namun tidak
menyebutkan bahwa penunjukan langsung dapat dilaksanakan dalam rangka percepatan
proses Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) Pemerintah.

Klausul pada Pasal 1 Ayat (4) mengakibatkan tafsir yang tidak jelas apakah penunjukkan
langsung dalam rangka penugasan khusus dapat dilakukan dengan alasan percepatan atau
tetap merujuk kepada ketentuan yang diatur oleh Peraturan Presiden Pengadaan
Barang/Jasa. Hal ini mengakibatkan Pasal 1 Ayat (4) Peraturan Presiden Nomor 120 Tahun
2022 menjadi sulit untuk diimplementasikan.

Selain itu, kata “dapat” perlu diperjelas terkait kriteria pekerjaan yang dapat dilakukan
penunjukan langsung. Untuk pertimbangan percepatan proses pengadaan, pekerjaan yang
lama pekerjaannya lebih dari 6 (enam) bulan tidak akan signifikan untuk mempercepat
waktu pekerjaan melalui metode penunjukan langsung karena terdapat pula beberapa
metode pengadaan lain yang dapat mempercepat proses pengadaan, misalnya metode tender
cepat. Jika proses tender membutuhkan waktu 45 hari, proses tender cepat dapat
mempercepat proses menjadi 14 hari sehingga urgensi penggunaan metode penunjukan
langsung menjadi tidak signifikan mempercepat waktu pekerjaan dan justru meningkatkan
risiko fraud dan kemahalan harga karena ketiadaan kompetisi.

13
Rekomendasi:

1) Dua ketentuan (Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 dan Peraturan Presiden Nomor
120 Tahun 2022) memiliki hierarki yang sama dalam tata urutan peraturan perundang-
undangan, sehingga keduanya dapat saling melengkapi kriteria Pekerjaan Barang Jasa (PBJ)
Pemerintah yang dapat dilakukan penunjukan langsung. Sehingga agar Peraturan Presiden
Nomor 120 Tahun 2022 dapat diimplementasikan, maka kalimat “sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku” yang tercantum pada Pasal 1 Ayat (4)
Peraturan Presiden Nomor 120 Tahun 2022 diganti dengan “didasarkan pada Pasal 1 Ayat
(2)”.
(2) Menggunakan metode penunjukan langsung hanya untuk pekerjaan yang masa
pengerjaannya kurang dari 6 (enam) bulan.

b. Kompetisi Harga Pengadaan Barang Jasa Pemerintah dengan Metode


Penunjukan Langsung
Metode penunjukan langsung dalam Pengadaan Barang Jasa Pemerintah yang disebutkan
pada Pasal 1 Ayat (4) Peraturan Presiden Nomor 120 Tahun 2022 mengandung beberapa
risiko kecurangan antara lain persekongkolan antara penyedia dengan pemberi kerja dan
favoritism dalam pemilihan penyedia. Hal ini berpotensi mengakibatkan terjadinya
kemahalan harga karena tidak ada kompetisi yang adil antara penyedia sehingga penawaran
harga yang terbaik dari penyedia tidak dapat terbentuk. Selain itu terdapat potensi terjadinya
suap dengan menggunakan selisih pembayaran yang ada dengan tujuan untuk memilih
penyedia tertentu.

Rekomendasi:
Untuk memastikan kewajaran pembayaran pada PBJ pemerintah metode penunjukan
langsung, dalam Perpres 120/2022 perlu ditambahkan klausul PPK meminta audit oleh APIP
atau BPKP untuk menentukan kewajaran harga sebelum dilakukan pembayaran kepada
penyedia untuk PBJ pemerintah metode penunjukan langsung.

2. KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA (KPBU)


Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 120 Tahun 2022 menyebutkan bahwa pembangunan
infrastruktur yang dimaksud dalam Pasal 1 dapat dilakukan melalui skema Kerjasama
Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU), hal ini berarti bahwa skema Kerjasama
Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU) dapat dilakukan dengan metode penunjukan
langsung tanpa ada seleksi antara Badan Usaha. Hal ini mengakibatkan terjadinya potensi
benturan kepentingan dalam proses penunjukan Kerjasama Pemerintah Dengan Badan
Usaha (KPBU).

Rekomendasi
Menghapus skema Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU) dengan metode
penunjukkan langsung dalam rangka percepatan pembangunan infrastruktur.

14
3. BATAS WAKTU PENUGASAN KHUSUS
Perpres 120/2022 merupakan kebijakan yang mengandung diskresi dalam rangka
mempercepat pembangunan infrastruktur. Tidak adanya batasan waktu penugasan secara
tertulis pada perpres dapat menimbulkan potensi terjadinya penyalahgunaan kewenangan
karena kebijakan dan diskresi ini dapat dilanjutkan pada Pemerintahan berikutnya.
Pelaksanaan pembangunan infrastruktur pada dasarnya sudah tertuang di dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang tahun 2020-2024.

Rekomendasi
Memberikan batas waktu penugasan khusus yang diberikan kepada Kementerian PUPR
dalam rangka percepatan pembangunan infrastruktur. Percepatan pembangunan
infrastruktur sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 120 tahun 2022
berlaku sampai dengan selesai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun
2020-2024.

15
BAB IV. Kesimpulan

Peraturan Presiden Nomor 120 Tahun 2022 (Perpres 120/2022) tentang Penugasan Khusus
Dalam Rangka Percepatan Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur menjadi dasar bagi
Kementerian PUPR untuk menjalankan fungsi lainnya selain yang tertuang di dalam Pasal 5
Perpres Nomor 27 tahun 2020 tentang Kementerian PUPR. Fungsi lain Kementerian PUPR
tersebut bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi negara.
CRA adalah instrumen pencegahan korupsi yang secara sistematis menganalisis dan menilai
faktor-faktor penyebab korupsi dalam regulasi yang telah ada dan/atau masih dalam bentuk
rancangan2. Metode ini digunakan untuk mencapai beberapa tujuan, yakni: mencegah terjadinya
korupsi dengan terlebih dahulu menghilangkan peraturan yang memiliki celah perbuatan korup;
meletakkan fondasi bagi implementasi kebijakan anti-korupsi yang efisien dengan menganalisis
dan menilai penyebab mendasar korupsi pada peraturan: dan meningkatkan kehandalan dan
kepastian kebijakan anti-korupsi dengan merasionalisasi kriteria penilaian dan meningkatkan
transparansi prosedur administrasi dalam menyusun dan menegakkan hukum dan peraturan.
Regulasi yang menjadi objek kajian adalah Peraturan Presiden Nomor 120 Tahun 2022 tentang
Penugasan Khusus Dalam Rangka Percepatan Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur. Dari
hasil analisis CRA masih terdapat risiko korupsi yang perlu diatur lebih lanjut terkait:

1. Penunjukan langsung dalam rangka percepatan proses pengadaan barang/jasa (pbj)


pemerintah:
a. Kriteria percepatan dalam penugasan khusus untuk penunjukan;
b. Kompetisi harga pengadaan barang jasa pemerintah dengan metode penunjukan
langsung
2. Kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPBU)
3. Batas waktu penugasan khusus

Untuk mengatasi hal-hal tersebut, direkomendasikan perubahan regulasi yang memuat sejumlah
ketentuan untuk menutup celah terjadinya korupsi, antara lain:

1) Dua ketentuan (Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 dan Peraturan Presiden Nomor
120 Tahun 2022) memiliki hierarki yang sama dalam tata urutan peraturan perundang-
undangan, sehingga keduanya dapat saling melengkapi kriteria Pekerjaan Barang Jasa (PBJ)
Pemerintah yang dapat dilakukan penunjukan langsung. Sehingga agar Peraturan Presiden
Nomor 120 Tahun 2022 dapat diimplementasikan, maka kalimat “sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku” yang tercantum pada Pasal 1 Ayat (4)
Peraturan Presiden Nomor 120 Tahun 2022 diganti dengan “didasarkan pada Pasal 1 Ayat
(2)”.
2) Menggunakan metode penunjukan langsung hanya untuk pekerjaan yang masa
pengerjaannya kurang dari 6 (enam) bulan.
3) Untuk memastikan kewajaran pembayaran pada PBJ pemerintah metode penunjukan
langsung, dalam Perpres 120/2022 perlu ditambahkan klausul PPK meminta audit oleh APIP

2
Pedoman CRA, Direktorat Litbang KPK, 2020

16
atau BPKP untuk menentukan kewajaran harga sebelum dilakukan pembayaran kepada
penyedia untuk PBJ pemerintah metode penunjukan langsung.
4) Menghapus skema Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU) dengan metode
penunjukkan langsung dalam rangka percepatan pembangunan infrastruktur.
5) Memberikan batas waktu penugasan khusus yang diberikan kepada Kementerian PUPR
dalam rangka percepatan pembangunan infrastruktur. Percepatan pembangunan
infrastruktur sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 120 tahun 2022
berlaku sampai dengan selesai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun
2020-2024.
Dengan sejumlah perbaikan ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 120 Tahun 2022
(Perpres 120/2022) tentang Penugasan Khusus Dalam Rangka Percepatan Pelaksanaan
Pembangunan Infrastruktur., diharapkan pembangunan infrastruktur dapat berjalan secara
akuntabel dan tercegah dari praktik koruptif.

17
Daftar Pustaka
Direktorat Penelitian dan Pengembangan, 2020. Metode Corruption Risk Assessment
(CRA) Dalam Pencegahan Korupsi Melalui Perbaikan Regulasi: Pembelajaran dari Korea
Selatan. Komisi Pemberantasan Korupsi. Jakarta.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2015. Kerjasama Pemerintah


Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur. 20 Maret 2015. Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 62. Jakarta.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2021. Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
2 Februari 2021. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 63. Jakarta.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003. Badan Usaha Milik Negara. 19 Juni 2003.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70. Jakarta.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. 5
Oktober 2004. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104. Jakarta.

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007. Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota


Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. 30 Juli 2007. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93. Jakarta.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. 12
Agustus 2011. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82. Jakarta.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012. Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum. 14 Januari 2012. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 22. Jakarta.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014. Administrasi Pemerintahan. 17 Oktober 2014.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292. Jakarta.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021. Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. 19 Juli 2021. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 155. Jakarta.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah. 5 Januari 2022. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022
Nomor 4. Jakarta.

18
19

Anda mungkin juga menyukai