Anda di halaman 1dari 41

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI


DIREKTORAT INVESTIGASI I

Pedoman Teknis
Penilaian Risiko Kecurangan Atas Penyelenggaraan
Program/Kegiatan Pada Pemerintah Daerah

2019
BABI
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Berdasarkan hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan dalam Ikhtisar Hasil


Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2017,dalam Laporan Hasil Pemeriksaan
(LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) terdapat 2.525
permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan yang mengakibatkan kerugian sebesar Rp1,13 triliun. Permasalahan
ketidakpatuhan juga mengakibatkan potensi kerugian sebanyak 413
permasalahan senilai Rp 419,60 miliar, 846 permasalahan kekurangan
penerimaan senilai Rp 537,72 miliar, serta 2.331 permasalahan penyimpangan
administrasi. Sementara itu, di tahun 2018 data statistik KPK menunjukkan
adanya tindak pidana korupsi sebanyak 167 kasus diluar pemerintahan pusat.

Masih maraknya kasus-kasus ketidakpatuhan/kecurangan yang dilakukan oleh


pemerintah daerah tersebut menunjukkan kelemahan sistem pengendalian pada
pemerintah daerah. Berbagai bentuk kecurangan yang terjadi pada pemerintah
daerah akhirnya akan berdampak pada tidak tercapainya efisiensi dan efektivitas
sumber daya yang digunakan untuk memenuhi fasilitas dan kebutuhan
pelayanan publik.

Deputi Bidang Investigasi menyelenggarakan fungsi penyusunan Petunjuk


Teknis dan pemberian bimbingan teknis investigasi dan pencegahan kolusi,
korupsi dan nepotisme sebagaimana dimaksud dalam Perpres 192 Tahun 2014
Pasal 28 Butir c. Salah satu upaya yang dilakukan dalam menjalankan mandat
tersebut antara lain dengan melakukan penilaian risiko kecurangan/Fraud Risk
Assessment (FRA) di lingkungan K/L/PD/Korporasi.

Penilaian risiko kecurangan/Fraud Risk Assessment (FRA) merupakan proses


proaktif yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengatasi kerentanan
organisasi atas kecurangan yang dilakukan pihak internal ataupun pihak
1
eksternal (ACFE, 2016). Penilaian risiko kecurangan bertujuan untuk membantu
pimpinan organisasi mengidentifikasi aktivitas/proses bisnis yang rentan
terhadap terjadinya kecurangan dan membantu mengidentifikasi risiko
kecurangan berupa apa, dimana, kapan, mengapa dan bagaimana kecurangan
terjadi.

Penilaian risiko kecurangan mempunyai peran penting dalam mendukung


pencapaian tujuan pengendalian intern, yaitu:
1. Menghasilkan peta risiko kecurangan yang dapat menjadi dasar untuk
merencanakan mitigasi risiko secara terukur dan komprehensif;
2. Merupakan instrumen deteksi dini risiko kecurangan; dan
3. Sebagai sarana analisis dan evaluasi kelemahan-kelemahan program
pencegahan sehingga dapat menjawab dan mencari solusi atas kecurangan-
kecurangan yang masih terjadi (seperti adanya OTT).

Deputi Kepala BPKP telah menerbitkan Peraturan Deputi Kepala BPKP Nomor
1 Tahun 2019 Tentang Pedoman Penilaian Risiko Kecurangan. Dalam rangka
merealisasikan Kebijakan Teknis Pengawasan Deputi Bidang Investigasi Tahun
2019 tentang Penilaian Risiko Kecurangan atas Program/Kegiatan Pemerintah
Daerah, diperlukan pedoman teknis yang melengkapi Peraturan Deputi tentang
Pedoman Penilaian Risiko Kecurangan. Pedoman teknis ini menjadi pedoman
operasional dalam menerapkan Peraturan Deputi Kepala BPKP Nomor 1 Tahun
2019 dalam melakukan penilaian risiko kecurangan atas program/kegiatan
pemerintah daerah.

B. Dasar hukum penugasan


1) Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4890);
2) Peraturan Presiden Nomor 192 tahun 2014 tanggal 31 Desember 2014
tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan;
3) Peraturan Kepala BPKP Nomor KEP-336/K/SU/2018 Tanggal
12 Desember 2018 tentang Kebijakan Pengawasan BPKP Tahun 2019;
2
4) Kebijakan Teknis Pengawasan (Jatekwas) Deputi Bidang Investigasi Tahun
2019.
5) Peraturan Deputi Kepala BPKP Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pedoman
Penilaian Risiko Kecurangan.

C. Tujuan dan manfaat


Tujuan petunjuk teknis penilaian risiko kecurangan ini adalah:
a. Menetapkan dasar-dasar pemahaman penilaian risiko kecurangan.
b. Memberikan kerangka dan panduan kerja dalam pelaksanaan penilaian
risiko kecurangan, yang meliputi tahapan identifikasi risiko, analisis risiko,
penilaian efektivitas pengendalian risiko dan penetapan respon terhadap
risiko kecurangan.

Manfaat petunjuk teknis penilaian risiko kecurangan pada Pemerintah Daerah


adalah:
a. Menjadi panduan bagi auditor bidang investigasi dalam melakukan penilaian
risiko kecurangan pada pemerintah daerah.
b. Menetapkan ruang lingkup, memberikan gambaran umum proses bisnis
pada pemerintah daerah
c. Menyediakan kelengkapan-kelengkapan formulir dalam pelaksanaan
kegiatan penilaian risiko kecurangan pada pemerintah daerah.

D. Ruang lingkup penugasan

Sesuai Peraturan Kepala BPKP Nomor KEP-336/K/SU/2018 Tanggal


12 Desember 2018 tentang Kebijakan Pengawasan BPKP Tahun 2019 dan
Kebijakan Teknis Pengawasan (Jatekwas) Deputi Bidang Investigasi Tahun
2019, FRA dilaksanakan pada pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota
sesuai jumlah PKPT unit kerja, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pada masing-masing pemerintah daerah agar dilakukan FRA atas minimal
dua Organisasi Perangkat Daerah (OPD);
b. Keseluruhan OPD tersebut agar diupayakan berbeda;
c. Pemilihan OPD agar didasarkan pada besarnya anggaran, besarnya kegiatan,
risiko yang dimiliki, dan kejadian penyimpangan;
3
d. Pilihan OPD diutamakan pada:
1) OPD terkait Perencanaan Pembangunan Daerah,
2) OPD terkait Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah,
3) Biro/Bagian Umum,
4) OPD terkait Urusan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Daerah
5) Dinas Pendidikan
6) Dinas Kesehatan
7) Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
8) Dinas Perhubungan
9) OPD terkait Pemberdayaan Masyarakat Desa
e. FRA dilakukan terhadap kegiatan utama OPD, yaitu kegiatan yang
dilaksanakan oleh setiap bidang/bagian sebagaimana bagan struktur
organisasi OPD, dengan tahap-tahap pengelolaan kegiatan sebagai berikut:
1) Tahap Perencanaan
2) Tahap Penganggaran
3) Tahap Pelaksanaan dan Penatausahaan
4) Tahap Pelaporan
5) Tahap Pengawasan
Bidang/bagian sebagaimana bagan struktur OPD dibentuk untuk
melaksanakan berbagai program/kegiatan dalam rangka mencapai tujuan
OPD. Oleh karena itu, ruang lingkup penilaian FRA atas program/kegiatan
pemerintah daerah ini meliputi seluruh kegiatan utama pada setiap
bidang/bagian pada OPD, sesuai dengan jumlah bidang/bagian pada OPD
berkenaan.

E. Struktur Petunjuk Teknis

Struktur petunjuk teknis pelaksanaan penilaian risiko kecurangan/FRA pada


Pemerintah Daerah terdiri atas 3 bab sebagai berikut:

4
Bab I Pendahuluan
Bab ini menguraikan latar belakang, dasar hukum penugasan, tujuan
dan manfaat, ruang lingkup penugasan dan struktur petunjuk teknis.
Bab II FRA pada Pemerintah Daerah
Bab II menguraikan gambaran umum objek pelaksanaan penilaian
risiko kecurangan/FRA pada pemerintah daerah dan proses bisnis
penyelenggaraan program/kegiatan pada pemerintah daerah.
Bab III Pelaksanaan Penilaian Risiko Kecurangan
Bab III menguraikan aspek operasionalisasi petunjuk teknis
pelaksanaan penilaian risiko kecurangan meliputi perencanaan,
pelaksanaan dan pelaporan.

5
BAB II
PEMAHAMAN PROSES BISNIS

A. Gambaran Umum Pemerintah Daerah

a. Dasar Hukum Pemerintah Daerah


1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah.
2) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah.
3) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan
Minimal.
b. Pemetaan Urusan Pemerintah Daerah
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat
Daerah, urusan pemerintahan daerah terbagi ke dalam beberapa kelompok
tergambar sebagai berikut:

6
Pelayanan dasar meliputi: pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan
penataan ruang, perumahan rakyat dan kawasan permukiman, ketenteraman,
ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat, dan sosial. Sebagian substansi
pelayanan dasar pada urusan pemerintahan ditetapkan sebagai Standar
Pelayanan Minimal (SPM) yang diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2
Tahun 2018 tentang SPM.

Di sisi lain, non pelayanan dasar meliputi: tenaga kerja, pemberdayaan


perempuan dan perlindungan anak, pangan, pertanahan, lingkungan hidup,
administrasi kependudukan dan pencatatan sipil, pemberdayaan masyarakat dan
desa, pengendalian penduduk dan keluarga berencana, perhubungan,
komunikasi dan informatika, koperasi, usaha kecil, dan menengah, penanaman
modal, kepemudaan dan olah raga, statistik, persandian, kebudayaan,
perpustakaan, dan kearsipan.

B. Proses Bisnis Pengelolaan Keuangan Daerah

Pelaksanaan penilaian risiko kecurangan pada pemerintah daerah menuntut


pemahaman yang memadai tentang proses bisnis yang berlaku pada kegiatan
yang menjadi objek penilaian. Proses bisnis yang harus dipahami terlebih
dahulu oleh tim FRA adalah proses bisnis pengelolaan keuangan daerah dan
proses bisnis spesifik kegiatan utama yang menjadi objek penilaian.

a. Pengelolaan Keuangan Daerah


a) Landasan operasional pengelolaan keuangan daerah
Pemahaman atas proses bisnis pengelolaan keuangan daerah yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan dan penatausahaan, pelaporan,
serta pengawasan keuangan daerah didasarkan pada peraturan sebagai
berikut:
1) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah.
2) Permendagri 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Permendagri Nomor 21 Tahun 2011.
7
3) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan,
Tatacara Penyusunan, Pengendalian, Dan Evaluasi Pelaksanaan
Rencana Pembangunan Daerah.
4) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 Tentang
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang
Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, Dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.
5) Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 700/025/A.4/IJ tanggal
13 Januari 2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Reviu Dokumen
Rencana Pembangunan Dan Anggaran Tahunan Daerah.
b) Tahapan pengelolaan keuangan daerah
Tahapan pengelolaan keuangan daerah sesuai Permendagri 13 Tahun
2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan
Permendagri 54 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 terdiri dari 69 tahapan sebagai berikut:
I. Perencanaan Uraian
A. Penyusunan RKPD dan
Renja-SKPD
1. Pembentukan tim penyusun
RKPD/Renja-SKPD Prov
2. Penyusunan rancangan awal RKPD
dan rancangan Renja-SKPD Provinsi
3. Musrenbang desa/kelurahan
4. Musrenbang Kecamatan
5. Forum SKPD kabupaten/kota
6. Musrenbang RKPD kabupaten/kota
7. Pelaksanaan Forum SKPD provinsi
8. Penyusunan rancangan RKPD provinsi
9. Pelaksanaan Musrenbang RKPD
provinsi
10. Perumusan Rancangan Akhir RKPD
provinsi
B. Penetapan RKPD dan Renja
SKPD
11. Penetapan perkada RKPD provinsi
12. Penetapan Renja-SKPD provinsi

8
Il. Penganggaran Uraian
C. Penyusunan KUA dan PPAS
13. Penyusunan Rancangan KUA dan
PPAS
14. Penyampaian Rancangan KUA dan
PPAS kepada KDH
15. Penyampaian Rancangan KUA dan
PPAS kepada DPRD
16. Pembahasan KUA dan PPAS
17. Penandatanganan Nota Kesepakatan
KUA dan PPAS
D. Penyusunan RAPBD
18. Penyiapan SE tentang Petunjuk Teknis
penyusunan RKA-SKPD
19. Penetapan SE tentang Petunjuk Teknis
penyusunan RKA-SKPD
20. Penyusunan RKA-SKPD
21. Pembahasan RKA-SKPD oleh TAPD
22. Penyempurnaan RKA-SKPD
23. Penyiapan Raperda APBD
E. Pembahasan dan Penetapan
APBD
24. Penyampaian Raperda APBD beserta
lampirannya oleh Kepala Daerah
kepada DPRD
25. Pembahasan Raperda APBD
26. Persetujuan Bersama antara DPRD
dan KDH
27. Evaluasi oleh Mendagri bagi APBD
provinsi dan oleh Gubernur bagi APBD
kabupaten/kota
28. Penyempurnaan Raperda APBD
berdasarkan hasil evaluasi
29. Penetapan Perda tentang APBD
IlI. PELAKSANAAN DAN
PENATAUSAHAAN BELANJA Uraian
F. Pelaksanaan dan
Penatausahaan Belanja
30 Penyediaan Dana
31 Pengajuan SPP – UP
32 Penerbitan SP2D – UP
33 Pembelanjaan Dana UP
34 Pengajuan SPP – GU
35 Penerbitan SP2D – GU

9
36 Pembelanjaan Dana GU
37 Pengajuan SPP – TU
38 Penerbitan SP2D – TU
39 Pembelanjaan Dana TU
Pengajuan SPP – LS Gaji dan
40 Tunjangan
Penerbitan SP2D – LS Gaji dan
41 Tunjangan
42 Pembelanjaan Dana Gaji
Pelaksanaan Pengeluaran Barang dan
43 Jasa
44 Pengajuan SPP – LS Barang dan Jasa
Penerbitan SP2D – LS Barang dan
45 Jasa
46 Pembelanjaan Dana Barang & Jasa
Pelaksanaan Pengeluaran Barang dan
47 Jasa – Non Pihak Ketiga
Pengajuan SPP – LS Barang dan Jasa
48 – Non Pihak Ketiga
Penerbitan SP2D – LS Barang dan
49 Jasa – Non Pihak Ketiga
Pembelanjaan Dana Barang & Jasa –
50 Non Pihak Ketiga
Pengajuan SPP – LS – Subsidi, Bunga,
51 Hibah dan Pembiayaan
Penerbitan SP2D – LS – Subsidi,
52 Bunga, Hibah dan Pembiayaan
Pembelanjaan Dana Bunga, Subsidi,
53 Hibah, Bantuan dan Pembiayaan
54 Dana Cadangan
55 Pembuatan SPJ
56 SPJ dengan Bendahara Pembantu

G. Pelaksanaan dan
Penatausahaan Pendapatan

Pelaksanaan Pendapatan Daerah –


57 Bendahara Penerimaan
Pelaksanaan Pendapatan Daerah –
58 Bendahara Penerimaan Pembantu
Pelaksanaan Pendapatan Daerah –
59 Bank Kasda
Pelaksanaan Pendapatan Daerah –
60 Bank lain
61 Penatausahaan Penerimaan

10
Penatausahaan Penerimaan dengan
62 Bendahara Pembantu
IV PELAPORAN Uraian
H. Akuntansi dan Pelaporan
63 Akuntansi SKPD
64 Laporan Keuangan SKPD
65 Akuntansi SKPKD
66 Laporan Keuangan PEMDA
Pertanggungjawaban Pelaksanaan
67 APBD
Pembahasan Laporan Keuangan
68 PEMDA
V PENGAWASAN Uraian
I. Pengawasan
69 Pengawasan atas Pengelolaan
keuangan daerah

b. Proses bisnis kegiatan


Selain memahami proses bisnis pengelolaan keuangan daerah, tim FRA juga
harus memiliki pemahaman yang cukup atas proses bisnis dan standar
pelayanan minimal kegiatan utama yang menjadi objek penilaian pada setiap
OPD. Hal ini dapat dilakukan oleh tim FRA pada saat pertemuan awal
dengan pimpinan OPD melalui wawancara maupun mempelajari dokumen
yang relevan. Kegiatan utama masing-masing OPD tercermin pada
bidang/bagian sebagaimana dinyatakan dalam bagan struktur organisasi
masing-masing OPD yang juga memuat tugas pokok dan fungsi. Bagan
struktur organisasi OPD berikut tugas pokok dan fungsinya, pada umumnya
ditetapkan dalam Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah. Oleh
karena itu, untuk memperoleh pemahaman proses bisnis atas kegiatan
utama OPD, tim FRA harus mendapatkan:
a) Peraturan daerah tentang struktur organisasi OPD;
b) Peraturan Kepala Daerah tentang tugas pokok dan fungsi OPD;
c) Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA) OPD;
d) Petunjuk teknis/ petunjuk operasional pelaksanaan kegiatan; dan
e) Dokumen lain yang relevan.
11
Selain mempelajari dokumen tersebut, tim FRA juga perlu melakukan
wawancara untuk mendapatkan pengetahuan memadai tentang pelaksanaan
kegiatan.
Sebagai informasi awal, pedoman ini menyajikan tugas pokok dan fungsi
yang secara umum melekat pada OPD yang menjadi ruang lingkup penilaian
kecurangan:
a) OPD terkait perencanaan pembangunan daerah
OPD yang menyelenggarakan fungsi perencanaan pembangunan
daerah, pada umumnya terbagi pada beberapa bagian/bidang:
(a) Bidang Ekonomi, yaitu menyelenggarakan fungsi penunjang
pelaksanaan urusan pemerintahan di bidang perencanaan
pembangunan ekonomi, meliputi pertanian, dunia usaha dan
investasi serta perindustrian, perdagangan, jasa dan pariwisata;
(b) Bidang Fisik, yaitu menyelenggarakan fungsi penunjang
pelaksanaan urusan pemerintahan di bidang perencanaan
pembangunan fisik, meliputi infrastruktur wilayah, sarana prasarana
perumahan dan permukiman serta sumber daya alam, tata ruang
dan lingkungan hidup;
(c) Bidang Pemerintahan dan Sosial Budaya, yaitu menyelenggarakan
fungsi penunjang pelaksanaan urusan pemerintahan di bidang
perencanaan pembangunan Pemerintahan dan Sosial Budaya,
meliputi pemerintahan, pendidikan, agama dan kebudayaan, serta
kesehatan, kependudukan dan ketenagakerjaan;
(d) Bidang Pendanaan Pembangunan Daerah, yaitu menyelenggarakan
fungsi penunjang pelaksanaan urusan pemerintahan di bidang
Perencanaan Pendanaan Pembangunan Daerah, meliputi
perencanaan program pembangunan daerah, penganggaran
pembangunan daerah, dan pendanaan non Angggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah;

12
b) OPD terkait Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah:
OPD terkait Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah menyelenggarkan
fungsi anggaran, perbendaharaan, akuntansi dan pelaporan, serta
pengelolaan barang milik daerah.
Pengelolaan barang milik daerah meliputi perencanaan kebutuhan dan
penganggaran, inventarisasi, pemindahtanganan dan penghapusan serta
pengamanan dan pemeliharaan barang Daerah.
c) Biro/Bagian Umum
Biro/Bagian umum pemerintah daerah, pada umumnya memiliki tugas
merumuskan kebijakan, merencanakan, melaksanakan dan
mengkoordinasikan urusan pemerintahan yang terkait dengan layanan
administrasi Sekretariat Daerah di bidang umum dan rumah tangga,
pengelolaan keuangan, humas dan protokol guna meningkatkan
pelayanan terhadap Sekretariat Daerah.

Fungsi yang melekas pada Biro/bagian umum pemerintah daerah


diantaranya:

(a) perumusan dan pengumpulan bahan penyusunan kebijakan layanan


administrasi Sekretariat Daerah di bidang umum dan rumah tangga,
keuangan, hubungan masyarakat dan protokol;
(b) perumusan administrasi persuratan dan yang ditujukan kepada
Kepala Daerah, wakil kepala daerah, pimpinan daerah dan
Pemerintah Daerah Provinsi;
(c) perumusan kebutuhan sarana dan prasarana biro;
(d) pelayanan administrasi bagi biro-biro di bidang keuangan, sarana
dan prasarana;
(e) pendokumentasian proses pelaksanaan program dan kegiatan
tahunan biro;
(f) perawatan sarana dan prasarana di lingkungan Sekretariat Daerah;
(g) pelayanan terhadap kepala daerah, pimpinan daerah dan tamu
pimpinan daerah;
13
(h) pelaksanaan tanggung jawab keprotokolan;
(i) pelaksanaan Hubungan Masyarakat;
(j) pelaksanaan penatausahaan rumah tangga kepala daerah dan
pimpinan daerah.
d) Dinas PU dan Penataan Ruang
Secara umum, tugas OPD yang membidangi urusan Pekerjaan Umum
dan Penataan Ruang antara lain:
(a) melaksanakan urusan pemerintahan bidang Pekerjaan Umum Dan
Penataan Ruang yang menjadi kewenangan daerah, dan
(b) melaksanakan tugas pembantuan yang ditugaskan kepada
Pemerintah Daerah.
Sedangkan fungsi OPD yang menyelenggarakan urusan pekerjaan umum
dan penataan ruang diantaranya:
(a) Perumusan kebijakan urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum
dan penataan ruang;
(b) Pelaksanaan kebijakan urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum
dan penataan ruang;
(c) Pengoordinasian kebijakan urusan pemerintahan bidang pekerjaan
umum dan penataan ruang;
(d) Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan urusan pemerintahan bidang
pekerjaan umum dan penataan ruang;
(e) Pelaksanaan administrasi Dinas; dan
(f) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan berkaitan dengan
tugas pokok organisasi guna mendukung kinerja organisasi.

e) Dinas Kesehatan
Dinas Kesehatan, secara umum bertugas melaksanakan sebagian urusan
Pemerintah Daerah di bidang kesehatan
Untuk menjalankan tugasnya, Dinas Kesehatan memerankan beberapa
fungsi diantaranya:

14
(a) Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di
bidang kesehatan;
(b) Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang kesehatan;
(c) Perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan operasional di
bidang kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengendalian
penyakit, pelayanan kesehatan dan sumberdaya kesehatan;
(d) Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan
administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Dinas
Kesehatan Daerah;
(e) Pengelolaan barang milik daerah yang menjadi tanggung jawab Dinas
Kesehatan Daerah;
(f) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
f) Dinas Pendidikan
Dinas pendidikan mengemban beberapa tugas, diantaranya:
(a) Merumuskan kebijakan teknis di Bidang Pendidikan;
(b) Menyelenggarakan urusan Pemerintahan dan pelayanan umum
bidang pendidikan;
(c) Membina dan menyelenggarakan pelaksanaan tugas dibidang
pendidikan;
(d) Melaksanakan administrasi umum meliputi ketatalaksanaan,
keuangan, kepegawaian, dan peralatan;
(e) Melakukan evaluasi dan pelaporan urusan Pemerintahan dibidang
pendidikan; dan
(f) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan berkaitan dengan
tugas pokok Organisasi guna mendukung kinerja Organisasi.
Dinas pendidikan menyelenggarakan fungsi antara lain:
(a) Perumusan kebijakan teknis di Bidang Pendidikan;
(b) Penyelenggaraan urusan Pemerintahan dan Pelayanan umum bidang
pendidikan;
(c) Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang pendidikan;
15
(d) Pengelolaan administrasi umum meliputi ketatalaksanaan, keuangan,
kepegawaian dan peralatan;
(e) Pelaksanaan Evaluasi dan pelaporan urusan Pemerintahan di Bidang
Pendidikan; dan
(f) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan berkaitan dengan
tugas pokok organisasi guna mendukung kinerja organisasi.

g) Dinas Perhubungan
Dinas Perhubungan, mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan
pemerintahan di bidang perhubungan, diantaranya meliputi:
(a) sub urusan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ);
(b) sub urusan pelayaran, sub urusan penerbangan dan sub urusan
perkeretaapian (dalam kondisi tertentu);
(c) melaksanakan tugas dekonsentrasi dan tugas pembantuan sesuai
bidang tugasnya.
Untuk menjalankan tugasnya, Dinas Perhubungan memiliki fungsi antara
lain:
(a) penyelenggaraan perumusan kebijakan teknis di bidang perhubungan,
yang menjadi kewenangan Provinsi;
(b) penyelenggaraan kebijakan teknis di bidang perhubungan, yang
menjadi kewenangan Provinsi;
(c) penyelenggaraan administrasi Dinas;
(d) penyelenggaraan evaluasi dan pelaporan Dinas; dan
(e) penyelenggaraan fungsi lain sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya.

h) Biro Kepegawaian dan SDM


OPD yang menyelenggarakan urusan kepegawaian dan sumber daya
manusia, memiliki tugas antara lain:
(a) mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan sumber daya manusia
yang meliputi perencanaan kebutuhan;
(b) pengembangan sistem manajemen sumber daya manusia;
16
(c) perencanaan dan pelaksanaan pengembangan potensi dan kapasitas
pegawai; dan
(d) administrasi kepegawaian.

Fungsi yang diselenggarakan antara lain:


(a) perencanaan, kebutuhan, manajemen kinerja, dan manajemen karir;
(b) pengembangan sistem manajemen sumber daya manusia;
(c) perencanaan dan pelaksanaan pengembangan potensi dan kapasitas
sumber daya manusia; dan
(d) penyelenggaraan administrasi kepegawaian, pengelolaan data dan
informasi, dan kesejahteraan pegawai.

17
BAB III
PELAKSANAAN PENILAIAN RISIKO KECURANGAN

A. PERENCANAAN
Kegiatan penilaian risiko kecurangan pada Pemerintah Daerah dilaksanakan
dengan jadwal sebagai berikut:

Juni Juli Agustus


No Kegiatan
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penyusunan Petunjuk Teknis
2 Penyampaian Petunjuk
Teknis
3 Penentuan Objek Penugasan
oleh Perwakilan
4 Pembetukan Tim di
Perwakilan
5 Pemahaman Objek
Penugasan dan Proses Bisnis
6 Pelaksanaan Penilaian FRA
- Sosialisasi
- Pengisian Kuesioner
- FGD
7 Penyusunan Laporan oleh
Perwakilan
8 Penyampaian Laporan dari
Perwakilan kepada Objek
Penugasan
9 Penyampaian Laporan dari
Perwakilan kepada Deputi
Bidang Investigasi
10 Kompilasi Tingkat Pusat
11 Distribusi Laporan kepada
Stakeholder

Tahap perencanaan merupakan tahap awal dalam penugasan penilaian risiko


kecurangan. Tahap perencanaan meliputi penentuan objek penugasan, kegiatan
penyusunan tim FRA, proses memahami Petunjuk Teknis FRA, memahami
proses bisnis objek penilaian.

18
Sebagaimana surat Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi di atas, setiap
perwakilan menyelenggarakan penugasan FRA pada pemerintah daerah
provinsi/kabupaten/kota sesuai jumlah yang tertera dalam PKPT unit kerja. Satu
surat tugas ditujukan kepada 1 (satu) pemerintah daerah dengan minimal 2 (dua)
OPD yang menjadi objek penilaian.

Perwakilan BPKP

5 PP FRA

Prov A Kab B Kab C Kab D Kab E Berbeda-beda

OPD 1 OPD 2 OPD 3 OPD 4 OPD 5 OPD 6 OPD 7 OPD 8 OPD 9 OPD 10 Berbeda-beda

Kegiatan Utama

Format surat tugas sebagaimana disajikan pada lampiran 1.

B. PELAKSANAAN

Penilaian risiko kecurangan pada Pemerintah Daerah dilaksanakan dengan


berpedoman pada Peraturan Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi nomor 1
Tahun 2019 tentang Pedoman Penilaian Risiko Kecurangan. Dalam
pelaksanaannya, proses penilaian risiko kecurangan dilaksanakan dalam
tahapan sebagai berikut:

a. Sosialisasi
b. Survey pendahuluan
c. Focus Group Discussion
d. Pembicaraan Akhir

19
Penjelasan atas setiap tahapan pelaksanaan penugasan penilaian risiko
kecurangan tersebut sebagai berikut:

a. Sosialisasi
Sosialisasi dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada obyek
penugasan mengenai penilaian kecurangan, tujuan penilaian, dan urgensi dan
manfaatnya bagi organisasi. Pada tahapan ini diharapkan peserta memahami
risiko kecurangan, urgensi penilaian risiko kecurangan berikut mitigasinya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, sosialisasi FRA harus memuat informasi
yang mampu meyakinkan peserta sosialisasi akan risiko kecurangan dan
mitigasinya diantaranya dengan menyajikan informasi peristiwa korupsi
bersifat nasional maupun lokal di pemerintah daerah bersangkutan.
Peserta sosialisasi adalah seluruh aparatur sipil negara (ASN) pada OPD
yang menjadi lingkup penilaian.
b. Survei pendahuluan
Survei adalah pengumpulan informasi yang dapat dilakukan dengan
memberikan kuesioner kepada responden. Survei pendahuluan dimaksudkan
untuk mendapatkan informasi awal berkaitan dengan persepsi responden atas
risiko/peristiwa kecurangan pada tingkat OPD maupun pemerintah daerah
berkenaan. Hasil survei pendahuluan menjadi sarana yang penting dalam
pelaksanaan FGD di tahap berikutnya. Survei pendahuluan bersifat wajib.
Responden adalah seluruh pegawai pada OPD yang hadir pada saat
sosialisasi di tahap sebelumnya. Dalam pendekatan survei, peserta atau
responden akan mengisi kuesioner yang telah dirancang untuk
mengidentifikasi risiko-risiko kecurangan yang mungkin terjadi, secara jujur
dan apa adanya. Untuk hasil yang cepat dan memenuhi aspek kerahasiaan
serta kenyamanan bagi responden, survey dilaksanakan secara elektronik
melalui google form. Hasil survey ditayangkan pada akhir sosialisasi untuk
menjadi pengetahuan para peserta.
Materi survei pendahuluan berupa daftar pertanyaan untuk identifikasi risiko
terdapat dalam lampiran 6.

20
c. Focus Group Discussion (FGD)
FGD adalah pertemuan yang dipandu oleh fasilitator (Tim FRA perwakilan)
untuk menggali informasi secara mendalam atas suatu tema tertentu. FGD
dalam FRA pada pemerintah daerah dimaksudkan untuk menggali informasi
secara mendalam atas risiko kecurangan pada kegiatan utama yang
dilaksanakan oleh Organisasi Pemerintah Daerah (OPD). Tugas fasilitator
dalam FGD adalah memfasilitasi peserta dalam melakukan penilaian risiko
kecurangan (identifikasi dan analisis) melalui diskusi/FGD. Fasilitator berperan
untuk membantu dan mengarahkan kelompok diskusi untuk mencapai suatu
konsensus serta mendorong terwujudnya kelompok diskusi yang efektif.
Seluruh informasi dalam FGD didokumentasikan dalam kertas kerja penilaian
risiko kecurangan sebagaimana disajikan pada lampiran 2.
Dalam pelaksanaan FGD, fasilitator menggunakan hasil survei pendahuluan.
Apabila peserta FGD memiliki kecenderungan menolak adanya suatu risiko
kecurangan, seolah risiko tersebut tidak mungkin ada padanya, fasilitator
dapat mengingatkan dengan menggunakan hasil survei pendahuluan.
Dalam memfasilitasi FGD, fasiltator dapat menggunakan contoh daftar risiko
kecurangan sebagaimana disajikan dalam lampiran 5.
d. Pembicaraan Akhir
Setelah FGD selesai dilaksanakan dan kertas kerja penilaian risiko
kecurangan seluruhnya selesai dikerjakan, tim FRA menyusun Daftar Risiko
Kecurangan. Atas daftar risiko tersebut, tim FRA melakukan pembicaraan
akhir dengan pimpinan objek penugasan dan mendokumentasikannya dalam
Berita Acara Pembahasan Akhir dengan format sebagaimana disajikan pada
lampiran 4 Petunjuk Teknis teknis ini.

C. PELAPORAN

Laporan merupakan media komunikasi antara pelaksana kegiatan dengan para


pemangku kepentingan. Untuk itu maka laporan penilaian risiko kecurangan

21
harus objektif dan sederhana, serta dapat mengidentifikasi tindakan yang jelas
dan terukur dalam menyampaikan hasilnya.

Laporan hasil penilaian risiko kecurangan pada pemerintah daerah disusun untuk
setiap surat tugas dan disampaikan kepada pimpinan daerah
(gubernur/bupati/walikota).
Format laporan sebagaimana disajikan pada lampiran 3.

Lampiran-lampiran:
Lampiran 1 Format Surat Tugas
Lampiran 2 Format Kertas Kerja Penilaian Risiko Kecurangan
Lampiran 3 Laporan Penilaian Risiko Kecurangan
Lampiran 4 Format berita acara pembicaraan akhir
Lampiran 5 Daftar risiko kecurangan pada Pemerintah Daerah
Lampiran 6 Lembar Survei Pendahuluan

22
Lampiran I / 1-2

Lampiran 1 - Format Surat Pengantar Surat Tugas

Kop Surat Perwakilan

Nomor : Tanggal/bulan/tahun
Lampiran :
Hal :

Yth. Gubernur/Bupati/Walikota ................


Di Tempat

Dalam rangka meningkatkan efektivitas pencegahan korupsi sebagaimana


diamanatkan kepada BPKP melalui Peraturan Presiden RI Nomor 192 Tahun 2014
tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dan Instruksi Presiden RI
Nomor 9 Tahun 2014 tentang Peningkatan Kualitas Sistem Pengendalian Intern dan
Keandalan Penyelenggaraan Fungsi Pengawasan Intern dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan rakyat, kami akan melakukan penilaian risiko kecurangan pada
Dinas/Badan/Kantor A dan B Provinsi/Kabupaten/Kota ....... (2 OPD). (sesuai surat
tugas dan laporan).

Penugasan direncanakan selama … (……) hari kerja terhitung sejak tanggal....


s.d. ....., dengan susunan tim sebagaimana tersebut dalam surat tugas terlampir.

Atas perhatian dan kerjasama yang diberikan, kami ucapkan terima kasih.

Kepala,

(..........................)

TembusanYth.:
Inspektur Provinsi/Kabupaten/Kota.....
Lampiran I / 2 - 2

Lampiran 1 - Format Surat Tugas

Kop Surat Perwakilan

SURAT TUGAS
Nomor : ST-......................

Kepala Perwakilan BPKP Provinsi..... menugaskan kepada:

1. .......
2. .......
3. .......
dst

untuk melakukan penilaian risiko kecurangan pada Dinas/Badan/Kantor A dan B


Provinsi/Kabupaten/Kota ....... (2 OPD) .
Penugasan direncanakan selama … (………..) hari kerja terhitung sejak tanggal....
s.d. ..... di......

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

......, .................. 2019


Kepala Perwakilan,

(..........................)
Lampiran II / 1 - 1

Lampiran 2 – Format Kertas Kerja Penilaian Risiko Kecurangan


No. Tahapan Nama Pemilik Kemungkinan Penyebab Nilai Risiko Uraian Pengendalian Rencana
Proses Risiko Risiko Skenario Risiko Likelihood Dampak Skala Dampak (existing) Mitigasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Keterangan:
Kolom 1 : Nomor Urut
Kolom 2 : Diisi dengan tahapan proses kegiatan (perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, dst.)
Kolom 3 : Diisi dengan pernyataan risiko
Kolom 4 : Diisi dengan pihak yang bertanggungjawab terhadap pengelolaan risiko
berkenaan
Kolom 5 : Diisi dengan kemungkinan skenario terjadinya/dilakukannya fraud
berdasar analisis yang muncul pada saat FGD
Kolom 6 : Diisi dengan kelemahan pengendalian yang mengakibatkan munculnya
risiko tersebut. Kelemahan pengendalian dapat diidentifikasi dari aspek
man, money, machine, method, material yang bermuara pada lima unsure
pengendalian intern.
Kolom 7 : Diisi dengan nilai kemungkinan terjadi risiko dalam skala 1 sampai
dengan 5. Nilai 1 (sangat jarang terjadi) dan nilai 5 (sangat sering terjadi).
Kolom 8 : Diisi dengan nilai dampak jika suatu risiko benar-benar terjadi dalam
skala 1 sampai dengan 5. Nilai 1 (sangat tidak signifikan) dan nilai 5
(sangat signifikan).
Kolom 9 : Diisi dengan skala risiko yang merupakan hasil kali antara nilai likelihood
dan nilai dampak.
Kolom 10 : Diisi dengan deskripsi dampak yang nilainya telah dinyatakan dalam
kolom no. 7.
Kolom 11 : Diisi dengan pengendalian yang telah ada.
Kolom 12 : Diisi dengan rencana mitigasi/mengurangi risiko.
Lampiran III/1-9

Lampiran 3 - Laporan Penilaian Risiko Kecurangan (Individu)

KOP SURAT PERWAKILAN BPKP

Nomor : (Tanggal)
Lampiran : 1 (eks)
Hal : Laporan Hasil Penilaian Risiko Kecurangan pada
Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota …………..

Yth. Gubernur/Bupati/Walikota......... (Kepala Daerah obyek penugasan)


Di (tempat)

Bersama ini kami sampaikan Laporan Hasil Penilaian Risiko Kecurangan pada Dinas
A dan B Provinsi/Kabupaten/Kota ....... (2 OPD)

I. RINGKASAN EKSEKUTIF
Kami telah melakukan penilaian risiko kecurangan pada Dinas/Badan/Kantor A
dan B Provinsi/Kabupaten/Kota ....... (2 OPD). Hasil penilaian risiko sebagai
berikut:
1. Dinas/Badan/Kantor ............................. (OPD 1)
Terdapat ...... (…….) risiko kecurangan, terdiri atas ......... risiko sangat tinggi,
......... risiko tinggi, ............. risiko sedang, dan .............risiko rendah.
2. Dinas/Badan/Kantor .............................. (OPD 2)
Terdapat ...... (…….) risiko kecurangan, terdiri atas ......... risiko sangat tinggi,
......... risiko tinggi, ............. risiko sedang, .............risiko rendah.
Penilaian risiko kecurangan merupakan bagian dari pelaksanaan sistem
pengendalian intern pemerintah serta pelaksanaan fungsi audit intern sesuai
dengan Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia.

II. DASAR PENUGASAN


Penilaian risiko kecurangan pada Dinas/Badan/Kantor A dan B
Provinsi/Kabupaten/Kota ....... (2 OPD) dilaksanakan berdasarkan:
1. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah;
Lampiran III/2-9

2. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan


Pengawasan Keuangan dan Pembangunan;
3. Surat Tugas..... (Pimpinan Unit Kerja) Nomor .......... Tanggal ......

III. TUJUAN PENILAIAN RISIKO KECURANGAN


Tujuan dilakukannya penilaian risiko kecurangan adalah untuk mendeteksi
adanya risiko kecurangan signifikan atas program/kegiatan pada Pemerintah
Provinsi/Kabupaten/Kota ……….. sebagai dasar penyusunan rancangan
pengendalian tambahan yang diharapkan mampu menekan dampak dan
mengurangi kemungkinan terjadinya risiko hingga level yang dapat diterima oleh
pemilik risiko.

IV. RUANG LINGKUP PENILAIAN RISIKO KECURANGAN


Ruang lingkup kegiatan penilaian risiko kecurangan adalah atas
program/kegiatan utama pada Dinas/Badan/kantor A dan B (2 OPD)
Provinsi/Kabupaten/Kota ………….. Penilaian risiko kecurangan dilaksanakan
mulai tanggal …………. Sampai dengan tanggal …………..

V. METODOLOGI
Penilaian risiko kecurangan atas program/kegiatan utama pada
Dinas/Badan/kantor A dan B (2 OPD) Provinsi/Kabupaten/Kota …………..
dilakukan dengan metode:

1. Identifikasi risiko kecurangan organisasi;


Identifikasi risiko kecurangan dilakukan terhadap setiap aktivitas dalam proses
bisnis kegiatan utama yang dipilih. Hal ini didasarkan pada pertimbangan
bahwa setiap aktivitas pada proses bisnis memiliki tujuan yang masing-masing
dapat mengandung risiko kecurangan yang berbeda sesuai karakteristik dan
lingkungan pengendalian pada masing-masing aktivitas.
2. Penilaian kemungkinan dan signifikansi;
1) Menilai kemungkinan keterjadian risiko
Menilai kemungkinan keterjadian (likelihood) dari setiap risiko kecurangan
adalah proses subjektif, sehingga memerlukan pertimbangan professional
Lampiran III/3-9

dalam memberikan nilai kemungkinan keterjadian tersebut. Risiko


kecurangan tidak selalu memiliki kemungkinan keterjadian yang sama. Pada
proses penilaian risiko kecurangan ini, kemungkinan keterjadian kecurangan
dikelompokkan dengan menggunakan lima kategori (sangat jarang, jarang,
kadang-kadang, sering, dan sangat sering). Skala dan deskripsi kemungkinan
terjadinya risiko dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1
Tingkat Kemungkinan Terjadinya Risiko Kecurangan

Skala
Kemungkinan Probabilitas Kejadian Kejadian Berulang
Nilai

1 Sangat Jarang Probabilitas sangat kecil, Mungkin terjadi > 5 tahun


mendekati nol kedepan
2 Jarang Probabilitas rendah, tetapi lebih Mungkin terjadi sekali dalam 3 –
besar dari pada nol 5 tahun kedepan
3 Kadang-kadang Probabilitas kurang dari pada Mungkin terjadi sekali dalam 2
50%, tetapi masih cukup tinggi tahun kedepan
4 Sering Mungkin tidak terjadi atau Mungkin terjadi sekali dalam 1
peluang 50/50 tahun kedepan
5 Sangat Sering Kemungkinan terjadi > 50% Dapat terjadi beberapa kali
dalam setahun
Sumber: Pedoman Pelaksanaan Penilaian Risiko di Lingkungan Instansi Pemerintah
2) Menilai signifikansi dampak/konsekuensi risiko kecurangan
Penilaian terhadap dampak risiko kecurangan dilakukan dengan
memperhatikan hal-hal berikut:
(1) Dampaknya terhadap penyelesaian pekerjaan;
(2) Pejabat yang melakukan penyimpangan;
(3) Besarnya kerugian keuangan negara/daerah.
(dapat dipilih kriteria mana yang relevan)
Kriteria penilaian terhadap tingkat signifikansi dampak risiko kecurangan
menggunakan skala lima, jenjang dan deskripsi signifikansi dampak dapat
dilihat pada Tabel 2.
Lampiran III/4-9

Tabel 2
Tingkat Dampak Terjadinya Risiko Fraud
Skala Dampak Kriteria
Pelaku Kerugian Keuangan
Nilai Sebutan Penyelesaian Pekerjaan
Penyimpangan Negara/Daerah
1 Tidak Signifikan Sampai dengan 20 hari Dilakukan oleh <5% dari nilai
kalender sejak masa pejabat empat tingkat anggaran kegiatan
berakhirnya pelaksanaan dibawah
pekerjaan PenanggungJawab
2 Kurang Lebih dari 20 hari Dilakukan oleh 5% s.d.10% dari nilai
Signifikan kalender sampai dengan pejabat tiga tingkat anggaran kegiatan
30 hari kalender sejak dibawah
masa berakhirnya PenanggungJawab
pelaksanaan pekerjaan
3 Sedang Lebih dari 30 hari Dilakukan oleh >10% s.d. 15% dari
kalender sampai dengan pejabat dua tingkat nilai anggaran
40 hari kalender sejak dibawah kegiatan
masa berakhirnya Penanggung Jawab
pelaksanaan pekerjaan
4 Signifikan Lebih dari 40 hari Dilakukan oleh >15% s.d 20% dari
kalender sampai dengan pejabat satu tingkat nilai anggaran
50 hari kalender sejak dibawah kegiatan
masa berakhirnya Penanggung Jawab
pelaksanaan pekerjaan
5 Sangat Lebih dari 50 (lima puluh) Dilakukan oleh > 20% dari nilai
Signifikan hari kalender sejak masa Penanggung Jawab anggaran kegiatan
berakhirnya pelaksanaan
pekerjaan

3) Menetapkan tingkat atau status risiko


Berdasarkan hasil penilaian terhadap kemungkinan keterjadian dan
dampak/konsekuensi risiko, suatu risiko kecurangan dapat ditentukan
tingkat dan status risikonya sehingga dapat dihasilkan suatu informasi untuk
menciptakan desain pengendaliannya. Status risiko diperoleh dari perkalian
antara kemungkinan dan dampak.

Status = Kemungkinan x Dampak

Status risiko dituangkan dalam bentuk tabel matriks risiko/skala risiko. Skala
risiko berfungsi sebagai dasar untuk menyusun peta risiko sekaligus sebagai
sarana untuk membuat kesepakatan atas respon terhadap risiko kecurangan
yang ada. Matriks ini dibuat konsisten dengan skala kemungkinan dan
signifikansi yang dipilih yaitu merupakan kombinasi matriks 5 x 5.
Penyusunan skala risiko dalam matriks tersebut akan menentukan prioritas
penanganan risiko kecurangan.
Lampiran III/5-9

Dalam skala lima, matriks peta risiko terdiri dari 25 bidang. Bidang-bidang
dengan spesifikasi warna tersebut menjadi dasar menetapkan respon
terhadap risiko kecurangan. Penetapan area atau bidang yang menjadi
prioritas disesuaikan dengan preferensi risiko instansi pemerintah. Matrik
risiko skala lima yang menggambarkan status risiko ditampilkan pada Tabel
3.
Tabel 3
MatrikRisiko Skala Lima Yang Menggambarkan Status Risiko
Konsekuensi/Dampak
Skala Kemungkinan Tidak Kurang Sangat
Sedang Signifikan
Signifikan Signifikan Signikan
5 Sangat Sering Sangat Sangat Sangat
Sedang Tinggi
Tinggi Tinggi Tinggi
4 Sering Sangat Sangat
Sedang Sedang Tinggi
Tinggi Tinggi
3 Kadang-kadang Sangat
Rendah Sedang Tinggi Tinggi
Tinggi
2 Jarang Rendah Rendah Sedang Sedang Tinggi
1 Sangat Jarang Rendah Rendah Rendah Sedang Tinggi
Sumber: Pedoman Pelaksanaan Penilaian Risiko di Lingkungan Instansi Pemerintah
Matrik risiko skala lima yang menggambarkan nilai risiko ditampilkan pada
Tabel 4.
Tabel 4
Matrik Risiko Skala Lima Yang Menggambarkan Nilai Risiko
Konsekuensi/Dampak
Skala Kemungkinan Tidak Kurang Sangat
Sedang Signifikan
Signifikan Signifikan Signikan
5 Sangat Sering 5 10 15 20 25
4 Sering 4 8 12 16 20
3 Kadang-
3 6 9 12 15
kadang
2 Jarang 2 4 6 8 10
1 Sangat Jarang 1 2 3 4 5
Sumber: Pedoman Pelaksanaan Penilaian Risiko di Lingkungan Instansi Pemerintah
3. Penyusunan desain rancangan pengendalian tambahan dalam rangka
mitigasi/penanganan risiko kecurangan. Risiko kecurangan yang memerlukan
pengendalian tambahan adalah risiko kecurangan yang berdasarkan hasil
penilaian risiko, memiliki nilai risiko minimal 8 atau yang memiliki nilai
Lampiran III/6-9

dampak minimal 4. Rancangan pengendalian tambahan diharapkan mampu


menekan dampak dan mengurangi kemungkinan terjadinya risiko kecurangan
hingga level yang dapat diterima oleh Pemilik Risiko.

4. Proses penilaian risiko kecurangan dilakukan melalui:


1. Focus Group Discussion dengan petugas/pejabat yang terkait pelaksanaan
program/kegiatan pada pemerintah daerah.
2. Survei, yaitu pengumpulan informasi mengenai penilaian risiko kecurangan
dari kuesioner yang diisi oleh pelaksana dan penanggung jawab kegiatan.
3. Wawancara dengan petugas/pejabat yang terkait pelaksanaan
program/kegiatan pada pemerintah daerah.
(Metode yang diungkapkan dalam laporan disesuaikan dengan realisasi
pelaksanaannya).

VI. HASIL PENILAIAN RISIKO KECURANGAN


1. InformasiUmum
1) Data Umum Dinas/Badan/Kantor A
Kepala OPD : ……………………..

Alamat : ………………..........

Kegiatan Utama : 1. .....


2. .....
dst
Sub Kegiatan :
(dari masing-masing
kegiatan utama)

2) Data Umum Dinas/Badan/Kantor B


Kepala OPD : ……………………..

Alamat : ………………..........

Kegiatan Utama : 1. .....


2. .....
dst
Lampiran III/7-9

Sub Kegiatan :
(dari masing-masing
kegiatan utama)

3) Informasi singkat mengenai kegiatan yang dinilai


Berisi informasi ringkas mengenai proses penganggaran, perencanaan, dan
pelaksanaan kegiatan.
2. Risiko Kecurangan Teridentifikasi
2.1. Dinas/Badan/Kantor ...... (OPD 1)
Jumlah risiko teridentifikasi berdasarkan hasil penilaian risiko
kecurangan pada Dinas/Badan/Kantor ...... (OPD 1)
Provinsi/Kabupaten/Kota …………..disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5
Daftar Risiko Kecurangan
Program/Kegiatan ……………………….. pada ..... (OPD 1)
No Nama PemilikRisiko Likelihood Signifikansi Nilai Risiko
Risiko

(penyajian diawali dari risiko tertinggi)


Uraian selengkapnya risiko teridentifikasi atas program/kegiatan
…………..pada Dinas/Badan/Kantor ...... (OPD 1) Provinsi/Kabupaten/Kota
…………..sebagai berikut:
(Bagian ini menguraikan seluruh risiko kecurangan yang ada pada daftar risiko).
1) Risiko no 1 : ........................(Nama risiko)
Uraian ini memuat deskripsi risiko agar pembaca memahami risiko yang dimaksud.
Deskripsi risiko meliputi:
 Skenario kecurangan
Bagian ini menguraikan gambaran secara ringkas mengenai skenario terjadinya
kecurangan.
 Penyebab
Menguraikan kelemahan pengendalian yang menjadi penyebab terjadinya
kecurangan. Kelemahan pengendalian dapat diidentifikasi berdasarkan aspek
Lampiran III/8-9

5M (Man, Machine, Methode, Money, Material) yang diklasifikasi dalam lima


unsur SPIP.
 Langkah mitigasi.
Langkah mitigasi berkaitan dengan pengendalian tambahan yang diperlukan
untuk mengurangi tingkat risiko, yang terdiri atas pengendalian dalam rangka
menekan frekuensi kejadian dan pengendalian dalam rangka menekan dampak
risiko. Langkah mitigasi berkaitan dengan lima unsur pengendalian intern.
2) Risiko no. 2…….dst

2.2. Dinas/Badan/Kantor ...........(OPD 2)


Jumlah risiko teridentifikasi berdasarkan hasil penilaian risiko
kecurangan pada Dinas/Badan/Kantor ...... (OPD 2)
Provinsi/Kabupaten/Kota …………..disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6
Daftar Risiko Kecurangan
Program/Kegiatan ……………………….. pada ..... (OPD 2)
No Nama PemilikRisiko Likelihood Signifikansi Nilai Risiko
Risiko

(penyajian diawali dari risiko tertinggi)


Uraian selengkapnya risiko teridentifikasi atas program/kegiatan
…………..pada Pemerintah Daerah di Kabupaten/Kota …………..sebagai
berikut:
(Bagian ini menguraikan seluruh risiko kecurangan yang ada pada daftar risiko).
1) Risiko no 1 : ........................(Nama risiko)
Uraian ini memuat diskripsi risiko agar pembaca memahami risiko yang dimaksud.
Deskripsi risiko meliputi:
 Skenario kecurangan
Bagian ini menguraikan gambaran secara ringkas mengenai skenario terjadinya
kecurangan.
 Penyebab
Lampiran III/9-9

Menguraikan kelemahan pengendalian yang menjadi penyebab terjadinya


kecurangan. Kelemahan pengendalian dapat diidentifikasi berdasarkan aspek
5M (Man, Machine, Methode, Money, Material) yang diklasifikasi dalam lima
unsur SPIP.
 Langkah mitigasi.
Langkah mitigasi berkaitan dengan pengendalian tambahan yang diperlukan untuk
mengurangi tingkat risiko, yang terdiri atas pengendalian dalam rangka menekan
frekuensi kejadian dan pengendalian dalam rangka menekan dampak risiko. Langkah
mitigasi berkaitan dengan lima unsur pengendalian intern.
2) Risiko no. 2…….dst

3. Rekomendasi
Terhadap risiko-risiko kecurangan sebagaimana disajikan di atas, kami sarankan
kepada Gubernur/Bupati/Walikota................... untuk:
1) ..................
2) ..................
(Materi Rekomendasi berkaitan dengan rencana mitigasi sesuai Kertas Kerja/Lampiran 2)
Demikian laporan kami sampaikan, agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Atas perhatian dan kerjasama yang diberikan, kami ucapkan terima kasih.

Kepala Perwakilan,

……………………

Laporan Hasil Penilaian Risiko Kecurangan Individu dilampiri dengan Berita Acara
Pembahasan Akhir (BAPA).
Lampiran IV/1-1

Lampiran 4 – Berita Acara Pembicaraan Akhir

Berita Acara Pembicaraan Akhir

Pada hari ini, ........ tanggal ...... bulan .... tahun.....telah dilaksanakan pembahasan hasil
penilaian risiko kecurangan pada Dinas/Badan/Kantor ……. Provinsi/
Kabupaten/Kota ....... antara:

1. (Tim Penilaian Risiko Kecurangan)

2. (Pimpinan Objek Penugasan atau yang mewakili dari OPD 1 atau OPD 2)

Penilaian risiko kecurangan menunjukkan hasil sebagaimana disajikan pada lampiran


berita acara ini yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Berita Acara Pembahasan
Akhir. (Beritas Acara dilampiri dengan Daftar Risiko Kecurangan Teridentifikasi)

Atas risiko kecurangan yang teridentifikasi, akan dilakukan langkah mitigasi


sebagaimana tersaji pada lampiran berita acara ini.

Langkah mitigasi risiko kecurangan menjadi tanggungjawab ... (Pimpinan objek


penugasan).

Pimpinan Objek Penugasan Tim Penilai Risiko Kecurangan

(nama) (Nama)
Lampiran V/1-1

Lampiran 5 – Daftar Risiko Kecurangan pada Pemerintah Daerah

Berikut adalah contoh risiko kecurangan yang dapat terjadi atas program/kegiatan
pada Pemerintah Daerah. Risiko tersebut dapat digunakan sebagai arahan atau
contoh, namun tidak untuk membatasi tim pelaksana FRA di Perwakilan BPKP. Tim
dimungkinkan untuk mengedit risiko tersebut atau menambah risiko fraud baru yang
ditemukan dalam pelaksanaan penugasan. Risiko-risiko kecurangan tersebut antara
lain:

1. Prosedur perencanaan tidak transparan dan akuntabel


2. Tendensi pengadaan
3. Program/kegiatan baru tidak sesuai dokumen perencanaan
4. Program/kegiatan disusun tidak sesuai kebutuhan
5. Tumpang tindih program/kegiatan
6. Penyusunan dokumen penganggaran yang manipulatif
7. Mark up nilai program/kegiatan
8. Pengabaian atas dokumen perencanaan
9. Pembatasan akses masyarakat terhadap rancangan Perda
10. Manipulasi data kontrak kegiatan atau pengadaan barang/jasa
11. Manipulasi data penyusunan HPS
12. Rekayasa bukti pertanggungjawaban
13. Pengeluaran fiktif
Lampiran VI/1-3

Lampiran 6 – Lembar Survei Pendahuluan

KUESIONER PERSEPSI PEGAWAI ATAS RISIKO FRAUD

Kerahasiaan identitas responden akan dijaga sebagai bagian dari pengawasan yang
dikelola oleh BPKP. Data dan informasi yang didapatkan melalui kuesioner ini hanya
akan disajikan dalam bentuk agregat dan tidak akan disajikan atau dipublikasikan
secara individual.

PETUNJUK UMUM

Kuesioner ini terdiri dari dua bagian, yaitu:

1. Bagian A, data demografis, mencakup data mengenai usia, jenis kelamin,


pengalaman kerja dan tingkat pendidikan.
2. Bagian B, risiko fraud (penyimpangan).

PETUNJUK PENGISIAN

1. Harap menjawab seluruh pertanyaan berdasarkan apa yang Bapak/Ibu ketahui


atau menurut persepsi Bapak/Ibu.
2. Bapak/Ibu dapat memberikan komentar/pendapat tambahan pada ruang yang
disediakan.
3. Pastikan hanya terdapat satu jawaban untuk setiap pertanyaan, kecuali dinyatakan
lain untuk pertanyaan-pertanyaan tertentu.
4. Kembalikan kuesioner yang telah lengkap terisi pada petugas yang telah ditunjuk
(untuk kuesioner manual).

BAGIAN A: DATA DEMOGRAFIS

1. Usia
 Kurang dari atau sama dengan 30 tahun
 Lebih dari 30 tahun sampai dengan 40 tahun
 Lebih dari 40 tahun sampai dengan 50 tahun
 Lebih dari 50 tahun
2. Jenis Kelamin
 Pria
 Wanita
3. Pengalaman Kerja
 Kurang dari atau sama dengan 10 tahun
 Lebih dari 10 tahun sampai dengan 20 tahun
 Lebih dari 20 tahun sampai dengan 30 tahun
Lampiran VI/2-3

 Lebih dari 30 tahun


4. Tingkat Pendidikan Terakhir
 SMA/sederajat
 Diploma I-III
 Diploma IV / Sarjana S1
 Sarjana S2/sederajat
 Sarjana S3/sederajat

BAGIAN B: RISIKO FRAUD (PENYIMPANGAN)

Menurut Bapak/Ibu, seberapa sering terjadinya beberapa perilaku berikut pada


Instansi Bapak/Ibu bekerja?

Keterangan Jawaban:
1: Sangat JarangTerjadi
2: Jarang Terjadi
3: Kadang-kadang Terjadi
4: Sering Terjadi
5: Sangat Sering Terjadi

Tingkat Keterjadian
No. Perilaku dalam Organisasi
1 2 3 4 5
1 Benturan kepentingan dalam penugasan.
□ □ □ □ □
2 Praktik suap terkait jabatan dan/atau dalam
penugasan □ □ □ □ □
3 Pemberian uang/bingkisan/fasilitas untuk
keperluan promosi, mutasi dan/atau rotasi □ □ □ □ □
4 Praktik penerimaan gratifikasi dalam
pelaksanaan penugasan □ □ □ □ □
5 Permintaan imbalan oleh pegawai dalam
penugasan □ □ □ □ □
6 Penggunaan aset kantor (Barang Milik
Negara/Daerah) untuk kepentingan pribadi □ □ □ □ □
7 Penguasaan aset kantor (Barang Milik
Negara/Daerah) dengan cara memanipulasi □ □ □ □ □
kondisi barang
Lampiran VI/3-3

Tingkat Keterjadian
No. Perilaku dalam Organisasi
1 2 3 4 5
8 Manipulasi pertanggungjawaban
keuangan/belanja □ □ □ □ □
9 Kegiatan fiktif atau pengeluaran fiktif
□ □ □ □ □
10 Perjalanan dinas dalam dan luar daerah fiktif
□ □ □ □ □
11 Pembocoran informasi yang sifatnya rahasia
□ □ □ □ □
12 Pengabaian pengaduan masyarakat (Dumas)
untuk kepentingan pribadi atau orang lain □ □ □ □ □
13 Pelapor kejadian penyimpangan atau
whistleblower mendapat tekanan dari atasan, □ □ □ □ □
rekan kerja, atau pihak lainnya
14 Menurut Bapak/Ibu, selain yang disebutkan
di atas, apakah terdapat perilaku menyimpang 1. ........................................................
lain yang mungkin terjadi pada instansi
2. ........................................................
Bapak/Ibu bekerja?
3. ........................................................
15 Menurut persepsi Bapak/ibu, seberapa sering
perilaku menyimpang pada butir 14.1 tersebut □ □ □ □ □
terjadi pada unit kerja Bapak/Ibu?
16 Menurut persepsi Bapak/ibu, seberapa sering
perilaku menyimpang pada butir 14.2 tersebut □ □ □ □ □
terjadi pada unit kerja Bapak/Ibu?
17 Menurut persepsi Bapak/ibu, seberapa sering
perilaku menyimpang pada butir 14.3 □ □ □ □ □
tersebut terjadi pada unit kerja Bapak/Ibu?

Anda mungkin juga menyukai