Anda di halaman 1dari 28

Tugas Khusus

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)


Kimia Farma Trading and Distribution, Batam

“Corrective and Preventive Action (CAPA)”

Oleh:
1. CITRA DEWI HAMAMI S.FARM 1641012333
2. RAHMA HULYENI S.FARM 1641012335

Pembimbing 1: Edgar Firnando S.Farm, Apt


Pembimbing 2: Lili Fitriani S.Si, M.Pharm, Apt

Angkatan III 2016


Mahasiswa Pendidikan Progam Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi Universitas Andalas
Tahun 2016

i
i
HALAMAN PENGESAHAN

TUGAS KHUSUS
PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)
KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION, BATAM

Pembimbing I Pembimbing II

Edgar Firnando S.Farm, Apt Lili Fitriani S.Si, M.Pharm, Apt


Apoteker Penanggung Jawab PBF NIP: 19850717 200912 2 003
Kimia Farma Trading and Distribution
Batam

Diketahui oleh,
Program Studi Pendidikan Apoteker
Universitas Andalas
Koordinator,

Syofyan, S.Si, M.Farm, Apt


NIP. 19711123 200812 1 001

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan
akhir Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PBF Kimia Farma Trading &
Distribution (KFTD) Batam. Kegiatan PKPA ini telah dilaksanakan dari tanggal 13
Maret - 22 April 2017.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:

1. Bapak Rudi Syahrial, S.Farm, Apt sebagai Branch Manager Kimia Farma
Trading & Distribution (KFTD) cabang Batam.

2. Bapak Edgar Firnando, S.Farm, Apt sebagai Apoteker Penanggung Jawab di PBF
Kimia Farma Trading & Distribution (KFTD) cabang Batam selaku pembimbing
I Prakterk Kerja Profesi Apoteker bidang PBF.

3. Ibu Lili Fitriani, M.Pharm. Sc., Apt selaku pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, arahan, dan dukungan kepada penulis selama
melaksanakan PKPA hingga penyusunan laporan.

4. Bapak Prof. Dr. H. Helmi Arifin, M.S, Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Andalas.

5. Bapak Syofyan, S.Si, M.Farm, Apt sebagai Ketua Program Studi Pendidikan
Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Andalas.

6. Seluruh karyawan KFTD cabang Batam atas bantuan dan kerjasama yang
diberikan selama PKPA.

Penulis berharap laporan akhir ini dapat diterima sebagai salah satu syarat ujian
komprehensif program studi apoteker yang sedang penulis jalani. Semoga laporan ini
dapat menambah ilmu dan pengetahuan di bidang farmasi khususnya pengetahuan
tentang pedagang besar farmasi.

Batam, April 2017

Penulis

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang mencakup


tanggung jawab, proses dan langkah manajemen risiko terkait dengan kegiatan
yang dilaksanakan. Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa mutu obat
dan/atau bahan obat dan integritas rantai distribusi dipertahankan selama proses
distribusi. Seluruh kegiatan distribusi harus ditetapkan dengan jelas, dikaji
secara sistematis dan semua tahapan kritis proses distribusi dan perubahan yang
bermakna harus divalidasi dan didokumentasikan. Salah satunya sistem mutu harus
memastikan bahwa Tindakan Perbaikan dan Pencegahan/TPP (Corrective Action and
Preventive Action = CAPA) yang tepat diambil untuk memperbaiki dan mencegah
terjadinya penyimpangan sesuai dengan prinsip manajemen risiko mutu
(PerkaBPOM, 2012).

CAPA (Corrective and Preventive Action) merupakan suatu tindakan untuk


mengatasi deviasi (penyimpngan) yang terjadi serta juga merancang suatu tindakan
preventif agar deviasi tersebut tidak terjadi lagi. Dalam bidang farmasi, CAPA
diperlukan untuk menjadi bagian dari sistem manajemen mutu. Kegagalan untuk
mematuhi penanganan CAPA yang tepat dianggap sebagai pelanggaran terhadap
peraturan federal terhadap tatacara manufaktur yang baik. Akibatnya, obat dan juga
alat kesehatan dapat tercemar atau tidak memenuhi standar jika perusahaan telah
gagal untuk menyelidiki, merekam dan menganalisa akar penyebab dari
ketidaksesuaian serta gagal untuk merancang dan menerapkan CAPA yang efektif.

Dikutip dari pemaparan Kepala BPOM Kota Palembang (dalam sosialiasi


"Aspek-Aspek Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), serta CAPA (Corrective
Action, Preventive Action) 2014) bahwa dalam Penerapan CDOB di PBF dibutuhkan
kontinuitas yang harus selalu dijaga dan menjadi tanggung jawab pimpinan,
penanggungjawab serta seluruh personil di PBF. Tindakan perbaikan serta

1
pencegahannya (CAPA) wajib untuk segera dilakukan pada setiap temuan hasil
pengawasan, baik dari Balai POM maupun pihak internal dan eksternal lainnya, agar
tidak ada temuan serupa di masa yang akan datang. Penyimpangan penerapan CDOB
yang masih sering ditemukan seperti penetapan struktur organisasi, pelatihan
personil, pelaksanaan inspeksi diri serta ketidak-terlibatan secara aktif Apoteker
Penanggungjawab pada setiap pengelolaan obat. Apabila PBF menerapkan secara
konsisten Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), maka penyimpangan-
penyimpangan tersebut diharapkan tidak ditemukan lagi.

Oleh sebab itu, pemahaman terhadap pemenuhan CAPA ini harus


ditingkatkan oleh para unsur pimpinan fasilitas distribusi maupun pihak yang terkait
dalam rangka menjaga kualitas produk yang akan dikonsumsi oleh mayarakat, bukan
hanya sekedar pemenuhan persyaratan pada saat pengajuan proses perizinan.

2
BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1 Definisi CAPA

CAPA (Corrective and Preventive Action) atau bisa disebut tindakan


perbaikan dan pencegahan adalah proses perbaikan yang dilakukan untuk
menghilangkan penyebab penyimpangan / ketidaksesuaian (deviasi) atau situasi yang
tidak diinginkan lainnya. CAPA biasanya merupakan serangkaian tindakan yang
perlu diambil dan dilaksanakan dalam suatu organisasi pada tingkat manufaktur,
dokumentasi, prosedur atau sistem dalam rangka untuk memperbaiki dan
menghilangkan kekambuhan. Ketidaksesuaian bisa berasal dari keluhan pasar atau
keluhan pelanggan atau kegagalan mesin atau sistem manajemen mutu, atau salah
tafsir dari instruksi tertulis (Pharmacy Pharma Journal, 2013).

Dalam sediaan farmasi dan alat kesehatan, CAPA diperlukan untuk menjadi
bagian dari sistem manajemen mutu. Kegagalan untuk mematuhi penanganan CAPA
yang tepat dianggap sebagai pelanggaran terhadap aturan pada praktek-praktek
manufaktur yang baik. Akibatnya, obat atau perangkat medis dapat disebut tercemar
atau di bawah standar jika perusahaan telah gagal untuk menyelidiki, merekam dan
menganalisa akar penyebab dari ketidaksesuaian dan gagal untuk merancang dan
menerapkan CAPA efektif (Pharmacy Pharma Journal, 2013). Sama halnya dalam
proses distribusi, dalam panduan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), CAPA
termasuk ke dalam pemeliharaan sistem mutu. Salah satunya sistem mutu harus
memastikan bahwa tindakan perbaikan dan pencegahan (CAPA) yang tepat
diambil untuk memperbaiki dan mencegah terjadinya penyimpangan sesuai
dengan prinsip manajemen risiko mutu (PerkaBPOM, 2012).

CAPA adalah konsep dalam Good Manufacturing Practice (GMP) / Cara


Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Hazard Analysis and Critical Control Points /
Hazard Analysis and Risk Preventive Control (HACCP / HARPC) dan berbagai

3
standar bisnis ISO lainnya di jalur industri obat. Namun pada pedoman CDOB di
jalur distribusi juga diwajibkan pelaksanaan CAPA dalam mempertahankan sistem
mutu obat. CAPA berfokus pada penyelidikan sistematis akar penyebab masalah yang
diidentifikasi atau risiko yang teridentifikasi dalam upaya untuk memperbaiki akar
masalah (untuk tindakan korektif) atau untuk mencegah terjadinya penyimpangan
(untuk tindakan preventif) (ISO 9000, 2005).

2.2 Penyimpangan (Deviasi)

Deviasi adalah segala aspek mulai dari pembuatan sampai penyaluran obat
yang tidak sesuai dengan prosedur pabrik ataupun aturan pemerintah (CDOB maupun
CPOB), contohnya salah dalam pencatatan kartu stok ataupun dokumentasi lainnya,
proses penyimpanan obat yang tidak sesuai, kinerja personalia yang tidak sesuai
standar operarasional (SOP) dan lain-lain (WHO, 2013).

Manajemen deviasi merupakan salah satu sistem dokumentasi yang wajib


diterapkan oleh setiap lahan distribusi dalam melakukan kontrol terhadap segala
aspek penyaluran obat. Segala bentuk deviasi ini harus dilaporkan kepada tim terkait
oleh siapapun yang menemukannya. Deviasi ini ada dua macam, yaitu deviasi tak
terduga (Non conformity case) dan deviasi terencana (Temporarily change). Deviasi
tak terduga merupakan segala bentuk penyimapangan yang terjadi secara spontan
atau tidak dapat diperkirakan. Deviasi terencana merupakan segala bentuk
penyimpangan yang dapat diperkirakan dan memang direncanakan. (WHO, 2013).

Deviasi kemudian diklasifikasikan berdasarkan hasil assesment ke dalam


kategori:

a. Critical

Deviasi yang berpotensi dapat merusak kualitas produk secara langsung, serta
melanggar regulasi yang berlaku baik sehingga dapat mengakibatkan dibekukannya

4
lahan distribusi, seperti tidak adanya izin lokasi pembangunan PBF atau
ketidaklengkapan persyaratan izin Apoteker Penanggung Jawab.

b. Major

Deviasi terhadap sistem GDP ataupun CDOB yang berpotensi memiliki


dampak terhadap kualitas produk yang akan disalurkan. Termasuk pula kumpulan
deviasi minor yang mengacu pada kegagalan sistem distribusi, seperti kesalahan pada
pencatatan kartu stok yang dapat berdampak pada kerugian lahan distribusi.

c. Minor

Deviasi yang terjadi pada aspek-aspek yang tidak secara langsung


mempengaruhi kualitas produk namun apabila tidak ditindaklanjuti segera akan
berdampak mayor, seperti tidak terlaksananya program pelatihan pada personalia
secara berkala.

Sedankan rencana penyusunan CAPA untuk masing – masing deviasi yang


dapat dilakukan adalah:

I. Deviasi Minor

Evaluasi adanya potensi yang berdampak pada produk atau batch lain dan
melaksanakan CAPA dengan segera sangat diperlukan pada jenis deviasi ini,
sehingga deviasi minor tersebut dapat ditutupi.

II. Deviasi Major dan Critical

Diperlukan investigasi lebih lanjut terkait analisis sumber penyebab deviasi


serta assesment terhadap dampak dan resiko yang dapat timbul untuk dapat segera
dilakukan tindakan perbaikan. Selanjutnya CAPA dilakukan berdasarkan hasil dari
investigasi terhadap sumber penyebab deviasi ini (WHO, 2013).

5
2.3 Proses CAPA

Proses CAPA meliputi kegiatan sebagai berikut:

1. Pengumpulan informasi

Hal ini dilakukan dengan mengidentifikasi akar penyebab, Analisis akar


penyebab merupakan sebuah inspeksi yang tepat atau audit terhadap dokumen
ataupun dengan mewawancarai personel yang dilakukan untuk mengetahui
akar penyebab dari keluhan atau perbedaan (Pharmacy Pharma Journal, 2013).

2. Analisis informasi

Dokumen yang diterima dari berbagai sumber informasi dikaji oleh para
profesional untuk mengidentifikasi peluang potensial CAPA. Tahap ini
meliputi perbandingan dokumen dari jenis yang diterima dari berbagai unit
serta perbandingan dokumen dari berbagai jenis terkait dengan kasus.

Tim profesional menetapkan prioritas untuk menangani solusi kesalahan


yang telah teridentifikasi, dimana untuk kasus dengan prioritas rendah ditunda
atau bahkan tidak dilakukan penanganan sama sekali (Galin, 2004).

3. Perancangan solusi dan metoda yang dikembangkan

Pendekatan ilmiah perlu dilakukan dalam merancang solusi atau


mengembangkan metoda pencegahan ketidaksesuaian atau perbedaan dalam
kualitas produk, proses manufaktur atau dokumentasi, atau sistem mutu.

Beberapa petunjuk sebagai solusi yang biasanya dilakukan:

a. Memperbarui prosedur yang terkait. Perubahan bisa mengacu kepada


sekumpulan prosedur, misalnya segala sesuatu yang terkait dengan

6
tahapan kerja, termasuk memperbarui instruksi kerja yang relevan
(jika memang ada).
b. Beralih ke alat pengembangan yang lebih efektif dan tahan terhadap
kesalahan yang sudah terdekteksi
c. Pengembangan dalam pelaporan, termasuk perubahan isi laporan,
frekuensi laporan dan penyerahan laporan. Arahan ini bertujuan agar
kesalahan dapat teridentifikasi lebih dini.
d. Pelaksanaan training, retraining dan pembaharuan staff. Arah ini
diambil hanya dalam kasus-kasus ketika kekurangan pelatihan yang
sama ditemukan di beberapa tim.
4. Penerapan metoda yang dikembangkan

Implementasi solusi CAPA bergantung pada instruksi yang tepat dan


seringnya pelatihan namun kerjasama unit dan individu yang terkait lebih
banyak memperngaruhi hasil CAPA yang baik. Oleh karena itu, anggota staff
yang ditargetkan haruslah diyakinkan terhadap kelayakan solusi yang
ditawarkan. Tanpa kerjasama, kontribusi dari CAPA tidak akan mendapatkan
hasil yang diinginkan (Galin, 2004).

5. Follow up

Tiga tugas pokok tindak lanjut diperlukan untuk memfungsikan tindakan


korektif dan proses tindakan pencegahan dalam setiap organisasi, adalah:

a. Tindak lanjut alur pengembangan dan pemeliharaan terhadap dokumentasi


CAPA.
Hal ini memungkinkan umpan balik yang dapat mengungkapkan kasus tidak
adanya pelaporan serta pelaporan berkualitas rendah, yang mana terdapat
rincian penting yang hilang atau tidak akurat. Jenis tindak lanjut ini dilakukan
terutama melalui analisis informasi aktivitas jangka panjang, yang
menghasilkan umpan balik kepada sumber-sumber informasi CAPA.

7
b. Tindak lanjut penerapan CAPA.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk menunjukkan apakah tindakan-tindakan yang
dirancang berupa:
· kegiatan pelatihan
· penggantian dari tool-tool development
· perubahan prosedur (setelah persetujuan),
telah dilaksanakan. Umpan balik yang memadai dikirimkan ke badan-badan
yang bertanggung jawab untuk pelaksanaan tindakan perbaikan dan
pencegahan.
c. Tindak lanjut hasil CAPA.
Tindak lanjut hasil yang nyata dari metode perbaikan seperti yang diamati
oleh tim proyek dan unit organisasi, memungkinkan penilaian sejauh mana
tindakan korektif atau preventif telah mencapai hasil yang diharapkan. Umpan
balik terhadap hasil akan dikirimkan unit ke pengembangan metode
perbaikan. Dalam kasus kinerja rendah, maka diperlukan formulasi dari
tindakan korektif yang direvisi, ini merupakan tugas yang dilakukan oleh tim
CAPA (Galin, 2004).

8
BAB III
TINJAUAN KHUSUS

Pembuatan CAPA di Kimia Farma Trading and Distribution cabang Batam


berdasarkan hasil pemeriksaan badan pemeriksa eksternal yakni Balai Pengawas Obat
dan Makanan (POM) kota Batam. CAPA ini disusun sesuai dengan penyimpangan
(deviasi) yang terjadi pada sistem distribusi berdasarkan undang-undang maupun
standar operasional (SOP) yang sudah disusun, baik itu berupa deviasi minor, mayor
maupun critical. Dari macam-macam deviasi inilah ditelusuri akar permasalahan
yang menyebabkan penyimpangan pada sistem ini terjadi. Kemudian tindakan
perbaikan dan tindakan pencegahan direncanakan sesuai dengan undang-undang dan
standar operasional yang telah ada dengan melibatkan pihak-pihak maupun
instrument terkait. Setelah rancangan tindakan perbaikan dan pencegahan
dilaksanakan, maka perlu adanya dokumentasi berupa bukti bahwa rancangan
tersebut telah terlaksana. Dokumentasi bukti bisa berupa surat keterangan, dokumen
daftar hadir dan sebagainya yang terkait.

CAPA pada tugas khusus ini dibuat berdasarkan pemeriksaan Balai Pengawas
Obat dan Makanan (POM) terhadap Kimia Farma Trading and Distribution cabang
Batam pada tanggal 2 Maret 2017, dengan kondisi penyimpangan sebagai berikut:

NO. ASPEK DAN DETAIL TINGKAT YA TIDAK N/A


KEKRITISAN
1.
PROFIL SARANA

a. Apakah papan nama PBF m √ -


mencantumkan nama PBF, No.
Izin dan alamat PBF serta
dipasang permanen di depan
lokasi kantor dan gudang PBF
atau salah satu jika kantor dan

9
lokasi pada lokasi yang sama?

Apakah mempunyai Pedoman


CDOB dan Peraturan
Perundang-undangan di bidang
b. M √ -
farmasi (UU Kesehatan,
Permenkes terkait PBF,
Farmakope Indonesia) terbaru?

Apakah PBF telah menerapkan


c. sistem mutu (tersedia Protap M √ -
dari semua aspek CDOB)?

2 ORGANISASI

Apakah tersedia struktur


a. M √ -
organisasi?

Apakah setiap personil sesuai


b. kualifikasi dan memiliki uraian M √ -
tugas?

Apakah ada absensi kehadiran


c. M √ -
setiap pegawai?

Apakah ada penanggung jawab


yang kualifikasinya sesuai
d. dengan ketentuan dan memiliki C √ -
SIK dan SP (sebutkan di
keterangan)

Apakah penanggung jawab


bekerja full time di PBF
e. C √ -
(sebutkan jadwal kehadiran di
keterangan)

Apakah ada program pelatihan


sesuai tugas dan fungsinya
f. m - √
serta dievaluasi efektifitasnya
dan didokumentasikan?

g. Apakah personil (PJ, bagian m √ -


gudang, administrasi distribusi
obat) pernah mengikuti

10
pelatihan sesuai dengan
tanggung jawabnya?

3. BANGUNAN DAN PERALATAN

Apakah lokasi sesuai dnegan


a. C √ -
izin PBF?

Apakah perubahan denah


bangunan telah mendapatkan
b. M √ -
persetujuan Dinas Kesehatan
Provinsi setempat?

Apakah kebersihan dan


c. kerapian bangunan dijaga serta M √
dipelihara?

Apakah ventilasi di ruangan


d. M √ -
non AC memadai?

Apakah ruangan penyimpanan


dilengkapi dengan alat pencatat
suhu yang terkalibrasi serta
e. M - √
dilakukan monitoring sesuai
dengan persyaratan masing-
masing produk?

Apakah luas ruang


f. penyimpanan dan penerangan M √ -
memadai?

Apakah ada program dan


peralatan pengendalian hama
g. M √ -
dan tikus (pest control) serta
didokumentasikan?

Apakah tersedia palet atau


peralatan lain yang menjamin
h. M √ -
obat tidak bersentuhan
langsung dengan lantai?

i. Apakah tersedia peralatan yang M √ -


memadai untuk memindahkan

11
barang?

4. PENGADAAN

Apakah pengadaan dari sumber


a. C √ -
yang sah?

Apakah ada surat pesanan?


b. M √ -
(manual maupun elektronik)

Apakah surat pesanan


ditandatangani oleh
penanggung jawab,
mencantumkan nama jelas dan
nomor SIK dan distempel
c. M √ -
perusahaan (untuk manual)
atau penanggung jawab
memiliki otoritas dalam
melakukan pesanan melalui
elektronik?

Apakah surat pesanan manual


diarsipkan berdasarkan nomor
urut dan tanggal pemesanan
d. M √ -
atau tersimpan dalam database
untuk surat pesanan secara
elektronik?

Apakah faktur atau Surat


Pesanan Barang (SPB),
diarsipkan berdasarkan tanggal
e. M √ -
penerimaan oleh penanggung
jawab dan atau bagian
administrasi?

5. PENERIMAAN DAN PENYIMPANAN

Apakah penanggung jawab


menandatangani faktur
a. M √ -
pembelian pada saat barang
diterima?

12
Apakah setiap penerimaan
barang dilakukan pemeriksaan
terhadap tersebut meliputi:
b. nomoe izin edar, nomor bets, M √ -
tanggal kadaluarsa, kebenaran
kemasan, mutu produk secara
fisik?

Apakah setiap penerimaan


barang dicatat pada dokumen
penerimaan barang/buku
c. pembelian, kartu persediaan M √ -
barang/kartu gudang dan kartu
barang (secara manual atau
sistem elektonik)?

Apakah pengisian dokumen


penerimaan barang/buku
pembelian, kartu persediaan
d. M √ -
barang/kartu gudang dan kartu
barang sesuai dengan
ketentuan CDOB?

Apakah mempunyai sistem


e. yang menjamin first in dan first M √ -
out/first exp first out?

Apakah obat disimpan pada


kondisi sesuai dengan yang
f. tercantum dalam kemasan obat M - √
serta terpisah dari komoditi
lainnya?

g. Apakah obat yang mendekati M √ -


kadaluarsa, telah kadaluarsa
mengalami kerusakan
kemasan, tutup atau diduga
kemungkinan mengalami
kontaminasi dan yang akan
dimusnahkan diinventarisir,
dipidahkan penyimpanannya

13
dan terkunci?

Apakah jumlah dalam kartu


h. barang sesuai dengan jumlah M - √
fisik di gudang?

6. PENYALURAN

Apakah setiap penyaluran


berdasarkan Surat Pesanan
a. yang ditandatangani oleh M √ -
penanggung jawab dan
distempel?

Apakah penanggung jawab


membubuhkan tanda tangan
atau paraf terhadap pesanan
b. yang dapat dilayani (manual) M - √
atau dapat menunjukkan sistem
pengontrolan secara
elektronik?

Apakah obat yang dirimkan


disertai faktur atau SPB yang
sesuai dengan ketentuan pada
c. M √ -
pedoman CDOB serta
ditandatangani oleh
penanggung jawab?

Apakah faktur atau SPB


d. diarsipkan berdasarkan nomor M √ -
urut dan tanggal pengeluaran?

Apakah pengiriman melalui


jasa pengiriman dicatat dalam
buku ekspedisi sesuai dengan
e. M √ -
faktur penjualan dan
dilengkapi dengan bukti tanda
terima dari pihak pemesan?

f. Apakah semua tanda terima M √ -


faktur atau Surat Penyerahan
Barang dibubuhi stempel

14
sarana penerima (sesuai surat
pesanan), diberi tanda tangan,
nama terang dan No. SIK
penanggung jawab
saran/petugas teknis
kefarmasian yang diberi
kewenangan?

Apakah obat yang disalurkan


dikontrol oleh Kepala Gudang
atau petugas yang ditunjuk
g. M √ -
sesuai faktur atau SPB yang
diketahui (ditanda tangani atau
diparaf) penanggung jawab?

Apakah pembayaran dilakukan


h. M √ -
oleh pihak pemesan?

Apakah obat-obat yang


i. disalurkan adalah obat-obat C √ -
yang terdaftar?

Apakah penyaluran obat keras


selalu berdasarkan surat
j. pesanan yang ditandatangani M √ -
oleh penanggung jawab sarana
yang berhak?

7. PENARIKAN KEMBALI OBAT (RECALL)

Apakah recall dilakukan


seperti sete;ah diterima
permintaan/perintah untuk
a. penarikan kembali dilakukan M √ -
secara menyeluruh dan tuntas
sampai tingkat sarana
pelayanan?

Apakah sistem dokumentasi


mendukung pelaksanaan recall
b. M - √
secara efektif, cepat dan
tuntas?

15
Apakah produk recall dicatat
dalam buku penerimaan
pengembalian barang
kemudian diamankan di tempat
c. M √ -
terpisah dan terkunci sampai
obat tersebut dikembalikan
sesuai instruksi dari pihak yang
berwenang?

Apakah pelaksanaan penarikan


atau hasil penarikan termasuk
permintaan penghentian
penyaluran serta laporan
d. M √ -
pengembalian barang yang
ditarik dari peredaran
dilaporkan kepada Badan
POM?

8. PENANGANAN PRODUK ILEGAL

Apakah obat palsu/diduga


palsu yang ditemukan dalam
jaringan distribusi obat
a. C - - √
diamankan terpisah dari obat
lain, terkunci dan diberi
penandaan tidak untuk dijual?

Apakah distributor
menghubungi produsen obat
melaporkan ke Badan POM
b. M - - √
atau Balai Besar/Balai POM
setempat bila ditemukan obat
palsu/diduga palsu?

9. PENANGANAN PRODUK KEMBALIAN DAN KADALUARSA

Apakah ada pesyaratan untuk


a. obat kembalian yang dapat M √ -
diterima?

b. Apakah jumlah dan identifikasi M √ -


obat kembalian dicatat dalam

16
buku penerimaan
pengembalian barang
berdasarkan bukti
pengembalian dari sarana yang
mengembalikan?

Apakah obat kembalian yang


diterima karena tidak
memenuhi syarat mutu dan
c. M - √
yang mengalami kerusakan
penandaan, dikarantina dan
terkunci?

10. PENGEMBALIAN OBAT KE SUMBER PENGADAAN

Apakah pengembalian obat


kepada supplier menggunakan
M √ -
surat penyerahan barang dan
didokumentasikan?

11. PEMUSNAHAN

Apakah pemusnahan obat


a. dilaksanakan sesuai dengan M - - √
ketentuan?

Apakah perencanaan dan


pelaksanaan pemusnahan
dilaporkan kepada Badan POM
b. atau Balai Besar/Balai POM M - - √
setempat dengan melampirkan
Berita Acara Pelaksanaan
Pemusnahan?

Apakah untuk tiap pemusnahan


obat dibuatkan Berita Acara
Pelaksanaan Pemusnahan yang
c. ditandatangani oleh pelaksana M - - √
pemusnahan dan saksi dari
instansi pemerintah yang
berwenang?

12. INSPEKSI DIRI

17
Apakah terdapat Tim Inspeksi
a. Diri yang ditunjuk oleh M - √
pimpinan distributor?

Apakah catatan mengenai


pelaksanaan inspeksi diri
b. M - √
terdokumentasi dan dilaporkan
kepada pimpinan?

Apakah dibuat daftar periksa


yang meliputi karyawan,
bangunan termasuk fasilitas,
peralatan, pengadaan,
c. M - √
penyimpanan dan penyaluran
dan dokumentasi untuk
mendapatkan standar inspeksi
diri yang minimal?

Apakah dilakukan evaluasi dan


tindak lanjut terhadap hasil
d. M - √
inspeksi diri yang diketahui
oleh pimpinan?

13. LAIN-LAIN

Apakah dilakukan pelaporan


triwulan pengelolaan obat
M √ -
(termasuk tembusan ke Badan
POM/BB/BPOM)?

14 PENYALUR VAKSIN/COLD CHAIN PRODUCT

PERSONALIA

Apakah petugas yang


menangani vaksin/CCP
a. M - - √
mendapatkan pelatihan sesuai
tanggung jawabnya?

Apakah pelatihan yang


b. M - - √
dilakukan terdokumentasi?

18
BANGUNAN DAN PENYIMPANAN VAKSIN/CCP

Apakah tersedia tempat


terpisah untuk penyimpanan
a. produk vaksin/CCP sesuai C - - √
dengan spesifikasi produk?
(minimal chiller)

Apakah mempunyai freezer


b. M - - √
untuk penyimpanan ice pack?

Apakah dilakukan validasi


terhadap tempat penyimpanan
c. khusus untuk vaksin/CCP M - - √
secara berkala minimal satu
tahun sekali?

Apakah dilengkapi dengan


temperatur data logger yang
dapat memberi informasi
d. M - - √
bahwa vaksin tidak pernah
mengalami perubahan suhu
yang merusak mutunya?

Apakah tempat penyimpanan


dilengkapi dengan alat
pemantau suhu (termometer)
e. dan dilakukan monitoring suhu C - - √
serta pencatatan secara berkala
(minimal sehari tiga kali
dengan interval yang memadai)

Apakah tempat penyimpanan


dilengkapi dengan alat yang
f. dapat memberi peringatan suhu M - - √
kkritis dan secara rutin
dilakukan pengecekan?

g. Apakah mempunyai generator C - - √


otomatis yang berfungsi
dengan baik? Atau apakah
mempunyai petugas yang dapat

19
menjamin generator yang tidak
otomatis berfungsi dengan baik
selama 24 jam?

Apakah terdapat sistem


penanganan produk
vaksin/CCP apabila tempat
h. M - - √
penyimpanan mengalami
gangguan/kerusakan
(contigency plan)?

Apakah ada sistem tertentu


yang dapat menjamin produk
i. vaksin tidak hilang identitas M - - √
tidak mencemari dan tercemari
produk/zat lain?

Apakah ada pemisahan dengan


tanda khusus terhadap produk
j. M - - √
vaksin/CCP yang sudah tidak
layak jual (rusak, kadaluarsa)?

PENYALURAN VAKSIN/CCP

Apakah penyaluran
vaksin/CCP menggunakan
wadah kedap yang dilengkapi
a. ice pack/dry ice sedemikian C - - √
rupa sehingga mencapai
temperatur yang sesuai dengan
vaksin tersebut?

Apakah penyaluran vaksin


dilengkapi dengan alat monitor
b. suhu yang menjamin bahwa M - - √
vaksin tidak pernah mengalami
suhu ekstrim?

20
Dari tabel pemeriksaan di atas, Kimia Farma Trading and Distribution cabang Batam
memiliki beberapa deviasi, yaitu:

1. Mempunyai program pelatihan sesuai tugas dan fungsi tetapi tidak dilakukan
evaluasi. Dokumentasi hanya berupa daftar hadir dan materi.
2. Ruangan penyimpanan dilengkapi dengan alat pencatat suhu tetapi tidak
dikalibrasi, terakhir dikalibrasi tahun 2014, dilakukan monitoring pencatatan
suhu tetapi tidak dilakukan konsisten.
3. Obat sudah disimpan terpisah sesuai dengan kondisi yang tercantum pada
kemasan, tetapi masih terdapat produk selain obat di dalam ruangan tersebut
seperti enkasari, dan consumer product.
4. Jumlah dalam kartu stok tidak sesuai dengan fisik baik manual ataupun
komputer.
5. Penanggung jawab tidak membubuhkan tandatangan/paraf terhadap pesanan
yang dapat dilayani.
6. Sistem dokumentasi tidak mendukung pelaksanaan recall secara efektif, cepat
dan tuntas (nomor bets produk yang disalurkan tidak sama dengan nomor bets
yang tercantum pada faktur disebabkan sistem pengadaan terpusat dan hanya bisa
ditarik sehingga tidak dapat dirubah sesuai produk yang datang data-datanya.
Perbedaan nomor bets sudah terjadi saat faktur/pengiriman barang dari pusat).\
7. Tidak mempunyai ruangan tersendiri dan terkunci untuk barang
rusak/kadaluarsa.
8. Tidak pernah melakukan inspeksi diri mulai dari tahun 2015.

Dari hasil pemeriksaan inilah disusun tindakan korektif dan tindakan preventif
sesuai dengan form yang sudah tersedia, dalam hal ini digunakan form CAPA dari
Balai Pengawas Obat dan Makanan (POM). Pada form tersebut terdapat kolom
persyaratan, GAP Analysis, dampak, Tindakan Perbaikan Dan Pencegahan
(TPP)/Corrective and Preventive Action (CAPA), timeline, PIC (Person in Charge),
serta bukti pebaikan.

21
Kolom persyaratan pada form berisikan pedoman-pedoman resmi yang
menjadi persyaratan dasar dalam melakukan suatu manajemen mutu dan dalam
menyusun tindakan perbaikan dan pencegahan. Pedoman ini dapat berupa CDOB,
Undang-undang serta peraturan-peraturan yang berlaku lainnya. Sedangkan untuk
GAP Analysis merupakan hasil analisis kesenjangan antara SOP atau pedoman yang
berlaku dengan kinerja institusi atau temuan-temuan yang ada. Dampak yang terjadi
akibat adanya kesenjangan beserta analisisnya dituliskan pada kolom selanjutnya.
Untuk penyusunan TTP/CAPA perlu dijelaskan secara terperinci langkah-langkah
tindakan perbaikan dan tindakan pencegahannya sesuai dengan SOP institusi dan juga
persyaratan yang telah dituliskan. Misalnya untuk permasalahan alat pencatat suhu
ruangan yang tidak dikalibrasi (terakhir dikalibrasi tahun 2014) serta pemantauan dan
pencatatan suhu ruangan yang tidak dilakukan secara konsisten, tindakan
perbaikannya dapat berupa penentuan kegiatan kalibrasi alat pencatat suhu ruangan
dan pegontrolan pada pencatatan kartu monitoring suhu dilakukan setiap hari kerja,
serta tindakan pencegahannya berupa sosialisasi yang dilakukan kepada petugas
gudang untuk memberikan pemahaman pentingnya monitoring suhu di gudang.
Kolom timeline merupakan batas waktu penyelesaian yang reasonable dan diisi untuk
tiap langkah tindakan perbaikan dan pencegahan yang telah disusun. Sedangkan
untuk kolom PIC (Person in Charge) merupakan personalia yang bertanggung jawab
pada tindakan perbaikan dan pencegahan yang telah disusun bisa berdasarkan SOP
institusi maupun pedoman resmi yang berlaku. Dan untuk bukti perbaikan merupakan
hasil yang diperoleh sesuai dengan tindakan perbaikan dan pencegahan serta timeline
yang telah ditentukan. Bukti ini dapat berupa surat keterangan, dokumen daftar hadir
ataupun media lainnya seperti foto.

Pada penyusunan CAPA kali ini tidak disertakan penulisan timeline dan bukti
perbaikan, dikarenakan keterbatasan waktu serta ketidaksesuaian jadwal dalam
pelaksanaan tindakan perbaikan dan pencegahan, sehingga batas waktu penyeleseian
tidak dapat diperkirakan dan dokumen bukti tidak diperoleh.

22
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. KESIMPULAN
a. Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang mencakup
tanggung jawab, proses dan langkah manajemen risiko terkait dengan
kegiatan yang dilaksanakan.
b. Salah satun sistem mutu harus memastikan bahwa Tindakan Perbaikan dan
Pencegahan/TPP (Corrective Action and Preventive Action = CAPA) yang
tepat diambil untuk memperbaiki dan mencegah terjadinya penyimpangan
sesuai dengan prinsip manajemen risiko mutu.
c. CAPA (Corrective and Preventive Action) atau bisa disebut tindakan
perbaikan dan pencegahan adalah proses perbaikan yang dilakukan untuk
menghilangkan penyebab penyimpangan / ketidaksesuaian (deviasi) atau
situasi yang tidak diinginkan lainnya.
d. Pembuatan CAPA di Kimia Farma Trading and Distribution cabang Batam
berdasarkan hasil pemeriksaan badan pemeriksa eksternal yakni Balai
Pengawas Obat dan Makanan (POM) kota Batam.
e. CAPA ini disusun sesuai dengan penyimpangan (deviasi) yang terjadi pada
sistem distribusi berdasarkan undang-undang maupun standar operasional
(SOP) yang sudah disusun, baik itu berupa deviasi minor, mayor maupun
critical.

4.2. SARAN
Penyusunan Tindakan Perbaikan dan Pencegahan sebaiknya dilanjutkan
hingga tahap adanya bukti perbaikan agar sistem mutu lahan distribusi segera
diperbaiki dan terjaga serta menjamin integritas rantai distribusi.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Galin, D., 2004. Software quality assurance: from theory to implementation.


Pearson Education India.
2. ISO. 2005. ISO 9000: Quality Management System - Fundamentals and
Vocabulary.
3. Obat, K.K.B.P. and Nomor, M., HK. 03.1. 34.11. 12.7542 tahun 2012 tentang
Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik. Departemen Kesehatan,
Jakarta.
4. Pharmacist Pharma Journal (diakses pada tanggal Mei, 2017)
http://www.pharmacistspharmajournal.org/2013/11/corrective-and-
preventive-action-capa.html#.WbY_Qfqg_IU.
5. WHO. 2013. Deviation Handling and Quality Risk Management. Geneva,
Switzerland.

28

Anda mungkin juga menyukai