Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

Kontribusi Enterpreneurship
Terhadap Pembangunan
Perekonomian

1.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Enterprenurship


Negara dengan sejumlah penelitian menganalisis mekanisme dan
pencetus pertumbuhan ekonomi berfokus pada peran belanja
Research and Development (R & D) serta inovasi dan perubahan
teknologi yang dihasilkannya (Goel and Ram, 2001; Griliches, 1979;
Piekarz, 1983). Tidak dapat dipungkiri bahwa secara historis
berbagai negara di dunia yang secara kontinyu mendukung
1
investasi di bidang penelitian telah mencapai tingkat pertumbuhan
yang lebih cepat dibandingkan negara-negara lain (Peretto, 2003).
Namun demikian, pada masa kini, beberapa negara yang
mengivestasikan sejumlah besar anggarannya pada belanja R & D
jus
tru memiliki pertumbuhan ekonomi yang rendah atau bahkan
sama sekali nol (Acs et al., 2004). Sementara di waktu yang
bersamaan, Cina menunjukkan tingkat pertumbuhan yang
signifikan tanpa belanja R & D yang tinggi (Hsiao and Shen, 2003;
Dondeti & Mohanty, 2007). Oleh karena itu, tidak selamanya belanja
R & D dapat menjamin suatu negara memiliki tingkat
pertumbuhan tinggi pada masa kini.
Schumpeter pada tahun 1934 telah menyatakan bahwa
elemen inti dari pertumbuhan ekonomi adalah kewirausahaan.
Faktor apa yang kemudian menjadi penting dalam
mengupayakan pertumbuhan ekonomi suatu negara?
Walaupun demikian, selama bertahun-tahun kemudian,
kewirausahaan banyak ditinggalkan dan bahkan seringkali
dipandang tidak dapat diperhitungkan kontribusinya sebagai
sumber produktivitas perekonomian (Baumol, 2002). Situasi
inilah yang kemudian membedakan kesuksesan sebuah usaha
sebagai roda penggerak perekonomian suatu negara.
Pertumbuhan ekonomi, selama beberapa dekade terakhir,
penelitian menunjukkan bahwa dapat dicapai lebih tinggi apabila
jumlah wirausaha dalam negara tersebut meningkat (Grancia &
Zilibotti, 2005).

1.2. Enterpreneruship Terhadap Pertumbukan Ekonomi


Kontribusi kewirausahaan bagi pertumbuhan ekonomi
tidak hanya sekedar meningkatkan output dan pendapatan per
kapita, namun juga melibatkan pengenalan atau penerapan
perubahan dalam struktur bisnis maupun masyarakat (Hisrich,
Peters, & Shepherd, 2008). Perubahan tersebut diikuti dengan
pertumbuhan atau peningkatan output yang memungkinkan
2
kesejahteraan yang lebih besar bagi berbagai pihak yang terlibat di
dalamnya. Inovasi dalam pandangan ekonomi, merupakan salah
satu kunci dalam mengembangkan produk maupun jasa baru
dalam pasar yang mampu menstimulasi investasi pada
perusahaan-perusahaan yang baru berdiri. Investasi berperan
sebagai modal yang akan memperluas kapasitas pertumbuhan,
sementara itu hasil dari belanja investasi tersebut memanfaatkan
kapasitas dan output baru.
Kewirausahaan selama beberapa dekade terakhir ini,
mengalami perkembangan yang cukup pesat di berbagai negara.
Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan turut memiliki andil
dalam mendorong praktik-praktik entrepreneurial yang pada akhirnya
mampu menciptakan berbagai penemuan-penemuan produk dan jasa
baru bagi konsumen. Kewirausahaan di berbagai negara terbukti
dapat membuka peluang kerja, membuka pasar baru, dan dalam
jangka panjang mampu menciptakan stabilitas perekonomian
bangsa secara menyeluruh sebagai dampak dari pertumbuhan
usaha di berbagai sektor.
Transformasi entrepreneurial ini telah mempengaruhi bagaimana
masyarakat dunia menjalani kehidupan sehari-hari, bekerja, belajar,
hingga menikmati waktu luang mereka. Timmons dan Spinelli
(2009) menggambarkan evolusi kewirausahaan yang telah
mengubah dunia dalam 40 tahun terakhir ini ke dalam 4
bentuk transformasi entrepreneurial.. Menurut mereka, empat
transformasi tersebut terdiri atas kewirausahaan sebagai
paradigma baru dalam manajemen, kewirausahaan sebagai
paradigma baru dalam pendidikan, kewirausahaan sebagai
paradigma baru dalam manajemen usaha non-profit dan
philanthropy, serta kewirausahaan sebagai kurikulum dalam
sekolah bisnis.

1.3. Pakar Konsep Enpreneruship Bicara


Hisrich et al, (2008), wirausaha merupakan bidang ilmu
yang telah berkembang selama bertahun-tahun dan menarik
untuk dikembangkan. Lebih lanjut Hisrich mengemukakan
bahwa individu yang mempelajari kewirausahaan akan memiliki
keinginan tiga hingga empat kali lebih besar dalam memulai
3
usahanya sendiri, bahkan memiliki pendapatan 20 hingga 30 % lebih
tinggi dibandingkan mereka yang mempelajari bidang lain. Individu-
individu yang kemudian terlibat dalam berbagai kegiatan
entrepreneurial dengan memulai suatu usaha dikenal sebagai
wirausaha. Wirausaha oleh karena itu, kemudian didefinisikan
sebagai individu yang mengambil risiko dan memulai hal baru.
Scarborough, Zimmerer, dan Wilson (2009) wirausaha adalah
seorang yang menciptakan bisnis baru dengan mengambil risiko
dan ketidakpastian demi mencapai keuntungan dan
pertumbuhan yang signifikan dengan cara mengidentifikasi peluang
dan menggabungkan sumber-sumber daya yang diperlukan sehingga
sumber-sumber daya tersebut dapat dikapitalisasikan. Dari definisi
di atas maka orang yang melakukan hal-hal tersebut disurvei untuk
dilihat karakteristik kepribadian mereka. Hasil survei menunjukkan
bahwa wirausaha memiliki sejumlah karateristik di bawah ini yang
dapat dijadikan referensi:
1. Percaya diri, seorang wirausaha memiliki percaya diri yang
tinggi dan optimis untuk mencapai kesuksesan.
Sebuah pola pikir positif selalu ada dalam benaknya sehingga
setiap langkah dan keputusan yang diambilnya cenderung
berhasil.
2. Memiliki hasrat untuk mengambil tanggung jawab melakukan
bisnis.
Seorang wirausaha tidak akan melihat sebuah tanggung
jawab sebagai beban, namun merupakan sebuah proses yang
terjadi dengan sendirinya dalam mencapai tujuannya.
3. Berarni mengambil risiko menengah.
Setiap risiko yang diambil dilakukan dengan penuh
perhirungan, perencanaan, berdasarkan pengetahuan
yang dimilikinya. Meskipun suka mengambil risiko,
seorang wirausaha akan menyukai jenis risiko tingkat
menengah.
4. Berhasrat untuk mengetahui umpan balik secepamya.
Rasa penasaran dari hasil setiap keputusan yang diambilnya
ingin cepat diketahui, sehingga jika wirausaha salah
mengambil keputusan maka dengan cepat dapat diperbaiki.
5. Enerjik.
Ini adalah sifat natural dari wirausaha. Sifat ini
dibutuhkan secara konsisten dalam mendirikan perusahaan,
4
6. Berorientasi pada masa depan.
Seorang wirausaha memiliki indera untuk melihat peluang,
oleh sebab itu, sifat ini mendorong wirausaha tidak berkutat
pada masa lalu melainkan memiliki banyak pemikiran pada
situasi masa depan dan berusaha untuk memanfaatkan
peluang yang baru untuk mencapai keuntungan.
7. Keterampilan berorganisasi.
Merupakan kemampuan untuk mengatur sebuah organisasi
yang dibutuhkan bagi seorang wirausaha. Pada dasarnya
mengelola sebuah usaha akan selalu berhubungan dengan
manusia, sehingga manajeman organisasi sangat diperlukan.
8. Menilai prestasi lebih tinggi dari pada uang.
Layaknya pertandingan yang memerlukan perhirungan skor
untuk menentukan pemenang, demikian pula halnya dengan
seorang wirausaha. Orientasi seorang wirausaha adalah pada
kebanggaan dan hasrat dalam meraih kesuksesan, dan uang
hanyalah sebuah scoring untuk mengukur kesuksesan
tersebut.

Wirausaha sebagai inovator pada abad ke-20 muncul, yaitu


individu yang mengembangkan sesuaru yang khas. Konsep
inovasi dan kebaruan menjadi bagian menyeluruh dalam
kewirausahaan, dimana tugas wirausaha tidak hanya untuk
menciptakan dan mengkonseptualisasikan suatu hal baru, tetapi
juga memahami seluruh kekuatan dalam lingkungan kerja. Hal
baru tidak hanya berupa produk baru saja, tetapi dapat terdiri dari
produk baru hingga sistem distribusi baru maupun metode
pengembangan struktur organisasi yang baru. Berbagai contoh
inovasi dari masa ke masa dapat dilihat mulai dari pembangunan
piramida oleh bangsa Mesir, penciptaan pesawat ulang alik Apollo,
teknologi bedah laser, hingga komunikasi nirkabel.
Hisrich et al (2008) dari berbagai definisi kewirausahaan
dan wirausaha di atas, secara garis besar menyimpulkan bahwa
kewirausahaan adalah sebagai berikut:
Proses menciptakan sesuatu yang baru dan memiliki nilai
dengan mengorbankan waktu dan tenaga, melakukan
pengambilan risiko finansial, fisik, maupun sosial, serta
menerima imbalan moneter serta kepuasan dan kebebasan
pribadi.

5
Empat aspek utama yang harus dimiliki untuk menjadi
seorang wirausaha dari definisi tersebut, yaitu: 1) proses
penciptaan hal baru, 2) memerlukan pengorbanan waktu dan
tenaga, 3) melibatkan imbalan menjadi wirausaha, dan 4) melakukan
pengambilan risiko.

1.4. Tahapan Enterprenurial


Seorang wirausaha dengn merujuk pada empat aspek utama
yang melekat pada wirausaha, tidak lepas dari proses
menciptakan usaha baru yang merupakan sebuah proses
entrepreneurial. Lumpkin dan Dess (1996) mendefinisikan proses
entrepreneurial sebagai proses dalam mengupayakan sebuah usaha
baru, baik itu berupa produk baru yang akan diluncurkan ke
dalam pasar, memasuki pasar baru bagi produk yang telah ada saat
ini, dan/atau penciptaan organisasi baru. Dalam posisi ini, seorang
wirausaha harus menemukan, mengevaluasi, dan
mengembangkan peluang baru dengan mengatasi berbagai
kendala dalam menciptakan hal-hal baru.
Proses entrepreneurial terdiri atas empat fase berikut ini:
1. Identifikasi dan peluang
2. Rencana bisnis (business plan)
3. Menentukan dan Memilih SDM yang diperlukan
4. Manajemen usaha.
Masing-masing tahapan yang dijalani oleh wirausaha
dalam proses entrepreneurial ini tidaklah bersifat independen satu
sama lain, bahkan tidak selalu fase berikutnya dimulai sebelum
fase sebelumnya berakhir. Sebagai contoh, saat berada pada fase ke-
1, seorang wirausaha akan sukses melakukan identifikasi dan
mengevaluasi peluang jika dia telah memiliki keinginan kuat tentang
bentuk usaha apa yang akan dikelolanya pada fase ke-4. Tabel 1.1.
menggambarkan aspek-aspek proses entrepreneurial yang
dijalankan oleh wirausaha secara lebih rinci.
Tahap identifikasi dan evaluasi peluang merupakan fase
yang sangat sulit dijalani oleh hampir setiap wirausaha. Seringkali
peluang usaha yang bagus tidak dapat diidentifikasi dengan
mudah. Meskipun hampir tidak ada wirausaha yang memiliki
mekanisme formal dalam mengidentifikasi peluang usaha, tetapi
beberapa sumber informasi yang ada di lingkungan dapat
menjadi kunci keberhasilan dalam menemukan peluang yang
baik. Berbagai sumber informasi dapat diperoleh dari konsumen
dan rekan usaha, anggota sistem distribusi, serta tenaga-tenaga teknis.

6
Seluruh informasi tentang peluang yang diidentifikasi oleh
wirausaha selanjutnya perlu dievaluasi unruk menemukan
peluang usaha yang terbaik dan layak diteruskan pada fase
berikutnya.
Wirausaha harus mengembangkan rencana bisnis (busness
plan) dengan baik dalam fase pengembangan rencana bisnis,
agar dapat menjelaskan peluang usaha secara jelas. Fase ini
merupakan fase yang paling memakan waktu selama proses
entrepreneurial berlangsung. Wirausaha pada umumnya tidak
menyiapkan rencana bisnis terlebih dahulu dan tidak memiliki
sumber daya yang memadai unruk menyusun rencana bisnis ini.
Langkah-langkah menyusun rencana bisnis yang baik akan dibahas
lebih rinci pada bab 4 buku ini mengenai Penyusunan Rencana
Bisnis.
Proses entrepreneurial adalah tahap selanjutnya pada fase ini
menentukan sumber daya yang diperlukan yang diawali dengan
menilai sumber daya yang telah dimiliki wirausaha saat ini.
Seluruh sumber daya penting yang dipelrukan dalam upaya
pendirian usaha perlu diidentifikasi dengan jelas dan dipisahkan
dari sumber daya lain yang sifatnya kurang penting. Perlu
diperhitungkan dengan hati-hati jumlah kebutuhan sumber daya
tersebut serta variasi yang diperlukan untuk tiap-tiap sumber
daya. Pada tahap ini wirausaha juga harus mempertimbangkan
risiko jika terjadi kekurangan sumber daya. Sumber daya yang
diperlukan harus diperoleh dalam waktu yang tepat agar
keinginan wirausaha untuk mendirikan usahanya dapat tercapai.
Fase manajemen usaha adalah fase terakhir dalam proses
entrepreneuria. Setelah wirausaha memperoleh sumber daya yang
diperlukan maka selanjutnya wirausaha harus menggunakan
sumber daya tersebut untuk mengeimplementasikan rencana
bisnis yang telah disusunnya. Fase ini melibatkan evaluasi
masalah operasional dan implementasi gaya serta struktur
pengelolaan usaha dan penentuan variabel kunci kesuksesan. Untuk
menghindari kendala karena munculnya permasalahan maka
wirausaha perlu menerapkan sistem kontrol agar seluruh
permasalahan dapat diidentifikasi dan diatasi dengan cepat.
Tabel 1.1
Tahapan dan Proses Entrepreneurial

7
Menentikan
Identifikasi Business Plan dan Meilih Manajemen
dan Peluang SDM
Bisnis Usaha
Diperlukan

1. Evaluasi 1. Judul 1. Tentukan 1.


peluang Rencana sumber daya
2. Bisnis yang Kembangka
2. Daftar Isi diperlukan n gaya
Penciptaa 3. Ringkasan 2. Tentukan pengelolaan
n dan Eksekutif sumber daya usaha
jangka 4. Bagian yang dimiliki 2. Pahami
waktu Utama saat ini variabel
peluang a. Deskripsi 3. kunci
3. Nilai riil Usaha kesuksesan
dan nilai b. Deskripsi Identifikasik 3. Identifikasi
yang Industri an permasalahan
dipersepsi c. Rencana kesenjangan dan potensi
kan atas Teknologi sumber daya permasalah
peluang d. Rencana dan an
4. Risiko dan Pemasaran pemasok 4.
pengembaliane. Rencana yang
atas Keuangan tersedia Kembangka
peluang f. Rencana 4. n strategi
5. Peluang Produksi pertumbuh
v.s. g. Rencana Kembangka an
keahlian Organisasi n akses atas
dan tujuan h. Rencana sumber daya
pribadi Operasional yang
i. Ringkasan
6. diperlukan
5. Lampiran
Lingkunga
n yang
kompetitif
Sumber: Robert D. Hisrich, Michael P. Peters, & Dean A. Shepherd.
2008 Entrepreneurship. 7th edition. McGraw-Hill International
Edition.
1.5. Faktor Motivasional Entrepreneurship
Berbagai bentuk kegiatan entrepreneurial seringkali dapat
diprediksi melalui intensi yang dimiliki oleh seseorang. Karena
wirausaha adalah indivi yang memiliki intensi untuk mencapai
peluang tertentu, memasuki pasar baru, dan menawarkan produk
baru, maka dapat diidentifikasi faktor-faktor motivasional yang
8
mempengaruhi perilaku seseorang sebagai wirausaha. Faktor-
faktor ini mengindikasikan seberapa besar seseorang bersedia
mencoba serta seberapa banyak tenaga yang mereka
rencanakan untuk menjadi wirausaha. Beberapa faktor motivasional
yang mempengaruhi intensi berwirausaha di antaranya adalah
efikasi diri dan persepsi atas keinginan. Efikasi diri merupakan
keyakinan bahwa seseorang dapat sukses menjalankan proses
entrepreneurial. Sementara persepsi atas keinginan merupakan
derajat dimana seorang individu memiliki evaluasi disukai atau
tidak disukai atas hasil dari kegiatan entrepreneurial yang
dilakukannya.
Hisrich et al, (2008), Mewmngungkapkan selain faktor-faktor
motivasional, terdapat pula sejumlah latar belakang yang turut
mempengaruhi pembentukan jiwa wirausaha, di antaranya adalah
pendidikan, nilai pribadi, usia, serta pengalaman kerja. Tingkat
pendidikan seorang wirausaha terbukti penting dalam mencapai
kesuksesan usaha yang didirikan dan dikelolanya. Pentingnya
pendidikan ditunjukkan tidak hanya melalui tingkat pendidikan
yang diraih oleh wirausaha tetapi juga adanya kenyataan bahwa
pendidikan mampu membantu mengatasi berbagai permasalahan
yang dihadapi oleh wirausaha. Wirausaha sukses mengidentifikasi
pendidikandi bidang keuangan, perencanaan strategi, pemasaran, dan
manajemen sangat diperlukan untuk mendukung usahanya.
Kemampuan untuk berkomunikasi dengan jelas baik secara tertulis
maupun lisan juga sangat diperlukan oleh wirausaha. Pendidikan
juga memfasilitasi integrasi dan akumulasi pengetahuan baru,
memberikan peluang yang lebih besar bagi seseorang dan
membantu wirausaha baradaptasi dengan lingkungan baru.
Penelitian membuktikan bahwa wirausaha memiliki
karakteristik yang berbeda dalam menjalankan proses manajemen
dan bisnis secara umum. Karakteristik tersebut meliputi penciptaan
kualitas produk superior, kualitas pelayanan pada konsumen,
fleksibilitas atau kemampuan mengadaptasi perubahan di pasar,
pengelolaan kaliber atas, serta kejujuran dan etika dalam praktik
bisnis.
1.6. Pelaku Entrepreneurship
Wirausaha dapat ditelaah dari berbagai latar belakang
individu yang membentuk struktur kewirausahaan. Beberapa
pelaku wirausaha dapat dijelaskan dalam bagian berikut ini:
1. Wirausaha rumah tangga
Kegiatan usaha yang dijalankan dalam rumah tangga
9
memiliki porsi yang sangat besar dibandingkan jenis-jenis
usaha lainnya, yaitu lebih dari 90%. Bisnis rumah tangga
umumnya dikerjakan di rumah dengan menggunakan fasilitas
yang ada dalam rumah sebagai modal berusaha untuk
meminimalkan biayaawal dan biaya operasi. Dalam usaha
rumah tangga fleksibilitas pemilik masih dipertahankan
sehingga seringkali kegiatan usaha sangat tergantung
dengan ketersediaan waktu luang anggota keluarga.
Kemajuan teknologi telekomunikasi juga telah menjadikan
rumah sebagai kantor elektronik atau etelase elektronik
seperti e-commerce bagi wirausaha yang menjalani usaha online.
2. Usaha keluarga
Usaha keluarga banyak dimiliki oleh keluarga wirausaha di
Indonesia, dimana kepemilikan dan pengelolaannya
dilakukan oleh anggota keluarga. Usaha keluarga yang
berhasil dikelola dengan baik akan bertahan hingga beberapa
generasi bahkan berkembang menjadi usaha yang besar.
Umumnya, usaha keluarga yang berhasil memiliki nilai-nilai
kekeluargaan dan asas kejujuran yang tinggi. Namun
demikian, salah satu permasalahan yang sering dapat berakibat
pada kegagalan usaha ini adalah ketika tiba waktunya suksesi
kepemimpinan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan perencanaan
suksesi yang hati-hati agar pergantian tampuk kepemimpinan
ridak mengakibatkan dampak negatif bagi usaha yang
dijalankan.
3. Wirasutri
Banyak suami istri yang mendirikan usaha bersama dan
mengelolanya bersama-sama. Hal yang mendorong suami istri
membangun bisnis ini adalah agar mereka dapat bekerja
bersama-sama seiring dengan membangun keluarga yang
diharapkan. Pada kondisi ini wirasutri dapat diartikan juga
sebagai menjalankan usaha keluarga.
4. Wirausaha korban PHK perusahaan dan karyawan yang
mengundurkan diri dari perusahaan.
Kondisi perekonomian yang kurang stabil serta kebutuhan
perusahaan untuk melakukan efisiensi sebagai upaya
mempertahankan usahanya mengakibatkan munculnya PHK di
berbagai perusahaan. Bagi mereka yang menjadi korban PHK
dan tidak berhasil memperoleh pekerjaan lain banyak mencoba
membangun usaha untuk dapat memperoleh penghasilan
menggunakan keahlian maupun pengalaman yang dimiliki
selama bekerja, atau bahkan usaha yang sama sekali tidak
10
berkaitan dengan pekerjaannya di masa lalu. Karena banyak
korban PHK dan restrukturisasi perusahaan maka banyak
karyawan yang mengalami krisis kepercayaan, hal ini juga
mendorong karyawan mengundurkan diri dan mencoba
memulai usaha sendiri.
5. Wirausaha muda
Kita dapat memahami bahwa generasi muda adalah sebuah
generasi yang enerjik, penuh semangat, menyukai tantangan,
berhasrat untuk mengekspresikan dirinya dan seringkali
memiliki banyak ide-ide kreatif yang dapat direalisasikan
menjadi sebuah bentuk usaha. Kondisi ini mendorong
munculnya wirausaha muda.
6. Wirausaha perempuan
Pada era kesetaraan gender saat ini masih saja dapat ditemui
praktik-praktik diskriminatif terhadap perempuan di berbagai
situasi, termasuk di lingkungan kerja. Berbagai hambatan
seperti batasan peluang menjadi pimpinan tertinggi dalam
perusahaan, ketidakadilan dalam struktur penggajian,
hingga subyektivitas dalam pendelegasian tugas dan
wewenang dalam perusahaan mendorong perempuan untuk
memulai usaha sendiri.
7. Wirausaha minoritas
Kaum minoritas dapat dijumpai di berbagai wilayah di
dunia ini, umumnya berdasarkan suku dan ras yang
komunitasnya paling kecil dibandingkan dengan
komunitas dari suku dan ras lainnya di daerah tertentu.
Pada beberapa situasi, kaum minoritas seringkali
mengalami perlakuan diskriminatif di dunia kerja
sehingga menjadikan sebuah alasan yang mendorong
mereka untuk berwirausaha. Contohnya kaum gipsi, asia,
keturunan afrika, hispanik, dan lain sebagainya.
8. Wirausaha imigran
Beberapa sifat positif yang dapat ditemui pada kaum imigran
hampir di setiap negara di dunia adalah tahan banting,
kerja keras, berani menghadapi berbagai tantangan dan
risiko, serta kemauan untuk beradaptasi dengan lingkungan
asing. Sifat-sifat tersebut salah satunya tercermin dari
keputusan untuk keluar dari negaranya untuk mencoba
mencari nafkah di negara asing yang tenru memiliki risiko
ketidakpastian yang lebih besar serta potensi timbulnya
permasalahan yang lebih pelik. Situasi seperti inilah yang
kemudian mendorong mereka untuk berani berwirausaha.
11
9. Wirausaha paruh waktu
Tidak sedikit kita temui wirausaha yang berhasil memulai
usahanya secara paruh waktu saat mereka tengah menjalani
sebuah pekerjaan. Wirausaha ini menggunakan waktu luang
di antara pekerjaannya untuk mengelola usaha sebagai
keinginan pribadi untuk memperoleh penghasilan tambahan
yang memang sengaja mempersiapkan usahanya sebagai salah
satu rencana pensiun dari pekerjaan jika suatu saat usahanya
telah mapan.
10. Wirausaha sosial
Tidak seluruh orang yang memiliki jiwa sosial lantas menjadi
seorang wirausaha. Wirausaha sosial adalah mereka yang
memiliki jiwa sosial dan mengguanakan menggunakan
keahliannya untuk memulai sebuah usaha sebagai solusi
pemecahan masalah-masalah sosial yang ada di
lingkungannya. Wirausaha sosial berusaha memberdayakan
masyarakat yang mengalami permasalahan sosial untuk
menjalankan usaha sehingga pada akhirnya masyarakat dapat
merasakan manfaat berupa peningkatan kesejahteraan karena
memperoleh penghasilan dari usaha yang didirikan.

1.7. Alih Suksesi Kepemimpinan Bisnis di Indonesia


Mengunguli Singapura
Indonesia boleh sedikit berbangga. Ini, karena, usaha
berbasis keluarga di negeri ini ternyata menempati posisi terdepan
di Asia Tenggara, khususnya dalam perencanaan dan persiapan alih
kepemimpinan atau suksesi kepemimpinan setelah pemimpin saat ini
pensiun maupun mundur.
Sebanyak 78 persen dari usaha keluarga di Indonesia telah
menyiapkan rencana suksesi. Berdasarkan riset dari TEIU (The Economist
Intelligence Unit), Bahkan, 57 persen di antaranya mengatakan,
mereka telah menyiapkan struktur pengelolaan kekayaan, seperti
yayasan dan 53 persen menyiapkan perwalian untuk mengelola suksesi
dan pengalihan kekayaan antar generasi kepemimpinan usaha
keluarga.
Usaha keluarga di Singapura justru menempati tempat terendah
dalam perencanaan suksesi secara formal, berbanding terbalik dengan
Indonesia,. Riset berjudul Building Legacies: Family Business Succession
in Southeast Asia itu melaporkan, hanya 58 persen dari usaha berbasis
keluarga di Singapura yang memiliki rencana suksesi formal, sementara
35 persen pimpinan usaha meyiapkan struktur yayasan untuk
mengelola rencana suksesi dan menjaga pelestarian kekayaan mereka.
12
Laporan hasil riset yang diolah berdasarkan survei terhadap 250
usaha berbasis keluarga di Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand
dan Filipina ini juga menemukan bahwa pelanggan dan investor
menunjukkan tingkat kepercayaan yang lebih tinggi kepada usaha
keluarga yang memiliki rencana suksesi dibanding yang tidak. Dengan 71
persen dari pimpinan usaha keluarga mengakui bahwa hal tersebut
membuat mereka lebih mudah menarik investor.
Lebih dari 70 persen usaha keluarga di Indonesia menggunakan
dewan keluarga untuk membahas dan melaksanakan rencana
suksesi.Temuan lain adalah, meski Indonesia menjadi pemimpin pasar,
namun mayoritas usaha keluarganya tetap menggunakan struktur
pengelolaan usaha yang informal, seperti dewan keluarga untuk
menyelesaikan konflik keluarga dan permasalahan suksesi.
Menurut Chief Executive Officer Labuan IBFC (International
Business and Fiinancial Centre), Saiful Bahari Baharom, sebanyak 60
persen dari perusahaan yang terdaftar di bursa di wilayah ASEAN
merupakan usaha berbasis keluarga.
"Mereka adalah bagian penting dari pertumbuhan di wilayah ini,"
ujarnya kepada VIVA.co.id melalui keterangan tertulis, Kamis 29
Januari 2015. Saiful menjelaskan, dengan mempertimbangkan
signifkansi dari usaha-usaha keluarga di wilayah Asia Tenggara, hasil
riset ini menunjukkan bahwa ada ketergantungan yang besar atas
struktur informal. Seperti halnya, dewan keluarga dalam mengelola
permasalahan suksesi.
"Akan tetapi, struktur semacam ini tidak mengikat secara hukum
maupun memiliki bentuk tetap," tambahnya". Sumber: Rimba Laut,
http://bisnis.news.viva.co.id., Kamis, 29 Januari 2016

13
Rangkuman
1. Seorang wirausaha adalah seorang yang menciptakan bisnis
baru dengan mengambil risiko dan ketidakpastian demi
mencapai keuntungan dan pertumbuhan yang signifikan
dengan cara mengidentifikasi peluang dan menggabungkan
sumber-sumber daya yang diperlukan sehingga sumber-
sumber daya tersebut dapat dikapitalisasikan.
2. Proses entrepreneurial sebagai proses dalam mengupayakan
sebuah usaha baru baik itu berupa produk baru yang akan
diluncurkan ke dalam
Proses entrepreneurial terdiri atas empat fase: identifikasi
dan peluang, pengembangan rencana bisnis, penentuan dan
pemilihan sumber daya yang diperlukan, dan pengelolaan usaha
yang telah terbentuk. Terdapat berbagai pelaku wirausaha :
1. Wirausaha rumah tangga
2. Wirausaha keluarga.
3. Wirasutri atau wirausaha suami istri.
4. Wirausaha korban PHK perusahaan dan karyawan yang
mengundurkan diri dari perusahaan.
5. Wirausaha sosial.
6. Wirausaha muda.
7. Wirausaha perempuan.
8. Wirausahawan minoritas.
9. Wirausaha imigran.
10. Wirausaha paruh waktu.

Pertanyaaan
1. Jelaskan yang dimaksud dengan proses entrepreneurial?
2. Sebutkan tahapan-tahapan dalam proses entrepreneurial?
3. Apakah tahapan-tahapan tersebut harus diselesaikan satu
persatu untuk dapat memulai tahapan berikutnya?
4. Bentuk wirausaha seperti apakah yang umum dijalankan oleh
Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia?
5. Mengapa kewirausahaan penting bagi pertumbuhan
perekonomian suatu bangsa?
6. Perbedaan karakteristik apa sajakah yang membedakan seorang
wirausaha dengan non wirausaha?
7. Faktor-faktor apa sajakah yang menjadikan kepemimpinan
usaha berbasis keluarga di Indonesia menjadi lebih unggul
dibandingkan di Singapura?

14
8. Tantangan apa sajakah yang dihadapi oleh usaha berbasis
keluarga dalam mempertahankan usahanya di pasar
global?
9. Survei, amatilah sebuah usaha di sekitar tempat tinggal
Saudara, lalu identifikasikanlah bentuk kewirausahaan yang
dijalankan oleh pemilik usaha tersebut berdasarkan kriteria
budaya kewirausahaan yang dibahas.
10. Kunjungilah situs http://www.forbes.com/special-
report/2012/30-under-30/30-under-30_social.html.
11. Menurut Saudara, bagaimana cara untuk menumbuhkan
pengusaha-pengusaha muda di bidang social entrepreneurship
seperti yang dibahas dalam situs tersebut?

15
16

Anda mungkin juga menyukai