Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH TEKNOLOGI PANGAN

“PENGAWETAN SUHU TINGGI”

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 2 :
DWI YANTI SRIJONO
EVANAFTALYA WONDAL
SITI DILAPANGA
ARUM KURNIAWATI
JOSHUA WUNGOW
RENALDI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MANADO


2019
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya persembahkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan tuntunannya saya dapat menyelesaikan makalah mata kuliah praktikum
Mikrobiologi Pangan dengan judul “Kapang”.
Dalam penulisan makalah ini saya banyak menghadapi kesulitan dan hambatan
tetapi berkat dorongan dan dukungan dari teman-teman, dosen PA, dan orang tua sehingga
kesuliatan dan hambatan tersebut dapat diatasi. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami sehingga penulisan makalah ini dapat
diselesaikan.
Akhir kata semoga makalah ini dapat berguna bagi kami khusunya dan para
pembaca pada umumnya. Namun, walaupun makalah ini selesai tentulah masih banyak
kekurangan hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan yang saya miliki, oleh karena
itu kritik dan saran yang mengarah kepada perbaikan isi makalah ini sangat kami harapkan.

Manado, April 2019


Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................................i
Daftar Isi............................................................................................................................ii
Bab I Pendahuluan :
a. Latar Belakang.......................................................................................................1
b. Rumusan Masalah..................................................................................................1
c. Tujuan....................................................................................................................1
Bab II Pembahasan :
A. Penerapan Suhu Tinggi .........................................................................................2
B. Faktor Yang Perlu Diperhatikan Pada Pemakaian Suhu Tinggi............................2
C. Tingkatan Pemberian Panas / Proses Termal.........................................................3
D. Alat – Alat Yang Digunakan.................................................................................5
E. Kelebihan Dan Kelemahan Suhu Tinggi Pada Pengawetan Makanan..................7
Bab III Penutup:
a. Kesimpulan............................................................................................................8
b. Saran......................................................................................................................8
Daftar Pustaka....................................................................................................................9
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pengolahan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam penanganan
pascapanen. Pengolahan bertujuan untuk menangani dan memanipulasi suatu produk
sehingga diperoleh mutu dan nilai tambah dibandingkan dengan mutu dan nilai dari bahan
asal. Tanpa pengolahan pascapanen yang sesuai akan menimbulkan kerugian, apalagi jika
produk pertanian tersebut merupakan produk hortikultura dimana memiliki sifat yang
mudah rusak atau tidak tahan dalam penyimpanan jika tanpa pengolahan terlebih dahulu.
Pada makalah ini, akan dibahas salah satu proses utama dalam pengolahan pangan yaitu
pengolahan dengan suhu tinggi
Proses utama dalam pengolahan dengan suhu tinggi yaitu: pemanasan, perebusan,
penggorengan, penyangraian, pengasapan, penjemuran di bawah sinar matari.

B. Rumusan masalah
Mengapa Suhu Tinggi Digunakan pada Pengawetan Pangan?

C. Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh suhu tinggi pada pengawetan pangan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SUHU TINGGI


Proses termal (thermal process) termasuk ke dalam proses pengawetan yang
menggunakan energi panas. Proses ini merupakan salah satu proses penting dalam pengawetan
pangan untuk mendapatkan produk dengan umur simpan yang panjang. Secara umum, tujuan
utama proses termal adalah mematikan mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit
dan menimbulkan kebusukan pada produk yang dikemas dalam kemasan.
Suhu tinggi diterapkan baik dalam pengawetan maupun dalam pengolahan pangan.
Memasak, menggoreng, memanggang, dan lain-lain adalah cara-cara pengolahan yang
menggunakan panas. Proses-proses tersebut membuat makanan menjadi lebih lunak, lebih
enak, dan lebih awet. Pemberian suhu tinggi pada pengolahan dan pengawetan pangan
didasarkan kepada kenyataan bahwa pemberian panas yang cukup dapat membunuh sebagian
besar mikroba dan menginaktifkan enzim. Selain itu makanan menjadi lebih aman karena
racun-racun tertentu yang rusak diakibatkan oleh pemanasan, misalnya racun dari bakteri
Clostridium botulinum.

B. Faktor Yang Perlu Diperhatikan Pada Pemakaian Suhu Tinggi


Pada pemakaian suhu tinggi, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Mikroba penyebab kebusukan dan yang dapat membahayakan kesehatan manusia harus
dimatikan.
2. Panas yang digunakan sedikit mungkin menurunkan nilai gizi makanan.
3. Faktor -faktor organoleptik misalnya cita rasa juga harus dipertahankan. Dikenal beberapa
tingkatan pemberian panas atau proses termal yang umum dilakukan yaitu blancing,
pasteurisasi, dan sterilisasi.
C. KLASIFIKASI PROSES TERMAL
Sebagian besar teknik pengolahan pangan menggunakan proses pindah panas
yang digunakan dalam proses sebagai berikut:
1. Proses pemanasan (proses termal) seperti pengalengan, pasteurisasi,
pemasakan, evaporasi, ekstrusi dan blansing.
2. Penghilangan panas seperti pendinginan dan pembekuan.
3. Penghilangan air seperti pada pengeringan.
Proses termal dapat dilakukan dengan berbagai Teknik sebagai berikut:
1). Penggunaan air panas atau uap air pada proses pemasakan, blansing,
pasteurisasi, sterilisasi, evaporasi dan ekstrusi.
2) Penggunaan udara panas seperti pemanggangan, penyangraian, dan
pengeringan.
3) Penggunaan minyak panas seperti pada penggorengan.
4) Penggunaan energi radiasi seperti gelombang mikro (microwave),
radiasi inframerah, dan radiasi ionisasi.
D. EFEK PROSES TERMAL (Terakhir)
Proses pemanasan dapat menyebabkan perubahan pada produk pangan baik
karakteristik fisiko-kimia maupun nutrisi. Perubahan yang terjadi bergantung pada
intensitas pemanasan dan metode proses termal, bahan baku, serta perlakuan sebelum
pemanasan (preprocessing preparation).
1) Aktivitas Mikroba
Proses termal dirancang terutama untuk menghilangkan atau menurunkan sejumlah
mikroba sampai kadar yang dapat diterima dan menghasilkan kondisi yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroba pathogen dan pembusuk.
2) Aktivitas Enzim
Beberapa enzim (peroksidase, lipoksigenase, dan pektinesterase) jika tidak
diinaktivasi dapat menyebabkan perubahan mutu produk pangan selama
penyimpanan. Pada proses termal dirancang untuk mencapai penurunan jumlah
mikroba tertentu dan inaktivasi enzim. Ketidakcukupan panas untuk inaktivasi
enzim dapat menyebabkan masih terdapat residu aktivitas enzim, seperti pada
proses UHT yang dilakukan pada suhu diatas 130Oc. Oleh karena itu inaktivasi
enzim dan mikroba harus diperhatikan pada penerapan proses termal.
3) Nilai Nutrisi
Nutrisi dalam bahan pangan secara umum diklasifikasikan sebagai
karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral. Pada proses blansing, kehilangan
zat gizi dapat mencapai 40% untuk mineral dan vitamin (terutama vitamin C), 35%
gula, 20% protein, dan asam amino. Selain nutrisi, senyawa toksik juga mengalami
penurunan baik karena larut dalam air (Blansing) maupun inaktif karena panas.
Walaupun nilai nutrisi mengalami penurunan karena proses blansing, stabilitas
warna dan flavor terhadap oksidasi serta tekstur yang diinginkan lebih dipentingkan.
Teknik blansing minimum telah dikembangkan untuk inaktivasi enzim dengan tetap
menjaga nilai nutrisi tetap baik.
Pada proses pasteurisasi, vitamin larut lemak seperti vitamin A, D, E dan K
kurang sensitif terhadap panas dan umumnya tidak mengalami kerusakan.
Kerusakan vitamin yang terjadi selama proses blansing terutama vitamin B
kompleks dan vitamin C.
Sterilisasi merupakan proses termal dengan suhu yang lebih tinggi dari pasteurisasi.
kerusakan nutrisi yang terjadi pada proses sterilisasi meliputi kerusakan vitamin dan
asam amino.

D. Tingkatan Pemberian Panas/Proses Termal


1) Blansing
Proses blansing merupakan perlakuan pendahuluan untuk beberapa jenis buah-
buahan dan sayuran dengan tujuan inaktivasi enzim-enzim oksidatif dalam buah dan
sayuran sebelum diolah lebih lanjut seperti pengalengan, pembekuan, dan
pengeringan. Enzim-enzim oksidatif tersebut dapat menyebabkan perubahan yang
tidak diinginkan, seperti perubahan warna, flavor, dan nilai gizi produk. Blansing
juga bertujuan membersihkan bahan dari kotoran dan untuk mengurangi jumlah
mikroba dalam bahan dan digunakan untuk menghilangkan bau, flavor, dan lendir
yang tidak dikehendaki.
Selain inaktivasi enzim, blansing mempunyai fungsi lain, yaitu
menghilangkan gas dalam jaringan yang dapat menjamin kondisi vakum pada
pengalengan, meningkatkan suhu produk, pencucian, melemaskan tekstur sehingga
memudahkan proses pengisian kaleng, dan dapat memperbaiki warna hijau sayuran.
Suhu dan lama blansing bergantung pada jenis dan ukuran sayuran atau buah-buahan
dan juga metode blansing yang digunakan. Proses blansing termasuk ke dalam proses
termal dan umumnya membutuhkan suhu berkisar 75-95°C selama 1-10 menit. Pada
dasarnya, proses blansing bertujuan untuk menginaktifkan enzim-enzim yang menyebabkan
perubahan kualitas bahan pangan. Proses ini diterapkan terutama pada bahan pangan segar
yang mudah mengalami kerusakan akibat aktivitas enzim yang tinggi. Contoh bahan
pangan tersebut adalah sayuran dan buah-buahan. Proses blansing harus menjamin bahwa
enzim-enzim yang menyebabkan perubahan kualitas, warna, bau, cita rasa, tekstur dan gizi
inaktif selama penyimpanan beku. Efek negatif blansing adalah kehilangan zat gizi yang
sensitif terhadap panas, dan pada metode blansing dengan perebusan dapat terjadi pelarutan
zat gizi.
Sebagai contoh, pada proses pembuatan jus apel harus dilakukan blansing, karena pada
jenis buah ini aktivitas enzim polifenolase sangat tinggi. Akibatnya, selama penundaan
proses sebelum pengolahan jus, enzim ini dapat mengkatalisis reaksi oksidasi terhadap
senyawa fenol yang mengakibatkan pembentukan warna cokelat yang tidak disukai
konsumen. Melalui proses blansing, enzim polifenolase diinaktifkan sehingga perubahan
warna akibat reaksi pencokelatan enzimatis tersebut dapat diminimumkan.
E. METODE BLANSING
1) Blansing Dengan Air Panas (Hot Water Blanching)
Metode ini merupakan metode blansing yang paling banyak
digunakan. Kekurangan metode blansing ini adalah kehilangan komponen
bahan pangan yang bersifat larut air seperti vitamin larut air (vitamin B dan
vitamin C), karbohidrat seperti gula sederhana, protein larut air, pigmen, dan
mineral.
Kelemahan lain adalah air yang digunakan pada proses blansing
merupakan medium pertumbuhan mikroba yang baik. Jumlah mikroba dapat
berkurang pada proses pemanasan dalam alat blansing sampai 104-105 per
gram bahan, tetapi jumlah bakteri termodurik tidak dapat dikurangi. Oleh
karena itu, alat blansing harus dirancang agar mudah dibersihkan, terbuat
dari baja nir karat (stainless steel), dan lekukan atau rongga yang
memungkinkan bahan pangan terperangkap atau berkumpul dan susah
dibersihkan harus dihindari.
Keuntungan proses blansing dengan air panas adalah pada proses
blansing dapat ditambahkan bahan-bahan yang diperlukan untuk proses
pengolahan seperti garam atau natrium bikarbonat untuk mendapatkan
karakteristik yang diinginkan.
2) Blansing Dengan Uap Air (Steam Blanching)
Blansing dengan menggunakan uap air panas atau steam blanching dapat
mengurangi kehilangan komponen bahan pangan akibat proses blansing
dengan air panas.Keuntungan penggunaan metode blansing uap air panas
dibandingkan metode blansing dengan air panas adalah kehilangan
komponen
bahan pangan akibat proses pelarutan dapat dihindari.
Kelemahan metode blansing dengan uap air panas adalah pada
proses
blansing tidak dapat ditambahkan bahan-bahan tertentu seperti pada blansing
dengan uap air panas seprti penambahan bikarbonat untuk mencegah
perubahan warna sayuran.
3) Blansing Dengan Gas Panas (Hot Gas Blanching)
Penggunaan gas panas untuk proses blansing telah diteliti karena dapat
mengurangi kehilangan bahan akibat pelarutan (leaching) dan mengurangi
limbah cair. Kelemahan metode ini adalah pada proses blansing dapat terjadi
pengeringan pada bagian permukaan bahan dan adanya oksigen dapat
menyebabkan proses oksidasi. Selain itu, biaya operasionalnya lebih tinggi
dari metode lain.

2) Pasteurisasi
Pasteurisasi merupakan proses termal dengan suhu sedang yang diberikan pada
produk pangan, biasanya dibawah suhu 100Oc. Tujuan pasteurisasi adalah
membunuh mikroba vegetatif tertentu, terutama patogen dan inaktivasi enzim. Pada
proses pasteurisasi , proses pemanasan yang diberikan adalah suhu sedang lebih
rendah. Suhu yang digunakan dalam pasteurisasi bervariasi berkisar 60-105Oc.
Pemanasan sedang ini digunakan dengan tujuan mempertahankan kualitas sensoris,
menghindari pemanasan berlebihan (over processed) yang biasa terjadi pada produk
kaleng.
Pasteurisasi produk pangan yang dikemas dengan baik mempunyai pH rendah
seperti buah-buahan atau produk dengan pH mengalami penurunan akibat
pengolahan seperti acar, mirip dengan penggalengan. Proses termal yang diberikan
lebih menyerupai pasteurisasi karena suhu yang digunakan adalah suhu sedang.
Oleh karena itu, sifat sensoris dan nilai gizi produk hampir tidak berubah. Suhu
yang digunakan dan lama proses bergantung pada jenis produk.
. Pasteurisasi biasanya digunakan untuk susu, sari buah, anggur, makanan asam, serta
makanan lain yang tidak tahan suhu tinggi. Proses ini tidak terlalu merusak gizi serta
mengubah aroma dan cita rasa. Tetapi karena tidak semua jenis mikroba mati dengan
proses ini, pengawetan dengan pasteurisasi biasanya tidak memiliki umur simpan yang
lama. Misalkan susu yang dipasteurisasi tanpa pengemasan, biasanya hanya tahan 1-2 hari
dalam suhu kamar, sedangkan dalam suhu pendingin hanya dapat bertahan hingga
seminggu.
Agar memperoleh hasil yang optimal, pasteurisasi harus dikombinasikan dengan cara lain
misalnya penyimpanan suhu rendah dan modifikasi kemasan.
Contoh produk pasteurisasi antara lain, susu memiliki tujuan pasteurisasi untuk
destruksi patogen Brucella aboritis, Mycobacterium tuberculosis, Coxiella burnettii dengan
kondisi pasteurisasi 63°C selama 30 menit dan 71,5°C selama 15 detik
Serta ada juga es krim yang memiliki tujuan pasteurisasi yaitu destruksi patogen dengan
kondisi pasteurisasi selama 65°C selama 30 menit, 71°C selama 10 menit, dan 80°C selama
15 detik.

Metode pasteurisasi yang umum digunakan yaitu:


1. HTST/High Temperature Short Time, yaitu pasteurisasi dengan suhu
tinggi dan waktu singkat, yaitu proses pemanasan susu selama 15-16
detik pada suhu 71,7-75°C dengan alat Palte Heat Exchanger.
Penggunaan HTST dapat mempertahankan nutrisi dan kualitas sensoris
produk pangan. HTST adalah jenis yang paling umum yang digunakan,
pelat logam dan air panas digunakan untuk memanaskan susu dengan
cepat. HTST dapat memproses sejumlah besar susu dalam jangka waktu
yang singkat, yang merupakan alasan utama digunakan dalam
pasteurisasi.
2. LTLT/Low Temperature Long Time, yaitu pasteurisasi dengan suhu rendah dan waktu
lama yaitu proses pemanasan susu pada suhu 61°C selama 30 menit.
3. UHT/Ultra High Temperature, yaitu pasteurisasi dengan suhu sangat tinggi dengan
memanaskan susu pada suhu 131°C selama 0,5 detik. Pemanasan dilakukan dengan tekanan
tinggi untuk menghasilkan perputaran dan mencegah terjadinya pembakaran susu pada alat
pemanas. Susu yang sudah dipanaskan dan disterilkan kemudia dimasukkan ke dalam
kemasan yang disegel, kemasan yang tertutup rapat yang artinya kedap udara. Susu
diperlakukan sedemikian rupa sehingga bebas dari mikroorganisme.

3) Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses termal untuk mematikan semua mikroba beserta spora-
sporanya hingga menadi steril. Pada proses ini, bahan yang disterilkan akan memiliki daya
tahan hingga lebih dari 6 bulan pada suhu ruang. Spora-spora mikroba bersifat tahan panas,
maka umumnya diperlukan pemanasan selama 15 menit pada suhu 121 oC. Penggunaan
panas lembab dengan uap bertekanan sangat efektif untuk sterilisasi karena menggunakan
suhu jauh diatas titik didih. Proses ini dapat menyebabkan sel mikroba hancur dengan
cepat. Contoh dari sterilisasi adalah produk-produk olahan dalam kaleng seperti sarden,
kornet, buah dalam kaleng, dan lainnya.
Sterilisasi merupakan proses dekstruksi atau mematikan mikroorganime. Proses
sterilisasi tidak menghasilkan produk steril atau terbebas dari mikroorganisme karena
mikroorganisme tidak semua mati dalam proses sterilisasi. Akan tetapi pengaturan pH atau
kondisi penyimpanan produk seperti pengemasan vakum dan pendinginan dapat mencegah
pertumbuhan bakteri pembusuk dan penyebab keracunan makanan.
Metode sterilisasi yang umum digunakan, yaitu :

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemberian suhu tinggi pada pengolahan dan pengawetan pangan didasarkan kepada
kenyataan bahwa pemberian panas yang cukup dapat membunuh sebagian besar mikroba
dan menginaktifkan enzim. Selain itu makanan menjadi lebih aman karena racun-racun
tertentu rusak karena pemanasan, misalnya racun dari bakteri Clostridium botulinum.
pengolahan/pengawetan bahan pengan dengan mengunakan suhu tinggi dilakukan untuk
memperpanjang daya simpan suatu bahan pangan, ada beberapa cara dalam proses
pengolahan/pengawetan bahan pangan dengan menggunakan suhu tinggi antara lain yaitu:
perebusan, penggorengan, penyangraian, pengasapan, penjemuran di bawah sinar matahari.

B. Saran
Pada pemakaian suhu tinggi, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu:
Mikroba penyebab kebusukan dan yang dapat membahayakan kesehatan manusia harus
dimatikan.
 Panas yang digunakan sedikit mungkin menurunkan nilai gizi makanan.
 Faktor-faktor organoleptik misalnya citarasa juga harus dipertahankan.
Daftar Pustaka

- Label: Teknologi Pangan Dan Gizi


- Mawaddah Atin, 2012. “Teknologi pengolahan pangan”.
- https://id.shvoong.com/exactsciences/bioengineering-and-biotechnology/2346594-
teknologi-pengolahan-pangan/#ixzz2LSAAYS6e. [21 Februari 2013]
- https://www.slideshare.net/AgnesciaSera1/metode-pengawetan-pangan-dengan-suhu-
tinggi

HALAMAN 3 DAN 4 DI PERBAIKI

Anda mungkin juga menyukai