Kur 2
Kur 2
Bagai pucuk dicinta ulam pun tiba, itu yang saya rasakan Dan benar, buku yang ditulis
dengan bahasa ringan ini mampu menjawab segala pertanyaan yang simpang siur di benak
Jamaah
Begitulah judul buku yang setebal 486 halaman yang ditulis oleh Tim Aswaja NU Center
2. M. Idrus Romli
4. M. Makruf Khozin
5. Ahmad Muntaha
7. Fatkul Chodir
Buku yang terdiri dari enam bab ini mengupas tuntas segala hal yang tentang aswaja.
Mulai dari apa sih aswaja itu, bagaimana sejarahnya, akidahnya, fikihnya dan tasawufnya.
Selain itu buku ini membahas tentang kelompok dan aliran dalam sejarah umat islam dan
juga tentang ke-NU-an. Namun dalam tulisan ini, saya menitik beratkan tentang yang paling
Di bab I saya menemukan bahwa pengertian aswaja atau ahlussunnah wal jamaah pada
hakikatnya adalah orang yang mengamalkan ajaran Nabi SAW dan para sahabat, sedangkan
orang yang menolak ajaran para sahabat tentu tidak termasuk dalam kategori ahluusunnah
wal jamaah.
Istilah aswaja sendiri baru ada ketika dicetuskan oleh dua imam besar yaitu Abu Hasan
Al-Asyari (260-324 H) dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi (248-333 H). Pada masa kedua
imam tersebut, yaitu pada akhir abad kedua dan awal abad ketiga hijriyah adalah masa-masa
keemasan keilmuan Islam. Sebut saja di bidang hadist, tampil Imam Bukhori (194 - 256 H)
dengan kitabnya Shahih Bukhori, Imam Muslim dengan (204-261 H) dengan kitabnya Shahih
Muslim, Imam Abu Dawud (202-275 H) dengan kitabnya Sunan Abi Dawud, Imam Nasa'i
kitabnya Sunan Attirmidzi dan Imam Ibnu Majah (209-273 H) dengan kitabnya Sunan ibnu
Majah dan beberapa ulama lainnya. Kitab hadist mereka merupakan rujukan standar hadist
Di bidang Fikih, tampil pula para mujtahid dan pakar-pakar fikih besar. Begitu juga di
bidang tasawwuf, abad ketiga Hijriyah adalah masa terbaik dalam perkembangan ilmu
tasawuf. Di mana pada saat itu telah mulai diperbincangkan aspek-aspek tasawuf yang belum
pernah menjadi objek kajian pada masa-masa sebelumnya. Banyak ulama tasawwuf yang
mengarang kitab di masa ini, contoh yang paling populer adalah Imam Al-Kharraz ( w 286
H) penulis kitab As-Shidq dan Imam Al-Junaid Al-Baghdadi ( w 297 H) peletak kaidah-
Tetapi meski berada pada puncak supremasi keilmuan islam, bukan berarti kaum
muslimin pada saat itu terbebas dari ancaman dan tantangan. Justru pada saat itu kaum
muslimin berada dalam ancaman dan tantangan serius dari beragam aliran yang berkembang
cukup pesat. Seperti yang dikatakan Abu Al-Ma'ali AsSyaidzalah " Sesudah tahun 260 H
berlalau, tokoh-tokoh ahli bid'ah angkat kepala dan masyarakat awam berada dalam
ancaman, bahkan ayat-ayat agama mulai terhapus bekasnya dan dan bendera kebenaran
islam pada paruh kedua abad ketiga Hijriyah. Di antara aliran-aliran bid'ah tersebut yang
paling kuat adalah Mu'tazilah yang merebak hampir di berbagai tempat. Nama Mu'tazilah
merupakan nisbat ucapan Syaikh Hasan Al-Bashri tatkala mengeluarkan muridnya yang
radikal, Wasil bin Atha Al-Ghazali (80-131 H), "I'tazil anna! (keluarlah dari perguruanku)".
Wasil sendiri menamakan sektenya dengan sebutan Ahl al-adl wa at-Tauhid (golongan
yang berpaham adil dan mengesakan Tuhan) yang sekaligus mengindikasikan pendapat
utamanya. Adil menurutnya adalah Tuhan membalas segala amal perbuatan manusia yang
diciptakan sendiri tanpa ada intervensi qadarNya. Sedangkan Tauhid menurutnya ialah Tuhan
maha Esa tanpa ada diembel-embeli berbagai sifat dan tidak memiliki sifat-sifat.
petunjuk naqli yang berasal dari al-Quran dan As-Sunnah. Bahkan menyatakan bahwa Al-
Quran adalah makhluk ciptaan Tuhan dan bersifat baru. Pernyataan terakhir inilah oleh
banyak kalangan disebut sebagai Al-Mihnah (ujian bagi ulama mayoritas yang berpendapat
bahwa Al-Quran adalah kalam Tuhan dan bersifat Qadim/tidak ada permulaannya).
Merebaknya aliran Mu'tazilah pada abad ketiga Hijriyah ini, secara alami menimbulkan
benturan pemikiran yang sangat keras antara dua pemikiran yang diametral. Yaitu pemikiran
yang dikawal oleh kaum fuqaha dan ahli hadits yang perhatiaannya dicurahkan untuk
menekuni ilmu-ilmu agama dengan dali-dalil dan argumentasi yang didasarkan pada tafsir al-
Quran, hadist ijma' dan analogi. Sementara di kutub lain yang berlawanan secara ekstrem
yaitu kaum teolog, termasuk didalamnya adalah kaum Mu'tazilah, yang mengandalkan logika
agar umat islam kembali kepada Al-Qur'an dan hadist serta thoriqoh (jalan) para sahabat
yang melazimi sunnah rasul sehari-hari, terlebih sahabat yang empat atau Khulafaur
Rasyidin yang digembleng langsung oleh rasul sehingga perilakunya praktis benar sesuai Al-
Quran dan hadist. Dua orang ulama itu hidup dalam satu masa tapi tidak saling mengenal dan
berjauhan tempat namun memiliki frekwensi pemikiran yang sama yaitu bagaimana
mengembalikan akidah umat. Beliau berdua yaitu Abu Hasan Al-Asyari di Yaman dan Abu
muslimin untuk kembali pada ajaran ahlul sunnah wal jama'ah dan memberantas ajaran bid'ah
(Mu'tazilah), tetapi juga tidak mengabaikan metode baru yang dikembangkan kaum
rasionalis.
Pada era Imam Abu Hasan Al-Asyari dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi inilah istilah
Ahlul sunnah wal jamaah melembaga dan terus digunakan sampai sekarang.
Adapun ahlul sunnah wal jamaah atau yang dikenal dengan singkatan Aswaja ini
1. Ahlul
Kata ini mempunyai beberapa arti yaitu; keluarga, pengikut dan penduduk.
2. As- Sunnah
Kata ini ini menurut para ulama Ushul fiqih, berarti sesuatu yang secara khusus datang
dari Nabi, (selain al-quran) dan dapat dijadikan sebagai dasar dalam menetapkan hukum
agama.
3. Al-Jamaah
Kata ini memiliki banyak arti. Berasal dari kata Al-Jam'u yang artinya mengumpulkan
sesuatu. Bisa juga berarti sekelompok orang banyak yang berkumpul berdasarkan satu tujuan.
Sedangkan secara istilah, aswaja memiliki pengertian: Menurut kitab Kawakib Al-lamma'ah,
disebutkan bahwa:
Yang disebut Aswaja adalah orang-orang yang selalu berpedoman pada sunnah nabi
dan jalan para sahabatnya dalam masalah akidah keagamaan, amal-amal lahiriah serta
akhlak hati.
Adapun ahlussunnah wal jama'ah adalah kelompok ahli tafsir, hadist dan ahli fikih.
merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh pada sunnah nabi dan sunnah Khulafaur
kelompok tersebut sekarang ini terhimpun dalam madzhab yang empat, yaitu madzhab
Dari definisi ini bisa dipahami bahwa aswaja bukan ajaran baru yang muncul sebagai
reaksi terhadap beberapa aliran yang menyimpang termasuk Mu'tazilah, namun justru ajaran
islam yang murni sebagaimana diajarkan oleh Rasululloh SAW dan yang sesuai dengan apa
yang digariskan serta diamalkan oleh para sahabatnya. Karena itu tidak ada seorang pun yang
menjadi pendiri aswaja. Yang ada hanya ulama yang telah merumuskan kembali ajaran islam
setelah lahirnya beberapa sekte yang berusaha mengaburkan kemurnian ajaran Rasululloh
Pada kehidupan keagamaan di Negara Republik Indonesia, KH. Dr. Ma'ruf Amin, Rais
Aam PBNU, dalam pengantar dengan judul Menerjemahkan Tradisi dalam Ranah Strategi di
awal buku ini menyampaikan bahwa Islam sejak awal masuk di Nusantara, telah tumbuh dan
berkembang sebagai Islam Ahli Sunnah wal jamaah atau yang disebut Islam Aswaja dalam
kehidupan kesehariannya. Hal ini dapat dibuktikan dari tradisi keberagamaan umat islam
nusantara yang masih terjaga sampai saat ini dan dari dokumen sejarah yang dicatat oleh para
asal Nusantara dalam kitabnya, Nihayah Az-Zain secara lebih spesifik menyebutkan Islam
aswaja yang dimaksud adalah mengikuti Madzhab Imam Abu Hasan Al-Asyari dan Abu
Manshur Al-Maturidi dalam bidang akidah, mengikuti salah satu imam Madzhab yang empat
(Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali) dalam bidang fikih dan mengikuti Madzhab Imam Al-
junaid al Baghdadi dan Abu Hamid al-Ghozali dalam bidang tasawuf. Sekilas mengenai
siapa beliau Imam Abu Hasan Al-Asyaari dan Abu Manshur Al-Maturidi bisa dibaca di Abu
Islam aswaja sebagaimana diyakini dan diamalkan olah umat islam di Nusantara terjaga
dan senantiasa diajarkan dari generasi ke generasi. Proses tersebut kemudian dilembagakan
melalui organisasi Nahdlatul Ulama (NU) yang secara jelas menggariskan hal itu dalam
menjagadan mengajarkan islam aswaja sebagaimana diyakini dan diamalkan umat islam di
Demikianlah sedikit review buku Khazanah Aswaja, untuk lebih jelasnya anda bisa