Anda di halaman 1dari 5

Nama :

- Valencia Lauren Purselynda 218114124


- Paula Della Anthea 218114132
- Jessica Aurelia Kajo 218114145
Kelas : D

TUGAS 10 FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI


Pada kesempatan ini secara pribadi saya sampaikan rasa keprihatinan yang mendalam kepada
keluarga korban yang putra/putrinya menderita Gagal Ginjal Akut Misterius (Atypical Acute
Kidney Injury). Bagi yang masih dalam perawatan, semoga dapat terselamatkan dan bagi yang
berpulang...semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyanyang menempatkan disurga-Nya
yang terindah, dan keluarga yang ditinggalkan diberi kesabaran dan ketabahan.

Ini adalah suatu tragedi bagi kita dengan berupaya menyematkan ethylene glycol dan diethylenen
glycol yang terkandung di dalam beberpa produk obat dalam bentuk sediaan sirup/suspensi
sebagai tersangka penyebab kejadian Acute Kidney Injury.

Kejadian yang bermula di Gambia-Afrika Barat beresonansi begitu dahsyat hingga ke Indonesia.
Berawal dari kejadian gagal ginjal akut yang menimpa anak usia balita dan menimbulkan
setidaknya 66 lebih anak-anak Gambia yang menjadi korban setelah mengkonsumsi parasetamol
syr. WHO kemudian merilis bahwa parasetamol syr yang dikonsumsi mengandung cemaran EG
dan DEG melampaui ambang batas, akan tetapi salah seorang pejabat WHO mengatakan bahwa
kejadian acute kidney injury tersebut tidak menunjuk kepada parasetamol syr akan tetapi kepada
air yang tercemar, ini sebagaimana yang saya kutip dari Reuters,14 sept 2022).

Parasetamol syrup yang dikonsumsi anak-anak Gambia tersebut di produksi oleh Maiden
Pharmaceutical, India. Rangkaian peristiwa yang menarik, obat diproduksi di India, korbannya
anak-anak Gambia, tapi yang heboh Indonesia, sementara negara jiran adem ayem saja.
BENARKAH EG/DEG BERBAHAYA?
EG/DEG sudah tidak pernah digunakan lagi dalam formulasi obat sediaan sirup karena sifatnya
yang toksik dan banyak menyebabkan kejadian keracunan sejak 1937. Maka dari itu
penggunaannya dilarang di banyak negara. Dalam dosis yang berlebihan, EG dapat
menyebabkan keracunan karena asidosis asam glikolat dan terbentuknya oksalat yang
terakumlasi sebagai natrium oksalat di jaringan termasuk organ ginjal. Akan tetapi DEG,
meskipun serupa ,metabolisme tidak sebagaimana EG. DEG dimetabolisme dengan melibatkan
enzim alkohol dehidrogenase hingghirnya menghasilkan asam di-glikolat dan Hydroxyethoxy
Acetic Acid (HEAA). Kedua metabolit toksik ini kemudian dibawa oleh aliran darah menuju
ginjal untuk kemudian dieliminasi lewat kemih. Tidak ditemukan oxalat pada keracunan DEG.
Sebagian HEAA yang tidak dapat diekresikan akan diserap kembali oleh glomerulus. Inilah yang
menyebabkan ginjal mengalami penurunan fungsi ditandai dengan menurunnya volume urin
(oligouria), dan sebagai akibat berlanjutnya kerusakan pada ginjal.

BERAPA KADAR EG/DEG YANG DAPAT MENYEBABKAN KERACUNAN?


Keracuanan ringan dapat terjadi pada kadar EG/DEG 0.14 g/kg BB, ditandai dengan mual,
muntah dan diare. Sedangkan dosis EG/DEG yang dapat menimbulkan keracunan dan berakhir
kematian adalah 1 - 1.64 g/kg BB. Itu berarti diperlukan dosis yang cukup besar untuk
mentersangkakan EG/DEG sebagai penyebab kejadian acute kidney injury atau Gagal Ginjal
Akut.

DARI MANA EG/DEG BISA HADIR DALAM SEDIAAN SIRUP?


Banyak jenis pelarut bahan kimia yang digunakan ketika kita memformulasi sediaan obat di
mana bahan aktif sukar larut dalam air. Yang biasa digunakan adalah Polyethylene Glycol (PEG),
Propylene Glycol (PG) dan Glycerine (Glycerol). Pelarut ini hanya digunakan dalam jumlah
sedikit sebagai co-solven.

PEG dan PG lebih mudah disintesis dari EG atau DEG. Melalui reaksi polimerisasi dengan suatu
katalis EG/DEG terbentuklah PEG. Sedangkan PG , hanya dengan penambahan satu inti karbon
(C) dari EG terbentuklah Propylene Glycol. Reaksi polimerisasi tersebut tidak seluruhnya
berjalan stokiometris sempurna, sehingga pada proses pemurnian masih ada EG/DEG sebagai
"impurity". Sesuai dengan Farmakope dan standar baku nasional yang diakui, ambang batas
aman atau Tolerable Daily Intake (TDI) untuk cemaran EG/DEG sebesar 0.5 mg/kg BB per hari
(BPOM,2022).

Pertanyaan :
1. Berikan kajian kritis kasus di atas berdasarkan asas umum toksikologi dengan informasi
di atas dan atau informasi dari Kemenkes RI dan Badan POM RI, terkait sediaan sirup
obat bebas dan obat bebas terbatas diduga sebagai penyebab kematian anak-anak di
Indonesia akhir-akhir ini?
Jawab :
Salah satu bahan pelarut yang digunakan dalam obat bebas maupun obat bebas
terbatas untuk senyawa obat yang sukar larut adalah PEG. PEG adalah polimer hidrofilik
dari EG. PEG digunakan sebagai pelarut karena sifatnya yang nonimunigenik,
biokompatibel, dan fleksibel. Namun dalam proses polimerisasi yang kurang sempurna
menyebabkan proses pemurnian masih terdapat cemaran EG/DEG (batas cemaran
EG/DEG sebesar 0.5 mg/kg BB per hari). Ketika tertelan, EG diserap dalam 1-4 jam
untuk mencapai konsentrasi darah puncaknya. Waktu paruh eliminasinya adalah 3 jam,
sedangkan dosis mematikannya dilaporkan 1,0-1,5 mL/kg atau 100 mL pada orang
dewasa. Setelah tertelan, sekitar 80% etilen glikol dimetabolisme di hati, di mana 80%
direabsorbsi di tubulus proksimal dan 20% sisanya diekskresikan dalam urin. Etilen
glikol yang diserap diubah menjadi empat zat beracun oleh alkohol dehidrogenase:
glikoaldehida, glikolat, glioksilat, dan oksalat.
Toksisitas EG/DEG terdapat tiga fase, fase pertama adalah sistem saraf pusat, fase
kedua yakni cardiopulmonary, dan tahap ketiga adalah ginjal karena proses
metabolismenya. Pada tahap pertama, tahap neurologis muncul antara 30 menit dan 12
jam setelah konsumsi, di mana gejala sistem saraf pusat seperti euforia ataksia, kejang,
kejang otot, dan kelumpuhan otot eksternal okular. Kedua, tahap kardiopulmoner muncul
antara 12 dan 24 jam setelah konsumsi, di mana gejala seperti takikardia, hipertensi,
hiperventilasi, gagal jantung kongestif, aritmia, dan sindrom gangguan pernapasan akut
muncul. Ketiga, tahap ginjal muncul antara 24 dan 72 jam setelah konsumsi, di mana
kristal kalsium oksalat disimpan di tubulus, menyebabkan gagal ginjal akut.
Etilen glikol sendiri memiliki toksisitas rendah. Namun, gejala keracunan yang
muncul terjadi karena hasil dari metabolitnya. Khususnya, karena proses konversi dari
glikolat menjadi glioksilat lambat, akumulasi glikolat adalah penyebab utama asidosis
metabolik dan keracunan anion gap yang tinggi. Produk akhir, oksalat, dapat bereaksi
dengan kalsium dan menyebabkan hipokalsemia. Selain membentuk kristal kalsium
oksalat, kristal ini bisa disimpan di berbagai jaringan seperti otak, jantung, hati,
pembuluh darah, dan ginjal, sehingga menyebabkan kerusakan jaringan. Kerusakan
jaringan tersebut sebagian besar reversibel, dan perbaikan dapat terjadi setelah eliminasi
etilen glikol, metabolit, dan penghambatan pembentukan metabolit.
EG/DEG sebenarnya memiliki toksisitas rendah sehingga jika tertelan pada
konsentrasi rendah dapat dilakukan terapi konservatif yang sesuai. Pada kasus di atas
penyebab kejadian gagal ginjal akut yang menimpa anak usia balita setelah
mengkonsumsi sirup paracetamol kemungkinan disebabkan karena EG/DEG yang
dikonsumsi terlalu besar. Dalam dosis yang berlebihan, EG dapat menyebabkan
keracunan karena asidosis asam glikolat dan terbentuknya oksalat yang terakumulasi
sebagai natrium oksalat di jaringan termasuk organ ginjal. Dosis EG/DEG yang dapat
menimbulkan keracunan dan berakhir kematian adalah 1 - 1.64 g/kg BB.

2. Apa tindakan anda sebagai calon Apoteker jika diminta masyarakat dari sisi aspek
toksisitas yang terjadi pada anak-anak?
Jawab :
Hal yang bisa dilakukan sebagai calon Apoteker dengan mengedukasi bahwa
kemungkinan terjadinya cedera ginjal akut dapat disebabkan karena kosolven yang
digunakan pada sirup melebihi batas cemaran EG/DEG sebesar 0.5 mg/kg BB per hari.
Selain penggunaan obat, terdapat pula beberapa faktor risiko penyebab kejadian gagal
ginjal akut seperti infeksi virus, bakteri leptospira, dan sindrom peradangan multisistem
setelah COVID-19 pada anak. Ada berbagai kemungkinan lain penyebab kejadian gagal
ginjal akut, yang benar-benar perlu dicek pada pasien. Misalnya jika benar terdeteksi ada
ca-oksalat di ginjal yang merupakan metabolit dari etilen glikol, perlu dicek juga asupan
makanan pasien, karena asam oksalat juga bisa berasal dari makanan ataukah mungkin
karena infeksi tertentu seperti leptospirosis.
Namun demikian, untuk sementara ini terlebih dahulu mengikuti saran dari
lembaga-lembaga resmi seperti BPOM, Kemenkes, dan asosiasi dokter untuk
menghindari bentuk sirup sampai diperoleh hasil yang lebih pasti maka anak-anak yang
mengalami sakit demam, batuk, maupun pilek sebaiknya mengonsumsi obat parasetamol
dalam bentuk puyer, kapsul, tablet, suppositoria atau bentuk lainnya. Serta untuk
mengurangi rasa pahit dapat ditambahkan pemanis yang aman bagi anak. Untuk
parasetamol yang sifatnya mengurangi gejala, mungkin penggunaan sirup lebih berisiko
ketimbang manfaatnya saat ini, di mana sedang diteliti kemungkinan adanya cemaran
bahan yang bisa membahayakan. Untuk itu bisa dicoba dalam bentuk puyer atau bentuk
lainnya.
Tndakan yang dapat dilakukan adalah dengan perawatan dengan diberikan
fomepizole atau etanol untuk mencegah EG/DEG dimetabolisme menjadi senyawa atau
senyawa yang menyebabkan kerusakan nyata. Selain itu pemberian Tiamin dan
piridoksin dapat bertindak sebagai koenzim dalam metabolisme glioksilat menjadi zat
yang kurang beracun. Metode lain berupa Hemodialisis untuk menghilangkan etilen
glikol dan metabolit dan dapat menjadi pilihan ketika pasien tidak merespon pengobatan
yang tepat.

Daftar Pustaka
Salleh, K., Armir, N., Mazlan, N., Mostapha, M., Wang, C., Zakaria, S., 2022. Biodegradable
Polymers, Blends, and Composites. Woodhead Publishing, Cambridge, hal. 355-388.

Song, C., Bae, H., Ham, Y., Na, K., Kee, K., Choi, D., 2017. A Case of Ethylene Glycol
Intoxication with Acute Renal Injury: Successful Recovery by Fomepizole and Renal
Replacement Therapy. Electrolyte Blood Press, 15(2), 47-51.

Anda mungkin juga menyukai