Anda di halaman 1dari 46

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/370844535

Manajemen Hubungan Industrial

Chapter · May 2023

CITATIONS READS

0 2,806

1 author:

Nicholas Simarmata
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
68 PUBLICATIONS 94 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Nicholas Simarmata on 18 May 2023.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


www.penerbitwidina.com

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

MSDM DALAM ORGANISASI


(Konsep Dasar dan Aplikasi)

Tim Penulis:
M. Yusuf Alfian Rendra Anggoro KR, Amalia Wahyuni, Acai Sudirman, Fitriani,
Ambar Sri Lestari, Ester Manik, Teguh Wicaksono, Priska Wisudawaty, Rizka Zulfikar,
Arif Ridha, Purwanti Dyah Pramanik, Asri Amalia Muti, Samsul Rizal, Nicholas Simarmata

Desain Cover:
Helmaria Ulfa

Tata Letak:
Handarini Rohana

Editor:
Aas Masruroh

ISBN:
978-623-459-152-1

Cetakan Pertama:
Juli, 2022

Hak Cipta 2022, Pada Penulis

Hak Cipta Dilindungi Oleh Undang-Undang


Copyright © 2022
by Penerbit Widina Bhakti Persada Bandung
All Right Reserved

Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau


seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.

PENERBIT:
WIDINA BHAKTI PERSADA BANDUNG
(Grup CV. Widina Media Utama)
Komplek Puri Melia Asri Blok C3 No. 17 Desa Bojong Emas
Kec. Solokan Jeruk Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat

Anggota IKAPI No. 360/JBA/2020


Website: www.penerbitwidina.com
Instagram: @penerbitwidina

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

Kata Pengantar

Rasa syukur yang teramat dalam dan tiada kata lain yang patut kami
ucapkan selain rasa syukur, karena berkat rahmat dan karunia-Nya buku
yang berjudul MSDM dalam organisasi ini telah dapat di terbitkan untuk
dapat dikonsumsi oleh khalayak banyak.
Perusahaan yang baik tidak hanya dapat memberikan pelayanan baik
terhadap konsumen, memiliki pertumbuhan bisnis yang stabil, tetapi juga
memiliki manajemen SDM yang baik. Karyawan sebagai sumber daya
manusia merupakan aset yang sangat berharga bagi perkembangan
perusahaan. Dengan memiliki manajemen SDM yang baik, Anda akan lebih
mudah membentuk tim kerja yang efektif dan mempermudah Anda dalam
mendapatkan keuntungan.
Manajemen SDM bertanggung jawab dalam menangani berbagai hal
mengenai sumber daya manusia, serta bekerja sama dengan pimpinan
untuk mengembangkan usaha. Dengan memiliki manajemen SDM, Anda
dapat menjaga keberlangsungan perusahaan dengan baik. Selain itu, SDM
yang dimiliki pun dapat bekerja dengan nyaman dan maksimal. Lalu apa
saja fungsi dan peran manajemen SDM dalam organisasi.
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) bertanggung jawab
terhadap aktivitas organisasi bisnis yang berhubungan dengan staf yang
beragam melalui pelaksanaan fungsinya. MSDM melakukan pengawasan
terhadap tenaga kerja yang produktif dan berkembang, itu merupakan
tugas MSDM. Peran MSDM dalam organisasi adalah mengatur seluruh
karyawan agar secara efektif dalam melakukan pekerjaannya. Untuk
mencapai hal tersebut, karyawan harus dianggap sebagai aset, bukan
biaya untuk organisasi. Peran tim MSDM untuk tim secara keseluruhan
adalah menyarankan bagaimana cara mengelola pekerja termasuk
mengelola perekrutan dan mempekerjakan karyawan, mengkoordinasikan
tunjangan, pelatihan dan strategi pengembangan karyawan. Peran dan
fungsi MSDM sangat penting, yakni menentukan faktor produksi,
membangun dan mengembangkan perusahaan atau organisasi. Jika tidak
ada SDM yang memadai, secara otomatis perusahaan akan gagal meraih
tujuan yang ingin dicapai. Selain itu, keberadaan dari SDM ini juga

iii
www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

merupakan faktor kunci dalam menentukan keberhasilan pada sebuah


perusahaan atau organisasi.
Maka dari itu Manajemen Sumber Daya Manusia memegang peran
vital dalam sebuah organisasi, baik itu organisasi pemerintahan, industri,
pendidikan, dan sebagainya. manajemen sumber daya manusia sangat
berperan dalam meningkatkan keefektifan dan efisiensi sebuah organisasi
dalam mencapai tujuannya. Secara garis besar, manajemen sumber daya
manusia memberikan berbagai manfaat yang sangat besar bagi organisasi.
oleh karena itu buku yang berjudul MSDM dalam organisasi ini hadir
sebagai bagian dari upaya untuk menambah khazanah, diskusi MSDM
dalam organisasi. Akan tetapi pada akhirnya kami mengakui bahwa tulisan
ini terdapat beberapa kekurangan dan jauh dari kata sempurna, karena
sejatinya kesempurnaan hanyalah milik tuhan semata. Maka dari itu, kami
dengan senang hati secara terbuka untuk menerima berbagai kritik dan
saran dari para pembaca sekalian, hal tersebut tentu sangat diperlukan
sebagai bagian dari upaya kami untuk terus melakukan perbaikan dan
penyempurnaan karya selanjutnya di masa yang akan datang.
Terakhir, ucapan Terima kasih kami sampaikan kepada seluruh pihak
yang telah mendukung dan turut andil dalam seluruh rangkaian proses
penyusunan dan penerbitan buku ini, sehingga buku ini bisa hadir di
hadapan sidang pembaca. Semoga buku ini bermanfaat bagi semua pihak
dan dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan ilmu pengetahuan
di Indonesia, khususnya terkait MSDM dalam organisasi.

Juli, 2022

Tim Penulis

iv
www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ················································································· iii


DAFTAR ISI ····························································································· v
BAB 1 MENGENAL MSDM ······································································· 1
A. Pendahuluan ······················································································ 2
B. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia ································ 2
C. Sejarah Manajemen Sumber Daya Manusia ····································· 4
D. Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia ······································ 8
E. Komponen Manajemen Sumber Daya Manusia ······························ 10
F. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia ····································· 12
G. Rangkuman Materi ·········································································· 13
BAB 2 KONSEP DASAR ORGANISASI ······················································· 17
A. Pendahuluan ···················································································· 18
B. Definisi, Dimensi dan Bentuk Desain Organisasi ····························· 21
C. Strategi Organisasi ··········································································· 27
D. Struktur Organisasi ·········································································· 30
E. Proses Organisasi ············································································ 34
F. Sumber Daya Manusia ···································································· 37
G. Rangkuman Materi ·········································································· 40
BAB 3 SELEKSI DAN PENENTUAN CALON PEGAWAI ································ 45
A. Pendahuluan ···················································································· 46
B. Pengertian Seleksi············································································ 48
C. Tujuan dan Tes Seleksi ····································································· 50
D. Prosedur Seleksi ·············································································· 52
E. Peran Seleksi dan Orientasi di Era Digital ········································ 58
F. Rangkuman Materi ·········································································· 60
BAB 4 ANALISA JABATAN ······································································ 67
A. Pendahuluan ···················································································· 68
B. Peran Analisis Jabatan Dalam Manajemen
Sumber Daya Manusia ····································································· 74
C. Analisis Jabatan ··············································································· 74
D. Ruang Lingkup Analisis Jabatan ······················································· 76
E. Manfaat Analisis Jabatan ································································· 77

v
www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

F. Uraian Jabatan ················································································ 84


G. Persyaratan Jabatan ········································································ 86
H. Tujuan dan Fungsi Analisis Jabatan ················································· 87
I. Metode-Metode Dalam Analisis Jabatan ········································ 88
J. Langkah-Langkah Dalam Menganalisa Pekerjaan ··························· 89
K. Tahap-Tahap Kegiatan Analisis Jabatan ·········································· 90
L. Evaluasi Jabatan··············································································· 92
M. Rangkuman Materi ·········································································· 94
BAB 5 PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA ······· 97
A. Pendahuluan ···················································································· 98
B. Konsep Pelatihan dan Pengembangan ··········································· 99
C. Pelatihan dan Pengembangan Dalam Produktivitas Karyawan ···· 100
D. Kebutuhan dan Pendekatan Umum ·············································· 102
E. Pengembangan SDM Pada Bidang Pendidikan······························ 104
F. Fungsi Pelatihan dan Pengembangan ··········································· 110
G. Penutup ························································································ 114
H. Rangkuman Materi ········································································ 114
BAB 6 KEPUASAN KERJA·······································································119
A. Pendahuluan ·················································································· 120
B. Pengertian Kepuasan Kerja···························································· 121
C. Teori Kepuasan Kerja ····································································· 122
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Karyawan ··· 125
E. Indikator Kepuasan Kerja ····························································· 132
F. Pentingnya Kepuasan Kerja ··························································· 134
G. Reaksi-Reaksi Ketidakpuasan ························································ 135
H. Pengukuran Kepuasan Kerja ·························································· 136
I. Rangkuman Materi ········································································ 138
BAB 7 PENILAIAN PRESTASI KERJA ························································141
A. Pendahuluan ·················································································· 142
B. Pengertian Prestasi Kerja······························································· 143
C. Penilaian Prestasi Kerja ································································· 144
D. Kegunaan Penilaian Prestasi Kerja ················································ 147
E. Tantangan Dalam Penilaian Prestasi Kerja ···································· 150
F. Metode Penilaian Berorientasi Masa Lampau ······························ 152

vi
www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

G. Metode Penilaian Berorientasi Masa Depan ································· 154


H. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Kerja························ 155
I. Rangkuman Materi ········································································ 158
BAB 8 SISTEM KOMPENSASI ·································································163
A. Pendahuluan ·················································································· 164
B. Keputusan Struktur Gaji ································································ 164
C. Gaji Untuk Kontribusi Karyawan ···················································· 168
D. Bagaimana Gaji Mempengaruhi Komposisi Angkatan Kerja? ······· 168
E. Program Untuk Menghargai Kontribusi Karyawan ························ 168
F. Bagi Keuntungan dan Kepemilikan ················································ 171
G. Tunjangan Karyawan ····································································· 172
H. Kompensasi Pekerja······································································· 176
I. Rangkuman Materi ········································································ 177
BAB 9 MOTIVASI KERJA ········································································181
A. Pendahuluan ·················································································· 182
B. Pengertian ····················································································· 183
C. Teori Motivasi ··············································································· 184
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Kerja ······················ 187
E. Tujuan Motivasi ············································································· 189
F. Jenis-Jenis Motivasi ······································································· 189
G. Rangkuman Materi ········································································ 190
BAB 10 KOMUNIKASI ···········································································193
A. Pendahuluan ·················································································· 194
B. Definisi Komunikasi Organisasi ······················································ 196
C. Peran Komunikasi Organisasi ························································ 200
D. Model Komunikasi Organisasi ······················································· 202
E. Tujuan Komunikasi Organisasi ······················································· 204
F. Fungsi Komunikasi Organisasi ······················································· 206
G. Public Relation (PR) Sebagai Bagian Komunikasi Organisasi ········· 207
H. Rangkuman Materi ········································································ 208
BAB 11 KEPEMIMPINAN ·······································································213
A. Pendahuluan ·················································································· 214
B. Trait Theories ················································································· 215
C. Behavioral Theories ······································································· 215

vii
www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

D. Contingency Theories ···································································· 216


E. Contemporary Theories································································· 221
F. Rangkuman Materi ········································································ 224
BAB 12 MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
(MANAJEMEN K3) ····································································229
A. Pendahuluan ·················································································· 230
B. Aspek Penting Dalam Mempertimbangkan Adanya SMK3
Dalam Perusahaan ········································································ 232
C. Tujuan Penerapan SMK3 ······························································· 235
D. Manfaat Penerapan SMK3····························································· 236
E. Dasar Hukum SMK3 ······································································· 237
F. Standarisasi K3 Berdasarkan ISO (International Organization
For Standardization) ······································································ 237
G. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehata Kerja (SMK3) ·································································· 239
H. Mekanisme Pelaksanaan Audit SMK3 ··········································· 244
I. Rangkuman Materi ········································································ 247
BAB 13 SISTEM PHK ·············································································251
A. Pendahuluan ·················································································· 252
B. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja ······································ 253
C. Aspek Hukum Terhadap Pemutusan Hubungan Kerja ················· 254
D. Jenis-Jenis Pemutusan Hubungan Kerja ······································· 256
E. Faktor Yang Mempengaruhi Pemutusan Hubungan Kerja ··········· 258
F. Faktor Pemutusan Hubungan Kerja Yang Diakibatkan
Oleh Karyawan··············································································· 259
G. Faktor Pemutusan Hubungan Kerja Oleh Pengusaha···················· 260
H. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja ········································· 261
I. Penyebab Perusahaan Dapat Melakukan Pemutusan
Hubungan Kerja ············································································ 263
J. Pemutusan Hubungan Kerja Imbas Covid-19 ································ 266
K. Dampak Pemutusan Hubungan Kerja············································ 267
L. Rangkuman Materi ········································································ 268
BAB 14 MANAJEMEN HUBUNGAN INDUSTRIAL ····································271
A. Pendahuluan ·················································································· 272

viii
www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

B. Pembahasan ·················································································· 277


C. Rangkuman Materi ········································································ 288
GLOSARIUM ························································································294
PROFIL PENULIS ···················································································303

ix
www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

MSDM DALAM ORGANISASI


BAB 14: MANAJEMEN HUBUNGAN
INDUSTRIAL

Dr. Nicholas Simarmata, S.Psi., M.A.


Universitas Udayana

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

BAB 14
MANAJEMEN HUBUNGAN
INDUSTRIAL

A. PENDAHULUAN
Pada dasarnya semua manusia punya tujuan dan kebutuhan. Tujuan
dan kebutuhan tersebut membutuhkan kerja sama dengan manusia lain
serta wadah atau sarana. Tujuan dan kebutuhan itu bisa terpenuhi melalui
sarana formal dan legal yaitu termanifestasi dalam bentuk interaksi antar
individu dalam perusahaan. Pada umumnya, di perusahaan ada dua pihak
yang berkepentingan yaitu pengusaha dan pekerja. Masing-masing pihak
di perusahaan tersebut mempunyai tujuan dan kebutuhan secara
individual. Namun semua pihak itu juga mempunyai tujuan dan kebutuhan
secara kelompok bahkan juga secara organisasional. Selain itu, perusahaan
juga membutuhkan pihak di luar dirinya yang dalam hal ini yaitu
pemerintah. Maka dalam kondisi seperti itu muncullah istilah hubungan
perburuhan. Pada mulanya, hubungan perburuhan dikenal lebih dulu
sebelum dikenal istilah hubungan industrial. Makna hubungan perburuhan
relatif sempit. Karena seolah-olah hanya menyangkut hubungan antara
pemberi kerja dan pekerjaannya. Hubungan perburuhan ini membahas
masalah yang menyangkut hubungan antara pekerja dengan pengusaha.
Dalam hubungan perburuhan ini yang menonjol adalah hubungan secara
bipartit. Padahal banyak aspek yang terdapat di dalam hubungan kerja
antara pengusaha dengan pekerja (Jaya, 2017).
Menyadari bahwa istilah hubungan perburuhan sudah tidak tepat lagi
karena tidak mampu menggambarkan permasalahannya maka muncul
istilah baru yaitu hubungan industrial. Sesuai dengan pedoman
pelaksanaan Hubungan Industrial maka penggantian istilah dilakukan
dengan alasan (Gaol, 2014):

272 | MSDM Dalam Organisasi

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

(1) Seiring dengan berkembangnya peradaban manusia dimana


hubungan kerja bukan saja semata-mata mengenai siapa yang
memerintah dan siapa yang diperintah maka hubungan perburuhan
telah berkembang menjadi hubungan industrial. Sehingga istilah
hubungan perburuhan dianggap sudah tidak tepat. Mulailah
berkembang istilah baru yaitu hubungan industrial yang mempunyai
ruang lingkup yang lebih luas. Hal ini karena mengingat masalah
hubungan industrial sangat beragam. Hubungan perburuhan pada awal
perkembangannya membahas masalah hubungan antar pekerja dan
pengusaha. Tapi kemudian masalah hubungan antara pekerja dan
pengusaha bukanlah masalah yang berdiri sendiri karena dipengaruhi
dan mempengaruhi masalah lain. Perburuhan tidak hanya membahas
masalah hubungan antara pekerja dan pengusaha saja tetapi
membahas pula masalah ekonomi, sosial, politik, dan budaya, baik
yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan
hubungan pekerja dengan pengusaha sampai dengan persoalan
stabilitas keamanan nasional yang mana keterlibatan pemerintah dan
masyarakat juga sangat penting (Gaol, 2014; Haryani, 2002; Suprihanto,
1992; Jaya, 2017).
(2) Istilah hubungan perburuhan yang selama ini digunakan di
Indonesia sebenarnya sudah tercakup dalam pengertian hubungan
industrial. Penggantian istilah hubungan perburuhan menjadi
hubungan industrial adalah dalam rangka menempatkan istilah dalam
proporsi yang sebenarnya.

Maka tujuan dan kebutuhan akan hubungan antara ketiga pihak yaitu
pengusaha, pekerja, dan pemerintah disebut sebagai hubungan industrial
(Batubara, 2008). Hubungan industrial merupakan bidang studi
multidisiplin yang mempelajari masalah hubungan ketenagakerjaan.
Hubungan industrial sering disebut dengan hubungan ketenagakerjaan.
Masalah hubungan antara pekerja dan pengusaha bukanlah masalah yang
berdiri sendiri karena hubungan antara pekerja dan pengusaha ternyata
tidak bisa terlepas dari campur tangan pemerintah (Sumanto, 2014).

Manajemen Hubungan Industrial | 273

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

Hubungan industrial adalah hubungan antara semua pihak yang


tersangkut atau berkepentingan atas proses produksi barang atau
pelayanan jasa di perusahaan. Pihak yang paling berkepentingan atas
keberhasilan perusahaan dan berhubungan langsung sehari-hari adalah
pengusaha atau manajemen dan pekerja. Masyarakat juga mempunyai
kepentingan, baik sebagai pemasok faktor produksi yaitu barang dan jasa
kebutuhan perusahaan maupun sebagai masyarakat konsumen atau
pengguna hasil perusahaan tersebut. Pemerintah juga mempunyai
kepentingan langsung atau tidak langsung atas pertumbuhan perusahaan
yaitu sebagai penerima pajak. Hubungan industrial adalah hubungan
antara semua pihak yang berkepentingan tersebut. Hubungan industrial
diartikan sebagai hubungan antara manajemen dan pekerja (Gaol, 2014).
Prinsip dasar hubungan industrial adalah terjadinya hubungan kerja
berdasarkan perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja. Hal ini diatur
dalam pasal 52 Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Bahwa perjanjian kerja didasarkan pada 2 unsur
subjektif yaitu kesepakatan para pihak dan kemampuan atau kecakapan
melakukan perbuatan hukum dan 2 unsur objektif yaitu adanya pekerjaan
yang diperjanjikan dan pekerjaan yang diperjanjikan tersebut tidak
bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Sebagaimana pasal 15 Undang-
Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, hubungan kerja
adalah hubungan antara pengusaha dan pekerja/buruh berdasarkan
perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah
sebagaimana ketentuan pasal 50 dalam Undang-Undang tersebut. Maka
kedua unsur tersebut yaitu unsur subjektif dan unsur objektif menjadi
pijakan pengusaha dan pekerja untuk bermitra dalam memenuhi tugas
dan tanggung jawabnya masing-masing. Hubungan kerja merupakan
hubungan yang muncul antara pengusaha dan pekerja setelah
dilakukannya (penandatanganan) perjanjian kerja oleh para pihak yang
bersangkutan. Pengusaha menyatakan kesanggupan untuk
mempekerjakan pekerja dengan membayar upah dan memenuhi hak
lainnya berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Pekerja menyatakan
kesanggupannya untuk bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab
kepada pengusaha dengan menerima upah. Berdasarkan hubungan kerja

274 | MSDM Dalam Organisasi

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

yang terjadi antara pengusaha dan pekerja, hubungan industrial


menegaskan fungsi masing-masing pihak yang terkait demi
terselenggaranya hubungan kerja yang aman, harmonis, dan kondusif.
Dalam melaksanakan hubungan industrial, fungsi dari unsur tersebut yaitu
(Aprinto & Jacob, 2015; Jaya, 2017):
(1) Fungsi pemerintah dalam melaksanakan hubungan industrial
sebagaimana ketentuan pasal 102 ayat 1 yaitu menetapkan kebijakan,
memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, melakukan
penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan.
(2) Fungsi pekerja dan serikat pekerja dalam melaksanakan Hubungan
Industrial sebagaimana ketentuan pasal 102 ayat 2 yaitu menjalankan
pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi
kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis,
mengembangkan keterampilan dan keahliannya serta ikut
memajukan perusahaan, dan memperjuangkan kesejahteraan
anggota beserta keluarganya.
(3) Fungsi pengusaha dalam melaksanakan hubungan industrial
sebagaimana ketentuan pasal 102 ayat 3 yaitu menciptakan
kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja, dan
memberikan kesejahteraan pekerja/buruh secara terbuka,
demokratis, dan berkeadilan.

Untuk menjamin perwujudan hak dan kewajiban pekerja serta


kewenangan dan kewajiban pengusaha di setiap perusahaan maka
ditetapkan berbagai bentuk peraturan perundangan ketenagakerjaan
mulai dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden,
dan Peraturan Menteri (Simanjuntak, 2009). Berdasarkan pasal 1 angka
16 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan,
hubungan industrial adalah sistem hubungan yang terbentuk antara
pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri atas unsur
pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 (Jaya, 2017). Pemerintah mengatur hubungan industrial melalui
Undang-Undang yaitu Undang-Undang Republik Indonesia nomor 13

Manajemen Hubungan Industrial | 275

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Republik Indonesia


nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Buruh, serta Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Industrial. Pemahaman peraturan perundang-undangan bermanfaat untuk
memahami kebutuhan masing-masing pihak dan bersinergi untuk saling
menciptakan nilai. Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan menyebutkan pengertian hubungan industrial sebagai
sistem hubungan yang terbentuk antara pelaku dalam proses produksi
barang dan atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja atau
buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Hubungan industrial
adalah hubungan yang dijalin antara pekerja, pihak yang
mempekerjakannya (pengusaha), dan pemerintah (Sumanto, 2014).
Hasil dari interaksi antar pelaku hubungan industrial dapat
membuahkan peraturan perusahaan yang baru, mempertahankan, atau
mengubah berbagai peraturan di tempat kerja yang dikenal dengan istilah
aturan tempat kerja. Aturan di tempat kerja diungkapkan dalam banyak
bentuk. Peraturan itu tampil dalam bentuk yang berbeda-beda yaitu
Undang-Undang Perburuhan, Peraturan Serikat Buruh, Kesepakatan Kerja
Bersama, Penyelesaian Perselisihan, Keputusan Arbitrasi, Keputusan
Manajemen, Kesepakatan Sosial, dan kebiasaan serta praktek kerja yang
telah berlaku (Anantaraman, 1990).
Hal yang berkaitan dengan aturan tempat kerja meliputi hal yang
berkaitan dengan berbagai peraturan perundangan di bidang buruh,
peraturan serikat buruh, kesepakatan kerja bersama, serta keputusan
direksi atau manajemen perusahaan. Dilihat dari isinya, aturan tempat
kerja berkaitan dengan aturan substantif dan aturan prosedural. Yang
masuk dalam aturan substantif meliputi pengaturan upah, jam kerja, dan
hal yang berkaitan dengan hubungan kerja yang diatur dalam peraturan
perusahaan atau di dalam kesepakatan kerja bersama. Sedangkan hal yang
berkaitan dengan aturan prosedural terdapat dalam peraturan
perundangan tentang buruh. Misalnya peraturan tentang prosedur
pendaftaran serikat pekerja. Aturan tempat kerja dapat diterjemahkan
menjadi aturan di tempat kerja atau norma di tempat kerja (Batubara,
2008).

276 | MSDM Dalam Organisasi

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

Interaksi hubungan industrial antara pengusaha, pekerja dan


pemerintah berjalan melalui sarana hubungan industrial. Yang termasuk
dalam aspek dan permasalahan hubungan industrial antara lain; syarat
kerja, pengupahan, jam kerja, jaminan sosial, keselamatan dan kesehatan
kerja, masalah organisasi pekerja, organisasi pengusaha, penyelesaian
perselisihan, sikap/perilaku satu sama lain, membina keserasian,
peraturan dan persyaratan kerja, kesepakatan kerja bersama, undang-
undang ketenagakerjaan, serta bipartit dan tripartit. Yang termasuk dalam
sarana hubungan industrial yaitu serikat pekerja, organisasi pengusaha,
lembaga kerja sama bipartit, lembaga kerja sama tripartit, peraturan
perusahaan, perjanjian kerja bersama, peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan, dan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial. Sarana tersebut bermanfaat sebagai sistem untuk memfasilitasi
hubungan antara pengusaha, pekerja, dan pemerintah (Gaol, 2014).
Hubungan industrial adalah hubungan antara semua pihak yang
terkait atau berkepentingan atas proses produksi barang atau pelayanan
jasa di perusahaan. Pihak yang berkepentingan dalam perusahaan terdiri
dari pengusaha atau pemegang saham yang diwakili manajemen, pekerja
dan serikat pekerja, perusahaan pemasok, masyarakat konsumen,
perusahaan pengguna, masyarakat sekitar, pemerintah, konsultan
hubungan industrial atau pengacara, arbitrator, konsiliator, mediator, dan
dosen, serta hakim pengadilan hubungan industrial (Simanjuntak, 2009;
Sumanto, 2014).

B. PEMBAHASAN
Hubungan industrial mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dari
istilah hubungan perburuhan. Penggantian istilah hubungan perburuhan
menjadi hubungan industrial di Indonesia adalah dalam rangka
menjelaskan istilah dalam proporsi yang sebenarnya. Hubungan industrial
diartikan sebagai hubungan antara manajemen dan pekerja. Hubungan
industrial adalah hubungan antara banyak pihak yang terkait atau
berkepentingan dalam proses produksi atau pelayanan jasa. Masyarakat
sebagai pemasok kebutuhan produksi dan jasa perusahaan maupun
sebagai konsumen atau pengguna hasil perusahaan tersebut juga
mempunyai kepentingan dengan adanya perusahaan. Pemerintah juga

Manajemen Hubungan Industrial | 277

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

mempunyai kepentingan dengan pertumbuhan perusahaan karena


perusahaan adalah sumber penerimaan pajak bagi pemerintah. Hubungan
industrial adalah hubungan semua pihak yang terkait atau berkepentingan
atas proses produksi barang atau jasa di perusahaan. Pihak yang
berkepentingan dalam perusahaan yaitu pengusaha atau pemegang
saham yang sehari-hari diwakili oleh pihak manajemen, pekerja atau
buruh dan serikat pekerja atau serikat buruh, organisasi pemasok bahan
produksi, konsumen atau pengguna produk atau jasa, organisasi pengguna,
masyarakat sekitar dan pemerintah. Jadi hubungan industrial adalah
hubungan antara semua pihak yang berkepentingan tersebut
(Simanjuntak, 2009).
Hubungan industrial diartikan sebagai hubungan antara manajemen
dan pekerja. Manajemen mempunyai peran dan tugas penting yaitu:
(1) Mengenali peran dan potensi setiap pemangku kepentingan untuk
memajukan perusahaan.
(2) Memobilisasi kontribusi seluruh pemangku kepentingan untuk
mencapai tujuan perusahaan secara optimal.
(3) Memahami dan memenuhi kepentingan pemangku kepentingan secara
layak dan adil.
(4) Menjaga keharmonisan dan keserasian peran dan kepentingan serta
keseimbangan kewenangan.

Hubungan industrial melibatkan sejumlah konsep. Misalnya konsep


keadilan dan kesamaan, kekuatan dan kewenangan, individualisme dan
kolektivitas, hak dan kewajiban, serta integritas dan kepercayaan.
Hubungan industrial meliputi sekumpulan fenomena, baik di luar maupun
di dalam perusahaan yang berkaitan dengan penetapan dan pengaturan
hubungan industrial. Di Indonesia, hubungan industrial berkaitan dengan
relasi di antara semua pihak yang terlibat dalam hubungan kerja di
perusahaan yang tidak dibatasi oleh jenis kelamin, keanggotaan dalam
serikat pekerja, dan jenis pekerjaan. Hubungan industrial tidak dapat
hanya dilihat dari persyaratan peraturan kerja perusahaan secara
sederhana dan secara formal tetapi juga harus ditinjau dari hubungan
sosial, politik, dan ekonomi yang lebih luas (Simanjuntak, 2009).

278 | MSDM Dalam Organisasi

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

Hubungan industrial mencangkup 3 aspek yaitu pengembangan ilmu


pengetahuan, penyelesaian masalah, dan etika. Dalam aspek
pengembangan ilmu, hubungan industrial merupakan bagian dari ilmu
sosial yang bertujuan untuk memahami hubungan ketenagakerjaan dan
institusi melalui penelitian. Studi tentang hubungan industrial melibatkan
multi disiplin antara lain bidang ekonomi tenaga kerja, psikologi, sosiologi
industri, sejarah tenaga kerja, manajemen sumber daya manusia, ilmu
politik, dam hukum. Dalam aspek penyelesaian masalah, hubungan
industrial bertujuan untuk merancang kebijakan dan institusi untuk
membantu agar hubungan ketenagakerjaan berjalan dengan lebih baik.
Pada aspek etika, hubungan industrial mengandung prinsip norma yang
nampak mengenai pekerja dan hubungan ketenagakerjaannya yang
mengedepankan pandangan bahwa pekerja sebagai manusia di dalam
masyarakat demokrasi (menjunjung hak asasi manusia dan menolak
perlakuan yang menganggap pekerja sebagai komoditi).
Hubungan industrial adalah subyek yang mempelajari sikap dan
perilaku orang di dalam organisasi dan mencari sebab yang menentukan
terjadinya perilaku tersebut serta mencarikan jawaban atas
penyimpangan yang terjadi. Hubungan industrial dinilai baik apabila
sistem kompensasinya adil, kondisi kerja sehat dan aman, ada peluang
untuk memanfaatkan kapabilitas, ada peluang untuk mengembangkan diri,
karir, dan keamanan kerja, ada integrasi sosial dan identitas dalam
organisasi, ada kesesuaian antara peran kerja dan kehidupan pekerja
lainnya dalam pekerjaan, serta ada keterlibatan dalam pengambilan
keputusan dalam memperbaiki lingkungan kehidupan kerja. Campur
tangan pemerintah dalam menciptakan hubungan industrial yang
harmonis dan dinamis adalah memberikan perlindungan tindakan legal
kepada manajemen dan karyawan atau yang mewakili yaitu serikat
pekerja. Sebaiknya hubungan antara pemerintah dengan manajemen dan
serikat pekerja tidak bersifat satu arah tetapi resiprokal atau saling
mempengaruhi sehingga dalam memberikan perlindungan tindakan legal,
pemerintah juga mengakomodasi suara karyawan (Sumanto, 2014).
Salah satu wujud manajemen hubungan industrial di perusahaan
adalah merumuskan peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama
yang memuat hak dan kewajiban pekerja serta kewenangan dan

Manajemen Hubungan Industrial | 279

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

kewajiban pengusaha. Hak pekerja merupakan pemenuhan kewajiban


pengusaha. Kewajiban pekerja didasarkan pada kewenangan pengusaha
untuk mengaturnya. Kewajiban pekerja adalah melakukan pekerjaan
sesuai dengan penugasan pimpinan menurut disiplin kerja dan dalam
waktu kerja yang diaturkan. Sebagai imbalan atas jasa kerja tersebut maka
pekerja berhak mendapat upah, tunjangan dan jaminan sosial, beristirahat,
cuti, memperjuangkan haknya secara langsung atau tidak langsung melalui
serikat pekerja. Pekerja berhak mendapat berbagai perlindungan seperti
perlindungan tidak melebihi jam kerja tertentu termasuk jam dan hari
istirahat serta cuti tahunan, perlindungan atas keselamatan dan kesehatan
pekerja, perlindungan atas hak berserikat dan berunding dengan
pengusaha serta perlindungan upah dan penghasilan pada saat
berhalangan atau tidak mampu melakukan pekerjaan (Simanjuntak, 2009).
Perkembangan hubungan industrial tersebut merupakan representasi
bukan saja berasal dari adanya perubahan yang muncul di dalam sifat
dasar bekerjanya pekerja kepada pemberi kerja tetapi juga disebabkan
adanya perbedaan pandangan mengenai peraturan perundang-undangan
tentang ketenagakerjaan. Sekalipun peraturan dibuat untuk dapat
memenuhi kebutuhan para pihak, tentu saja tidak dapat memuaskan
semua pihak, baik pengusaha maupun pekerja. Hubungan industrial
sejatinya adalah hubungan yang saling terkait antara semua pihak atau
berkepentingan atas seluruh proses produksi atau pelayanan jasa di
perusahaan. Hubungan industrial tersebut harus diciptakan/didesain
sedemikian rupa agar berlangsung aman dan harmonis. Sehingga
perusahaan dapat semakin terus meningkatkan produktivitasnya untuk
meningkatkan kesejahteraan berbagai pihak yang terkait atau yang
berkepentingan terhadap perusahaan tersebut.
Hubungan industrial bukan saja hubungan antara pengusaha dengan
pekerjanya melainkan masyarakat dan pemerintah pun memiliki
keterkaitan. Maka hubungan industrial yang baik akan berlangsung secara
sinergis, baik pengusaha, pekerja, masyarakat, dan pemerintah.
Masyarakat bukan saja sebagai konsumen (atau klien) atau pengguna hasil
dari produk atau jasa perusahaan tetapi masyarakat juga dapat menjadi
pemasok bahan baku produksi (barang dan/atau jasa kebutuhan
perusahaan). Pemerintah juga mempunyai kepentingan, baik langsung

280 | MSDM Dalam Organisasi

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

maupun tidak langsung atas keberlangsungan dan pertumbuhan


perusahaan. Karena perusahaan membayar pajak dan hal itu sebagai
sumber penerimaan pajak bagi negara. Dampak positif lainnya yaitu jika
perusahaan beroperasi dengan baik dan semakin bertumbuh maka
keberadaan perusahaan dapat menyerap tenaga kerja. Hal ini membantu
pemerintah dalam mengurangi pengangguran (Jaya, 2017).
Bertolak dari fungsi masing-masing pihak di dalam hubungan
industrial tersebut maka terdapat norma kerja atau norma hubungan
industrial yakni norma eksternal dan normal internal. Norma eksternal
adalah beragamnya peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan
yang dibuat oleh pemerintah (dan atau diratifikasi oleh pemerintah) serta
wajib dilaksanakan oleh pengusaha di dalam menjalankan usahanya.
Norma eksternal ini dapat bersifat umum maupun bersifat khusus. Bahkan
untuk sesuatu hal yang diatur dalam suatu peraturan sampai dengan
diterbitkannya Surat Edaran sebagai pedoman untuk menjalankan regulasi
yang sudah diundangkan atau putusan pengadilan. Norma internal adalah
beragam peraturan di tingkat internal (atau yang lazim disebut peraturan
perusahaan) yang merupakan kristalisasi berbagai aturan yang dibuat oleh
pengusaha atau manajemen sebagai pengejawantahan regulasi
pemerintah. Peraturan perusahaan (PP) tersebut sebagaimana diatur
dalam pasal 108 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan merupakan kewajiban bagi pengusaha jika
mempekerjakan pekerja sekurang-kurangnya 10 orang. Tetapi tidak perlu
dibuat jika sudah memiliki perjanjian kerja bersama.
Perjanjian kerja bersama dapat terjadi jika di perusahaan telah berdiri
suatu (satu) atau lebih serikat pekerja yang telah terdaftar secara resmi
pada kantor dinas ketenagakerjaan setempat. Norma internal
sebagaimana pasal 108 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan menegaskan bahwa peraturan perusahaan wajib dibuat
mengingat jenis usaha dan karakteristik perusahaan yang satu dengan
yang lain adalah tidak sama. Selain peraturan perusahaan itu sendiri
sesungguhnya merupakan pedoman bagi seluruh anggota perusahaan
tersebut dalam menjalankan tugas dan kewajibannya masing-masing
berdasarkan deskripsi kerja, standar operasional prosedur atau instruksi
kerja dan hal lain yang telah diatur. Peraturan perusahaan memuat atau

Manajemen Hubungan Industrial | 281

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

berisi tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak. Norma eksternal


maupun norma internal diberlakukan sesuai dengan mekanisme dan atau
sistem yang telah dirumuskan serta adaptif dengan kondisi dan terjadinya
proses dalam menyelesaikan perselisihan yang terjadi di dalam
perusahaan (Jaya, 2017).
Hubungan industrial mempelajari pengaturan institusional yang
beragam yang menjadi ciri hubungan kerja. Mulai dari norma dan struktur
kekuasaan hingga mekanisme atau prosedur penyampaian suara pekerja
di organisasi. Termasuk di dalamnya pengaturan perundingan bersama di
tingkat perusahaan hingga berbagai tingkat kebijakan publik dan hukum
perburuhan sampai “kapitalisme” (seperti korporatisme, demokrasi sosial,
dan neoliberalisme). Akademisi dan praktisi perlu melakukan intervensi
kelembagaan untuk meningkatkan pelaksanaan hubungan kerja dan untuk
melindungi hak pekerja. Sifat intervensi tersebut tergantung pada aliran
hubungan industrialnya.
Untuk aliran pluralis, aliran ini melihat hubungan ketenagakerjaan
sebagai campuran kepentingan bersama dan konflik kepentingan (yang
sebagian besar hanya terbatas pada hubungan kerja). Aliran pluralis
mengedepankan prosedur penyampaian keluhan, mekanisme suara atau
aspirasi karyawan di organisasi, perundingan bersama, dan kemitraan
pekerja-manajemen. Dalam masalah kebijakan, aliran pluralis
mengadvokasi peraturan upah minimum, standar kesehatan dan
keselamatan kerja, standar buruh internasional, serta hukum perburuhan
dan kebijakan publik. Intervensi kelembagaan tersebut dilihat sebagai cara
menciptakan hubungan ketenagakerjaan yang seimbang yang tidak hanya
menghasilkan efisiensi ekonomi tetapi juga kesetaraan pekerja dengan
pengusaha dalam hubungan industrial dan penyaluran aspirasi yang lebih
baik.
Aliran yang terinspirasi Marxis melihat konflik kepentingan pekerja
dengan pengusaha sebagaimana konflik antagonis yang tajam dan sangat
tertanam dalam sistem sosio-politik-ekonomi. Aliran ini memperjuangkan
hubungan kerja yang seimbang karena beranggapan bahwa pengusaha
lebih mendominasi pekerja. Sebagai imbangannya diperlukan reformasi
struktural untuk mengubah hubungan kerja antagonis yang tajam dan

282 | MSDM Dalam Organisasi

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

melekat dalam kapitalisme. Aliran ini cenderung memberikan dukungan


pada gerakan serikat buruh yang militan.
Hubungan industrial yang harmonis dan dinamis menimbulkan rasa
saling percaya dan saling pengertian semua pihak yang terkait dalam
proses produksi barang atau jasa. Untuk mencapai tahapan
pengembangan hubungan industrial dapat melalui tahapan
pengembangan dengan karakteristik dan tipe hubungan mulai dari negatif
(tipe hubungan antagonistik) sampai positif (tipe hubungan kreatif)
(Sumanto, 2014):
(1) Tahap 1, karakteristik penolakan dan blokade memiliki tipe hubungan
antagonistic
(2) Tahap 2, karakteristik kompetisi dan konfrontasi memiliki tipe
hubungan adverse.
(3) Tahap 3, karakteristik pasif dan reaktif memiliki tipe hubungan
mutual tolerance.
(4) Tahap 4, karakteristik mudah diterima dan kerja tim memiliki tipe
hubungan cooperative.
(5) Tahap 5, karakteristik proaktif dan inovatif memiliki tipe hubungan
creative.

Ada berbagai macam hubungan industrial yang dikenal masyarakat


yaitu (Widodo, 2015):
1) Hubungan industrial berdasarkan Liberalisme atau berdasarkan
kegunaan. Disini hubungan pekerja dan pengusaha bersifat konflik
yaitu pengusaha dianggap hanya ingin keuntungan sebesar-besarnya
dengan upah pekerja yang rendah, sedangkan pekerja dianggap ingin
upah yang sebesar-besarnya. Untuk mengatasi konflik ini perlu adu
kekuatan antar serikat pekerja dengan perusahaan dan bila perlu
pekerja dapat melakukan pemogokan.
2) Hubungan industrial berdasarkan Komunisme (Karl Marx). Hubungan
pekerja dengan pengusaha bersifat antagonistik artinya pengusaha
dianggap selalu akan menekan pekerja. Untuk mengatasinya pekerja
perlu bersatu untuk menghancurkan pengusaha.
3) Hubungan industrial Pancasila. Hubungan pekerja dengan pengusaha
harus serasi, seimbang, dan saling membutuhkan sesuai fungsi dan

Manajemen Hubungan Industrial | 283

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

prestasinya. Bila ada perbedaan pendapat diantara kedua pihak


diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat. Jadi hubungan
industrial adalah hubungan antara para pelaku dalam proses produksi
barang atau jasa (pekerja, pengusaha, dan pemerintah) didasarkan
atas nilai yang merupakan manifestasi dari keseluruhan sila dari
Pancasila dan UUD 1945 yang tumbuh dan berkembang di atas
kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia.

Adapun macam-macam teori sehubungan dengan serikat buruh


(Widodo, 2015):
1) Teori Kemakmuran Umum
Kebanyakan anggota pimpinan serikat buruh beranggapan bahwa apa
yang baik bagi serikat buruh, baik pula bagi bangsa. Upah tinggi yang
diperjuangkan oleh serikat buruh merupakan sumber tenaga beli yang
mendorong dan memperkuat pertumbuhan ekonomi. Setiap kenaikan
upah mendorong ke arah ekspansi dan pertumbuhan. Perlindungan
serikat buruh yang diberikan kepada anggotanya terhadap tindakan
sewenang-wenang majikan diidentifikasi dengan kemajuan ekonomi.
Tuntutan jaminan sosial dan kesehatan oleh serikat buruh dipandang
sebagai tuntutan yang akan memberi manfaat bagi mereka yang berada di
luar serikat buruh. Terhadap pendapat tersebut di atas dilancarkan
kecaman bahwa serikat buruh bertanggung jawab atas upah tinggi yang
cenderung menaikkan inflasi. Terhadap kecaman ini, serikat buruh
membantah dengan menyatakan bahwa upah tinggi akan menaikkan
produktivitas. Produktivitas yang tinggi akan menurunkan biaya produksi.
Maka tuntutan kenaikan upah tidak akan menimbulkan inflasi tetapi
malah sebaliknya yaitu menurunkan harga barang.

2) Teori Labor Marketing


Menurut teori ini kebanyakan kondisi di tempat buruh bekerja
ditentukan oleh kekuatan dan pengaruh buruh di pasar dengan tenaga
kerja. Serikat buruh menganggap dirinya sebagai agen ekonomi di pasar
tenaga kerja. Apabila persediaan tenaga kerja lebih besar daripada
permintaan akan tenaga kerja maka harga tenaga kerja menjadi
murah/rendah. Maka supaya tidak merosot harus diadakan keseimbangan.

284 | MSDM Dalam Organisasi

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

3) Teori Produktivitas
Menurut teori ini, upah ditentukan oleh produktivitas karyawan.
Maka produktivitas yang lebih tinggi harus memperoleh upah yang lebih
tinggi pula.

4) Teori Bargaining
Tingkat upah di dalam setiap pasar tenaga kerja ditentukan oleh
kekuatan ekonomi yang berlawanan dari buruh dan majikan. Apabila
buruh meningkatkan kekuatan ekonominya dengan cara bertindak
bersama-sama melalui serikat buruhnya sebagai agen penawaran maka
mereka dapat meningkatkan upah mereka. Kekuatan ekonomi diukur dari
kemampuan untuk mengekang tenaga kerja dan memaksa majikan untuk
mencari pengganti bagi tenaga kerja. Menurut teori bargaining modern,
karyawan dan majikan memasuki pasar tenaga kerja tanpa harga
permintaan/penawaran yang pasti. Tetapi ada batas harga
permintaan/penawaran tertinggi dan terendah. Dalam batas harga
tersebut, tingkat upah ditentukan oleh kekuatan tawar menawar kedua
belah pihak. Buruh individual yang berkekuatan lemah harus menerima
tingkat upah yang terendah. Serikat buruh dapat menggunakan kekuatan
ekonominya yang lebih besar untuk menuntut tingkat upah yang lebih
tinggi.

5) Oposisi Loyal Terhadap Manajemen


Serikat buruh berpendapat bahwa fungsi manajemen adalah
mengelola, sedangkan serikat buruh mempunyai tanggung jawab untuk
pengawasan/pengendalian atas kualitas manajemen. Dengan adanya
tanggung jawab ini maka manajemen dipaksa untuk selalu berusaha
bekerja sebaik-baiknya terutama di bidang penggunaan tenaga kerja. Teori
ini tidak menyarankan serikat buruh menjadi manajer atau serikat buruh
membantu majikan dalam tugas mereka sebagai manajer. Justru
sebaliknya, teori ini menganjurkan serikat buruh untuk menolak tanggung
jawab atas manajemen.
Hubungan industrial secara garis besar dibedakan menjadi 2 yaitu
masalah Man Power Marketing dan masalah Man Power Management
(Heidjrahman & Husnan, 1983):

Manajemen Hubungan Industrial | 285

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

(1) Man Power Marketing atau pemasaran tenaga kerja membahas


penentuan syarat kerja yang akan diterapkan dalam pelaksaan ikatan
kerja yang ada. Proses ini terjadi setelah karyawan dinyatakan
diterima oleh perusahaan. Penentuan syarat kerja ini dapat
dilaksanakan oleh pekerja secara individual maupun oleh wakil
pekerja yang tergabung dalam organisasi pekerja. Dalam penentuan
syarat kerja secara individu berarti hanya individu tersebut yang
terikat dengan ketentuan syarat kerja. Karena ketentuan hanya
menyangkut karyawan secara individu maka dalam penerapannya
juga hanya melibatkan karyawan yang bersangkutan dengan pihak
perusahaan/pengusaha yang selanjutnya disebut tawar menawar
individual. Selain penentuan syarat kerja secara individu, penentuan
syarat kerja juga dapat dikenakan secara kelompok. Kelompok
pekerja tersebut akan mewakilkan penentuan syarat kerja bagi
dirinya ke serikat pekerja yang disebut dengan tawar menawar
kolektif. Sebagai konsekuensinya, pekerja tersebut harus menerima
syarat kerja yang telah disepakati oleh pihak perusahaan atau
pengusaha dengan wakil pekerja. Syarat kerja yang ditentukan dalam
proses tersebut meliputi jam kerja, hari kerja, tempat kerja, upah,
jaminan sosial.
(2) Man Power Management membahas pelaksanaan syarat kerja dan
berbagai permasalahan serta pemecahannya. Proses ini terjadi
setelah karyawan bergabung dengan perusahaan. Pelaksanaan syarat
kerja dengan berbagai permasalahan dan pemecahannya dapat
diterapkan kepada pekerja secara individual maupun kepada
keseluruhan karyawan melalui organisasi pekerja. Dalam praktek
pelaksanaan syarat kerja ini berlaku umum. Namun dalam
penanganan pelaksanaan syarat kerja beserta permasalahan dan
pemecahannya diterapkan secara individu. Dalam kasus seperti ini
berarti menyangkut personal manajemen. Karena hanya menyangkut
karyawan secara individu maka dalam penanganannya juga hanya
melibatkan karyawan yang bersangkutan dengan pihak
perusahaan/pengusaha. Selain pelaksanaan syarat kerja, penanganan
permasalahan dan pemecahannya secara individu seperti sebelumnya,
hal itu juga dapat dilakukan secara kelompok melalui organisasi

286 | MSDM Dalam Organisasi

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

pekerja. Kelompok pekerja tersebut akan mewakilkan pelaksanaan


syarat kerja, penangangan permasalahan, dan pemecahannya ke
organisasi pekerja yang selanjutnya disebut relasi pekerja. Sebagai
konsekuensinya, pekerja tersebut harus menerima pelaksanaan
syarat kerja dan pemecahan permasalahannya kepada serikat pekerja.
Secara terperinci pelaksanaan syarat kerja serta permasalahan yang
dihadapi dan pemecahannya yang diwakilkan kepada serikat pekerja
akan meliputi penarikan tenaga kerja, pengembangan tenaga kerja,
kompensasi, integrasi, pemeliharaan.

Prinsip hubungan industrial didasarkan pada pemahaman bahwa


pemangku kepentingan mempunyai kebutuhan bersama atas keberhasilan
dan kelangsungan perusahaan. Sehingga prinsip yang ada pada hubungan
industrial sebagai berikut (Simanjuntak, 2009):
(1) Penguasaha dan pekerja termasuk pemerintah dan masyarakat
mempunyai kepentingan bersama atas kelangsungan dan
keberhasilan perusahaan. Pengusaha dan pekerja bersama-sama
memberikan upaya yang maksimal melalui pelaksanaan tugas sehari-
hari untuk menjaga kelangsungan perusahaan dan meningkatkan
keberhasilan perusahaan. Pekerja dan serikat pekerja harus
membuang kesan bahwa perusahaan adalah hanya untuk
kepentingan pengusaha saja. Pengusaha juga harus membuang sikap
yang memperlakukan pekerja hanya sebagai faktor produksi.
(2) Pekerja adalah mitra pengusaha untuk membangun dan
mengembangkan perusahaan. Sebagai mitra, mereka saling
membutuhkan dan saling tergantung yang satu dengan yang lain.
Pengusaha membutuhkan dan tergantung pada pekerja.
(3) Pengusaha dan pekerja mempunyai hubungan fungsional dan
mempunyai fungsi yang berbeda dengan pembagian kerja atau
pembagian tugas. Pengusaha sebagai pemimpin mempunyai fungsi
menggerakkan, membina, dan mengawasi. Pekerja mempunyai fungsi
melakukan pekerjaan operasional. Pekerja tidak mengabdi kepada
pengusaha tetapi mengabdi pada pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab.

Manajemen Hubungan Industrial | 287

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

(4) Pengusaha dan pekerja merupakan anggota keluarga perusahaan.


Pengusaha perlu memahami cara pikir dan kepentingan pekerja dan
serikat pekerja. Pengusaha perlu memperhatikan kondisi dan
kebutuhan pekerja dan sedapat mungkin memenuhinya. Pekerja dan
serikat pekerja perlu memahami keterbatasan pengusaha.
(5) Tujuan pembinaan hubungan industrial adalah menciptakan
ketenangan berusaha dan ketenteraman bekerja supaya dapat
meningkatkan produktivitas perusahaan. Maka unsur sosial
(pengusaha dan pekerja) harus menjaga diri untuk tidak menjadi
sumber masalah dan perselisihan.
(6) Peningkatan produktivitas perusahaan harus dapat meningkatkan
kesejahteraan bersama yaitu kesejahteraan pengusaha dan
kesejahteraan pekerja. Pekerja yang berhasrat mendapat upah yang
lebih tinggi maka harus siap meningkatkan produktivitas kerjanya.
Pengusaha harus secara adil dan transparan memberikan kepada
pekerja secara proporsional peningkatan produktivitas yang
dihasilkannya.

C. RANGKUMAN MATERI
Hubungan industrial yang harmonis dan dinamis menciptakan
kepuasan kerja. Termasuk berpengaruh positif dalam menciptakan
stabilitas dan pertumbuhan ekonomi karena hubungan industrial yang
kondusif menjamin kelangsungan usaha, ketersediaan barang dan jasa
kebutuhan masyarakat, penghasilan masyarakat, dan pendapatan negara
melalui pajak. Hubungan industrial yang kondusif dapat mengurangi
kerawanan sosial akibat kemiskinan dan pengangguran (Sumanto, 2014).
Berbagai perubahan menuntut paradigma baru manajemen hubungan
industrial serta perubahan sikap pelaku hubungan industrial yaitu
pengusaha, serikat pekerja, dan aparatur pemerintah. Prinsip yang perlu
terus dikembangkan adalah (Simanjuntak, 2009):
(1) manajemen dan pimpinan serikat pekerja bersama-sama membangun
kemitraan dan kerja sama.
(2) manajemen dan pimpinan serikat pekerja bersama-sama mempunyai
komitmen membangun perusahaan agar kelangsungan perusahaan

288 | MSDM Dalam Organisasi

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

dan kesempatan kerja dapat dipertahankan serta kesejahteraan


pekerja dapat ditingkatkan.
(3) manajemen dan pimpinan serikat pekerja perlu bersama-sama
meningkatkan kualitas pekerja sebagai upaya profesional dalam
melakukan pekerjaan dan mampu berkontribusi dalam konstelasi
internasional.
(4) manajemen dan pimpinan serikat pekerja harus bersama-sama
membangun hubungan industrial yang harmonis.
(5) setiap persoalan hubungan industrial diupayakan diselesaikan secara
internal dengan adanya forum konsultasi dan dialog dengan cara
memfungsikan Lembaga Bipartit.
(6) lembaga hubungan industrial perlu melakukan perubahan dan
mekanisme kerja di berbagai kelembagaan seperti Lembaga Bipartit,
Tim Perunding, Lembaga Tripartit, dan lembaga lainnya.

TUGAS DAN EVALUASI


1. Pertanyaan: Seberapa besar wewenang HRD dalam pemecahan
permasalahan pekerja dengan pengusaha?
Jawaban: Wewenang HRD sama dengan wewenang 2 pihak yang lain
yaitu buruh & pemerintah. Sebab,”Di Indonesia, hubungan industrial
merupakan hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam
produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha,
pekerja/buruh, yang didasarkan pada nilai Pancasila & UUD 1945
(Pasal 1 angka 16 UU No.13 Tahun 2003). Dalam proses produksi di
perusahaan, pihak yang terlibat secara langsung adalah
pekerja/buruh dan pengusaha, sedangkan pemerintah termasuk
sebagai pihak dalam hubungan industrial karena berkepentingan
untuk terwujudnya hubungan kerja yang harmonis sebagai syarat
keberhasilan suatu usaha sehingga produktivitas dapat meningkat
yang pada akhirnya akan mampu menggerakkan pertumbuhan
ekonomi & dapat meningkatkan kesejahteraan seluruh lapisan
masyarakat”.
Sumber: Husni, L. (2007). Penyelesaian perselisihan hubungan
industrial melalui pengadilan & di luar pengadilan. Jakarta: PT
RajaGrafindo. Halaman 17.

Manajemen Hubungan Industrial | 289

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

2. Pertanyaan: Dalam permasalahan yang terjadi dalam Hubungan


Industrial, siapa yang berhak untuk menentukan pihak ketiga dalam
mediasi/penyelesaian masalah?
Jawaban: Jika ada suatu masalah & melibatkan pihak ketiga, hal ini
dinamakan sebagai tripartit. Tripartit adalah lembaga konsultasi &
komunikasi antara wakil pekerja, pengusaha & pemerintah untuk
memecahkan masalah bersama dalam bidang ketenagakerjaan Jadi,
yang menjadi pihak ketiga adalah pemerintah. Dan keterlibatan
pemerintah bukan karena ditunjuk, melainkan pemerintah sendiri
sudah menjadi bagian yang ikut bertanggungjawab terhadap masalah
ketenagakerjaan.
Sumber: Gaol,C.J.L. (2014). A to Z Human Capital Manajemen Sumber
Daya Manusia: Konsep, Teori & Pengembangan dalam Konteks
Organisasi Publik & Bisnis. Jakarta: PT Grasindo. Halaman 475.
3. Pertanyaan: Serikat Pekerja itu apakah kumpulan pekerja di seluruh
perusahaan saja atau dalam suatu perusahaan punya serikat pekerja?
Jawaban: Pekerja sebagai warga negara mempunyai persamaan
kedudukan dalam hukum, hak untuk mendapatkan pekerjaan &
penghidupan yang layak, mengeluarkan pendapat, berkumpul dalam
satu organisasi, serta mendirikan & menjadi anggota serikat pekerja.
Hak menjadi anggota serikat pekerja merupakan hak asasi pekerja
yang telah dijamin di dalam pasal 28 UUD 1945. Untuk mewujudkan
hak tersebut, kepada setiap pekerja harus diberikan kesempatan yang
seluas-luasnya mendirikan & menjadi anggota serikat pekerja. Serikat
pekerja dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja di perusahaan secara
bebas, terbuka, mandiri, demokratis & bertanggung jawab guna
memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan
pekerja serta meningkatkan kesejahteraan pekerja & keluarganya.
Undang-Undang menyatakan bahwa serikat pekerja di suatu
perusahaan dapat didirikan oleh paling sedikit 10 orang pekerja di
perusahaan itu sendiri. Pekerja di satu perusahaan hanya boleh
menjadi anggota satu serikat pekerja di perusahaan yang
bersangkutan. Tidak boleh menjadi anggota serikat pekerja lain di
perusahaan yang sama atau di perusahaan lain. Setiap pekerja berhak
membentuk dan atau menjadi anggota serikat pekerja atas kehendak

290 | MSDM Dalam Organisasi

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

bebas pekerja sendiri tanpa paksaan atau tekanan pengusaha atau


pemerintah atau oleh serikat pekerja sendiri. Pekerja juga bebas
untuk tidak menjadi anggota serikat pekerja. Artinya, serikat pekerja
itu kumpulan pekerja di suatu perusahaan yang dibentuk oleh pekerja
itu sendiri. Namun, di sebuah perusahaan, belum tentu ada serikat
pekerja. Hal ini tergantung, apakah pekerja di perusahaan itu
memang tidak mau membentuk serikat pekerja, atau perusahaan itu
yang melarang pekerjanya membentuk serikat pekerja. Kalau yang
terakhir ini yang terjadi, maka perusahaan tersebut melanggar pasal
28 UUD 1945 tentang kebebasan mengeluarkan pendapat.
Sumber: Simanjuntak, P.J. (2009). Manajemen Hubungan Industrial.
Jakarta: Jala Permata Aksara. halaman 30-31.
4. Pertanyaan: Jika ada (seorang) pengusaha membuat aturan
semaunya maka apakah pengusaha tersebut tidak memiliki
panduan/pedoman dalam membuat aturan?
Jawaban: Peraturan perusahaan adalah ketentuan yang dibuat secara
tertulis oleh pengusaha, memuat hak & kewajiban pekerja,
kewenangan & kewajiban pengusaha serta syarat kerja & ketentuan
pokok mengenai tata tertib perusahaan. Setiap perusahaan yang
mempekerjakan 10 orang atau lebih wajib membuat peraturan
perusahaan. Tujuan peraturan perusahaan adalah untuk menjamin
keseimbangan antara hak & kewajiban pekerja serta antara
kewenangan & kewajiban pengusaha; memberikan pedoman bagi
pengusaha & pekerja untuk melaksanakan tugas kewajibannya
masing-masing; menciptakan hubungan kerja yang harmonis, aman &
dinamis antara pekerja & pengusaha; dalam usaha bersama
memajukan & menjamin kelangsungan perusahaan; serta
meningkatkan kesejahteraan pekerja & keluarganya. Ketentuan yang
dimuat dalam peraturan perusahaan mengacu pada & tidak boleh
lebih rendah dari ketentuan yang diatur dalam UU, peraturan
pemerintah dan peraturan per UU-an lainnya. Setiap peraturan
perusahaan & perubahannya perlu disahkan oleh Pemerintah.
Peraturan perusahaan berlaku untuk paling lama 2 tahun, kemudian
diperbaharui. Perubahan & pembaharuan peraturan perusahaa n
harus dilaporkan untuk disahkan oleh pemerintah. Artinya, memang

Manajemen Hubungan Industrial | 291

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

yang membuat aturan perusahaan itu pengusaha, tetapi pengusaha


tidak bisa semaunya dalam membuat peraturan. Karena hal tersebut
harus didasarkan pada UU & disahkan oleh pemerintah.
Sumber: Simanjuntak, P.J. (2009). Manajemen Hubungan Industrial.
Jakarta: Jala Permata Aksara. Halaman 50.
5. Pertanyaan: Dalam memilih pengadilan yang berkompeten, siapa
yang berhak memutuskan untuk memilih pengadilan yang mana?
Jawaban: Sesuai dengan UU No 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial, perselisihan yang tidak dapat
diselesaikan secara bipartit di tingkat perusahaan, maka sesuai
dengan jenis perselisihannya dapat diselesaikan melalui bantuan
pihak ketiga yaitu arbitrer, konsiliator atau mediator. Perselisihan
yang tidak dapat diselesaikan konsiliator atau mediator, dilanjutkan
untuk diselesaikan di Pengadilan Hubungan Industrial. Penyelesaian
perselisihan melalui Pengadilan Hubungan Industrial merupakan
pengganti dari penyelesaian perselisihan melalui Panitia Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan (P4) sesuai dengan UU No.22 tahun 1957 &
UU No 12 tahun 1964. Kedua UU ini sudah dicabut melalui UU No.2
tahun 2004.
Sumber: Simanjuntak, P.J. (2009). Manajemen Hubungan Industrial.
Jakarta: Jala Permata Aksara. Halaman 152.
Jawaban: Proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial dapat
melalui 4 tahap yaitu 2 tahap di luar pengadilan & 2 tahap di dalam
pengadilan. Di luar pengadilan melalui perundingan bipartit &
arbitrase atau konsiliasi atau mediasi. Di dalam pengadilan melalui
Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri dan Mahkamah
Kasasi di Mahkamah Agung.
Sumber: Simanjuntak, P.J. (2009). Manajemen Hubungan Industrial.
Jakarta: Jala Permata Aksara. Halaman 171-172.
Jawaban: Dari kedua jawaban diatas maka kesimpulannya adalah
semua pengadilan memang harus kompeten. Bukan siapa yang
berhak memilih, tetapi pengadilan mana yang terpilih atau
diadakannya PHI itu, tergantung kasus tersebut terjadi di ibukota
provinsi mana.

292 | MSDM Dalam Organisasi

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

DAFTAR PUSTAKA

Anantaraman, V. (1990). Singapore Industrial Relation System. Singapore:


McGraw-Hill Book Co.
Aprinto, B. & Jacob, F.A. (2015). Pedoman lengkap profesional SDM
Indonesia. Jakarta: PPM Manajemen.
Batubara, C. (2008). Hubungan Industrial. Seri Manajemen SDM No.14.
Jakarta: Penerbit PPM. ISBN: 979-442-224-X.
Gaol, C.J.L. (2014). A to Z Human Capital Manajemen Sumber Daya
Manusia: Konsep, Teori, dan Pengembangan dalam Konteks
Organisasi Publik dan Bisnis. Jakarta: PT Grasindo.
Haryani, S. (2002). Hubungan Industrial Di Indonesia. Yogyakarta: UPP
AMP YKPN.
Heidjrahman, R. & Husnan, S. (1983). Manajemen Personalia. Yogyakarta:
BPFE UGM.
Jaya, S. (2017). Konsepsi Hubungan Industrial dan Implementasinya.
Dalam A.M.L. Agung & F. Doringin. Practical Human Resources:
Praktik Terbaik SDM Perusahaan Di Indonesia. Yogyakarta: Penerbit
PT Kanisius. ISBN: 978-979-21-5024-7.
Simanjuntak, P.J. (2009). Manajemen Hubungan Industrial. Jakarta:
Penerbit Jala Permata Aksara.
Sumanto. (2014). Hubungan Industrial. Yogyakarta: Center of Academic
Publishing Service.
Suprihanto, J. (1992). Hubungan Industrial: Sebuah Pengantar. Yogyakarta:
BPFE UGM.
Widodo, S.E. (2015). Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ISBN 978-602-229-395-8.

Manajemen Hubungan Industrial | 293

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

GLOSARIUM

Akuisisi : Penggabungan

Asumsi: Dugaan yang diterima sebagai dasar

Covid-19: Penyakit virus Corona (COVID-19) adalah penyakit menular yang


disebabkan oleh virus SARS-CoV-2.

Divestasi: Pengurangan

Defensive: Sikap bertahan

Demosi : Pemindahan suatu pekerjaan ke jabatan yang lebih rendah

Distorsi : Penyimpangan; pemutarbalikan suatu fakta, aturan, dan


sebagainya

Efektif: Suatu akibat yang mengarah positif dan berhasil

294 | MSDM Dalam Organisasi

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

Efisien: Melakukan pekerjaan dengan tepat dan mampu menjalankan


tugas dengan cermat, dan berdaya guna

Ekonomis: Bersifat hati-hati dalam pengeluaran uang, penggunaan barang

Employee: Karyawan

Family Tree/Organigram: Pohon keluarga

Feedback: Tanggapan atau respon

Financial: Berhubungan dengan keuangan

Humanistic Orientation : orientasi pada kemanusiaan

Herzberg – Two Motivation Factors : Terdiri dari 2 faktor yaitu faktor


motivasional dan faktor pemeliharaan. (1) Faktor motivasional yaitu hal-
hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik dan (2) Faktor
hygiene atau pemeliharaan, yaitu faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik,
yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku
seseorang dalam kehidupan seseorang.

Incremental: Senantiasa meningkat

Interdisipliner: Pendekatan pemecahan masalah

Glosarium | 295

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

Inisiatif : Tindakan yang didasari oleh kemauan diri sendiri

Interaksional: Hal saling melakukan aksi, berhubungan, memengaruhi;


antar hubungan

Integratif: Penyatuan atau penggabungan, pembaharuan hingga menjadi


kesatuan yang utuh

Informatif: Bersifat menerangkan, memberikan informasi

Joint Venture: penyelenggaraan bisnis bersama

Job Description: Deskripsi pekerjaan

Job Specification: Spesifikasi pekerjaan

Jobs Descriptive: Index JDI skala kepuasan kerja dengan pertanyaan yang
terpisah antara upah, promosi, penyelia, pekerjaan dan rekan kerja

Kepuasan kerja: adalah suatu sikap karyawan terhadap pekerjaan yang


berhubungan dengan situasi kerja, kerjasama antar karyawan, imbalan
yang diterima kerja, dan hal-hal yang menyangkut faktor fisik dan
psikologis.

Karier: Perkembangan dan kemajuan dalam kehidupan, pekerjaan,


jabatan, dan sebagainya

Kecekatan: Tanggap, Cepat mengerti

Kualitas: Tingkat baik buruknya sesuatu

Kuantitas: Banyaknya atau jumlah dari sesuatu

296 | MSDM Dalam Organisasi

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

Komunikasi: Pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua


orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami;
hubungan; kontak

Kompensasi: Kompensasi menurut KBBI adalah imbalan berupa uang atau


bukan uang (natura), yang diberikan kepada karyawan dalam perusahaan
atau organisasi

Likuidasi: Pembubaran

Linier: Terletak pada suatu garis lurus (serumpun, searah)

LMX theory: Leader-member exchange theory.

Minnesota Satisfaction Questionnairre MSQ: Pengukuran kepuasan kerja


yag menggunakan indikator seperti kemampuan umum, pencapaian
prestasi, aktivitas, kemajuan, otoritas, rekan kerja, kompensasi upah,
kondisi kerja, kemandirian, kreativitas, nilai-nilai moral, pengakuan,
tanggung jawab, keamanan, layanan sosial, status sosial, hubungan
personal, penyelia teknis, variasi kerja, kebijaksanaan kegiatan lembaga.

Metode Single Global Rating: Suatu cara mengukur kepuasan dengan


menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab responden
secara individual.

Metode Summation Score: Mengukur kepuasan dengan cara


mengidentifikasi elemen-elemen kunci di dalam suatu pekerjaan, untuk
ditanyakan bagaimana perasaan seorang pekerja, Pertanyaan-pertanyaan
dibuat mengenai hakikat pekerjaan, supervisi, gaji upah yang diterima
sekarang, kesempatan promosi dan hubungan antara rekan kerja.

Glosarium | 297

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

Maslow - Hierarchy Of Need: adalah suatu kebutuhan yang tidak lagi akan
berfungsi sebagai motivator ketika kebutuhan-kebutuhan tersebut telah
terpenuhi oleh individu tersebut. Hal ini tentulah menuai banyak kritik dan
koreksi, salah satunya yakni pendapat yang mengatakan bahwa usaha
pencapaian kepuasan kebutuhan ini berlangsung secara bersamaan, yang
mana ketika pemuasan terhadap satu kebutuhan, maka kebutuhan-
kebutuhan lain juga mengikut secara bersamaan

McClelland - Achievement Theory: Ketika muncul suatu kebutuhan yang


kuat dalam diri seseorang, kebutuhan tersebut memotivasi dirinya untuk
menggunakan perilaku yang berorientasi pada kepuasan.

Manajemen: Penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai


sasaran

Model: Pola (contoh, acuan, ragam, dan sebagainya) dari sesuatu yang
akan dibuat atau dihasilkan

On the job training: Pelatihan

Objektif: Keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat atau


pandangan pribadi

Organisasi: Kelompok kerjasama antara orang-orang yang diadakan untuk


mencapai tujuan bersama

Penetrasi Pasar : Pengembangan Pasar

298 | MSDM Dalam Organisasi

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

Pay Satisfaction Questinairre: Pengukuran ini difokuskan pada sikap


pekerja terhadap berbagai aspek dalam pengupahan,

Porter Need Satisfaction Questionairre NSQ: Pengukuran kepuasan kerja


yang khusus mengukur pekerja tingkat manajemen.

Penyelia: Pengawas

Personalia: Bagian dari organisasi yang mengurus soal kepegawaian

Prestasi: Hasil dari usaha yang telah dikerjakan

Produktivitas: Perbandingan antara luaran (output) dengan masukan


(input)

Promosi: Upaya untuk memberitahukan atau menawarkan

Persuasif: Bersifat membujuk secara halus (supaya menjadi yakin)

Pandemi: Pandemi adalah epidemi penyakit yang menyebar di wilayah


yang luas, misalnya beberapa benua, atau di seluruh dunia.

Rasionalisasi: Rasional

Reliabel: Mempunyai atau mendatangkan hasil yang sama pada setiap


percobaan

Review : Ulasan, Tinjauan

Reward : Penghargaan

Glosarium | 299

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

Regulatif: Berhubungan dengan aturan (peraturan)

Subjektif: Mengenai atau menurut pandangan (perasaan) sendiri

Sumber Daya Manusia: Potensi manusia yang dapat dikembangkan untuk


proses produksi

Stakeholder: Semua pihak baik individu maupun kolektif (kelompok)

SDM: Sumber Daya Manusia.

SLT: Situational Leadership Theory.

Training: Pelatihan

Transfer: Pindah atau beralih tempat

Transaksional:Berhubungan dengan transaksi: pemberian imbalan atas


kinerja bawahan yang baik merupakan ciri kepemimpinan

Valid: Sah, Sahih

300 | MSDM Dalam Organisasi

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

Glosarium | 301

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

PROFIL PENULIS

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

Dr. Samsul Rizal, S.E., M.M.


Penulis lahir di Cendana Putih III, tanggal 07 Februari
1984 adalah dosen di Universitas Muhammadiyah
Makassar sejak tahun 2007, dan sekarang telah
berpangkat Lektor. Penulis meraih gelar Sarjana
Ekonomi pada tahun 2006 dengan meraih
penghargaan sebagai mahasiswa berprestasi tingkat
Universitas, setelah penulis melanjutkan studi
magister manajemen di UNISMUH Makassar dan
meraih gelar M.M pada tahun 2010, selanjutnya penulis melanjutkan
pendidikan doktor di Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar pada
tahun 2019, dan menyelesaikan pendidikan Doktor pada tahun 2022.
Penulis pernah menjabat sekretaris jurusan manajemen di Fakultas
Ekonomi UNISMUH Makassar selama 6 (enam) tahun, dan menjabat wakil
dekan 3 (tiga) selama 6 (enam) tahun di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB)
UNISMUH Makassar. Penulis diberikan tugas untuk mengajar dalam
beberapa mata kuliah antara lain: Mata Kuliah Komunikasi Bisnis, Etika
Bisnis Syariah, Pengantar Manajemen, Pengantar Bisnis, Kewirausahaan
dan Manajemen Sumber Daya. Sekarang penulis juga berkecimpung di
sebuah Organisasi Nirlaba Global Synergi Institute (GSI) yang berfokus
pada kegiatan riset, coaching dan ons ultan UMKM.

Dr. Nicholas Simarmata, S.Psi., M.A.


Penulis lahir di Yogyakarta pada tanggal 24 September
1979. Ia adalah dosen pada Program Studi Psikologi,
Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana sejak tahun
2010 hingga sekarang. Pada tahun 1998, ia kuliah S1
di Universitas Sanata Dharma pada jurusan Psikologi.
Kemudian pada tahun 2006, is kuliah S2 di Universitas
Gadjah Mada pada jurusan Psikologi Industri
Organisasi. Lalu pada tahun 2015, ia kuliah S3 di
Universitas Gadjah Mada pada jurusan Psikologi. Tema riset yang ia minati
adalah di bidang Psikologi Organisasi termasuk juga Psikologi Budaya,
Psikologi Sosial, Psikologi Pendidikan, Psikologi Positif, Psikologi
Perkembangan, dan Psikologi Klinis, baik dengan metode kuantitatif

Profil Penulis | 311

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

maupun kualitatif. Ia pernah mendapatkan penghargaan the best paper


pada International Conference on Advances Social Sciences and
Community Development pada tahun 2019 di Sekolah Tinggi
Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta. Ia juga sebagai
peninjau pada Jurnal Psikologi Udayana (Program Studi Psikologi, Fakultas
Kedokteran, Universitas Udayana) dan Jurnal Perseptual (Fakultas
Psikologi, Universitas Muria Kudus). Ia juga menulis bab dalam buku (book
chapter) yang berjudul Psikologi Positif dalam Perkembangan Manusia,
Psikologi Positif ala Generasi Milenial, Family Resilience dalam
Menghadapi Pandemi Covid-19, Kesehatan dan Keselamatan Kerja Era
Society 5.0, Isu-isu Kontemporer Manajemen Sumber Daya Manusia di Era
Sosiety 5.0, Dasar Manajemen dan Bisnis, Human Resource Management
5.0, dan Perilaku Keorganisasian, dan Manajemen Sumber Daya Manusia.
Email: nicholas@unud.ac.id

312 | MSDM Dalam Organisasi

www.penerbitwidina.com
www.penerbitwidina.com

www.penerbitwidina.com
View publication stats

Anda mungkin juga menyukai