Anda di halaman 1dari 26

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/375861677

Tinjauan Pendidikan Dari Perspektif Konstruktivisme Dan Perspektif Kritis

Chapter · November 2023

CITATIONS READS

0 64

1 author:

Hunaepi Hunaepi
ikip mataram
57 PUBLICATIONS 255 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Hunaepi Hunaepi on 23 November 2023.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


1
Tinjauan Pendidikan Dari Perspektif Konstruktivisme Dan Perspektif
Kritis

Hunaepi (NIM. 2339011036)


hunaepi@undikma.ac.id

Ringkasan
Paradigma konstruktivisme dalam pendidikan menekankan bahwa pengetahuan tidak
hanya diterima secara pasif, tetapi dipahami melalui keterlibatan individu dengan
informasi dan pengalaman. Pendekatan konstruktivis bertujuan untuk mendorong siswa
agar berperan aktif dalam proses pembelajaran, membangun pengetahuan mereka
sendiri melalui refleksi, dialog, dan eksperimen, dengan guru berperan sebagai
fasilitator pembelajaran. Pendekatan ini memiliki keunggulan dalam meningkatkan
kemandirian siswa dan kemampuan berpikir kritis. Namun, ada beberapa kritik terhadap
pendekatan ini, seperti mungkin mengabaikan pemahaman dasar dalam subjek yang
kompleks dan kesulitan implementasi tanpa sumber daya atau dukungan yang memadai.
Pendekatan kritis dalam pendidikan menyoroti isu-isu ketidaksetaraan sosial dan politik
dalam sistem pendidikan. Pendidikan tradisional sering kali memperkuat
ketidaksetaraan dan ketidakadilan serta mengabaikan perspektif sosial, etnis, dan
gender. Tujuan pendidikan kritis adalah membantu siswa memahami aspek-aspek sosial
dan politik dalam pendidikan, meragukan status quo, dan mendukung pemahaman yang
lebih mendalam tentang ketidaksetaraan dalam masyarakat. Guru dalam pendidikan
kritis berperan sebagai fasilitator yang mendorong siswa untuk menjadi warga yang
berpikiran kritis dan sosial. Pendekatan pendidikan kritis mendapat pujian karena
meningkatkan kesadaran sosial dan politik. Namun, ada kritik terhadap pendekatan ini,
seperti subjektivitas, potensi pandangan yang bias, dan kurangnya fokus pada
penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang konkret. Selain itu, ada tantangan
dalam mengintegrasikan pendekatan kritis ke dalam kurikulum yang sering diatur oleh
lembaga dan pemerintah.

Kata Kunci: Pendidikan; Konstruktivisme; Kritis

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perubahan sistem pendidikan di Indoensia merupakan transformasi yang kritikal, di mana
perlu meningkatkan kualitas pendidikan dalam menghadapi tantangan globalisasi. (Kasim et
al., 2017) Ini sejalan dengan dinamika pendidikan pada abad 21 yang bertujuan melahirkan
generasi yang dapat berpikir secara kreatif, inovatif, dan kritis. Perubahan yang direncanakan
bertujuan untuk diversifikasi penyediaan pendidikan berkualitas dan pembangunan sumber
daya manusia. Produk sumber daya manusia dari sistem pendidikan diharapkan dapat
membawa perubahan sesuai dengan tujuan Pendidikan.
Pendidikan sendiri memiliki makna sebagai sarana untuk mengasah kemampuan,
membentuk karakter, dan menjadikan peserta didik memiliki kepribadian yang bermartabat
(Utari et al., 2014). Di Indonesia, prinsip-prinsip ini tercermin dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945, khususnya dalam alinea ke-empat yang menyatakan tujuan untuk
"mencerdaskan kehidupan bangsa."
Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah salah satu tujuan penting dari pendidikan di
Indonesia. Tujuan ini mencakup upaya untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan
karakter warga negara agar mereka dapat berkontribusi secara positif dalam membangun
masyarakat dan negara yang lebih baik (Maladerita et al., 2023; Pangalila et al., 2020).
Pendidikan memiliki peran sentral dalam mencapai tujuan ini, karena melalui pendidikan,
individu dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk
menjadi warga negara yang cerdas, produktif, dan bermoral.
Selain itu, pendidikan juga berperan dalam memajukan pembangunan sosial, ekonomi,
dan budaya negara. Dengan memberikan pendidikan yang berkualitas kepada masyarakat,
Indonesia dapat menciptakan generasi yang siap menghadapi tantangan masa depan dan
berkontribusi positif terhadap kemajuan bangsa. Penting untuk terus memperhatikan dan
mendukung pendidikan yang berkualitas di Indonesia agar tujuan mencerdaskan kehidupan
bangsa sesuai dengan UUD 1945 dapat tercapai dengan baik.
Dalam beberapa literatur dikatakan bahwa pendidikan memiliki peran yang sangat
signifikan dalam perkembangan individu dan masyarakat, dengan pengaruh yang luas. Lebih
dari sekadar peningkatan pengetahuan, pendidikan juga berfokus pada pengembangan
kemampuan berpikir, sikap, dan nilai-nilai yang membentuk karakter individu dan
kontribusinya pada masyarakat. Dua perspektif menarik dalam mengkaji pendidikan adalah
konstruktivisme dan perspektif kritis.
Pendidikan terus mengalami perkembangan yang dinamis, melibatkan berbagai
pandangan dan teori, termasuk konstruktivisme dan perspektif kritis. Konstruktivisme
menitikberatkan pada pentingnya pembelajaran yang aktif, interaktif, dan berfokus pada siswa
(Iofciu et al., 2012). Di sisi lain, perspektif kritis menyoroti pentingnya pemahaman kritis dan
analisis sosial dalam pendidikan. Dalam tulisan ini, akan mengkaji Pendidikan dari dua
perspektif yakni konstruktivis dan kritis. Perspektif ini secara lebih mendalam dan
menganalisis bagaimana teori-teori ini bisa diaplikasikan dalam konteks pendidikan..
Konstruktivisme memandang pendidikan sebagai proses di mana individu membangun
pengetahuan mereka sendiri melalui pengalaman, refleksi, dan interaksi dengan lingkungan
sekitarnya (Tsai et al., 2023). Teori ini menekankan bahwa pembelajaran menjadi lebih efektif
ketika siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan secara aktif membangun pemahaman
mereka sendiri, bukan hanya menerima informasi secara pasif. Pendekatan ini menilai peran
individu dalam membangun pengetahuan dan menganggap pendidikan sebagai sarana untuk
mengembangkan pemikiran kritis, keterampilan dalam pemecahan masalah, dan kemampuan

3
belajar sepanjang hidup (Pande & Bharathi, 2020). Jayendra menjelaskan bahwa
konstruktivisme adalah suatu teori dalam bidang pendidikan yang menekankan peran aktif
pembelajar dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri berdasarkan pengalaman, persepsi,
dan pemahaman individu (Jayendra, 2017). Teori konstruktivisme menganggap bahwa
pembelajaran bukan hanya tentang mentransfer informasi dari guru ke siswa, tetapi juga
melibatkan proses di mana siswa secara aktif membangun pemahaman mereka sendiri (Wu et
al., 2022).
Di sisi lain, perspektif kritis menekankan bahwa pendidikan juga perlu digunakan sebagai
alat untuk mengidentifikasi serta mengatasi ketidak setaraan, penindasan, dan masalah social
(Afida, 2016). Pendidikan dari sudut pandang kritis menekankan pentingnya melibatkan siswa
dalam pemahaman yang kritis terhadap struktur kekuasaan, ketidak setaraan sosial, dan ketidak
adilan. Pemahaman isu-isu sosial yang relevan dikembangkan melalui pendidikan ini, dan
siswa didorong untuk menjadi agen perubahan dalam masyarakat. Adnan menyatakan bahwa
Paradigma pendidikan kritis, yaitu paradigma pendidikan yang menganut bahwa pendidikan
adalah diorientasikan pada refleksi kritis terhadap sistem dan struktur sosial yang menyebabkan
terjadinya berbagai ketimpangan. Paradigma pendidikan kritis mengarahkan peserta didik pada
kesadaran kritis, yaitu jenis kesadaran yang melihat realitas sebagai satu kesatuan yang
kompleks dan saling terkait satu sama lain (Adnan, 2015).

B. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah:
1. Menganalisis konsep dan prinsip dasar dari perspektif konstruktivis dan perspektif
kritis dalam pendidikan.
2. Eksplorasi aplikasi dan implikasi dari kedua perspektif ini dalam praktik pendidikan.
3. Membandingkan persamaan dan perbedaan antara perspektif konstruktivis dan
perspektif kritis.
4. Mengidentifikasi manfaat dan tantangan dalam menerapkan kedua perspektif ini dalam
konteks pendidikan.
5. Mengindentifikasi implikasi Pendidikan konstruktivis dan kritis dalam Pendidikan
kontemporer

C. Pertanyaan-pertanyaan
Dalam makalah ini, kami akan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Apa konsep dasar dari perspektif konstruktivis dan perspektif kritis dalam pendidikan?
2. Bagaimana kedua perspektif ini dapat diterapkan dalam praktik pendidikan?
3. Apa persamaan dan perbedaan antara perspektif konstruktivis dan perspektif kritis?
4. Apa manfaat dan tantangan dalam menerapkan kedua perspektif ini dalam konteks
pendidikan?
5. Bagaiman implikasi Pendidikan konstruktivis dan kritis dalam Pendidikan kontemporer

4
BAB II
METODE PENYUSUNAN

Metode yang digunakan dalam menjawab pertanyaan yang telah diajukan dalam makalah
di atas, dengan tinjauan literatur. Dalam proses ini, telah merujuk berbagai sumber literatur
yang relevan, dengan menggunakan berbagai basis data akademik serta sumber-sumber yang
terpercaya, seperti Google Scholar, ResearchGate, Springer, dan Elsevier. Dalam penyusunan
makalah ini penulis memanfaatkan AI untuk memudahkan menyusun kerangka makalah yang
akan di kembangkan.

5
BAB III
TINJAUAN LITERATUR

Pendidikan merupakan suatu proses di mana individu memperoleh pengetahuan,


keterampilan, nilai, dan sikap melalui berbagai sarana, baik yang formal maupun informal
(Aningsih et al., 2022; Nargiza, 2022). (Awaluddin et al., 2022) menegaskan bahwa pendidikan
memainkan peran kunci dalam menciptakan masyarakat yang berorientasi pada masa depan,
berkelanjutan, dan damai. Peran pendidikan sangatlah vital dalam perkembangan personal dan
sosial seseorang. Pendidikan memiliki beragam bentuk dan tujuan, seperti pengembangan diri,
kemajuan karier, dan kemajuan dalam konteks sosial. Pendidikan diakui sebagai hak asasi
manusia dalam banyak deklarasi hak asasi manusia internasional. Ini menegaskan bahwa setiap
individu berhak atas akses yang setara dan adil terhadap pendidikan tanpa diskriminasi (Cole,
2022), serta memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan individu dan kemajuan
masyarakat secara keseluruhan. (Wibowo, 2022) Pendidikan merupaka hak pundametal yang
harus didapatkan oleh setiap warga negara di Indonesia. Pendidikan memberdayakan individu
untuk membuat keputusan yang berlandaskan pengetahuan, berpartisipasi aktif dalam
komunitas mereka, serta berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi dan social
Beberaap pertanyaan-pertanyaan penting yang perlu dijelaskan agar pemahaman tentang
tinjauan pendidikan dari perspektif konstruktivisme dan perspektif kritis dapat terpenuhi,
adapun pertanyaan tersebut antara lain; 1) Apa konsep dasar dari perspektif konstruktivis dan
perspektif kritis dalam pendidikan?, 2) Bagaimana kedua perspektif ini dapat diterapkan dalam
praktik pendidikan?, 3) Apa persamaan dan perbedaan antara perspektif konstruktivis dan
perspektif kritis?, dan 4) Apa manfaat dan tantangan dalam menerapkan kedua perspektif ini
dalam konteks pendidikan? 5) Bagaiman implikasi Pendidikan konstruktivis dan kritis dalam
Pendidikan kontemporer

Konsep Dasar perspektif konstruktivis dan perspektif kritis dalam Pendidikan


1. Konstruktivis dalam Pendidikan
Konsep Dasar Perspektif Konstruktivis dalam Pendidikan adalah kerangka pemikiran
yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Konsep ini berakar dari teori konstruktivisme,
yang dikembangkan oleh para ahli seperti Jean Piaget, Lev Vygotsky, dan Jerome Bruner.
Perspektif konstruktivis dalam pendidikan menekankan bahwa pembelajaran adalah proses
yang aktif, di mana individu membangun pengetahuannya sendiri melalui pengalaman dan
interaksi dengan lingkungan mereka (Costa-Lopes & Cunha, 2020).
Konstruktivisme adalah salah satu paradigma filosofis yang memiliki pengaruh besar
dalam dunia pendidikan dan pemahaman manusia. Paradigma ini mengacu pada pemahaman
bahwa pengetahuan tidak hanya diterima oleh individu secara pasif, tetapi juga dibangun
melalui interaksi mereka dengan lingkungan dan pengalaman (Maswi et al., 2022; Syihabudin
et al., 2023). Berikut adalah beberapa konsep penting dari perspektif konstruktivis dalam
konteks pendidikan:
a. Peran Pendidikan: Dalam perspektif konstruktivis, pendidikan dianggap sebagai model
penting dalam perkembangan individu. Pendidikan membantu individu untuk memahami
dunia di sekitar mereka, membangun pengetahuan, dan (Zurna et al., 2022)
mengembangkan sikap, (Kusumawati et al., 2022) kemampuan berpikir kritis, dan kreatif
b. Kelangsungan Hidup dan Adaptasi: Konstruktivisme mengakui bahwa pendidikan tidak
hanya tentang memahami konsep akademis, tetapi juga tentang mempersiapkan individu
untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan nyata. Ini termasuk belajar bagaimana
beradaptasi dengan perubahan dan mengeksplorasi cara-cara baru untuk menyelesaikan
masalah.

6
c. Perubahan dari "Manusia Alami" ke "Manusia Budaya": Dalam pandangan konstruktivis,
manusia alami adalah individu yang belum memiliki pengetahuan yang terbentuk. Melalui
interaksi dengan lingkungannya dan pengalaman belajar, individu berubah menjadi
"manusia budaya," yang memiliki pengetahuan dan pemahaman yang lebih mendalam
tentang dunia di sekitarnya (Borisov, 2014).
d. Tujuan Pendidikan: Tujuan pendidikan dalam paradigma konstruktivis adalah untuk
mendorong pertumbuhan dari tingkat kesadaran yang lebih rendah ke tingkat "Pemikiran
absolut." Pemikiran absolut mengacu pada kemampuan individu untuk berpikir secara
independen dan kritis, terlepas dari pengaruh lingkungannya.
e. Interaksi dengan Lingkungan: Konstruktivisme menekankan pentingnya interaksi individu
dengan lingkungan mereka. Pengalaman, baik dalam bentuk pengamatan, percobaan, atau
komunikasi dengan orang lain, memainkan peran kunci dalam pembentukan pengetahuan
individu.
f. Stimulasi Lingkungan: Lingkungan dipersepsikan sebagai faktor yang merangsang
aktivitas berpikir individu. Ini berarti bahwa pendidik harus menciptakan lingkungan
belajar yang merangsang, menantang, dan memfasilitasi perkembangan pengetahuan.
Dalam konteks pendidikan, pendekatan konstruktivis memandang siswa sebagai aktor
aktif dalam proses pembelajaran mereka, dan guru berperan sebagai fasilitator pembelajaran,
membantu siswa dalam membangun pengetahuan mereka sendiri. Pendekatan ini menekankan
pentingnya diskusi, refleksi, kolaborasi, dan pemecahan masalah dalam pembelajaran. Dengan
demikian, paradigma konstruktivis dapat memberikan manfaat signifikan dalam penelitian di
berbagai bidang studi dan dalam kegiatan belajar mengajar di semua tingkat Pendidikan (Adom
et al., 2016).
Konstruktivisme mendorong pembelajaran yang berpusat pada siswa, sehingga siswa
terlibat secara aktif dalam proses menciptakan ide dan penemuan baru. Oleh karena itu, lebih
ideal jika proses pembelajaran diorganisir untuk membantu siswa mengubah pengalaman
belajar mereka menjadi informasi yang relevan. Dari perspektif Konstruktivisme, partisipasi
siswa menjadi sangat penting, karena mereka harus diberi kebebasan berpikir agar terbiasa
berpikir dan memiliki sikap belajar yang positif.
Alternatif terbaik, menurut para filsuf konstruktivis, adalah melibatkan pembelajar
sepenuhnya dalam proses belajar mengajar sehingga mereka dapat menemukan informasi atau
"kebenaran" secara mandiri. Konstruktivisme dan konstruktivisme sosial secara konsisten
diusulkan sebagai konsep untuk meningkatkan proses pembelajaran di kelas, sehingga
pembelajaran yang lebih efektif dan bermakna dapat terjadi (Toinpere & Frederick, 2022).
Konstruktivisme adalah sudut pandang filosofis, tetapi sekarang dipandang sebagai
filsafat pendidikan mutakhir. Menurut pandangan konstruktivis, pengetahuan manusia
dibangun melalui interaksi dengan objek, peristiwa, pengalaman, dan lingkungan (Kusuma et
al., 2021). Dalam penggunaannya, konstruktivisme didasarkan pada gagasan bahwa informasi
tidak hanya dipindahkan, tetapi juga muncul dan berkembang dalam pikiran manusia melalui
proses konstruksi (Mayer, 2002) sehingga proses pembelajaran lebih bermakna.
Dengan demikian, menerapkan filsafat konstruktivisme dalam pendidikan mengacu pada
nilai dan proses pendidikan yang melibatkan sistem yang ada, sehingga memiliki dasar yang
kuat pada prinsip-prinsip materi pembelajaran dan karakter siswa (Sofa & Safitri, 2022).
Pengertian yang terkandung dalam konstruktivisme mengindikasikan bahwa implementasi
proses ini melibatkan unsur-unsur inti yang diharapkan.
Berikut adalah uraian yang mendalam dan kritis tentang konsep dasar perspektif
konstruktivis dalam pendidikan:
1. Konstruksi Pengetahuan: Perspektif konstruktivis menyatakan bahwa pengetahuan
bukanlah sesuatu yang diserap pasif dari luar, melainkan sesuatu yang dibangun oleh
individu melalui pengalaman dan refleksi (Dafrizal, 2021). Ini berarti bahwa setiap individu

7
memiliki peran aktif dalam proses pembelajaran mereka. Ketika seseorang mengalami
sesuatu, mereka mengonstruksi pengetahuan mereka sendiri melalui interpretasi dan
refleksi terhadap pengalaman tersebut.
2. Peran Guru: Dalam perspektif konstruktivis, peran guru bukanlah sebagai sumber tunggal
pengetahuan, tetapi sebagai fasilitator dan panduan dalam proses pembelajaran. Guru harus
menciptakan lingkungan yang merangsang pembelajaran, memberikan pertanyaan yang
menantang, dan memfasilitasi diskusi serta kolaborasi antar siswa (Chen et al., 2022).
Mereka harus membantu siswa untuk mengonstruksi pengetahuan mereka sendiri daripada
hanya memberikan informasi.
3. Pengalaman Aktif: Pendekatan konstruktivis menekankan pentingnya pengalaman aktif
dalam pembelajaran (Saksono et al., 2023). Ini dapat mencakup eksperimen, proyek,
diskusi, dan interaksi sosial. Melalui pengalaman aktif ini, siswa dapat mengonstruksi
pemahaman mereka sendiri tentang konsep-konsep dan materi pelajaran.
4. Sosial Konstruktivisme: Lev Vygotsky memperkenalkan gagasan sosial konstruktivisme,
yang menyatakan bahwa pembelajaran sering terjadi melalui interaksi sosial. Siswa dapat
membangun pengetahuan mereka melalui diskusi dengan rekan-rekan mereka,
berkolaborasi dalam proyek, dan mendapatkan panduan dari mereka yang lebih
berpengalaman. Ini menggambarkan pentingnya konteks sosial dalam pembelajaran (Saul,
2022).
5. Pembelajaran Kontekstual: Konstruktivisme juga menekankan pentingnya konteks dalam
pembelajaran. Pengetahuan bukanlah entitas yang terisolasi, melainkan terkait erat dengan
konteks di mana pengetahuan itu diterapkan. Oleh karena itu, pembelajaran harus relevan
dengan situasi kehidupan nyata siswa.
6. Pemahaman yang Dalam: Pendekatan konstruktivis mengejar pemahaman yang mendalam
daripada sekadar menghafal fakta. Siswa diajak untuk berpikir kritis, menganalisis, dan
merumuskan konsep-konsep mereka sendiri (Husna, 2023). Pemahaman yang mendalam
memungkinkan siswa untuk menerapkan pengetahuan mereka dalam berbagai konteks.
Namun, penting untuk diingat bahwa pendekatan konstruktivis juga memiliki beberapa
kritik. Beberapa orang berpendapat bahwa tidak semua pengetahuan dapat dihasilkan sendiri
oleh siswa, dan ada konten tertentu yang harus diajarkan secara langsung. Selain itu,
pendekatan ini dapat memerlukan waktu lebih lama dalam proses pembelajaran daripada
metode pengajaran tradisional.
Konsep dasar perspektif konstruktivis dalam pendidikan menekankan bahwa
pembelajaran adalah proses aktif di mana individu membangun pengetahuannya sendiri
melalui pengalaman, interaksi sosial, dan refleksi. Guru berperan sebagai fasilitator dan siswa
diajak untuk berpikir kritis, berkolaborasi, dan memahami pengetahuan secara mendalam.
Meskipun pendekatan ini memiliki kelebihan dan kekurangan, akan tetap menjadi pandangan
penting dalam pengembangan pendidikan modern.

2. Perspektif Kritis dalam Pendidikan


Paulo Freire, seorang filsuf dan pendidik terkenal, yang dikenal dengan konsep
pendidikan pembebasan. Dalam kutipan tersebut, Freire menyebut "kebudayaan bisu" atau "the
culture of silence." Ini merujuk pada situasi di mana manusia menjadi terkekang oleh norma-
norma sosial dan konvensi yang menghambat mereka untuk bertindak dan berpikir secara
independen. Freire berpendapat bahwa individu akan menjadi lebih bebas jika mereka memiliki
pemahaman tentang masalah yang mereka hadapi. Namun, masalah muncul ketika mereka
tidak memiliki pengetahuan atau pemahaman tentang masalah tersebut. Dalam keadaan ini,
mereka mungkin cenderung mengikuti norma-norma yang ada dan mengikuti otoritas yang
mungkin tidak selalu berdampak positif.

8
Freire berusaha untuk menghadapkan pendidikan dengan realitas yang ada di sekitarnya.
Ia mempromosikan pendidikan yang tidak hanya mengajarkan pengetahuan, tetapi juga
memberdayakan individu untuk berpikir kritis dan memahami dunia di sekitar mereka. Dalam
pemikiran Freire, pendidikan harus membantu individu untuk memahami realitas mereka
secara kritis dan untuk bertindak untuk mengubahnya jika diperlukan.
Pendekatan ini sering dikaitkan dengan pendidikan kritis dan pendidikan pembebasan
yang menekankan pentingnya menghilangkan ketidaksetaraan sosial, politik, dan ekonomi
serta memberikan individu kemampuan untuk berpartisipasi aktif dalam masyarakat dan
mengatasi ketidakadilan yang ada (Poulo, 2001).
Pedagogi kritis memang merupakan suatu filsafat dalam bidang pendidikan yang berakar
pada konsep dan tradisi teori kritis. Ini adalah pendekatan pengajaran dan pembelajaran yang
lebih dari sekadar menyampaikan pengetahuan dan keterampilan; hal ini bertujuan untuk
menumbuhkan pemikiran kritis dan kesadaran terhadap isu-isu sosial, yang pada akhirnya
berupaya menuju perubahan sosial dan keadilan. Pedagogi kritis menganut keyakinan bahwa
pendidik harus mendorong peserta didik untuk mengkaji struktur kekuasaan dan pola
ketidaksetaraan melalui kebangkitan kesadaran kritis dalam upaya emansipasi dari penindasan.
Pedagogi kritis adalah sebuah aliran atau paham dalam pendidikan yang memiliki tujuan
utama untuk memberdayakan atau membebaskan individu dari berbagai bentuk ketidakadilan
sosial dan kekuasaan dominan. Aliran ini berangkat dari pandangan bahwa pendidikan tidak
dapat dipisahkan dari konteks sosial, budaya, (Fitramadhana, 2022) ekonomi, dan politik yang
lebih luas, dan bahwa institusi pendidikan tidaklah netral, independen, atau bebas dari berbagai
kepentingan yang ada dalam masyarakat.
Pendidikan kritis pada dasarnya merupakan aliran atau paham dalam pendidikan yang
bertujuan untuk memberdayakan atau membebaskan individu. Teori kritis melangkah lebih
jauh dengan mengkritik berbagai paradigma ilmu pengetahuan yang dianggap tidak lagi
bersifat kritis, karena tidak mampu lagi melihat dehumanisasi atau alienasi dalam proses
modernisasi yang sedang berlangsung. Menurut teori kritis, ilmu pengetahuan manusia sering
kali hanya digunakan untuk mempertahankan status quo. Teori ini mempromosikan gagasan
kebebasan dan kritik konstruktif terhadap ilmu pengetahuan dan sistem sosial yang dominan.
Visi pendidikan kritis didasarkan pada pemahaman bahwa pendidikan tidak dapat
dipisahkan dari konteks sosial, budaya, ekonomi, dan politik yang lebih luas. Institusi
pendidikan tidak bersifat netral, independen, atau bebas dari berbagai kepentingan, tetapi
sebaliknya, mereka menjadi bagian dari struktur sosial yang berperan dalam pertarungan
kepentingan. Meskipun pemikiran dalam pendidikan kritis tidak homogen, tujuan umumnya
adalah memberdayakan individu yang tertindas dan mengubah ketidakadilan sosial dalam
masyarakat melalui Pendidikan (Lynn, 2022).
Menurut Mansour Fakih, paradigma pendidikan kritis adalah pendekatan pendidikan
yang mendorong refleksi kritis terhadap ideologi dominan dengan tujuan mencapai
transformasi social (Topatimasang et al., 2010). Pendidikan kritis berupaya menciptakan ruang
bagi peserta didik untuk mengidentifikasi dan menganalisis potensi mereka secara bebas dan
kritis dalam rangka mewujudkan proses transformasi sosial. (Smith & Seal, 2021) menyatakan
bahwa pedagogi kritis sangat penting untuk pengajaran pendidik informal, memungkinkan
dosen dan praktisi untuk mematahkan hegemoni pemikiran neo-liberal dan neo-manajerial
dalam praktik mereka dan dalam pendidikan tinggi, dan melakukan reorientasi diri dan
memeriksa posisi mereka dalam konteks pendidikan tinggi. (Amri & Radino, 2022) Dalam
perspektif kritis, tugas dari pendidikan adalah melakukan refleksi kritis terhadap sistem dan
ideologi dominan yang tengah berlaku di masyarakat, serta memikirkan alternatif lain dalam
pendidikan agar tercapai sebuah transformasi sosial.
Berikut beberapa poin penting dari paradigma pendidikan kritis

9
a. Filsafat Berakar pada Teori Kritis: Pedagogi kritis mengambil inspirasi dari teori kritis,
yang berasal dari Mazhab Frankfurt. Laporan ini mengkaji dinamika kekuasaan dan
kesenjangan dalam masyarakat, yang bertujuan untuk menantang dan
mentransformasikannya melalui Pendidikan (Sholahudin, 2020).
b. Pemberdayaan Komunitas Lokal: Pedagogi kritis berupaya memberdayakan komunitas
lokal dengan memungkinkan mereka menilai secara kritis dan mengubah hubungan sosial
yang ada. Hal ini dapat mengarah pada masyarakat yang lebih adil.
c. Kolaborasi Pendidik: Pendidik, termasuk guru, bekerja sama untuk menerapkan pedagogi
kritis di lembaga pendidikan. Upaya kolaboratif ini penting untuk mewujudkan perubahan
mendasar dalam sistem pendidikan.
d. Kehidupan yang Bermakna bagi Siswa: Tujuan utama pedagogi kritis adalah membantu
siswa menjalani kehidupan yang bermakna. Hal ini lebih dari sekedar mentransfer
pengetahuan dan keterampilan; hal ini mendorong siswa untuk berpikir kritis tentang dunia
mereka dan terlibat dengannya dengan cara yang mendorong perubahan positif.
e. Menumbuhkan Keterampilan, Keberanian, dan Pengetahuan: Melalui pedagogi kritis,
siswa dibimbing dan dididik untuk mengembangkan keterampilan, keberanian, dan
pengetahuan penting. Kualitas-kualitas ini memungkinkan mereka untuk terlibat dalam isu-
isu sosial dan melakukan perubahan.
f. Melestarikan Nilai-Nilai Budaya: Dalam konteks Indonesia, pedagogi kritis dapat
memainkan peran penting dalam melestarikan nilai-nilai leluhur yang mungkin terkikis
akibat perubahan masyarakat.
g. Memaksimalkan Wawasan dan Sensitivitas Moral: Pedagogi kritis dapat meningkatkan
pemahaman siswa terhadap kondisi sosial dan mendorong berkembangnya kepekaan
moral. Hal ini, pada gilirannya, dapat mengarah pada masyarakat yang lebih terbuka, adil,
dan bebas.
Pedagogi kritis adalah filosofi pendidikan yang kuat yang berupaya memberdayakan
siswa untuk menjadi peserta aktif dan kritis dalam masyarakat mereka. Hal ini bukan hanya
tentang memberikan informasi tetapi juga tentang mengembangkan keterampilan dan pola
pikir yang diperlukan untuk menantang norma-norma yang ada dan berupaya menuju masa
depan yang lebih adil dan setara.
Konsep dasar perspektif kritis dalam pendidikan adalah pendekatan yang mengacu pada
pemikiran kritis dan analisis yang mendalam terhadap sistem pendidikan dan perannya dalam
masyarakat. Perspektif kritis dalam pendidikan bertujuan untuk memahami, mengevaluasi, dan
mengubah struktur pendidikan yang ada dengan fokus pada ketidaksetaraan, ketidakadilan, dan
isu-isu sosial yang terkait. Berikut adalah pemahaman mendalam tentang konsep dasar
perspektif kritis dalam pendidikan:
a. Kritik terhadap Kekuasaan dan Struktur Sosial: Perspektif kritis mengakui bahwa
pendidikan bukan hanya tentang mentransmisikan pengetahuan, tetapi juga merupakan alat
kekuasaan yang digunakan oleh pemerintah dan kelompok elit untuk mempertahankan
status quo sosial. Pendekatan ini memeriksa bagaimana pendidikan dapat memperkuat
ketidaksetaraan dan penindasan dalam masyarakat
b. Kritis terhadap Kurikulum: Perspektif kritis mempertanyakan isi kurikulum dan cara
kurikulum tersebut mencerminkan kepentingan dan nilai-nilai yang mendasari masyarakat.
Hal ini melibatkan analisis terhadap bagaimana pengetahuan dipilih, siapa yang
memilihnya, dan bagaimana itu mempengaruhi pandangan dunia siswa.
c. Isu-isu Ketidaksetaraan dan Keadilan: Pendidikan kritis mengidentifikasi ketidaksetaraan
sosial dan ekonomi yang dapat mempengaruhi akses dan hasil pendidikan. Ini mencakup
isu-isu seperti segregasi sekolah, ketidaksetaraan dalam pendanaan pendidikan, dan
ketidaksetaraan peluang pendidikan.

10
d. Pembebasan dan Empowerment: Salah satu tujuan utama perspektif kritis dalam
pendidikan adalah untuk memberdayakan siswa agar menjadi individu yang kritis dan
berpikiran mandiri. Ini mencakup pengembangan keterampilan berpikir kritis, kemampuan
untuk memahami dan menghadapi realitas sosial, serta kemampuan untuk berkontribusi
dalam perubahan sosial positif.
e. Kritis terhadap Praktik Pengajaran: Perspektif kritis juga menggali praktik pengajaran yang
mungkin memperkuat ketidaksetaraan dan penindasan dalam kelas. Ini mencakup
penggunaan metode pengajaran yang mendorong partisipasi aktif siswa, penghargaan
terhadap beragam latar belakang budaya, dan pemberian ruang bagi siswa untuk
mengemukakan perspektif mereka sendiri.
f. Pendidikan untuk Perubahan Sosial: Pendidikan kritis bertujuan untuk mendidik siswa agar
dapat menjadi agen perubahan sosial. Ini melibatkan pemahaman tentang peran mereka
dalam masyarakat dan bagaimana mereka dapat berkontribusi untuk mengatasi
ketidaksetaraan dan ketidakadilan.
g. Kritik terhadap Evaluasi dan Penilaian: Perspektif kritis juga mencermati bagaimana
evaluasi dan penilaian dalam pendidikan dapat memengaruhi siswa dan memberikan
tekanan pada pengukuran hasil pendidikan yang lebih luas daripada hanya tes standar.
Perspektif kritis dalam pendidikan bertujuan untuk menciptakan lingkungan
pembelajaran yang lebih inklusif, adil, dan berpusat pada siswa. Ini juga mendukung
pemahaman yang lebih baik tentang dampak sosial dan politik dari pendidikan dalam
masyarakat. Dengan demikian, pendidikan kritis menjadi penting dalam upaya meningkatkan
kualitas pendidikan dan mengatasi ketidaksetaraan social (Burga et al., 2022).

Bagaimana kedua perspektif ini dapat diterapkan dalam praktik pendidikan?


Perspektif konstruktivis adalah salah satu pendekatan dalam pendidikan yang
menekankan peran aktif siswa dalam membangun pengetahuan dan pemahaman mereka
sendiri. Konstruktivisme memandang bahwa belajar lebih efektif saat siswa aktif terlibat dalam
memproses informasi, mengaitkannya dengan pengetahuan yang telah ada, dan membangun
pemahaman mereka sendiri (Schunk, 2019). Berikut adalah beberapa karakteristik penting dari
pembelajaran konstruktivisme:
a. Konstruksi Pengetahuan: Siswa dianggap sebagai pembangun pengetahuan mereka sendiri.
Mereka aktif terlibat dalam proses pembelajaran, membangun pemahaman mereka melalui
refleksi, eksperimen, diskusi, dan pemecahan masalah. (Nerita et al., 2023) menyatakan
bahwa belajar merupakan proses penciptaan makna sebagai hasil dari pemikiran individu
melalui interaksi dalam suatu konteks social.
b. Pembelajaran Berpusat pada Siswa: Pembelajaran konstruktivis mengutamakan peran
sentral siswa. Guru tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi mereka bertindak sebagai
fasilitator yang membantu siswa menjalani proses pembelajaran mereka sendiri (James A.
Anderson, 2022). (Ichim & Felicia Roman, 2022) Pembelajaran yang berpusat pada siswa
dapat memfasilitasi perkembangan yang harmonis dalam perolehan keterampilan yang
lebih mudah sepanjang hidup.
c. Aktivitas Kognitif: Siswa terlibarat dalam aktivitas kognitif seperti berpikir kritis,
memecahkan masalah, merenungkan pengalaman mereka, dan membuat konsep-konsep
baru. Mereka tidak hanya menerima pengetahuan secara pasif.
d. Interaksi Sosial: Pembelajaran konstruktivisme menekankan pentingnya interaksi sosial.
Siswa belajar melalui kolaborasi dengan teman sebaya, diskusi, dan berbagi pandangan. Ini
membantu mereka memahami berbagai sudut pandang dan memperkaya pemahaman
mereka.

11
e. Pengetahuan Awal: Siswa membawa pengetahuan awal mereka ke dalam pembelajaran.
Guru mengambil ini menjadi pertimbangan saat merancang pengalaman belajar.
Pengetahuan awal dapat membentuk pemahaman siswa tentang topik baru.
f. Keterlibatan Aktif: Siswa aktif terlibat dalam merancang tujuan belajar mereka sendiri dan
membuat keputusan tentang cara mencapainya. Mereka merasa memiliki tanggung jawab
atas pembelajaran mereka sendiri.
g. Refleksi dan Metakognisi: Siswa diajak untuk merenungkan dan memahami proses berpikir
mereka sendiri. Mereka mengembangkan kemampuan metakognisi untuk mengatur,
mengawasi, dan mengontrol pembelajaran mereka.
h. Konstruksi Makna: Pembelajaran konstruktivisme mengakui bahwa setiap individu
mengkonstruksi makna berdasarkan pengalaman pribadi mereka. Ini menghasilkan
pemahaman yang lebih dalam dan relevan.
i. Kaitan dengan Konteks: Pembelajaran konstruktivis mencoba menjadikan pembelajaran
relevan dengan situasi dunia nyata dan konteks siswa. Ini membantu siswa melihat
pentingnya pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari.
j. Pembelajaran kolaboratif: Konstruktivisme menghargai pembelajaran yang melibatkan
interaksi sosial. Guru dapat mengatur kegiatan yang mendorong kolaborasi antara siswa,
seperti diskusi kelompok, proyek kelompok, atau peer teaching. Ini dapat membantu siswa
membangun pengetahuan melalui dialog dan refleksi bersama. Dengan adanya
pembelajaran ini akan dapat terbentuk (Asri, 2022) interaksi social dalam aktivitas
kerjasama dan saling membantu melengkapi agar tercapai tujuan bersama.
1. Evaluasi Formatif: Evaluasi dalam pendekatan konstruktivisme berfokus pada pemahaman
yang mendalam daripada sekadar mengingat informasi. Guru dapat menggunakan penilaian
formatif, seperti tugas proyek, penugasan terstruktur, atau refleksi siswa, untuk mengukur
pemahaman siswa secara holistik.
Karakteristik ini memandu cara pendidik merancang pengalaman belajar yang
mempromosikan pemahaman yang mendalam, pemikiran kritis, dan pembangunan
pengetahuan yang berkelanjutan bagi siswa. Pendekatan konstruktivisme berupaya
menciptakan lingkungan belajar yang mendorong eksplorasi, kolaborasi, dan refleksi yang
mendalam bagi siswa
Model pembelajaran konstruktivis adalah kerangka kerja atau pendekatan yang
digunakan oleh pendidik untuk merancang dan mengelola proses pembelajaran yang mengikuti
prinsip-prinsip konstruktivisme. Model-model ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan
belajar yang memungkinkan siswa aktif terlibat dalam membangun pengetahuan mereka
sendiri melalui pemahaman, eksperimen, interaksi sosial, dan pemecahan masalah. Berikut
adalah beberapa model pembelajaran konstruktivis yang umum digunakan:
a. Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based Learning):
1. Dalam model ini, siswa bekerja pada proyek atau tugas yang berpusat pada pertanyaan
atau tantangan yang relevan dan memerlukan pemecahan masalah.
2. Mereka berkolaborasi dalam kelompok untuk merancang, melaksanakan, dan
menyajikan hasil proyek mereka.
3. Proyek ini mendorong pemecahan masalah, investigasi, dan pemahaman konsep secara
mendalam.
b. Model Pembelajaran Berbasis Kasus (Case-Based Learning):
1. Dalam pendekatan ini, siswa dipresentasikan dengan kasus-kasus atau situasi nyata
yang memerlukan pemecahan masalah atau pengambilan keputusan.
2. Mereka harus menganalisis, mendiskusikan, dan mengembangkan solusi atau
keputusan yang didasarkan pada pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.
c. Model Pembelajaran Berbasis Diskusi (Discussion-Based Learning):

12
1. Model ini melibatkan diskusi kelas di mana siswa berbagi pandangan, ide, dan
pemahaman mereka tentang topik tertentu.
2. Diskusi dipandu oleh guru, tetapi siswa diharapkan berpartisipasi aktif, merenungkan,
dan mengajukan pertanyaan.
d. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning):
1. Dalam pendekatan ini, siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk mencapai tujuan
pembelajaran bersama.
2. Mereka saling mendukung, mengajarkan satu sama lain, dan berkolaborasi dalam
menyelesaikan tugas-tugas yang menantang.
e. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning):
1. Model ini melibatkan penyajian siswa dengan masalah yang kompleks yang
memerlukan pemecahan solusi.
2. Siswa mengidentifikasi masalah, mengumpulkan informasi, merencanakan strategi
pemecahan masalah, dan merefleksikan hasil pembelajaran mereka.
f. Model Pembelajaran Berbasis Percobaan (Alrehaili & Al Osman, 2022; Chang et al., 2023)
(Experiential Learning):
1. Siswa belajar melalui pengalaman langsung, seperti eksperimen, simulasi, kunjungan
lapangan, atau proyek nyata. Dan saat ini dapat menggunakan teknologi seperti irtual
reality (VR) atau Augment Reality (AR)
2. Pengalaman ini memungkinkan mereka untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka
sendiri melalui tindakan dan refleksi.
g. Model Pembelajaran Jurnal (Journal-Based Learning) (Botelho et al., 2013):
1. Siswa menulis jurnal atau catatan refleksi tentang pengalaman mereka, pemahaman,
dan perkembangan pribadi mereka.
2. Proses menulis jurnal membantu mereka merenungkan pemahaman mereka dan
mengkonsolidasikan pengetahuan.
h. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah model pembelajaran yang dapat dianggap
sebagai elaborasi dari model konstruktivisme (Nurhasnawati, 2011). CTL menekankan
pentingnya pembelajaran dengan konteks dunia nyata dan pengalaman siswa, serta
melibatkan siswa secara aktif dalam membangun pengetahuan mereka sendiri (Sherinnova
et al., 2023; Solissa et al., 2023). CTL menggabungkan prinsip-prinsip konstruktivisme
dengan penekanan yang lebih kuat pada konteks dunia nyata dan pengalaman siswa. Ini
menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih relevan dan bermakna bagi siswa,
memungkinkan mereka untuk membangun pengetahuan mereka sendiri dengan cara yang
lebih mendalam dan relevan
Model-model pembelajaran konstruktivis ini dapat disesuaikan dengan tujuan
pembelajaran, kebutuhan siswa, karakteristik siswa, dan karakteristik materi. Mereka
mendukung peran aktif siswa dalam membangun pemahaman mereka sendiri dan
menggabungkan prinsip-prinsip konstruktivisme ke dalam desain pembelajaran.
Perspektif pedagogi kritis adalah pendekatan dalam pendidikan yang menekankan
pemahaman kritis, pemikiran kritis, dan tindakan kritis. Dalam praktik pendidikan, terdapat
beberapa cara untuk menerapkan pendekatan ini:
1. Memahami Konteks Sosial: Pendekatan pedagogi kritis memahami bahwa pendidikan
tidak terlepas dari konteks sosial dan politik. Guru dan siswa harus memahami dampak isu-
isu sosial dan politik pada pembelajaran, termasuk isu-isu seperti rasisme, seksisme,
ketidaksetaraan, dan ketidakadilan sosial. Ini membantu memotivasi siswa untuk terlibat
dalam perubahan sosial positif.
2. Penggunaan Materi dan Kurikulum Kritis: Memilih materi pembelajaran dan kurikulum
yang menghadirkan pandangan yang beragam dan mencerminkan realitas sosial yang
kompleks. Ini dapat melibatkan pembahasan tentang isu-isu sosial yang kontroversial,

13
sejarah yang terabaikan, dan suara-suara yang kurang terwakili dalam kurikulum
konvensional.
3. Fasilitasi Diskusi Terbuka: Guru dapat memfasilitasi diskusi terbuka di kelas yang
mendorong siswa untuk mempertanyakan norma sosial dan nilai-nilai yang ada. Ini juga
bisa melibatkan analisis kritis terhadap media, budaya populer, dan pengaruhnya terhadap
pandangan dunia.
4. Pemberdayaan Siswa: Pendekatan pedagogi kritis mendorong pemberdayaan siswa untuk
menjadi agen perubahan dalam masyarakat. Siswa diajarkan untuk berpartisipasi aktif
dalam perubahan sosial positif, baik melalui proyek-proyek sosial, kampanye advokasi,
atau aksi kolektif lainnya.
5. Pengembangan Keterampilan Kritis: Guru harus membantu siswa mengembangkan
keterampilan pemikiran kritis, seperti kemampuan menganalisis, memahami perspektif
yang berbeda, dan merumuskan argumentasi yang kuat. Ini akan membantu siswa menjadi
pemikir yang lebih mandiri dan kritis.
6. Menyadari Kekuasaan dan Ketidaksetaraan: Pedagogi kritis menekankan pentingnya
menyadari kekuasaan dan ketidaksetaraan dalam masyarakat. Guru dapat membantu siswa
memahami bagaimana kekuasaan dan ketidaksetaraan memengaruhi pendidikan dan
masyarakat, serta bagaimana mereka dapat berkontribusi untuk mengatasi masalah ini.
7. Evaluasi Praktik Pendidikan: Pendidikan kritis juga mengajak guru dan institusi pendidikan
untuk terus mengevaluasi dan memperbaiki praktik mereka. Ini melibatkan refleksi terus-
menerus tentang sejauh mana pendidikan mempromosikan keadilan sosial dan perubahan
positif dalam masyarakat.
Penerapan pedagogi kritis dalam praktik pendidikan membutuhkan komitmen kuat dari
guru, staf sekolah, dan lembaga pendidikan. Ini juga melibatkan kerja sama yang erat antara
guru dan siswa untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang mempromosikan
pemahaman kritis dan perubahan sosial.

Apa persamaan dan perbedaan antara perspektif konstruktivis dan perspektif kritis?
Perspektif konstruktivis dan perspektif pedagogi kritis adalah dua pendekatan dalam
bidang pendidikan yang memiliki perbedaan dalam pandangan mereka tentang pembelajaran,
pengetahuan, dan peran guru. Berikut adalah penjelasan yang lebih rinci tentang persamaan
dan perbedaan antara keduanya:
a. Perspektif Konstruktivis:
• Pandangan tentang Pembelajaran: Konstruktivisme adalah pandangan yang
menekankan bahwa pengetahuan dibangun oleh individu melalui proses pemahaman
dan konstruksi yang aktif. Guru dalam perspektif ini lebih berperan sebagai fasilitator
atau pemandu pembelajaran daripada sebagai sumber pengetahuan.
• Peran Guru: Guru dalam pendekatan konstruktivis memberikan pengalaman dan materi
yang relevan, serta mendukung siswa dalam eksplorasi, refleksi, dan pemecahan
masalah. Guru mendorong siswa untuk aktif dalam pembelajaran mereka.(Nitbani,
2022; Tishana et al., 2023) pendekatan konstruktivistik menekankan pendekatan top
down dimana siswa memulai dengan masalah kompleks untuk dipecahkan kemudian
menemukan keterampilan dasar yang dibutuhkan. Dari gambran ini bahwa peran guru
sangat jelas sebagai vasilitator dalam kegitan pembelajaran. Tidak hanya itu
sesungguhnya peran guru sangan kompleks. (Baharizqi et al., 2023) Sebagai pendidik
yang profesional, guru yang ideal adalah yang mampu berperan sebagai pembelajar,
fasilitator, motivator, inisiator, engineer dan inspirator pembelajaran
• Tujuan Pembelajaran: Tujuan utama dari pendidikan konstruktivis adalah membantu
siswa memahami konsep dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis, pemecahan
masalah, dan pemahaman yang dalam.

14
b. Perspektif Pedagogi Kritis:
• Pandangan tentang Pembelajaran: Pedagogi kritis mengakui bahwa pembelajaran tidak
bersifat netral dan selalu memiliki dimensi politik dan sosial. Ini menekankan
pentingnya memahami peran kuasa, hirarki, dan ketidaksetaraan dalam pembelajaran.
• Peran Guru: Guru dalam pendekatan pedagogi kritis mendukung siswa dalam
memahami bagaimana struktur sosial, budaya, dan kekuasaan memengaruhi proses
pendidikan. Mereka mendorong siswa untuk berpikir kritis tentang masalah sosial dan
politik.
• Tujuan Pembelajaran: Tujuan utama dari pendidikan pedagogi kritis adalah membantu
siswa memahami dan menghadapi ketidaksetaraan sosial, ketidakadilan, dan masalah
sosial. Ini juga mendorong mereka untuk menjadi agen perubahan yang berpartisipasi
dalam transformasi sosial.
c. Persamaan perspektif konstruktivis dan perspektif kritis
• Keduanya mengakui peran penting pemikiran kritis dalam pembelajaran. Baik
konstruktivisme maupun pedagogi kritis mendorong siswa untuk berpikir secara kritis
tentang pengetahuan dan konsep.
• Keduanya menekankan pentingnya interaksi siswa dengan materi pelajaran. Siswa aktif
dalam proses pembelajaran dan konstruksi pengetahuan mereka sendiri.
d. Perbedaan konstruktivis dan perspektif kritis
• Perspektif konstruktivis lebih berfokus pada pembelajaran individu dan konstruksi
pengetahuan individu, sedangkan pedagogi kritis lebih menekankan aspek sosial dan
politik dari pendidikan.
• Pedagogi kritis lebih vokal dalam mengajarkan siswa untuk memahami dan merespon
ketidaksetaraan sosial, ketidakadilan, dan isu-isu politik, sedangkan konstruktivisme
lebih fokus pada pengembangan pemahaman konsep (Ahmad et al., 2022).
• Peran guru berbeda: dalam konstruktivisme, guru adalah fasilitator pembelajaran
(Su’udi, 2022), sementara dalam pedagogi kritis, guru juga berperan sebagai katalisator
perubahan sosial dan politik.
Pilihan antara kedua pendekatan ini tergantung pada tujuan pendidikan dan konteks sosial
dan budaya yang ada dalam suatu lingkungan pembelajaran.

Apa manfaat dan tantangan dalam menerapkan kedua perspektif ini dalam konteks
pendidikan?
Perspektif konstruktivis dalam konteks pendidikan adalah pendekatan yang menekankan
peran aktif siswa dalam pembelajaran. Pendekatan ini didasarkan pada keyakinan bahwa siswa
secara aktif membangun pengetahuan mereka melalui pengalaman, refleksi, dan interaksi
dengan lingkungan serta orang lain. Manfaat dan tantangan dalam menerapkan perspektif
konstruktivis dalam pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Manfaat
• Pembelajaran yang Berarti: Konstruktivisme membantu siswa memahami dan
menginternalisasi konsep dengan cara yang lebih mendalam dan berarti. Mereka
membangun pengetahuan mereka sendiri, yang membuat mereka lebih terlibat dan
bersemangat dalam proses belajar.
• Pemahaman yang Mendalam: Pendekatan ini mendorong pemahaman yang mendalam
daripada sekadar menghafal fakta. Siswa belajar untuk memahami konsep-konsep dan
mengaitkannya dengan pengalaman pribadi mereka.
• Pengembangan Keterampilan Berpikir Kritis: Konstruktivisme mendorong siswa untuk
berpikir secara kritis, memecahkan masalah, dan mengambil inisiatif dalam

15
pembelajaran mereka. Mereka diajak untuk merumuskan pertanyaan, mencari jawaban,
dan berpikir kreatif.
• Pembelajaran yang Kontekstual: Siswa membangun pengetahuan mereka berdasarkan
pengalaman dan konteks mereka sendiri, yang membuat pembelajaran lebih relevan
dan mudah dihubungkan dengan dunia nyata.
• Pengembangan Kemandirian: Siswa diberi kesempatan untuk mengambil alih tanggung
jawab atas pembelajaran mereka sendiri, yang dapat mengembangkan kemandirian dan
kemampuan belajar sepanjang hidup.
2. Tantangan
• Kebutuhan akan Panduan: Siswa mungkin memerlukan panduan yang lebih kuat dalam
lingkungan konstruktivis, terutama jika mereka belum terbiasa dengan metode ini. Guru
perlu memiliki keterampilan dalam mendukung siswa tanpa mengarahkan mereka
secara berlebihan.
• Perbedaan Individual: Setiap siswa memiliki gaya belajar dan tingkat pemahaman yang
berbeda. Menerapkan pendekatan konstruktivis dapat menantang karena mengharuskan
guru untuk menyesuaikan pengajaran mereka dengan kebutuhan individu.
• Pengukuran dan Evaluasi: Menilai pemahaman siswa dalam konteks konstruktivis bisa
menjadi tantangan. Tes tradisional mungkin tidak selalu mencerminkan pemahaman
mendalam yang diperoleh siswa melalui pendekatan ini.
• Waktu dan Materi Kurikulum: Pembelajaran konstruktivis mungkin memerlukan lebih
banyak waktu dari pada metode pengajaran tradisional, dan ini dapat menjadi masalah
jika ada tekanan untuk menutupi materi kurikulum yang luas dalam waktu tertentu.
• Persiapan Guru: Guru perlu dilengkapi dengan keterampilan dan pengetahuan yang
cukup untuk menerapkan pendekatan konstruktivis secara efektif, yang memerlukan
pelatihan dan pengembangan profesional.
Meskipun ada tantangan dalam menerapkan perspektif konstruktivis dalam pendidikan,
banyak pendidikan percaya bahwa manfaatnya dalam mempromosikan pemahaman yang
mendalam dan pembelajaran yang berarti lebih dari cukup untuk mengatasi tantangan-
tantangan tersebut.
Menerapkan perspektif pedagogi kritis dalam konteks pendidikan memiliki manfaat dan
tantangan tertentu. Pedagogi kritis adalah pendekatan pendidikan yang berfokus pada
pemahaman kritis, analisis, dan transformasi sosial. Berikut adalah beberapa manfaat dan
tantangan dalam menerapkan perspektif pedagogi kritis:
1. Manfaat:
• Pemahaman Kritis: Pedagogi kritis membantu siswa mengembangkan pemahaman
yang lebih dalam dan kritis tentang isu-isu sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Mereka
diajarkan untuk melihat lebih dari satu sisi dari suatu masalah.
• Pemberdayaan Siswa: Siswa didorong untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran
mereka dan memikirkan solusi untuk masalah sosial yang ada. Ini dapat meningkatkan
rasa tanggung jawab sosial mereka.
• Pemecahan Masalah: Pendekatan ini membantu siswa mengembangkan keterampilan
pemecahan masalah yang lebih baik, karena mereka diajarkan untuk mengidentifikasi
masalah dan mencari solusi yang berkelanjutan.
• Pemahaman Kebudayaan dan Keragaman: Pedagogi kritis membantu siswa memahami
dan menghargai keberagaman budaya, sosial, dan etnis. Hal ini dapat mempromosikan
toleransi, empati, dan inklusi.
• Peningkatan Kesadaran Sosial: Siswa yang terlibat dalam pedagogi kritis seringkali
lebih sadar tentang isu-isu sosial dan keadilan. Mereka lebih cenderung menjadi agen
perubahan yang berkontribusi pada perbaikan masyarakat.

16
2. Tantangan:
• Kurikulum Tradisional: Sistem pendidikan sering kali didasarkan pada kurikulum yang
lebih tradisional, yang mungkin tidak selalu mendukung pendekatan pedagogi kritis.
Tantangan ini dapat memerlukan perubahan dalam kurikulum dan metode pengajaran.
• Tekanan untuk Standar Ujian: Banyak sistem pendidikan mengukur keberhasilan
melalui ujian standar, yang mungkin tidak selalu mencerminkan kemajuan siswa dalam
pemahaman kritis dan pemecahan masalah.
• Reaksi Negatif dari Beberapa Orang Tua dan Masyarakat: Pendekatan yang mendorong
siswa untuk menggali masalah-masalah sosial kontroversial kadang-kadang dapat
menyebabkan ketidaksetujuan atau kekhawatiran dari orang tua dan masyarakat yang
merasa bahwa itu terlalu politis.
• Persiapan Guru yang Diperlukan: Guru perlu dilatih dan mendapatkan dukungan yang
cukup untuk mengimplementasikan pedagogi kritis dengan baik. Ini memerlukan
pemahaman yang mendalam tentang metode ini.
• Kesulitan dalam Pengukuran: Mengukur keberhasilan dalam mengimplementasikan
pedagogi kritis dapat menjadi tantangan karena pencapaian siswa dalam pemahaman
kritis dan pemecahan masalah sulit untuk diukur dengan angka.
Meskipun ada tantangan dalam menerapkan pedagogi kritis, manfaatnya dapat sangat
signifikan dalam menciptakan siswa yang lebih sadar sosial, kritis, dan siap berpartisipasi
dalam perubahan positif dalam masyarakat. Itu dapat membantu menciptakan warga yang lebih
berdaya dan berkontribusi pada perbaikan dunia.

Bagaiman implikasi Pendidikan konstruktivis dan pedagogic kritis dalam Pendidikan


kontemporer
A. Implikasi Pendidikan Konstruktivis dalam pembelajaran
Teori Piaget tentang konstruktivisme mengemukakan bahwa anak-anak aktif
membangun pemahaman mereka tentang dunia melalui interaksi dengan lingkungan fisik dan
sosial mereka. (Efgivia et al., 2021) Implikasi teori Piaget dalam pembelajaran adalah sebagai
berikut:
1. Merumuskan tujuan pembelajaran dengan mempertimbangkan tingkat perkembangan
kognitif peserta didik.
2. Memilih dan menyusun materi pembelajaran yang sesuai dengan tingkat pemahaman
peserta didik.
3. Mendorong peserta didik untuk aktif dalam membangun pemahaman mereka sendiri
melalui eksplorasi dan interaksi dengan materi pelajaran.
4. Mengadopsi pendekatan pembelajaran yang berfokus pada pemecahan masalah,
eksperimen, dan peran aktif peserta didik dalam proses pembelajaran.
5. Mengajukan pertanyaan yang merangsang pemikiran kritis peserta didik, berdiskusi, dan
mendorong mereka untuk mengajukan pertanyaan sendiri.
6. Melakukan penilaian formatif yang berkelanjutan untuk memahami kemajuan peserta didik
dan mengadaptasi pembelajaran sesuai kebutuhan mereka.
Teori Vygotsky tentang konstruktivisme menekankan pentingnya interaksi sosial, zona
proximal pembelajaran, bahasa, dan budaya dalam pembentukan pengetahuan individu. Teori
ini telah memberikan dasar penting untuk pendekatan pembelajaran kolaboratif dan pendidikan
inklusif, di mana guru dan teman sebaya memainkan peran penting dalam mendukung
perkembangan kognitif siswa. Teori ini, memiliki beberapa implikasi penting seperti;
1. Menghendaki adanya setting kelas kooperatif: Vygotsky menekankan pentingnya interaksi
sosial dalam pembelajaran. Dalam konteks ini, setting kelas yang kooperatif

17
memungkinkan siswa berinteraksi satu sama lain. Ini memungkinkan mereka untuk bekerja
bersama dan membantu satu sama lain dalam mengemukakan solusi efektif untuk
memecahkan masalah yang ada dalam masing-masing zona perkembangan proximal
mereka. Zona perkembangan proximal adalah tingkat kemampuan siswa di mana mereka
dapat mengatasi masalah dengan bantuan. Dengan adanya interaksi sosial, siswa dapat
memaksimalkan potensi mereka dan saling mendukung dalam mencapai pencapaian
akademis yang lebih tinggi.
2. Konsep scaffolding: Scaffolding adalah konsep penting dalam teori konstruktivistik
Vygotsky. Ini mengacu pada pendekatan di mana siswa diberikan bantuan atau dukungan
saat mereka belajar. Siswa diberikan bantuan dalam mengatasi masalah mereka sebelum
akhirnya diberi kesempatan untuk mengatasi masalah tersebut sendiri. Pendekatan ini
memungkinkan siswa untuk membangun pemahaman mereka secara bertahap. Scaffolding
dapat berupa bantuan dari guru, rekan sebaya, atau sumber daya lainnya yang mendukung
proses pembelajaran. Ini membantu siswa untuk mengatasi hambatan dan mengembangkan
kemampuan mereka secara mandiri seiring berjalannya waktu.
Dengan demikian, implikasi teori konstruktivistik Vygotsky dalam pembelajaran
mencakup kerja sama sosial yang kuat dan penggunaan scaffolding untuk membantu siswa
mencapai perkembangan kognitif yang lebih tinggi. Pendekatan ini mempromosikan
pembelajaran yang lebih aktif, interaktif, dan mendukung perkembangan pribadi setiap siswa
sesuai dengan tingkat kemampuan mereka.
Teori Bruner telah memiliki dampak yang signifikan dalam pengembangan pendidikan
dan pemahaman tentang bagaimana individu belajar dan memahami dunia di sekitar mereka.
Ia juga telah berkontribusi pada pengembangan metode pengajaran yang lebih efektif. Teori
Bruner merujuk kepada kerangka pemikiran pendidikan yang dikemukakan oleh psikolog
Amerika, Jerome Bruner. Teori ini memfokuskan perhatian pada bagaimana individu belajar
dan memahami informasi serta bagaimana pendidikan harus disusun untuk memaksimalkan
proses ini (Ekawati, 2019). Terdapat beberapa implikasi penting dari teori Bruner yang dapat
diterapkan dalam konteks pendidikan:
1. Konstruktivisme: Bruner mendukung pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran. Ini
berarti bahwa siswa tidak hanya menerima informasi pasif, tetapi mereka aktif membangun
pengetahuan mereka sendiri melalui pengalaman dan refleksi. Guru harus memberi mereka
peluang untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.
2. Scaffolding (Pembantu Sosial): Konsep "scaffolding" adalah ide utama dalam teori Bruner.
Ini berarti bahwa guru harus memberikan dukungan yang tepat kepada siswa saat mereka
belajar. Dukungan ini harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa dan secara
bertahap dikurangi seiring waktu, sehingga siswa dapat mengembangkan kemandirian.
3. Spiral Curriculum: Bruner menyarankan penggunaan kurikulum spiral, di mana topik dan
konsep diajarkan secara berulang, tetapi dalam tingkat yang semakin mendalam dan
kompleks. Ini memungkinkan siswa untuk membangun pemahaman yang kuat tentang
suatu materi melalui eksposur berulang dan mendalam.
4. Penekanan pada Konteks: Bruner percaya bahwa konteks sangat penting dalam
pembelajaran. Informasi harus disajikan dalam konteks yang relevan dan bermakna bagi
siswa, sehingga mereka dapat lebih mudah memahami dan mengingatnya.
5. Pemecahan Masalah: Pembelajaran harus difokuskan pada kemampuan siswa untuk
memecahkan masalah dan berpikir kritis. Guru harus mendorong siswa untuk
mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan solusi kreatif.

18
6. Keterlibatan Aktif: Siswa harus aktif terlibat dalam pembelajaran mereka. Guru harus
menciptakan peluang bagi siswa untuk bertanya, berdiskusi, dan berpartisipasi dalam
aktivitas pembelajaran yang melibatkan mereka secara langsung.
7. Pembelajaran Individual: Setiap siswa memiliki tingkat pemahaman dan kecepatan belajar
yang berbeda. Oleh karena itu, pendekatan yang berfokus pada siswa secara individual
adalah penting dalam teori Bruner.
8. Narasi dan Cerita: Bruner mendukung penggunaan narasi dan cerita dalam pembelajaran.
Cerita dapat membantu siswa menghubungkan informasi dengan konteks yang bermakna
dan memudahkan pemahaman.
9. Pemanfaatan Media: Media, seperti gambar, video, dan teknologi, dapat digunakan untuk
memperkaya pengalaman belajar siswa. Guru harus memanfaatkan berbagai media untuk
memfasilitasi pemahaman dan retensi informasi.
Implikasi teori Bruner ini dapat membantu guru merancang pembelajaran yang lebih
efektif dan memenuhi kebutuhan individual siswa. Ini juga mendukung pendekatan berbasis
konstruktivis dalam pendidikan, di mana siswa aktif terlibat dalam pembelajaran mereka dan
membangun pengetahuan mereka sendiri.

B. Implikasi pedagogi kritis dalam pembelajaran


Implikasi pedagogi kritis dalam pendidikan kontemporer adalah bahwa pendidikan tidak
hanya menjadi proses pengajaran dan pembelajaran, tetapi juga menjadi alat untuk mendorong
pemikiran kritis, refleksi, dan tindakan yang menghasilkan perubahan sosial. Beberapa
implikasi utama dari pendekatan pedagogi kritis dalam pendidikan kontemporer adalah sebagai
berikut:
1. Pemahaman yang Lebih Mendalam tentang Masalah Sosial: Pendidikan pedagogi kritis
mengajarkan siswa untuk memahami dan menganalisis masalah sosial yang ada di
masyarakat, seperti ketidaksetaraan, diskriminasi, dan ketidakadilan. Siswa diajak untuk
mempertanyakan struktur kekuasaan dan sistem sosial yang mungkin menyebabkan
masalah ini.
2. Pemikiran Kritis: Pendidikan pedagogi kritis mendorong siswa untuk mengembangkan
kemampuan berpikir kritis. Mereka diajarkan untuk tidak hanya menerima informasi tanpa
pertanyaan, tetapi untuk mempertanyakan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi
tersebut. Ini membantu siswa menjadi individu yang lebih mandiri dan penuh pengetahuan.
3. Kritis terhadap Media: Dalam dunia yang didominasi oleh media, pendidikan pedagogi
kritis mengajarkan siswa untuk menjadi kritis terhadap informasi yang mereka terima dari
media. Mereka diajarkan untuk mengidentifikasi bias, stereotip, dan pesan yang tidak sehat
dalam media dan untuk mengembangkan kemampuan media literasi.
4. Menggabungkan Aktivisme dan Pembelajaran: Pendidikan pedagogi kritis mendorong
siswa untuk menggabungkan pembelajaran dengan tindakan. Mereka diajarkan bahwa
pemahaman masalah sosial harus diikuti dengan tindakan yang berkelanjutan. Ini bisa
berupa partisipasi dalam kegiatan sosial atau politik, penggalangan dana, atau kampanye
untuk perubahan sosial.
5. Menghargai Pluralisme dan Keragaman: Pendidikan pedagogi kritis menghargai
keragaman budaya, latar belakang, dan pandangan dalam kelas. Ini menciptakan
lingkungan yang inklusif dan menghormati perbedaan. Siswa diajarkan untuk
mendengarkan perspektif yang berbeda dan untuk memahami pandangan orang lain.
6. Keterlibatan Siswa: Pendidikan pedagogi kritis lebih berfokus pada keterlibatan siswa
dalam proses pembelajaran. Guru berperan sebagai fasilitator yang membantu siswa
19
mengidentifikasi masalah, menyusun pertanyaan, dan mencari jawaban. Ini meningkatkan
motivasi belajar dan pemberdayaan siswa.
7. Pengembangan Keterampilan Sosial: Selain keterampilan akademis, pendidikan pedagogi
kritis juga menekankan pengembangan keterampilan sosial seperti kerja sama, komunikasi,
dan kepemimpinan. Ini membantu siswa dalam berpartisipasi dalam tindakan sosial dan
berkontribusi dalam perubahan sosial yang positif.
8. Kesadaran tentang Konsekuensi Tindakan: Pendidikan pedagogi kritis membantu siswa
memahami konsekuensi sosial dari tindakan mereka. Mereka diajarkan bahwa tindakan
individu dan kolektif memiliki dampak pada masyarakat dan lingkungan, sehingga mereka
harus bertanggung jawab atas tindakan mereka.
9. Menyediakan Solusi Kritis: Siswa diajarkan untuk mengidentifikasi solusi kritis untuk
masalah sosial yang mereka pelajari. Mereka diajak untuk berpikir kreatif dan berkontribusi
dalam menciptakan perubahan yang positif dalam masyarakat.
Implikasi pedagogi kritis dalam pendidikan kontemporer adalah penting untuk
menciptakan warga negara yang kritis, peduli, dan aktif dalam perubahan social (Karlau &
Rukua, 2023). Ini merupakan tanggapan terhadap kompleksitas masalah sosial yang dihadapi
oleh masyarakat saat ini dan merupakan upaya untuk membantu siswa menjadi agen perubahan
yang berkontribusi pada masyarakat yang lebih adil dan berkelanjutan.

20
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tinjauan Pendidikan dari Perspektif Konstruktivisme dan Perspektif Kritis menawarkan
pandangan yang berbeda tentang pendidikan, proses pembelajaran, dan peran individu dalam
konteks pendidikan.
Konstruktivisme, Fokus pada 1) konstruksi pengetahuan: Konstruktivisme menekankan
bahwa individu membangun pengetahuan mereka melalui interaksi dengan lingkungan dan
pengalaman mereka, 2) Peran aktif siswa: Pendidikan dalam perspektif konstruktivisme
melibatkan peran aktif siswa dalam proses pembelajaran. Siswa memiliki kontrol atas
pembelajaran mereka dan belajar melalui eksplorasi, refleksi, dan kolaborasi, dan 3)
Pembelajaran kontekstual: Pendidikan konstruktivis mengutamakan pembelajaran yang
relevan dengan kehidupan siswa. Pengajaran berpusat pada pengalaman dan kebutuhan
individual siswa.
Perspektif Kritis focus pada 1) Kritik terhadap struktur sosial: Perspektif kritis mengacu
pada pemahaman yang kritis tentang ketidaksetaraan sosial dan ketidakadilan dalam
pendidikan. Ini menganggap bahwa sistem pendidikan sering mereproduksi ketidaksetaraan
dan memperkuat hierarki sosial. 2) Pendidikan sebagai alat perubahan sosial: Pendidikan dalam
perspektif kritis dilihat sebagai alat untuk mengidentifikasi dan mengubah struktur sosial yang
tidak adil. Ini mendorong siswa untuk berpikir kritis, menyadari konflik sosial, dan
berpartisipasi dalam perubahan social, 3) Emansipasi: Pendekatan kritis berupaya untuk
mencapai emansipasi siswa, yaitu pembebasan mereka dari pengaruh dan kontrol yang tidak
adil dalam masyarakat.
Dalam rangka mencapai pendidikan yang efektif dan adil, pendekatan konstruktivisme
dan kritis dapat digabungkan. Pendekatan konstruktivisme dapat digunakan untuk
memungkinkan siswa mengembangkan pemahaman mereka sendiri, sementara pendekatan
kritis dapat digunakan untuk membantu siswa memahami dampak sosial dari pengetahuan
mereka dan mendorong mereka untuk berpartisipasi dalam upaya perubahan sosial. Dengan
mengintegrasikan kedua perspektif ini, pendidikan dapat menjadi lebih berdaya, merangsang
pemikiran kritis, dan mengatasi masalah ketidaksetaraan dalam masyarakat.

B. Kontribusi
Makalah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi keilmuan.
2. Memperluas pemahaman tentang perspektif konstruktivis dan perspektif kritis dalam
pendidikan.
3. Menyediakan wawasan tentang aplikasi dan implikasi kedua perspektif ini dalam
praktik pendidikan.
4. Membandingkan persamaan dan perbedaan antara perspektif konstruktivis dan
perspektif kritis.
5. Mengidentifikasi manfaat dan tantangan dalam menerapkan kedua perspektif ini dalam
konteks pendidikan.
6. Mengisi celah pengetahuan dalam literatur tentang perspektif konstruktivis dan
perspektif kritis dalam pendidikan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M. (2015). PARADIGMA PENDIDIKAN KRITIS DALAM PERSPEKTIF


PENDIDIKAN ISLAM. CENDEKIA: Jurnal Studi Keislaman, 1(1), Article 1.
https://doi.org/10.37348/cendekia.v1i1.7
Adom, D., .com, A., & Ankrah, K. (2016). CONSTRUCTIVISM PHILOSOPHICAL
PARADIGM: IMPLICATION FOR RESEARCH, TEACHING AND LEARNING.
Global Journal of Arts Humanities and Social Sciences, 4, 1–9.
Afida, I. (2016). Implikasi Pendidikan Kritis dalam Pendidikan Islam. FALASIFA : Jurnal
Studi Keislaman, 7(1), 1–20. https://doi.org/10.36835/falasifa.v7i1.1
Ahmad, S., Muljono, D., & Ulfiani. (2022). Teori Konstruktivisme dalam Pembelajaran PAI
di Madrasah: Teori dan Implementasinya. CV Jejak (Jejak Publisher).
Alrehaili, E. A., & Al Osman, H. (2022). A virtual reality role-playing serious game for
experiential learning. Interactive Learning Environments, 30(5), 922–935.
https://doi.org/10.1080/10494820.2019.1703008
Amri, M. J., & Radino, R. (2022). Pendidikan Kritis Mansour Fakih: Sudut Pandang
Pendidikan Islam. Nusantara: Jurnal Pendidikan Indonesia, 2(3), Article 3.
https://doi.org/10.14421/njpi.2022.v2i3-3
Aningsih, Zulela, M., Neolaka, A., Iasha, V., & Setiawan, B. (2022). How is the Education
Character Implemented? The Case Study in Indonesian Elementary School. Journal of
Educational and Social Research, 12, 371–380. https://doi.org/10.36941/jesr-2022-0029
Asri, N. A. (2022). Pengaruh Pembelajaran Kolaboratif Berbasis Lesson Study Terhadap
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Prosiding Seminar Nasional Biologi, 2(1), Article 1.
https://doi.org/10.24036/prosemnasbio/vol2/410
Awaluddin, T., Anan, S., Ahmad Ahmad, R. H., & Bambang, A. (2022). ORIENTASI BARU
PEDAGOGI ABAD 21. UNJ PRESS.
Baharizqi, S. L., Muhtar, T., Herlambang, Y. T., & Fahrozy, F. P. N. (2023). Kompetensi
Pedagogik Di Era Society 5.0: Sebuah Tinjauan Dalam Perspektif Pedagogik Kritis.
ELEMENTARY SCHOOL JOURNAL PGSD FIP UNIMED, 13(2), Article 2.
https://doi.org/10.24114/esjpgsd.v13i2.46286
Borisov, S. (2014). Ideas of constructivism in philosophy of education: From ontology to
phenomenology. 11, 399–402.
Botelho, M., Lo, E., Bridges, S., McGrath, C., & Yiu, C. (2013). Evaluation of a journal based
learning programme to support continuing professional development.
https://doi.org/10.1111/eje.12048
Burga, M. A. Q., Jamaluddin, Zainuddin, F. M., saparuddin, & Masdiq. (2022). Paradigma
Pendidikan Kritis dalam Perspektif Pendidikan Islam di Madrasah Aliyah Kota Makassar.
NineStars Education, 2(2), Article 2.
Chang, Y.-S., Chou, C.-H., Chuang, M.-J., Li, W.-H., & Tsai, I.-F. (2023). Effects of virtual
reality on creative design performance and creative experiential learning. Interactive
Learning Environments, 31(2), 1142–1157.
https://doi.org/10.1080/10494820.2020.1821717
Chen, P.-H., Hong, J.-C., Ye, J.-H., & Ho, Y.-J. (2022). The Role of Teachers’ Constructivist
Beliefs in Classroom Observations: A Social Cognitive Theory Perspective. Frontiers in
Psychology, 13, 904181. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2022.904181
Cole, M. (2022). Education, Equality and Human Rights: Issues of Gender, ‘Race’, Sexuality,
Disability and Social Class. Taylor & Francis.
Costa-Lopes, V. D., & Cunha, M. V. D. (2020). John Dewey: A busca por uma pedagogia
retórica. Educação e Pesquisa, 46, e218071. https://doi.org/10.1590/s1678-
4634202046218071

22
Dafrizal, J. (2021). BELAJAR MENURUT PANDANGAN KONSTRUKTIVISME.
https://doi.org/10.13140/RG.2.2.32760.37125
Efgivia, M. G., Rinanda, R. Y. A., Suriyani, Hidayat, A., Maulana, I., & Budiarjo, A. (2021).
Analysis of Constructivism Learning Theory. 208–212.
https://doi.org/10.2991/assehr.k.211020.032
Ekawati, M. (2019). TEORI BELAJAR MENURUT ALIRAN PSIKOLOGI KOGNITIF
SERTA IMPLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR DAN PEMBELAJARAN. E-
Tech : Jurnal Ilmiah Teknologi Pendidikan, 7(2), Article 2.
https://doi.org/10.24036/et.v7i2.106979
Fitramadhana, R. (2022). Pemikiran Pedagogi Kritis Henry Giroux. Jurnal Pemikiran
Sosiologi, 9(1), Article 1. https://doi.org/10.22146/jps.v9i1.72188
Husna, H. (2023). Penerapan Model Pbl (Problem Based Learning) Pada Pendekatan Teori
Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis. SNHRP, 5, 2177–
2188.
Ichim, L.-M., & Felicia Roman, A. (2022). Student-Centered Curriculum—Pedagogical
Training Of The Student. European Proceedings of Educational Sciences, Education,
Reflection, Development-ERD 2021. https://doi.org/10.15405/epes.22032.26
Iofciu, F., Miron, C., & Antohe, S. (2012). Constructivist approach of evaluation strategies in
science education. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 31, 292–296.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2011.12.057
James A. Anderson, J. (2022). Review of Student-centered research: Blending constructivism
with action research. Education Review, 29. https://doi.org/10.14507/er.v29.3561
Jayendra, P. S. (2017). AJARAN CATUR MARGA DALAM TINJAUAN
KONSTRUKTIVISME DAN RELEVANSINYA DENGAN EMPAT PILAR
PENDIDIKAN UNESCO. VIDYA SAMHITA : Jurnal Penelitian Agama, 3(1), Article 1.
https://doi.org/10.25078/vs.v3i1.329
Karlau, S. A., & Rukua, I. S. (2023). Implementasi Pedagogik Kritis oleh Pendidik dan Sekolah
Kristen di Indonesia Menurut Matius 9:35-36. Jurnal Shanan, 7(1), Article 1.
https://doi.org/10.33541/shanan.v7i1.3802
Kasim, T. S. A. T., Abdurajak, F. S., Yusoff, Y. M., & Baharuddin, M. (2017).
PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DI MALAYSIA DAN BRUNEI
DARUSSALAM: SATU TINJAUAN AWAL TERHADAP PENGALAMAN GURU
PENDIDIKAN ISLAM: CONSTRUCTIVISM APPROACH IN MALAYSIA AND
BRUNEI DARUSSALAM: A PRELIMINARY STUDY ON ISLAMIC EDUCATION
TEACHERS’ EXPERIENCES. Journal of Islamic Educational Research, 2(1), Article
1.
Kusuma, J. W., Rochmad, R., Isnarto, I., & Hamidah, H. (2021). CONSTRUCTIVISM FROM
PHILOSOPHY TO MATHEMATICS LEARNING. International Journal of Economy,
Education and Entrepreneurship, 1(2), Article 2. https://doi.org/10.53067/ije3.v1i2.16
Kusumawati, I. T., Soebagyo, J., & Nuriadin, I. (2022). Studi Kepustakaan Kemampuan
Berpikir Kritis Dengan Penerapan Model PBL Pada Pendekatan Teori Konstruktivisme.
JURNAL MathEdu (Mathematic Education Journal), 5(1), Article 1.
https://doi.org/10.37081/mathedu.v5i1.3415
Lynn, M. (2022). Inserting the ‘Race’ Into Critical Pedagogy: An Analysis of ‘Race-based
Epistemologies’. In Race and Racism in Education. Routledge.
Maladerita, W., Anwar, S., & Erianjoni. (2023). Literature Study: Application Of Character
Education In The Formation Of Social Attitudes Nationality Of Students Through Social
Studies Learning. International Journal Of Humanities Education and Social Sciences
(IJHESS), 2. https://doi.org/10.55227/ijhess.v2i4.334

23
Maswi, R. Z., Syahrul, S., Arifin, A., & Datuk, A. (2022). Teori Konstruktivisme dalam
Pembelajaran Sosiologi di Madrasah Aliyah Al-Hikmah Bahri Ternate Kabupaten Alor.
EDUKATIF : JURNAL ILMU PENDIDIKAN, 4(2), Article 2.
https://doi.org/10.31004/edukatif.v4i2.2459
Mayer, R. E. (2002). Rote Versus Meaningful Learning. Theory Into Practice, 41(4), 226–232.
https://doi.org/10.1207/s15430421tip4104_4
Nargiza, Y. (2022). SOCIAL AND MORAL EDUCATION OF STUDENTS AND
DEVELOPMENT OF VALUES. Galaxy International Interdisciplinary Research
Journal, 10(1), Article 1.
Nerita, S., Ananda, A., & Mukhaiyar, M. (2023). PEMIKIRAN KONSTRUKTIVISME DAN
IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN. JURNAL EDUCATION AND
DEVELOPMENT, 11(2), 292–297. https://doi.org/10.37081/ed.v11i2.4634
Nitbani, S. (2022). MOTIVASI BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN
KONSTRUKTIVISTIK (Sebuah Kajian Teoretik Berdasarkan Teori Ekspektansi
Vroom): Jurnal Lazuardi, 5(2), Article 2. https://doi.org/10.53441/jl.Vol5.Iss2.73
Nurhasnawati, N. (2011). MODEL-MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUTIVISME. An-
Nida’, 36(2), Article 2. https://doi.org/10.24014/an-nida.v36i2.304
Pande, M., & Bharathi, S. V. (2020). Theoretical foundations of design thinking – A
constructivism learning approach to design thinking. Thinking Skills and Creativity, 36,
100637. https://doi.org/10.1016/j.tsc.2020.100637
Pangalila, T., Tuerah, J., & Umar, M. (2020). Character Formation through Civic Education
Learning Process. International Journal of Psychosocial Rehabilitation, 24, 2335–2345.
https://doi.org/10.37200/IJPR/V24I2/PR200529
Poulo, F. (2001). Pendidikan yang Membebaskan. Melibas (Media Lintas Batas.
https://bpsdm.kemendagri.go.id/Assets/Uploads/laporan/0cabefd9bf7db259957c1d8546
03aa45.pdf
Saksono, H., Ahmad, K., Dewi, S., Agnes, R. R., Nur, A. S., M.Pd, D. H. U., S. ST ,. S. KM,
M.E, D. I. H. A., M. P., S.Psi, A. A., M.Si, D. M. N. A., & Psikolog, D. M. A., M. Psi.
(2023). TEORI BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN. Cendikia Mulia Mandiri.
Saul, M. (2022, November 3). Lev Vygotsky’s Sociocultural Theory Of Cognitive Development.
https://www.simplypsychology.org/vygotsky.html
Schunk, D. (2019). Learning Theories: An Educational Perspective (8th edition). Pearson.
Sherinnova, Hijriyah, U., Irwandani, Rahmayanti, H., Ichsan, I. Z., Nurfadhilah, & Sison, M.
H. (2023). Contextual teaching and learning in natural science and environmental topic
of elementary school, secondary school, and University: A meta-analysis study. AIP
Conference Proceedings, 2595(1), 040014. https://doi.org/10.1063/5.0124176
Sholahudin, U. (2020). MEMBEDAH TEORI KRITIS MAZHAB FRANKFURT: SEJARAH,
ASUMSI, DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PERKEMBANGAN TEORI ILMU
SOSIAL. Journal of Urban Sociology, 3(2), Article 2.
https://doi.org/10.30742/jus.v3i2.1246
Smith, A., & Seal, M. (2021). The Contested Terrain of Critical Pedagogy and Teaching
Informal Education in Higher Education. Education Sciences, 11(9), Article 9.
https://doi.org/10.3390/educsci11090476
Sofa, F., & Safitri, R. A. N. (2022). Pemikiran Pragmatisme-Konstruktivisme John Dewey
sebagai Metode Pembelajaran di Madrasah Tsanawiyyah. HEUTAGOGIA: Journal of
Islamic Education, 2(1), Article 1. https://doi.org/10.14421/hjie.2022.21-04
Solissa, E. M., Mustoip, S., Marlina, M., Cahyati, S. S., & Asdiana, A. (2023). Components of
Contextual Teaching and Learning as The Basis for Developing a Character Education
Model. JED (Jurnal Etika Demokrasi), 8(1), Article 1.
https://doi.org/10.26618/jed.v8i1.9758

24
Su’udi. (2022). Pembelajaran Konstruktivistik PAI dan Budi Pekerti sebagai Implementasi
Pendidikan Karakter. Penerbit NEM.
Syihabudin, T., Ma’mur, I., & Gunawan, A. (2023). ISLAMIC WORLDVIEW:
KONSTRUKTIVISME FILSAFAT DAN TEOLOGI PENDIDIKAN. Kuttab : Jurnal
Ilmu Pendidikan Islam, 7(1), Article 1. https://doi.org/10.30736/ktb.v7i1.1457
Tishana, A., Alvendri, D., Pratama, A. J., Jalinus, N., & Abdullah, R. (2023). Filsafat
Konstruktivisme dalam Mengembangkan Calon Pendidik pada Implementasi Merdeka
Belajar di Sekolah Kejuruan. Journal on Education, 5(2), Article 2.
https://doi.org/10.31004/joe.v5i2.826
Toinpere, M., & Frederick, J. (2022). The Implications of Social Constructivism as a
Philosophical Theory in the Professional Training of the Mathematics Teacher.
https://paper.researchbib.com/view/paper/346680
Topatimasang, R., Rahardjo, T., & Fakih, M. (2010). Pendidikan Popular: Membangun
Kesadaran Kritis. INSISTPress.
Tsai, C.-A., Song, M.-Y. W., Lo, Y.-F., & Lo, C.-C. (2023). Design thinking with constructivist
learning increases the learning motivation and wicked problem-solving capability—An
empirical research in Taiwan. Thinking Skills and Creativity, 50, 101385.
https://doi.org/10.1016/j.tsc.2023.101385
Wibowo, A. (2022). MEMBANGUN MUTU PENDIDIKAN HINGGA KE WILAYAH
PERBATASAN SEBAGAI HAK KONSTITUTIONAL WARGA NEGARA. Jurnal
Justitia : Jurnal Ilmu Hukum Dan Humaniora, 9(4), Article 4.
https://doi.org/10.31604/justitia.v9i4.2073-2082
Wu, I.-L., Hsieh, P.-J., & Wu, S.-M. (2022). Developing effective e-learning environments
through e-learning use mediating technology affordance and constructivist learning
aspects for performance impacts: Moderator of learner involvement. The Internet and
Higher Education, 55, 100871. https://doi.org/10.1016/j.iheduc.2022.100871
Zurna, H. P. B., Ramadina, A. R., Fatihaturahmi, F., Jalinus, N., & Abdullah, R. (2022). Studi
Literature Riview Pengaruh Penerapan Pembelajaran Berbasis Konstruktivisme di
Sekolah Menegah Kejuruan. Jurnal Pendidikan Dan Konseling (JPDK), 4(6), Article 6.
https://doi.org/10.31004/jpdk.v4i6.10242

25

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai