Anda di halaman 1dari 28

FOOD SAFETY PADA PENYELENGGARAAN MAKANAN DI RUMAH

SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA

KEPANITRAAN GIZI INSTUTUSI

RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Disusun Oleh :

Ai Datuzzuhro Salsabila G2B020052


Roliafni Tri Nursanti Putri G2B020050

PROGRAM STUDI S1 ILMU GIZI

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2023
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Peneliatan Sederhana

Food Safety Pada Penyelenggaraan Makanan Di Instalasi Gizi

Oleh :

Ai Datuzzuhro Salsabila G2B020052

Roliafni Tri Nursanti Putri G2B020050

Telah disetujui dan disahkan sebagai syarat lulus mata kuliah Kepanitraan Gizi
Institusi pada

Pembimbing Lahan Kepala Instalasi Gizi


RS PKU Muhammadiyah Surakarta RS PKU Muhammadiyah Surakarta

Wilia Afida, S.Gz Sri Sunarni, Amg


NIK. NIK.

Ketua Program Studi S1 Gizi


Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan

Yuliana Noor Setiawati Ulvie, S.Gz., M.Sc


NIK.28.6.1026.220
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
B. Tempat dan Waktu
C. Populasi dan Sampel
D. Variabel Penelitian
E. Defisinisi Operasional
F. Jenis Data
G. Teknik Pengambilan Data
H. Instrument Penelitian
I. Analisis Data

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian


kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian
makanan kepada konsumen, dalam rangka pencapaian status kesehatan yang
optimal melalui pemberian diet yang tepat (PGRS, 2013). Makanan adalah
kebutuhan dasar bagi kelangsungan hidup manusia, sehingga pemberian
pangan yang bermutu dan aman perlu dijamin untuk setiap orang. Bahan
makanan dapat menjadi sumber mikroorganisme dan kontaminasi kimia yang
berbahaya serta menyebabkan penyakit bagi manusia jika tidak diolah dengan
baik (Sineke, Paruntu and Purba, 2018).
Keamanan pangan adalah ilmu yang membahas tentang pemilihan,
penyimpanan, persiapan, penanganan makanan maupun minuman agar tidak
terkontaminasi oleh bahan kimia, fisik atau biologis. Keamanan pangan perlu
dipertahankan agar menghindari terjadinya food borne disease (penyakit
karena makanan atau penyakit bawaan makanan dan atau keracunan makanan
(Pathiassana and Izharrido, 2021). Penyelenggaraan makanan di rumah sakit
perlu memperhatikan hygiene dan sanitasi dari pemilihan bahan makanan
sampai distribusi makanan ke pasien maupun pegawai rumah sakit. Sebagian
besar kejadian pencemaran makanan disebabkan oleh tidak terjaganya
hygiene dan sanitasi pekerja yang terlibat dalam proses pengolahan,
pemasakan, dan penyajian makanan (Sineke, Paruntu and Purba, 2018).
Hygiene dan sanitasi penjamah makanan juga berperan dalam mengendalikan
factor makanan, tempat, dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat
menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan (Kemenkes, 2018).
Penilaian keamanan pangan dilakukan dengan menggunakan penilaian
Skor Keamanan Pangan (SKP) untuk meningkatkan mutu produksi. SKP
adalah proses penilaian yang dilakukan dari proses penyediaan bahan baku
hingga makanan atau minuman disajikan ke konsumen dengan menerapkan
aspek higienitas yang berkaitan dengan proses produksi. Penetapan skor
keamanan pangan terdapat beberapa komponen yang terdiri dari Pemilihan
dan Penyimpanan Bahan Makanan (PPB), Hiegiene pemasak (HGP),
Pengolahan Bahan Makanan (PBM), dan Distribusi Makanan (DPM).
Kriteria SKP untuk makanan yang diproduksi meliputikategori baik/aman,
sedang, rawan tapi masih aman untuk dikonsumsi, danrawan serta tidak aman
untuk dikonsumsi. Penetapan kategori atau kriteriatersebut didasarkan pada
skor SKP yang diperoleh.
Penyelenggaran makanan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Surakarta menggunakan system swakelola yaitu instalasi gizi bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan seluruh kegiatan penyelenggaraan makanan.
Keamanan pangan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta perlu
dilakukan agar mencegah terjadinya food borne disease maupun menjaga
sanitasi pada makanan atau minuman yang disajikan.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana food safety dalam penyelenggaraan makanan di Rumah
Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan form SKP (Skor Keamanan Pangan) pada proses
penyelenggaraan makanan di RS PKU Muhammadiyah Surakarta untuk
menilai keamanan dan kelayakan produk makanan yang diproduksi.
2. Tujuan Khusus
1) Mengetahui kategori skor keamanan pangan dalam penyelengaraan
makanan di RS PKU Muhammadiyah Surakarta
2) Mencegah pangan atau makanan dari kemungkinan cemaran biologis,
kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan
membahayakan kesehatan manusia.
3) Mewujudkan atau menciptakan pangan atau makanan yang aman
untuk dikonsumsi serta bermutu.

D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Penulis dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang food
safety pada penyelenggaraan makanan dengan menggunakan skor
keamanan pangan .
2. Bagi Institusi
Penulis berharap penelitian ini dapat menjadi masukan dan bahan
evaluasi bagi instalasi gizi RS PKU Muhammadiyah Surakarta tentang
pentingnya food safety pada penyelenggaraan makanan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Landasan teori
A. Definisi makanan
Dalam undang-undang tentang pangan No. 18 tahun 2012, definisi
pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk
pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, dan air, baik
yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan
atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan,
bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan, atau pembuatan makanan atau minuman.

B. Food safety
Food safety diartikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan
untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan
benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan
kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan
budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi (UU RI No
18/2012). Tuntutan jaminan keamanan makananterus berkembang sesuai
dengan persyaratan konsumen yang terus meningkat dan seirama dengan
kenaikan kualitas hidup manusia. Hal ini menjadikan masalah keamanan
makanan menjadi sangat vital bagi industri dan bisnis pangan. CAC
(Codex Almentarius Commision) sebagai organisasi standarisasi pangan
FAO (Food Agriculture Organization) WHO (Word Health Organization)
telah mengambil langkah untuk memberikan pedoman dan mengadopsi
sistem HACCP sebagai satu-satunya sistem jaminan mutu dengan basis
keamanan pangan yang menjadi acuan pangan diseluruh dunia (Winarno,
2004).
Konsep HACCP merupakan suatu metode manajemen keamanan
pangan yang sistematis dan didasarkan pada prinsip-prinsip yang sudah
dikenal, yang ditujukan untuk mengidentifikasi bahaya yang kemungkinan
dapat terjadi disetiap tahapan pengolahan makanan. Pelaksanaan food
safety yang baik dapat mencegah terjadinya bahaya dari
mulai penerimaan bahan makanan hingga penyajian makanan kepada
konsumen.
Berikut ini adalah diagram alir makanan (food flow diagram) yang harus
diperhatikan dalam upaya mewujudkan food safety yang baik (McSwane,
et al,
2000).

Penerimaan bahan
makanan

Penyimpanan dikulkas
Penyimpanan Penyimpanan kering
beku

Persiapan

Cold Holding Cooking

Penyajian Penyajian
Pendinginan Hol Holding

Reheating Penyajian

Penyajian
Gambar 2.1 Food Flow Diagram

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Hygiene Sanitasi Jasaboga,
berikut ini adalah prinsip hygiene sanitasi makanan yang harus dipenuhi.
1). Pemilihan bahan makanan
2). Penyimpanan bahan makanan
3). Pengolahan makanan
4). Penyimpanan makanan jadi
5). Pengangkutan makanan
6). Penyajian makanan
Kontaminasi makanan yang dapat terjadi disetiap tahapan
pengolahan makanan tersebut dapat mengakibatkan munculnya kejadian
foodborne illness (penyakit bawaan makanan) yang kemudian akan
menimbulkan kerugian kesehatan, kerugian material, maupun kerugian-
kerugian lainnya (National Anglican Resources Unit, 2005: 3). Foodborne
illness biasanya bersifat toksik maupun infeksius, disebabkan oleh agens
penyakit yang masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan yang
terkontaminasi. Kebanyakan orang mungkin tidak tahu bahwa penyakit ini
disebabkan oleh bakteri atau patogen lain pada makanan. Foodborne illness
merupakan salah satu permasalahan kesehatan masyarakat yang paling
banyak dan paling membebani yang pernah dijumpai di jaman modern ini.
Penyakit tersebut dapat menimbulkan kerugian kesehatan, kerugian
material, maupun kerugian-kerugian lainnya (Hartono, 2005: 1).
Foodborne illness merupakan penyakit yang perlu diwaspadai karena
dapat menghilangkan nyawa seseorang dan menimbulkan kerugian materi.
Berjuta-juta orang menjadi sakit dan beribu-ribu orang meninggal setelah
memakan makanan yang terkontaminasi atau salah dalam penanganannya.
Anak-anak, dan orang tua dengan sistem imun yang lemah mudah
terserang foodborne illness (Julie, 2012)
Data WHO menunjukkan bahwa sejumlah kecil faktor yang terkait
dengan penanganan makanan bertanggung jawab atas jumlah foodborne
illness yang cukup besar di mana saja. Kesalahan yang umum terjadi,
meliputi:
1. Penyiapan makanan beberapa jam sebelum dimakan, disertai dengan
penyimpanannya dalam suhu yang baik untuk pertumbuhan bakteri
pathogen atau pembentukan toksin.
2. Pemasakan atau pemanasan yang kurang memadai untuk mengurangi
atau mematikan pathogen.
3. Kontaminasi silang.
4. Penjamah makanan yang hygiene personalnya buruk dalam mengolah
Makanan.
Berikut ini adalah aspek-aspek yang sangat penting diperhatikan dalam
penerapan food safety sesuai dengan deskripsi di atas:
1. Pemilihan bahan makanan dan penerimaan bahan makanan
Pemilihan bahan makanan adalah upaya yang digunakan untuk memilih
bahan makanan agar terhindar dari potensi bahaya olah. Berdasarkan hasil
observasi yang telah dilakukan sesuai dengan table IV.1 pemilihan bahan
makanan memperoleh persentase 100% dengan kategori baik. Bahan
makanan yan dipilih bagus karena kacang kedelai dalam kondisi baik, tidak
berubah warna, tidak bernoda, tidak berjamur, dan bebas dari kotoran.
Dalam pemilihan bahan makanan ini sudah sesuai dengan Permenkes RI
No.1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Persyaratan Higiene Jasaboga
mengenai pemilihan bahan makanan khususnya jenis tepung dan biji-
bijian.
Dalam proses penerimaan bahan makanan, juga diperlukan ketepatan
dalam pemilihan bahan makanan. Menurut Permenkes Nomor
1096/MENKES/PER/VI/2011, berbagai hal perlu diperhatikan dalam
pemilihan bahan makanan. Bahan makanan mentah (segar) yaitu makanan
yang perlu pengolahan sebelum dihidangkan seperti daging, susu, telor,
ikan, udang, buah dan sayuran harus dalam keadaan baik, segar dan tidak
rusak atau berubah bentuk, warna, rasa, serta sebaiknya berasal dari tempat
resmi yang diawasi. Untuk bahan makanan jenis tepung dan biji – bijian
harus dalam keadaan baik, tidak berubah warna, aroma, rasa, serta tidak
bernoda dan tidak berjamur. Untuk bahan tambahan pangan (BTP) yang
dipakai harus memenuhi persyaratan sesuai peraturan yang berlaku.
Sedangkan untuk makanan olahan pabrik yaitu makanan yang dapat
langsung dimakan tetapi digunakan untuk proses pengolahan makanan
lebih lanjut, seperti makanan dikemas harus mempunyai label atau merk,
terdaftar dan mempunyai nomor daftar, kemasan tidak rusak, pecah atau
kembung, belum kadarluarsa, serta kemasan digunakan hanya untuk satu
kali penggunaan. Untuk makanan tidak dikemas, kondisinya harus baru dan
segar, tidak basi, busuk, rusak, atau berjamur, serta tidak mengandung
bahan berbahaya.
2. Penyimpanan Bahan Makanan
Penyimpanan bahan makanan adalah upaya yang dilakukan
untuk mengamankan bahan makanan agar terhindar dari kerusakan setelah
dibeli. Penyimpanan bahan makanan memperoleh persentase 80% dengan
kategori cukup. Penyimpanan bahan baku dan syarat penyimpanan bahan
makanan telah sesuai dengan Permenkes RI
No.1096/MENKES/PER/VI/2011 Persyaratan Higiene Jasaboga. Namun
untuk tempat penyimpanan bahan baku masih kurang sesuai karena bahan
baku ditempatkan pada tempat yang terbuka.
Rotasi dalam bahan makanan memang merupakan aspek yang sangat
penting dalam proses penyimpanan bahan makanan. Metode Firs in Frist
Out (FIFO) dapat diterapkan untuk membantu dalam memastikan bahan
makanan
yang digunakan adalah bahan makanan yang lebih lama dibeli atau
disimpan.
Wadah yang dipakai untuk meletakkan bahan makanan harus diberi tanda
berupa
tanggal ataupun kode – kode lain yang dapat menunjukkan waktu bahan
makanan
diterima atau disimpan. Bahan makanan tersebut juga harus diatur
penempatannya
untuk memastikan metode FIFO dapat diterapkan secara efektif, yakni
bahan
makanan yang lebih lama dipindahkan ke bagian depan dari tempat
penyimpanan
dan bahan makanan yang baru dimasukkan ke bagian belakangnya
(McSwane, et
al, 2000).
3. Pengolahan makanan
Pengolahan makanan adalah tindakan pengubahan bentuk bahan
makanan menjadi makanan yang siap santap dengan memperhatikan factor
penjamah makanan dan tempat pengolahan. Penjamah makanan tidak
menderita penyakit menular, menjaga kebersihan tubuh dan pakaian, jika
terdapat luka menutup dengan bahan kedap air, tidak batuk atau bersin
dihadapan tahu tanpa menutup hidung atau mulut. Namun penjamah tidak
menjaga kebersihan tubuh dan pakaian, tidak memakai clemek dan penutup
kepala, sebelum menangani tahu tidak mencuci tangan terlebih dahulu,
tidak menggunakan alat atau perlengkapan atau alas tangan, dan saat
mengolah tahu penjamah terkadang menggaruk anggota badan.
Kaidah-kaidah yang harus diperhatikan dalam tahapan pengolahan dan
pemasakan makanan menurut Permenkes Nomor
1096/MENKES/PER/VI/2011, meliputi:
1. Tempat pengolahan makanan atau dapur harus memenuhi
persyaratan teknis hygiene sanitasi untuk mencegah resiko
pencemaran terhadap makanan dan dapat mencegah masuknya
lalat, kecoa, tikus, dan hewan lainnya.
2. Menu disusun dengan memperhatikan
a. Pemesanan
b. Ketersediaan bahan, jenis dan jumlahnya.
c. Keragaman variasi dari setiap menu.
d. Proses dan lama waktu pengolahan.
e. Keahlian dalam mengolah makanan.
3. Pemilihan bahan sortir untuk memisahkan atau membuang bagian
bahan yang
rusak dan untuk menjaga mutu dan keawetan makanan serta
mengurangi risiko pencemaran makanan.
4. Peracikan bahan, persiapan bumbu, persiapan pengolahan dan
prioritas dalam
memasak harus dilakukan sesuai tahapan, harus hygiene, serta
semua bahan
yang siap dimasak harus dicuci dengan air mengalir.
5. Persiapan pengolahan harus dilakukan dengan menyiapkan semua
peralatan
yang akan digunakan dan bahan makanan yang akan diolah sesuai
urutan
prioritas.
6. Hygiene yang harus diperhatikan dalam penanganan makanan,
antara lain:
a. Memperlakukan makanan secara hati – hati dan seksama sesuai
dengan
prinsip hygiene sanitasi makanan.
b. Menempatkan makanan dalam wadah tertutup dan
menghindari penempatan makanan terbuka dengan tumpang
tindih karena akan mengotori makanan dalam wadah di
bawahnya.

4. Penyajian makanan
Berdasarkan Permenkes Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011, penyajian
makanan terdiri dari berbagai bentuk. Penyajian makanan harus diterapkan
berdasarkan prinsip-prinsip berikut ini:
1.) Setiap jenis makanan ditempatkan dalam wadah terpisah dan tertutup agar
tidak terjadi kontaminasi silang serta dapat memperpanjang masa saji
makanan sesuai dengan tingkat kerawanan makanan.
2.) Makanan yang mengandung kadar air tinggi (makanan berkuah) baru
dicampur pada saat menjelang dihidangkan untuk mencegah makanan
cepat rusak atau basi.
3.) Makanan yang ditempatkan dalam wadah yang sama seperti dus atau
rantang harus dipisah dari setiap jenis makanan agar tidak saling campur
aduk.
4.) Makanan yang harus disajikan panas diusahakan tetap dalam keadaan
panas dengan memperhatikan suhu makanan.
5.) Semua peralatan yang digunakan harus hygienis, utuh tidak cacat atau
rusak
6.) Setiap penanganan makanan maupun alat makan tidak kontak langsung
dengan anggota tubuh terutama tangan dan bibir.
7.) Semua yang disajikan adalah makanan yang dapat dimakan. Bahan yang
tidak dapat dimakan harus disingkirkan.
8.) Pelaksanaan penyajian makanan harus tepat dan sesuai dengan seharusnya
yaitu tepat menu, tepat waktu, tepat tata hidang, dan tepat volume (sesuai
jumlah).

Berdasarkan Permenkes Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011, jarak dan


waktu tempuh dari tempat pengolahan makanan ke tempat penyajian serta
hambatan yang mungkin terjadi selama pengangkutan akan mempengaruhi
kondisi penyajian. Oleh karena itu, hal-hal berikut harus diperhatikan
selama proses pengangkutan makanan, antara lain:
1) Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun
2) Menggunakan kendaraan khusus pengangkut bahan makanan dan
makanan masak yang hygienis.
3) Bahan makanan tidak boleh diinjak, dibanting, atau diduduki.
4) Selama pengangkutan, bahan makanan yang harus selalu berada dalam
keadaan dingin seperti daging, susu cair dan sebagainya, diangkut
dengan menggunakan alat pendingin sehingga bahan makanan tidak
rusak.
5) Setiap jenis makanan masak harus ditempatkan dalam wadah masing-
masing dan bertutup.
6) Wadah harus utuh, kuat, tidak berkarat, dan ukurannya memadai
dengan jumlah makanan yang akan ditempatkan.
7) Isi tidak boleh penuh untuk menghindari terjadinya uap makanan yang
mencair.
8) Untuk pengangkutan dalam waktu lama, suhu harus diperhatikan dan
diatur
agar makanan tetap panas pada suhu 60°C atau tetap dingin pada suhu
40°C.

5. Temperatur dan Waktu Penanganan Makanan


Temperatur dan waktu adalah variabel penting yang terlibat dalam
proses penanganan bahan makanan. Temperature dan waktu juga menjadi
salah satu aspek kritis yang sangat penting dalam jumlah yang tidak aman
pada makanan. Untuk mencegah pertumbuhan bakteri pada makanan
dengan cara:

1) Menyimpan makanan yang berisiko tinggi pada temperatur di bawah 40°C


dalam lemari es atau di atas 70°C dalam wajan pemanas.
2) Menyiapkan makanan secepat mungkin agar tidak terlalu lama berada
dalam wilayah berisiko (bahan makanan yang berisiko tinggi jangan
pernah diletakkan pada suhu ruangan).
3) Menggunakan bahan pengawet yang cocok dan tidak membahayakan.
4) Tidak membiarkan makanan kering menjadi lembab (Arisman, 2009)

C. Skor keamanan Pangan


1. Pemilihan dan Penyimpanan Bahan Makanan (PBB)
Pemilihan dan penyimpanan bahan makanan merupakan salah satu
aspek penting bagi rumah makan dalam menjaga kualitas, serta keamanan
produk yang akan diolah. Hal ini dikarenakan pemilihan dan penyimpanan
bahan makanan berada pada tahap pertama sebelum memasuki
pengelolaan bahan, maka perlu dilakukan pengontrolan agar dapat
menghindari titik kritis yang terdapat pada pemilihan dan penyimpanan
bahan makanan.
2. Higene pemasak
Higienitas seorang pengolah bahan makanan merupakan salah satu syarat
yang harus dipenuhi oleh suatu instansi yang bergelut di dalam dunia
pengolahan makanan. Beberapa aspek penting berkaitan dengan higienitas
seorang pengolah bahan makanan yang perlu diperhatikan adalah seperti
kebersihan pemasak hingga kesehatan pemasak yang jika diabaikan dapat
mengancam kepada keamanan dan
kesehatan pangan yang diolah.

3. Pengelolaan bahan makanan


Pengolahan bahan makanan merupakan bagian dari sebuah tahap produksi
yang di
dalamnya terdapat banyak aspek yang perlu diperhatikan. Mulai dari
peralatan, kebersihan tempat produksi, hingga produk yang dihasilkan
tidak memiliki resiko yang berbahaya bagi konsumen. Bahan makanan
yang akan diolah sangat perlu diperhatikan agar kesehatan produk dapat
terjaga dengan baik, karena dalam proses pengolahan bahan makanan
terdapat banyak aspek yang tidak dapat ditoleransi apabila persyaratannya
tidak terpenuhi.

4. Distribusi Makanan (DMP)


Distribusi makanan merupakan sebuah tahap atau proses di mana produk
yang dihasilkan atau diinginkan, diberikan kepada konsumen. Dalam
distribusi makanan, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan, seperti
kebersihan distributor, peralatan, hingga pengecekan kondisi produk agar
ketika produk yang dihasilkan dapat dikonsumsi dengan aman tanpa ada
resiko penyakit makanan oleh konsumen. Hal ini dilakukan dikarenakan
dalam proses ditribusi terdapat persyaratan yang jika tidak terpenuhi maka
tidak ada toleransi.

D. Personal Hygiene

Menurut World Health Organization (WHO) (2020) menyatakan bahwa


hygiene atau kebersihan adalah tindakan kebersihan yang mengacu pada
kondisi untuk menjaga kesehatan dan mencegah penyebaran penyakit.
Personal hygiene atau kebersihan diri merupakan tindakan merawat diri
sendiri termasuk dalam memelihara kebersihan bagian tubuh seperti rambut,
mata, hidung, mulut, gigi, dan kulit (Nurudeen dan Toyin, 2020). Personal
hygiene merupakan upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk menjaga dan
merawat kebersihan dirinya agar kenyamanan individu terjaga (Asthiningsih
dan Wijayanti, 2019).
Salah satu aspek penting dalam personal hygiene yang termasuk
dalam elemen kunci dari food safety menurut McSwane, et al, (2000), adalah
kebiasaan mencuci tangan. Berdasarkan Food Code, mencuci tangan
menggunakan sabun harus dilakukan pada saat berikut, antara lain:
1) Sebelum persiapan makanan.
2) Setelah menyentuh atau memegang bagian tubuh.
3) Setelah menggunakan toilet
4) Setelah batuk, bersin, menggunakan sapu tangan atau tisu merokok,
makanan, atau minum.
5) Selama persiapan makanan terutama ketika beralih dari bahan makanan
mentah ke makanan siap saji.
6) Setelah melakukan kegiatan yang dapat menyebabkan kontaminasi pada
tangan, seperti membuang sampah, mengelap meja, menggunakan bahan
kimia pembersih, mengambil barang yang jatuh, dan sebagainya.
7) Setelah memegang atau menyentuh Binatang

E. Kondisi Fisik Tempat Pengolahan Makanan

Berdasarkan Permenkes Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang


hygiene sanitasi jasaboga luas tempat pengolahan makanan harus sesuai
dengan jumlah karyawan yang bekerja dan peralatan yang berada
diruangan pengolahan. Adapun persyaratan tempat pengolahan makanan
adalah sebagai berikut :
1. Lantai
Lantai dibuat rata, kedap air, terbuat dari bahan-bahan nontoksik dan
tidak bersifat menyerap mulus, tetapi tidak licin, mudah dibersihkan,
dan harus
tahan karat. Lantai di wilayah pemprosesan kering harus dibuat agak
miring agar tetesan air cepat mengalir dan mengering . Jika tidak
demikian, harus terdapat system pembuangan air yang lain karena air
tidak boleh tergenang. Selain itu, sampah tidak boleh dibiarkan
menumpuk. Lantai harus dibersihkan secara teratur dan didesinfektan
tergantung pada SOP yang berlaku.
2. Dinding
Berdasarkan Permenkes Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang
hygiene sanitasi jasaboga permukaan dinding sebelah dalam rata, tidak
lembab, mudah dibersihkan dan berwarna terang. Permukaan dinding
yang selalu terkena percikan air, dilapisis bahan kedap air setinggi dua
meter dari lantai dengan permukaan halus, tidak menahan debu dan
berwarna terang. Sudut dinding dengan lantai berbentuk lengkung agar
mudah dibersihkan dan tidak menyimpan debu atau kotoran.
3. Langit-langit
Langit-langit diruang penerimaan, pemprosesan, dan penyimpanan
harus dibuat dari bahan yang berdaya tahan lama, kedap air, dan licin
agar mudah
dibersihkan serta disucihamakan. Atap juga harus dicat dengan warna
terang agar mudah memantulkan cahaya. Atap tidak boleh berlubang,
cukup landai dan tidak menjadi sarang tikus dan serangga lain (kecoa)
agar tidak terdapat kotoran (debu dan jamur) yang jatuh ke tempat
makanan yang sedang diproses. Sebaiknya, antara langit – langit dan
lantai diberi jarak 2,7 meter.
4. Pintu
Pintu ruangan dibuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan, dapat
ditutup dengan baik, dan mudah dibuka ke arah luar. Sama seperti
bagian lain ruangan, pintu jangan dibiarkan mnjadi gerbang masuk
serangga atau hewan pengerat. Kerangka dan daun pintu, seperti
bagian ruangan lain, dibuat dari bahan yang tahan lama dan tidak
mudah lembab, kedap air licin, dan dicat dengan warna cerah. Bagian
bawah pintu setinggi 36 cm dilapisi logam, jarak antara pintu dengan
lantai tidak lebih dari 0,5 cm, dan sebaiknya, pintu tersebut dapat
menutup sendiri.
5. Ventilasi/penghawaan.
Ventilasi harus ada, terutama bila pintu luar tertutup. Ventilasi dan
besarnya sinar matahari yang dapat masuk ke ruangan, tempat keluar
masuk barang, dan mutu pasokan air perlu mendapat perhatian. Selain
itu udara yang masuk ke ruangan sebaiknya bersih, tidak mengandung
asap dan zat pencemar lain. Di sekitar tempat tersebut harus terbebas
dari kondisi atau barang yang berpotensi menjadi sarang tikus, kecoa,
atau binatang pengerat lainnya. Pertukaran udara mutlak diperlukan
agar (1) peredaran udara terjamin dengan baik, dan (2) uap, gas, asap,
bau, dan debu dalam ruangan dapat dihilangkan. Meskipun demikian,
aliran udara ini harus dijaga sedemikian rupa agar tidak menjadi
sumber pencemar. Oleh sebab itu, adanya pintu yang terbuka langsung
dari ruang produksi ke arah luar tidak diperkenankan, kecuali untuk
kasus gawat darurat. Ventilasi bantuan diperlukan bila ventilasi alami
tidak dapat memenuhi persyaratan.
6. Pembuangan
Saluran pembuangan yang terbuat dari bahan tahan karat dirancang
berukuran sedemikian rupa sehingga dapat mengalirkan kotoran cair
yang dihasilkan selama pemprosesan dan pembersihan. Saluran ini
jangan sampai dijadikan jalan masuk ke ruangan produksi oleh
serangga dan binatang pengerat. Singkatnya, saluran pembuangan
tidak boleh dibiarkan menumbuhkan potensi
sebagai sumber pencemaran (Arisman, 2009: 158). Berdasarkan
Permenkes
Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang hygiene sanitasi
jasaboga untuk pembuangan asap dilengkapi dengan penangkap asap
(hood), alat pembuang asap, cerobong asap, saringan lemak yang bisa
dibuka dan dipasang untuk dibersihkan secara berkala.

F. Insatalasi Gizi
Instalasi gizi merupakan fasilitas untuk melakukan poses
penanganan makanan dan minuman meliputi kegiatan pengadaan
bahan mentah, penyimpanan, pengolahan, dan penyajian makanan dan
minuman (Depkes RI, 2007). Pengolahan makanan dalam instalasi gizi
harus diperhatikan karena makanan merupakan hal krusial apalagi
makanan yang akan disajikan untuk pasien yang memiliki daya tahan
tubuh rendah dibandingkan dengan orang sehat.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan yaitu kualitatif dengan menggunakan
metode deskriptif observasional. Penelitian deskriptif yang dilakukan dengan
tujuan untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara
objektif sedangkan penelitian observasional yaitu dilakukan dengan cara
melakukan pengamatan atau pengukuran terhadap variabel subjek penelitian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui skor keamanan pangan pada
penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi RS PKU Muhammadiyah
Surakarta
B. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Instalasi Gizi RS PKU Muhammadiyah
Surakarta. Penelitian dilakukan selama 6 hari dengan pengamatan dilakukan
selama 3 hari pada tanggal 18, 20, dan 21 November 2023 dan pengolahan
data dilakukan pada tanggal 22-24 November 2023.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua karyawan ahli gizi yang
bertugas di Instalasi Gizi RS PKU Muhammadiyah Surakarta yang
berjumlah 55 orang. Terdiri dari ahli gizi 7 orang, petugas petugas
administrasi 1 orang, petugas penerimaan dan penyimpanan 1 orang,
pelaksanaan persiapan 2 orang, pelaksanaan produksi makanan 19 orang,
pelaksanaan distribusi makanan 20 orang dan pelaksanaan distribusi
minuman 5 orang.
2. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah petugas penerimaan dan
penyimpanan 1 orang, pelaksanaan persiapan 2 orang, pelaksanaan
produksi makanan 13 orang, pelaksanaan distribusi makanan 20 orang.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Food Safety
2. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Penyelenggaraan Makanan di
Instalasi Gizi RS PKU Muhammadiyah Surakarta

E. Defisinisi Operasional

Variabel Definisi Cara ukur Hasil Ukur Skala Data


Food safety Penialaian Formulir skor Baik = ≥0,9703 Interval
food safety keamanan Sedang = 0,9332 – 0,9702
dengan skor pangan Rawan tapi aman
keamanan dikonsumsi = 0,6217 –
pangan 0,9331
Rawan dan tidak aman
dikonsumsi = <0,6217

F. Jenis Data
Jenis data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari
pengamatan langsung dan pengisian form skor keamanan pangan.
G. Teknik Pengambilan Data
Pengumpulan data dalam penelitian adalah dengan melakukan prosedur
sebagai berikut :
1. Melakukan pengamatan dengan meminta izin terlebih dahulu kepada
penanggung jawab lahan
2. Melakukan penilaian keamanan dan kelayakan makanan dengan aplikasi
form SKP dengan cara observasi (pengamatan) pada penyelenggaraan
makanan
3. Mengisi hasil penilaian pada form SKP
H. Instrument Penelitian
Instrument penelitian yang digunakan adalah Form Penilaian Skor
Keamanan Pangan dengan melakukan pengamatan dari pemilihan dan
penyimpanan bahan makanan hingga distribusi makanan ke pasien.
I. Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat. Analisis
univariat yaitu bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik masing-masing variabel yang diteliti (Priantoro, 2018).
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penerapan Nilai SKP


1. Makan siang tanggal 18

No Komponen Nilai Nilai yang Nilai Skor


Maksimal dipenuhi komponen
1. PPB 22(0,16) 22 22/22= 1 1 x 0,16 = 0,16
2. HGP 20(0,15) 20 20/20=1 1 x 0,15 = 0,15
3. PBM 74(0,55) 74 74/74=1 1x 0,55 = 0,55
4. DMP 19(0,14) 19 19/19=1 1 X 0,14 = 0,14
D
Total Nilai 1 = 100%

2. Selingan sore tanggal 18

No Komponen Nilai Nilai yang Nilai Skor


Maksimal dipenuhi komponen
1. PPB 22(0,16) 22 22/22= 1 1 x 0,16 = 0,16
2. HGP 20(0,15) 20 20/20=1 1 x 0,15 = 0,15
3. PBM 74(0,55) 71 71/74= 0,95 0,95x 0,55 = 0,52
4. DMP 19(0,14) 19 19/19=1 1 X 0,14 = 0,14
D
Total Nilai 0,97 = 97%

3. Makan Sore tanggal 18


No Komponen Nilai Nilai yang Nilai Skor
Maksimal dipenuhi komponen
1. PPB 22(0,16) 22 22/22= 1 1 x 0,16 = 0,16
2. HGP 20(0,15) 20 20/20=1 1 x 0,15 = 0,15
3. PBM 74(0,55) 74 74/74=1 1x 0,55 = 0,55
4. DMP 19(0,14) 19 19/19=1 1 X 0,14 = 0,14
D
Total Nilai 1 = 100%

4. Makan siang tanggal 20

No Komponen Nilai Nilai yang Nilai Skor


Maksimal dipenuhi komponen
1. PPB 22(0,16) 19 19/22= 1 0,86 x 0,16 = 0,14
2. HGP 20(0,15) 20 20/20=1 1 x 0,15 = 0,15
3. PBM 74(0,55) 74 74/74=1 1x 0,55 = 0,55
4. DMP 19(0,14) 19 19/19=1 1 X 0,14 = 0,14
D
Total Nilai 0,98 = 98%

5. Selingan sore tanggal 20

No Komponen Nilai Nilai yang Nilai Skor


Maksimal dipenuhi komponen
1. PPB 22(0,16) 22 22/22= 1 1 x 0,16 = 0,16
2. HGP 20(0,15) 20 20/20=1 1 x 0,15 = 0,15
3. PBM 74(0,55) 71 71/74= 0,95 0,95x 0,55 = 0,52
4. DMP 19(0,14) 19 19/19=1 1 X 0,14 = 0,14
D
Total Nilai 0,97 = 97%

6. Makan sore tanggal 20

No Komponen Nilai Nilai yang Nilai Skor


Maksimal dipenuhi komponen
1. PPB 22(0,16) 22 22/22= 1 1 x 0,16 = 0,16
2. HGP 20(0,15) 20 20/20=1 1 x 0,15 = 0,15
3. PBM 74(0,55) 74 74/74=1 1x 0,55 = 0,55
4. DMP 19(0,14) 19 19/19=1 1 X 0,14 = 0,14
D
Total Nilai 1 = 100%

7. Makan siang tanggal 21

No Komponen Nilai Nilai yang Nilai Skor


Maksimal dipenuhi komponen
1. PPB 22(0,16) 22 22/22= 1 1 x 0,16 = 0,16
2. HGP 20(0,15) 20 20/20=1 1 x 0,15 = 0,15
3. PBM 74(0,55) 74 74/74=1 1x 0,55 = 0,55
4. DMP 19(0,14) 19 19/19=1 1 X 0,14 = 0,14
D
Total Nilai 1 = 100%

8. Selingan sore tanggal 21

No Komponen Nilai Nilai yang Nilai Skor


Maksimal dipenuhi komponen
1. PPB 22(0,16) 22 22/22= 1 1 x 0,16 = 0,16
2. HGP 20(0,15) 20 20/20=1 1 x 0,15 = 0,15
3. PBM 74(0,55) 74 74/74=1 1x 0,55 = 0,55
4. DMP 19(0,14) 19 19/19=1 1 X 0,14 = 0,14
D
Total Nilai 1 = 100%

9. Makan sore tanggal 21

No Komponen Nilai Nilai yang Nilai Skor


Maksimal dipenuhi komponen
1. PPB 22(0,16) 22 22/22= 1 1 x 0,16 = 0,16
2. HGP 20(0,15) 20 20/20=1 1 x 0,15 = 0,15
3. PBM 74(0,55) 74 74/74=1 1x 0,55 = 0,55
4. DMP 19(0,14) 19 19/19=1 1 X 0,14 = 0,14
D
Total Nilai 1 = 100%

Hasil rata-rata Sembilan kali pengamatan :

No. Komponen Skor


1. PPB
2. HGP
3. PBM
4. DMP

B. Interpretasi Skor Penilaian SKP

Kategori SKP Persen Penilaian SKP


(%)
Baik ≥0,9703 ≥97,03%
Sedang 0,9332 – 0,9702 93,3 – 97,2%
Rawan tapi Aman Dikonsumsi 0,6217 – 0,9331 62,17 – 93,31%
Rawan dan Tidak Aman Dikonsumsi <0,6217 <62,117%

Dari hasil pengamatan penerapan SKP yang dilakukan pada tanggal


18, 20, dan 21 di instalasi gizi RS PKU Muhammadiyah Surakarta dengan
pengamatan mengenai persiapan, pengolahan, pemasakan, penyajian makanan
pada penyelenggaraan makanan makan siang, selingan sore dan makan sore.
Hasil dapat dilihat melalui form SKP diatas dan dapat dijabarkan sebagai
berikut :
Rata-rata Hasil Interpretasi Skor Penilaian SKP pada penyelenggaraan
makanan di instalasi gizi RS PKU Muhammadiyah Surakarta yaitu 0,99 atau
99% yang termasuk kategori baik.
Pada komponen Pemilihan dan Penyimpanan Bahan Makanan (PPB)
terdapat telur yang retak, namun telur yang retak saat penerimaan bahan
langsung diberikan ke bagian pengolahan untuk diolah. Penyimpanan bahan
makanan sudah sesuai standar termasuk kebersihan tempat, kebersihan wadah
penyimpanan, suhu penyimpanan, dan jauh dari bahan beracun.
Pada komponen Higiene Pemasak (HGP) yaitu pemasak sudah
memakai APD, mencuci tangan sebelum dan sesudah serat setelah dari WC.
Tidak terdapat pemasak yang bersin menghadap ke makanan namun masih
ada beberapa pemasak yang tidak memakai masker dengan benar.
Pengolahan Bahan Makanan (PBM) yaitu dapur pengolahan dalam
keadaan bersih, kering, dan jauh dari kandang ternak. Peralatan memasak
setelah digunakan langsung dicuci dan ditempatkan di rak alat. Air bersih
untuk memasak terdapat keran RO atau air matang di setiap wastafel ruang
pengolahan. Makanan yang sudah matang langsung diangkat, ditutup dan
diletakkan di penghangat makanan namun masih ditemukan pemasak yang
belum menggunakan sarung tangan ataupun alat saat memegang makanan
yang sudah matang yaitu pada pemorsian roti tawar tanpa menggunakan
sarung tangan, mengambil kotoran yang terdapat di bubur nasi tanpa alat, dan
pada saat pemorsian pudding wortel sudah menggunakan centong tetapi
terdapat pudding yang belepotan ke samping cup pudding yang diratakan
dengan tangan tanpa alat.
Distribusi Makanan (DPM) yaitu bagian distribusi sudah
menggunakan pakaian rapi dan bersih, makanan didistribusikan dengan
menggunakan troli dalam keadaan makanan sudah tertutup dengan plastic
wrap. Sebelum dan sesudah penyajian makanan ke pasien, bagian distribusi
menggunakan handsanitizer yang terdapat di setiap sudut bangsal.

KESIMPULAN & SARAN

1. Kesimpulan
penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Surakarta memiliki peran penting dalam mencapai status kesehatan
optimal bagi pasien. Keamanan pangan menjadi fokus utama, dengan
penekanan pada aspek hygiene dan sanitasi dari pemilihan bahan makanan
hingga distribusi makanan. Penerapan sistem swakelola menunjukkan
tanggung jawab instalasi gizi terhadap keseluruhan kegiatan.
Proses penilaian keamanan pangan menggunakan Skor Keamanan
Pangan (SKP) dan melibatkan beberapa komponen seperti pemilihan dan
penyimpanan bahan makanan, hygiene pemasak, pengolahan bahan
makanan, dan distribusi makanan. Meskipun hasil pengamatan
menunjukkan bahwa penyelenggaraan makanan di rumah sakit tersebut
mencapai kategori baik dengan skor interpretasi rata-rata sebesar 99%,
terdapat beberapa catatan yang perlu diperhatikan, seperti pengawasan
kualitas bahan, pemakaian masker yang benar, penggunaan sarung tangan
atau alat saat memegang makanan yang sudah matang, dan pemantauan
lebih lanjut terkait keamanan pangan.
Secara keseluruhan, keselamatan pangan di rumah sakit perlu dijaga
untuk mencegah penyakit akibat makanan dan menjaga sanitasi pada
makanan atau minuman yang disajikan kepada pasien. Konsep HACCP
diadopsi sebagai sistem jaminan mutu dengan basis keamanan pangan
yang menjadi acuan di seluruh dunia. Instalasi gizi memiliki peran penting
dalam penanganan makanan dan minuman, terutama dalam konteks
perawatan pasien dengan daya tahan tubuh rendah.

2. Saran

Diharapkan pada proses penerimaan bahan makanan sampai dengan


proses distribusi makanan penjamah agar selalu menjaga penerapan
hygiene sanitasi yang sudah sesuai dengan standar keamanan pangan di
RS PKU Muhammadiyah Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai