Makalah - Akhmad Mustangin - (23203011119) Mitsaqan Ghalidzan Dalam Penafsiran Al-Qur'an Sebagai Konsep Pernikahan
Makalah - Akhmad Mustangin - (23203011119) Mitsaqan Ghalidzan Dalam Penafsiran Al-Qur'an Sebagai Konsep Pernikahan
KONSEP PERNIKAHAN
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Tafsir al-Qur’an dan Hadis (Teori dan
Aplikasi)
Oleh
Ahmad Mustangin (23203011119)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
inspirator, pemandu dan pemadu gerakan-gerakan umat Islam. Oleh sebab itu,
masa awal pertumbuhan dan perkembangan Islam. Hal ini disebabkan oleh
adanya ayat-ayat tertentu yang kandungannya tidak bisa dipahami sendiri oleh
seluruh segi kandungan al-Quran serta intensitas perhatian para ulama terhadap
tafsir al-Quran, maka tafsir al-Quran terus berkembang, baik pada masa ulama
banyak yang belum memahami apa itu tujuan dari pernikahan, bahkan masih ada
yang belum mengetahui tujuan dari pernikahan secara mendalam yang telah
1
dijelaskan oleh kalam Allah SWT dalam bentuk al-Qur’an. Maka dari itu, sangat
B. Rumusan Masalah
pernikahan?
2
BAB II
PEMBAHASAN
para sahabat tentang arti dan kandungan ayat yang samar artinya. Keadaan ini
berlangsung hingga Rasulullah SAW wafat. Ketika pada masa tersebut para
sahabat bisa langsung menanyakan kepada Rasulullah SAW, tetapi setelah beliau
wafat mau tidak mau mereka harus melakukan ijtihad, padahal masih banyak
Di samping itu, para sahabat juga ada yang menanyakan tentang Sejarah
nabi-nabi atau kisah-kisah yang tercantum dalam al-Qur’an kepada para tokoh
ahlul kitab yang telah memeluk agama Islam. Dari sini lahirlah benih-benih
kalangan tabi’in, sehingga lahirlah tokoh-tokoh tafsir aru dari kalangan tabi’in,
seperti Sa’id bin Zubair, Ka’ab al-Ahbar, Zaid bin Alsam, Hasan al-Bashri dan
Pada periode ini, hadis-hadis telah beredar dengan sangat pesat, dan juga
3
Sementara itu, perubahan sosial semakin menonjol dan timbullah persoalan yang
terbatas dan terikat dengan kaidah-kaidah bahasa serta arti-arti yang dikandung
berkembang dan bertambah besar pula porsi peranan akal atau ijtihad dalam
oleh al-Qur’an yang keadaannya dikatakan oleh Abdullah Darraz dalam al-Naba’
berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut yang lain, dan tidak
dalam tiga fase, yaitu periode mutaqoddimin (abad 1-4 Hijriyah), periode
mutaakhirin (abad 4-12 Hijriyah), dan periode baru (abad 12-sekarang). Ada
pula mufassir yang memilahnya ke dalam beberapa fase yang berbeda seperti
thabaqat al-mufassirin ke dalam tujuh tahapan, yaitu tafsir masa sahabat, tafsir
masa tabi’in, tafsir masa penghimpunan pendapat para sahabat dan tabi’in, tafsir
1
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Penerbit Mizan, 2002), hlm, 72.
4
kebudayaan dan peradaban Islam, yang oleh al-Maraghi disebut dengan ‘Ashar
dalam tiga periode, yaitu fase Nabi SAW dan sahabatnya, fase tabi’in, dan fase
pembukuan tafsir. Walaupun beliau membagi ke dalam tiga fase, akan tetapi
al-Qur’an dengan al-Qur’an dan al-Qur’an dengan hadis atau sunnah beliau.
Apabila al-Qur’an sifatnya murni semata-mata dari Allah baik teks atau
2 Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, (Bandung: Tafakur, 2007). hlm. 14.
3 Abd Muin Salim, Beberapa Aspek Metodologi Tafsir Al-Qur’an, (Ujung Pandang: Lembaga Study
Kebudayaan Islam, 1990). hlm. 59-60.
4 Abd Muin Salim, Beberapa… hlm. 61-62.
5 Ahmad Izzan, Metodologi… hlm. 17.
5
penafsiran Nabi Muhammad SAW dapat berupa sunah qauliyah (perkataan)
kepada Nabi SAW “Wahai Rasulullah, siapakah di antara kami yang tidak
6 Ahmad Mustafa al-Maraghi. Tafsir al-Maraghi, (Bairut: Dar Ihya’ at-Turas al-‘Arabi, t.th), juz 1.
hlm. 5.
7 QS. Al-An’am [7]: 82. Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya
Edisi Penyempurnaan, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019), hlm 187.
6
sumber hukum, namun jika tidak mendapatkan dalam al-Qur’an mereka akan
terdapat ayat-ayat yang Panjang dan pendek, global dan terperinci, mutlak
dan muqayyad, serta umum dan khusus. Oleh sebab itu, bagi orang yang
terhadap al-Qur’an dapat ditemukan pada hadis atau sunah. Oleh karena
itu, para sahabat akan merujuknya kepada hadis Nabi apabila tidak
8
Az\-Z|ahabi, Muhammad Husain, At-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n, (Al-Qa>hirah: Da>r al-H{adi>s, 2005),
hlm. 37-43.
9
Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tatsir. (Jakarta: Amzah, 2014). hlm. 54.
10
Az\-Z|ahabi, Tafsi>r…, juz I, hlm. 43-53.
11
Az\-Z|ahabi, Tafsi>r…, juz I, hlm. 53-56.
7
yaitu12 mengetahui kaidah Bahasa Arab, mengetahui kebiasaan bangsa
d) Keempat, Ahlu Kitab. Dijadikannya ahlu kiab sebagai bagian dari Langkah
dengan Kitab Taurat dan Injil, seperti kisah para nabi dan umat-umat
berikut ini.
berikut:
utuh.
12
Samsurrohman, Pengantar… hlm. 55.
13
Samsurrohman, Pengantar… hlm. 56. Lihat juga Az\-Z|ahabi, Tafsi>r wa al-Mufassiru>n, juz I,
hlm. 56-57.
14
At}-T{abari, Tafsi>r at}-T{abari>, (Bairut: Muasasah ar-Risalah, 2000), juz II. hal. 118.
8
b) Penafsiran pada saat itu masih sedikit terjadi perbedaan dalam memahami
SAW dan problem yang dihadapi umat pada waktu itu tidak serumit
sekarang.
yaitu, al-Qur’an, hadis Nabi SAW, asar sahabat, ahli kitab, dan ijtihad atau
kekuatan istinbat.16
15
Abdul Manaf, “Sejarah Perkembangan Tafsir”, Jurnal Tafakkur, Vol.I. No. 02. (April 2021), hlm.
153.
16
Az\-Z|ahabi, Tafsi>r…, juz I, hal. 91.
9
Wajah-wajah (orang mukmin) pada hari itu berseri-seri, memandang
Tuhannya.17
Mujahid menafsirkan ayat di atas dengan mengatakan bawha yang
menunggu balasan pahala dari Allah ta’ala, bukan melihat zat-Nya Allah.18
para tabi’in meriwayatkan tafsir dari para sabahat sebagaimana juga para
dominan.
17
QS. Al-Qiyamah [29]: 22-23. Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan
Terjemahannya Edisi Penyempurnaan, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019), hlm
860.
18
Az\-Z|ahabi, Tafsi>r…, hlm, 94.
10
e) Tafsir mereka senantiasa dipengarui oleh kajian-kajian dan Riwayat-
masing-masing.
tabaqah mempunyai seorang guru dan melahirkan para mufassir baru dari
kalangan tabi’in.
Tokoh yang terkenal di Makkah adalah Mujahid bin Jabir, Ata’ Ibn
Abi Rabbah, Ikrimah, Sa’id bin Jubair, dan Taus bin Kaisan. Mereka adalah
Adapun tokoh mufassir yang ada di Madinah yaitu Zaid bin Aslam,
Abu al-‘Aliyah, Muhammad bin Ka’ab al-Qurzhi. Mereka adalah murid dari
Ubai bin Ka’ab, sedangkan tokoh mufassir yang ada di Irak adalah al-Qamah
bin Qais, Masruq, al-Aswad bin Yazid, Amr asy-Sya’bi, Hasan al-Basri dan
Qatadah.22
19
Abdul Manaf, “Sejarah Perkembangan Tafsir”, Jurnal Tafakkur, Vol.I. No. 02. (April 2021),
hlm. 154-155.
20
Muhammad Ali as}-S{a>bu>ni>, at-Tibya>n fi> ‘Ulu>m Al-Qur’a>n, (Makkah: Da>r as-S{a>bu>ni>, 2003),
hlm. 69.
21
Muhammad Ali as}-S{a>bu>ni>, at-Tibya>n…, hlm. 69-73.
22
Manna’ Khalil Qat}t}an, Maba>h}is \fi> ‘Ulu>m Al-Qur’a>n, (Mesir: al-Qa>hirah: Maktabah Wahbah,
2007), hlm. 330-331.
11
Fase setelah sahabat dan tabi’in adalah fase pembukuan hadis. Pada
fase ini, tafsir menjadi bagian dari pada bab-bab yang ada dalam kitab hadis.
obyeknya serta menertibkan babnya, seperti yang dilakukan Malik bin Abbas
dalam Muwatta’. Oleh karena itu, terdapat bab tafsir dalam Sahih Bukhari
dan Sahih Muslim. Akan tetpi, sebagaimana umumnya hadis ada yang sahih,
hasan, dan daif, begitu juga dengan hadis-hadis tafsir. Imam Ahmad berkata,
“Hadis marfu’ mengenai tafsir sangat sedikit yang sahih. Kebanyakan adalah
merupakan fase untuk menjadikan tafsir sebagai disiplin ilmu yang matang
dan mandiei. Dengan demikian, tafsir tidak lagi menyatu dengan hadis yang
menandakan bahwa tafsir menuju masa perkembangan yang lebih pesat. Fase
ini dinamakan fase tasnif. Jadi, secara garis besar, para mufassir pada fase ini
tersendiri.24
Para mufassir pada fase ini menerima tafsir dari tabi’in yang di
dominasi oleh tafsir bi al-Ma’sur. Para mufassir pada fase ini di antaranya
23
Teungku Muhammad Hasbi as-Siddieqy. Sejarah Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir,
(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), hlm. 191.
24
Samsurrohman, Pengantar…, hlm. 79.
12
adalah Ibnu Majah (wafat 273 H), Ibn Jari at-Tabari (wafat 310 H), Ibnu Bi
Hatim (wafat 327 H), Ibnu Hibban (wafat 369 H), al-Hakim (wafat 405 H),
dan Abu Mardawih (wafat 410 H). para mufassir tesebut dalam penafsirannya
dating dari Rasul, sahabt, tabi’in, dan tabi’ at-Tabi’in, kecuali tafsir Tabari
memasukkan kaidah kebahasaan, syair Arab Jahili, kaidah nahwu, dan fiqih
antara yang sahih dan yang daif. Oleh karena itu, kebanyakan ulama
berinisiatif untuk memenggal sanad dan merasa cukup dengan matan saja.
Terdapat beberapa ciri tafsir pada fase ini, yaitu terjadinya pembuangan
baik pendapat yang terpuji maupun yang tercela. Hal inilah yang
benar dan yang salah. Akibatnya, banyak yang meletakkan hadis-hadis palsu
25
Az\-Z|ahabi, Tafsi>r…, juz I, hlm. 128.
26
Samsurrohman, Pengantar…, hlm. 83.
13
fase kematangan. Setelah meluasnya Islam, pembukua tafsirpun mengalami
peningkatan yang berarti dalam khazanah disiplin ilmu tafsir. Pada permulaan
fase ini, tafsir mulai melebarkan sayap sehingga kegiatan penafsiran tidak
Tafsir pada fase ini lebih banyak menggunakan rasio. Hal itu karena
banyaknya disiplin ilmu yang telah mengalami kemapanan, seperti ilmu fiqih,
Zamakhsyari (wafat 528 H), al-Wahidi (wafat 468 H), al-Qurtubi (wafat 671
H), as-Sa’labi (wafat 427 H), ar-Razi (wafat 610 H0, dan al-Khazin (wafat
741 H).28 Pada fase ini, tafsir telah beredar sedemikian pesat, sekian persoalan
karena itu, timbulah metode dan corak yang baru dalam proses penafsiran al-
masyarakat.
Fase terakhir adalah masa sekarang atau fase kontemporer. Pada masa
ini dapat dikatakan dimulai pada akhir abad ke-19 sampai saat ini dan
mendatang. Penganut agama Islam setelah sekian lama ditindas dan dijajah
oleh bangsa Barat telah mulai bangkit Kembali. Di mana-mana umat Islam
27
Samsurrohman, Pengantar…, hlm. 86.
28
Az\-Z|ahabi, Tafsi>r…, hlm. 132-133.
14
telah merasakan agama mereka dihinakan dan menjadi alat permainan serta
Oleh sebab itu, terkenallah periode modernisasi Islam yang antara lain
Ridho, berhasi menafsirkan al-Qur’an dengan nama kitabnya yaitu tafsir al-
tafsir ini diakui banyak orang dan meiliki pengaruh yang cukup besar bagi
perkembangan tafsir baik bagi kitab-kitab tafsir yang semasa dengannya dan
terutama bagi kitab-kitab tafsir yang terbit setelahnya hingga sekarang. Cikal
bakal tafsir al-Qur’an yang lahir pada abad ke-20 dan 21 banyak yang
mendapat inspirasi dari tafsir al-Manar, di antara contohnya ialah tafsir al-
oleh Kementrian Agama Republik Indonesia dan tafsir al-Azhar karya Prof.
29
Abdul Manaf, “Sejarah Perkembangan Tafsir”, Jurnal Tafakkur, Vol.I. No. 02. (April 2021), hlm.
155-157.
15
Dr. Buya Hamka (1908-1981 M).30 Selain itu masih banyak lagi ulama
Dalam bahasa Arab, kata mitsaqan ghalidza terdiri dari dua kata, yaitu
mitsaq dan ghalidz. Kata mitsaq diambil dari kata watsaqa yang memiliki arti
mengikat. Kata mitsaq juga bermakna janji atau piagam perjanjian sama
seperti halnya kata wa’d. akan tetapi secara penekanan makna, kata mitsaq
lebih kuat dari pada kata wa’d.31 sedangkan kata ghalidz berasal dari kata
atau sikap seseorang, seperti tebal, kasar, berat, atau keras. Bentuk jamak dari
kata ghalidz adalah ghiladz atau ghuladz.32 Kata ghalidz juga berarti kokoh
atau bisa berarti kuat. Dari pengertia dua kata tersebut, dapat disimpulkan
bahwa kata mitsaqan ghalidza dapat berarti perjanjian yang terikat dengan
kokoh.
Selain itu, kata mitsaqan ghalidzan juga dapat diartikan sebagai suatu
30
Muhammad Amin Suma. Ulumul Qur’an. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persadah, 2013). hlm. 330.
31
M. Quraish Shihab, Tasir Al-Misbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera
Hati, 2002), hlm. 228.
32
M. Quraish Shihab, Tasir…, hlm. 646.
16
Allah dengan melaksanakan perjanjian akad nikah yang akan menjadi symbol
terikat. Adapun menurut para fuqaha, ada beberapa definisi dari kata
kali, yaitu pada surat an-Nisa ayat 21, surat an-Nisa ayat 154 dan al-Ahzab
menggambarkan tentang perjanjian Allah ta’ala dengan para nabi ulul ‘azmi
sebagai berikut:
ghalidza sebagai perjanjian yang berupa akad nikah dengan nama Allah
dan atas sunnah Rasulullah SAW. Ini adalah perjanjian yang kuat yang
33
Dedy Irawan El-Qayim, Catatan Hati Untuk Pasangan Hati, (Sukabumi: Jejak Publisher, 2021),
hlm. 139.
34
M. Quraish Shihab, Pengantin Al-Qur’an: 8 Nasehat Untuk Anak-Anakku, (Jakarta: Lentera Hati,
2015), hlm. 95-96.
35
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an: Di Bawah Naungan Al-Qur’an. Jilid 2, Terj. As’ad Yasin,
dkk, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 309.
17
b) Imam ath-Thabari berkata bahwa dari mitsaqan ghalidza adalah apa yang
telah ditetapkan berupa perjanjijan dan ikrar suami kepada istri untuk
yaitu larangan mengambil Kembali mahar atau mas kawin itu disebabkan
seandainya mahar ataupun mas kawin itu dinilai sebagai harga atau upah
itu adalah harga sesaat dan Ketika berlalu harga atau upan itu bukan lagi
menjadi milik suami. Oleh karena itu, suami yang menceraikan istrinya
akad nikah.37
36
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009),
hlm. 661.
37
M. Quraish Shihab, Tasir…, hlm. 466-467.
18
dengan amanat Allah untuk mempergaulinya dengan baik atau
Ilahi agar memegang mereka secara baik-baik atau melepas mereka secara
baik-baik pula.39
keharusan mempergauli istri dengan baik dan jika melepasnya juga akan
sebelumnya yaitu ayat 19 dan 20. Karena ayat 21 merupakan kelanjutan dari
ayat sebelumnya dan memiliki hubungan yang kuat dengan ayat sebelumnya.
penekanan tidak boleh mengambil apa yang telah diberikan (mahar) kepada
istri kecuali jika si istri terbukti melakukan fahisyah atau perbuatan keji dan
38
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir…, hlm. 663.
39
Jalaluddin al-Mahalli, Jalaluddin As-Suyuthi, Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Ayat Surat
Al-Fatihah s.d Al-Isra, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2015), hlm. 322.
40
Muhammad Hasbi Ash-Shidieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, (Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 2000), hlm. 814.
19
كانوا إذا مات الرجل كان أولياؤه:روى البخاري وأبو داود والنسائي عن ابن عباس قال
، فهم أحق ّبا من أهلها، وإن شاؤوا زوجوها، إن شاء بعضهم تزوجها،أحق ِبمرأته
فصار أحق ّبا من، فألقى ثوبه على تلك املرأة،جاء ابنه من غريها أو قرابته من عصبته
فإن شاء أن يتزوجها تزوجها بغري صداق إال الصداق الذي أصدقها،نفسها ومن غريه
وإن شاء عضلها وضارها، وَل يعطها شيئا، وإن شاء زوجها غريه وأخذ صداقها،امليت
فلما تويف أبو قيس بن األسلت. أو متوت هي فريثها،لتفتدي منه ِبا ورثت من امليت
: فطرح ابن له من غريها يقال له، كبيشة بنت معن األنصارية: وترك امرأة،األنصاري
فلم يقرّبا وَل ينفق عليها يضارها لتفتدي، فورث نكاحها مث تركها،حصن ثوبه عليها
اقعدي يف بيتك حىت أييت فيك أمر: فقال هلا، فاشتكت إٰل رسول هللا ﷺ،منه ِباهلا
20
dengan begitu berarti ia adalah orang yang paling berhak terhadap diri
si istri tersebut dari pada yang lainnya. Jika mau, makai a menikahinya
tanpa memberikan mahar kecuali mahar yang dahulu pernah diberikan
oleh si mayit. Atau jika mau, makai a menikahkan si janda tersebut
dengan laki-laki lain dan maharnya ia ambil, tanpa menyerahkannya
sedikitpun kepada si janda. Atau jika mau, maka ia akan
menyusahkannya dan menghalang-halanginya untuk menikah agar si
janda tersebut memberikan tebusan dengan menyerahkan harta warisan
yang ia dapatkan dari suaminya, ia serahkan kepadanya, atau hingga si
janda tersebut meninggal dunia, lalu ia mewarisi hartanya. Ketika Qais
bin al-Aslat al-Anshari meninggal dunia dengan meninggalkan seorang
istri Bernama Kubaisyah binti Ma’n al-Anshariyah. Lalu putra Qais dari
istri yang lain yang Bernama Hisn dating menutupkan pakaiannya
kepada Kubaisyah bin Ma’n tersebut. Lalu Hisn mewarisi pernikahan
Kubaisyah, namun kemudian ia tinggalkan dan ia terlantarkan, tidak ia
dekati dan tidak ia beri nafkah. Hal ini ia lakukan dengan tujuan agar
Kubaisyah mau memberikan tebusan dengan hartanya kepada Hisn.
Lalu Kubaisyah mengadukan hal tersebut kepada Rasulullah SAW lalu
beliau berkata kepadanya: Duduklah kamu di dalam rumahmu sampai
Allah SWT menurunkan wahyu tentang masalahmu ini. Lalu Allah
SWT menurunkan ayat 19 surat an-Nisa.
Adapun hubungan penafsiran surat an-Nisa ayat 19, 20, dan 21
sebagai berikut:
ِ وه َّن لِتَ ْذ َهبُوا بِبَ ْع
ض ما ِ ِ
ُ ين َآمنُوا ال ََي ُّل لَ ُك ْم أَ ْن تَ ِرثُوا النساءَ َك ْرًها َوال تَ ْع
ُ ُضل
ِ َّ
َ َي أَيُّ َها الذ
ِ ِ ِ ِ
وه َّن فَ َعسى أَ ْن ُ ني بِفاح َشة ُمبَ يِنَة َوعاش ُر
ُ وه َّن ِِبلْ َم ْع ُروف فَإِ ْن َك ِرْهتُ ُم َ وه َّن إِال أَ ْن َأيْت
ُ آتَ ْي تُ ُم
َ ) َوإِ ْن أ ََرْد ُُتُ اِ ْستِْب١٩( تَكَْرُهوا َشْي ئًا َوََْي َع َل هللاُ فِ ِيه َخ ْ ًريا َكثِ ًريا
دال َزْوج َمكا َن َزْوج َوآتَ ْي تُ ْم
ً ْطارا فَال ََتْ ُخ ُذوا ِمْنهُ َشْي ئًا أ َََتْ ُخ ُذونَهُ ُّب ِ
َ ) َوَكْي٢٠( تاَّن َوإِْْثًا ُمبِينًا
ُف ََتْ ُخ ُذونَه ُ إِ ْح
ً داه َّن قْن
)٢١( َخ ْذ َن ِمْن ُك ْم ِميثاقًا َغلِيظًا
َ ض ُك ْم إِٰل بَ ْعض َوأ
ُ َوقَ ْد أَفْضى بَ ْع
Wahai orang-orang yang beriman! Tidak halal bagi kamu mewarisi
perempuan dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan
mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah
kamu berikan kepadanya, kecuali apabila mereka melakukan perbuatan
keji yang nyata. Dan bergaul-lah dengan mereka menurut cara yang
patut. Jika kamau tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena
boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan
kebaikan yang banyak padanya. Dan jika kamu ingin mengganti istrimu
dengan istri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada
21
seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu
mengambil kembali sedikitpun darinya. Apakah kamu akan
mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan
(menanggung) dosa yang nyata? Dan Bagaimana kamu akan
mengambilnya kembali, padahal kamu telah bergaul satu sama lain
(sebagai suami-istri). Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil
perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan) dari kamu.41
Az-Zuhayli dalam menafsirkan al-Qur’an menggunakan metode
mufradat lughawiyyah serta asbab an-Nuzul dari ayat tersebut. Begitu juga
dengan penafsirannya terhadap ayat 19, 20, dan 21 pada surat an-Nisa.
tematik atau maudhu’i yang dimana metode tematik adalah mengkaji serta
mempelajari ayat al-Qur’an berdasarkan dengan tema atau judul yang telah
41
QS. An-Nisa>’ [4]: 19-21. Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya
Edisi Penyempurnaan, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019), hlm 109.
42
Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir & Aplikasi Model Penafsiran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2007), hlm. 67.
43
Wahbah Az-Zuhaily, Tafsir Al-Munir: Aqidah, Syariah, Manhaj, terj. Abdul Hayyie dan Fahmi
Bahreisy, (Jakarta: Gema Insani, 2016), hlm. 637.
22
Az-Zuhayli menerangkan bahwa sebelum Islam dating, kaum wanita
adalah kaum yang tertindas dan terampas hak-haknya seperti yang telah
disebutkan di atas. Oleh karena itu setelah Islam dating, Allah SWT
an-Nisa ayat 19. Wanita bukanlah benda yang bisa diwarisi. Oleh karena
itu, wanita yang ditinggal mati oleh suaminya tidak boleh diwarisi
hartanya, baik harta maharnya ataupun harta warisan suaminya serta harta
pada masa janilian yang bersikap kasar dan keras terhadap kaum
Wahbah Az-Zuhaily, Tafsir Al-Munir: Aqidah, Syariah, Manhaj, terj. Abdul Hayyie dan Fahmi
44
23
Menurut Syaikh Hasan Ayyub, nikah manurut bahasa adalah
berarti akad antara pihak laki-laki dan wali perempuan yang karenanya
hukum Allah yang sudah ditetapkanNya, dari semula yang sifatnya haram
menjadi halal atas semua hubungan laki-laki dan perempuan inilah yang
memiliki aturan dengan arah dan tujuan yang jelas, tidak bersifat anarkis yang
muhrim. Apabila ditinjau dari segi hukum tampak jelas bahwa pernikahan
adalah suatu akad suci dan luhur antara laki-laki dan perempuan yang menjadi
sahnya status sebagai suami istri dan dihalalkannya hubungan seksual dengan
tujuan mencapai keluarga sakinah, penuh kasih sayang, dan kebajikan serta
mainkan, dalam mengucapkan akad ijab qabul semua pihak baik calon suami-
45
Syaikh Hasan Ayyub. Fiqhul Usratul Muslimah, Terjemahan Oleh M. Abdul Ghaffar Fikih
Keluarga, Cet. Ke-4, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2004), hlm. 3.
46
Sudarsono. Hukum Perkawinan Nasional, Cet. Ke-1, (Jakarta: PT. Rineka Cipta. 1991), hlm. 1.
24
istri dan juga wali harus benar-benar memikirkan konsekuensinya dan
mempersiapkan diri sebaik mungkin baik dari segi kemampuan lahiriah dan
juga batiniah agar pernikahan bisa menjadi media untuk dekat dengan Sang
Sebagaimana sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abu Daud bahwa
25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
perjanjian yang amat kokoh dan agung bukan perjanjian yang bisa dimain-
mainkan, ini merupakan janji yang telah dibuat oleh Allah secara khusus dengan
pada Rosul Ulul AzmiNya, dan juga janji yang dibuat oleh Allah dengan
mengangkat bukit Thursina sebagai ancaman kepada bani Israel yang kufur
kepadaNya. Oleh sebab itu, dalam mengucapkan akad ijab qabul semua pihak
baik calon suami-istri dan juga wali harus benar benar memikirkan
kemampuan lahirian dan juga batiniah agar pernikahan bisa menjadi media
untuk dekat dengan sang pencipta bukan malah sebaliknya menjadi hamba yang
paling dibenciNya.
Ulama tafsir dari segala penjuru telah berusaha menaruh hasil pikirannya
kontemporer. Dalam hal ini, tidak terlalu banyak perbedaan yang menonjol pada
mengemukakan hasil maksud dari mitsaqan ghalidzan pada surat an-Nisa ayat
21 yaitu tentang ikatan perjanjian yang suci dan agung dalam pernikahan.
gholidzan, suami dan istri harus mengerti dan sadar betul peran dan tanggung-
26
bekerja-sama dalam setiap masalah yang dihadapi bersama dalam membangun
27
DAFTAR PUSTAKA
Abd Muin Salim, Beberapa Aspek Metodologi Tafsir Al-Qur’an, Ujung Pandang:
Abdul Manaf, “Sejarah Perkembangan Tafsir”, Jurnal Tafakkur, Vol.I. No. 02. April
2021.
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Jakarta: Pustaka
Azzam, 2009.
Ahmad Mustafa al-Maraghi. Tafsir al-Maraghi, (Bairut: Dar Ihya’ at-Turas al-
H{adi>s, 2005.
Dedy Irawan El-Qayim, Catatan Hati Untuk Pasangan Hati, Sukabumi: Jejak
Publisher, 2021.
Nuzul Ayat Surat Al-Fatihah s.d Al-Isra, Bandung: Sinar Baru Algesindo,
2015.
28
M. Quraish Shihab, Pengantin Al-Qur’an: 8 Nasehat Untuk Anak-Anakku, Jakarta:
Manna’ Khalil Qat}t}an, Maba>hi} s \fi> ‘Ulu>m Al-Qur’a>n, Mesir: al-Qa>hirah: Maktabah
Wahbah, 2007.
Muhammad Ali as}-S{a>bu>ni>, at-Tibya>n fi> ‘Ulu>m Al-Qur’a>n, Makkah: Da>r as-S{a>bu>ni>,
2003.
Muhammad Amin Suma. Ulumul Qur’an. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persadah,
2013.
Sudarsono. Hukum Perkawinan Nasional, Cet. Ke-1, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
1991.
29
Teungku Muhammad Hasbi as-Siddieqy. Sejarah Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan
Wahbah Az-Zuhaily, Tafsir Al-Munir: Aqidah, Syariah, Manhaj, terj. Abdul Hayyie
30