Anda di halaman 1dari 16

URGENSI PEMBUKTIAN

TERBALIK DALAM RUU


PERAMPASAN ASET
Oleh
GREES SELLY, S.H.,M.H.
(Praktisi Hukum, Dosen Fakultas Hukum Tata Negara Universitas Taman Siswa
Palembang, Mahasiswai Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Islam
Indonesia
Tujuan Pembentukan RUU Perampasan Aset
• Menjamin perlindungan dan kepastian hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran
guna mendukung terwujudnya tatanan kehidupan Masyarakat yang adil dan Sejahtera;

• Meminimalisir potensi kerusakan tatanan perekonomian nasional yang berpengaruh


pada kesejahteraan umum;

• Sebagai instrument hukum untuk mendukung mekanisme penegakan hukum yang


berkeadilan, komprehensif, transparan dan akuntabel;

• Efektifitas Upaya pemulihan asset hasil kejahatan;


Apa itu Perampasan Asset Tindak Pidana

Perampasan asset adalah Upaya paksa yang dilakukan oleh negara untuk
mengambil alih penguasaan dan/atau kepemilikan Aset Tindak Pidana
berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap tanpa didasarkan pada penghukuman terhadap
pelakunya;
Permasalahan

1. Bagaimana membuktikan suatu asset berasal dari kejahatan atau


tindak pidana?

2. Apa kategori asset tindak pidana yang dapat dirampas oleh negara?

3. Apakah terhadap perampasan asset oleh negara dapat diajukan


keberatan atau sanggahan?
Teori-teori yang digunakan dalam hal pembuktian terbalik

• Pembuktian terbalik dalam penjelasan UU 31 Tahun 1999 Tentang Tindak


Pidana korupsi adalah sistem pembuktian terbalik yang bersifat terbatas dan
berimbang, yakni: terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia
tidak melakukan tindak pidana korupsi dan wajib memberikan keterangan
tentang seluruh harta bendanya dan keluarganya.

• Pembuktian terbalik dalam Kasus Tindak Pidana Korupsi diatur dalam pasal
12B dan Pasal 37 serta Pasal 38B Undang-Undang 31 Tahun 1999
Teori-teori yang digunakan dalam Pembuktian Terbalik

• 1. Teori Pembuktian dalam KUHAP diatur dalam Pasal 184

• 2. Teori hukum pembuktian : hukum pembuktian harus menentukan


dengan tegas ke Pundak siapa beban pembuktian (burden of proof,
burden of producing evidence) harus diletakkan. Hal ini karena
dipundak siapa beban pembuktian diletakkan oleh hukum, akan
menentukan secara labgsung bagaimana akhir dari suatu proses hukum
di pengadilan.
RUU PERAMPASAN ASET DAN UU TINDAK PIDANA
PENCUCIAN UANG (TPPU)
Pasal 5 UU Perampasan menyebutkan bahwa Aset Tindak Pidana yang
dapat dirampas adalah :

a. Aset hasil tindak pidana atau asset yang diperoleh secara langsung
atau tidak langsung dari tindak pidana termasuk yang telah dihibahkan
atau dikonversikan menjadi harta kekayaan pribadi, orang lain, atau
korporasi, baik berupa modal, pendapatan, maupun keuntungan
ekonomi lainnya yang diperoleh dari kekayaan tersebut.
Pasal 5 UU Perampasan Aset Tindak Pidana

• b. Aset yang diketahui atau patut diduga digunakan atau telah


digunakan untuk melakukan tindak pidana

• c.Aset lain yang sah milik pelaku tindak pidana sebagai pengganti
asset yang telah dinyatakan dirampas oleh negara

• d. Asset yang merupakan barang temuan yang diketahui atau patut


diduga berasal dari tindak pidana
Pasal 7 UU Perampasan Asset

(1) Perampasan asset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilakukan


dalam hal :
a. Tersangka atau Terdakwa meninggal dunia, melarikan diri, sakit
permanen, atau tidak diketahui keberadaannya;
b. Terdakwa telah diputus lepas dari segala tuntutan hukum
Pasal 6 UU Perampasan Aset Tindak Pidana

• Asset tindak pidana yang dapat dirampas adalah dengan ketentuan


sebagai berikut :

• 1. Asset yang bernilai paling sedikit Rp. 100.000.000,- (serratus juta


rupiah)

• 2. Asset yang terkait dengan tindak pidana yang diancam dengan


pidana penjara 4 (empat tahun) atau lebih
Tindak Pidana Pencucian Uang

• Pencucian uang secara sederhana diartikan Upaya menyembunyikan atau


menyamarkan uang atau dana yang diperoleh dari suatu aksi kejahatan
atau hasil tindak pidana sehingga seolah-olah tampak menjadi harta
kekayaan yang sah.

• Pasal 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana


Pencucian Uang mengkategorikan harta kekayaan yang diperoleh dari
tindak pidana adalah :
Hasil Tindak Pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak
pidana

• Korupsi
• Penyuapan
• Narkotika dan psikotropika
• Penyelundupan tenaga kerja
• Penyelundupan migran
• Kejahatan di bidang perbankan
• Kejahatan di bidang Pasar Modal
• Kejahatan Asuransi
• Kejahatan Kepabeanan dan Cukai
• Perdagangan Orang (human trafficking)
• Perdagangan senjata gelap
• Terorisme
• Penculikan
• Pencurian
• Penggelapan dan Penipuan
• Pemalsuan uang
• Perjuadian dan Prostitusi
• Tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 tahun atau lebih
Konklusi

• Permasalahan 1

Untuk membuktikan suatu Asset Tindak Pidana harus dibuktikan terlebih dahulu
latar belakang perolehan asset tersebut, apakah diperoleh dari usaha, hibah atau
waris yang diperoleh secara sah dan tidak mengandung unsur melawan hukum
sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan atau tidak diperoleh
dengan cara merugikan keuangan negara, tujuannya adalah agar tercapai kepastian
hukum mengenai status asset tersebut dan tidak menimbulkan kerugian bagi pihak
lain diluar dari pihak yang terindikasi melakukan suatu perbuatan pidana.
Konklusi

• Permasalahan 2 : Asset Tindak Pidana yang dapat dirampas oleh


negara diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 6 RUU Perampasan Negara atau
diatur juga dalam Pasal 2 UU Tindak Pidana Pencucian Uang, dan
diatur pula dalam Undang-Undang 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang
No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Konklusi

• Permasalahan 3 : Perampasan Asset Tindak Pidana dapat dilakukan


keberatan atau sanggah, baik oleh pemilik asset atau pihak lain yang
berdampak langsung terhadap kepemilikan asset yang dilakukan
penyitaan atau perampasan oleh negara, dengan cara mengajukan
gugatan dilengkapi bukti-bukti otentik terkait asal usul asset yang
dirampas tersebut, setelah putusan berkekuatan hukum tetap atau dalam
proses pemeriksaan perkara.

Anda mungkin juga menyukai