Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MAKALAH

EPISTEMOLOGI TEORI ILMU PENGETAHUAN


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu : Reza Fauzi Nazar, S.H., M.H.

Disusun Oleh :
1. Widi Hardian Nugraha (1233040048)
2. Aliman Abdul Mukhlis (1233040057)
3. Ahmad Faiz Al Farizi (1233040064)
4. Siti Mariam (1233040068)
5. Dewi Ratna Sekar Ningsih (1233040074)

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Segala puji Syukur kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan Kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
mata kuliah Filsafat Ilmu dengan judul “Epistemologi Metode Ilmu Pengetahuan” . Penulisan
makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Filsafat Ilmu di
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.

Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada Teknik
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, Kritik
dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak – pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini,
khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.

Bandung, 29 Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI
Kata pengantar
Daftar isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Epistemologi Ilmu Pengetahuan
2.2 Sumber-Sumber Ilmu Pengetahuan
2.3 Metode Ilmu Pengetahuan
2.4 Kebenaran Ilmu pengetahuan
2.5 Aliran Aliran Filsafat Epistemologi

BAB III KESIMPULAN


3.1. Kesimpulan
DAFTAR PUSAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Berbicara tentang filsafat ilmu, pasti akan menjumpai istilah epistemologi, sebab manusia
tidak hanya memerlukan kebutuhan pokok saja, Akan tetapi manusia juga memerlukan
informasi untuk mengetahui keadaan dilingkungan sekitar mereka. Dalam Upaya untuk
memperoleh informasi, manusia seringkali melakukan komunikasi ataupun cara-cara lain
yang bisa digunakan. Salah satu informasi yang didapat dari komunikasi adalah
pengetahuan. Pengetahuan sangat diperlukan bagi kehidupan manusia karena dapat
memberikan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan. Dalam mencari pengetahuan , tak
jarang manusia harus mempelajari Epistemologi. Epistemologi disebut juga sebagai teori
pengetahuan karena mengkaji seluruh tolak ukur ilmu-ilmu manusia, termasuk ilmu logika
dan ilmu – ilmu maunisa yang bersifat gambling, merupakan dasar dan pondasi segala ilmu
dan pengetahuan.
Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini kami akan membahas tentang “Epistemologi Teori
Ilmu Pengetahuan” Secara ringkas, dengan harapan agar mudah dipahami dan dimengerti.

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan Uraian latar belakang diatas, maka dapat di uraikan rumusan masalah :
1. apa pengertian Epistemologi ?
1. Apa Sumber Ilmu Pengetahuan ?
2. Apa Metode Ilmu Pengetahuan ?
3. Apa Kebenaran Ilmu Pengetahuan ?
4. Apa Aliran Aliran Filsafat Epistemologi?

1.3 Tujuan
Adapun tujan dibuat nya makalah ini adalah :
1.mengetahui pengertian epistemologi
2. mengetahui sumber ilmu pengetahuan
3. mempelajari metode ilmu pengetahuan
3. mempelajari kebenaran dalam ilmu pengetahuan
5. mengetahui aliran aliran filsafat epistemologi
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Epistemologi Ilmu Pengetahuan


1. Pengertian Epistemologi
Epistemology berasal dari Bahasa Yunani Episteme dan Logos Episteme berarti
pengetahuan atau kebenaran sedangkan Logos mempunyai arti pikiran, kata,
atau teori. Secara Etimologi Epistemologi dapat diartikan, teori pengetahuan
yang benar, dan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan yang dalam bahasa
Inggrisnya menjadi Theory of Knowledge. Epistemologi (ma’rifah) dalam bahasa
Arab mempunyai banyak penggunaan, tetapi lazimnya berarti pengetahuan
(knowledge), kesadaran (awareness), dan informasi. Adakalanya digunakan dalam
arti pencerahan khusus (idrak juz’i/ particular perception), kadang-kadang juga
dipakai dalam arti ilmu yang sesuai dengan kenyataan dan melahirkan kepastian dan
keyakinan. Pengetahuan yang menjadi pokok bahasan epistemologi boleh jadi
mempunyai salah satu pengertian tersebut atau pengertian lainnya.
Pembahasan mengenai epistemologis tidak terbatas pada satu jenis
pengetahuan. Konsep pengetahuan merupakan salah satu konsep paling jelas
dan nyata (badihi/ self-evident). Epistemologis dapat didefinisikan sebagai
“bidang ilmu yang membahas pengetahuan manusia, dalam berbagai jenis dan
ukuran kebenaran.”

Teori epistemologi bertalian erat dengan persoalan idea. Menurut Plato


pengetahuan (ma’rifah) tidak lain adalah pengingatan kembali, artinya apabila
panca indera kita berhadapan dengan sesuatu, maka teringatlah kita akan contoh-
contohya (mutsul), dan muncullah kembali pengetahuan yang kita peroleh
sewaktu kita masih hidup dalam suatu alam, dimana kita dapat melihat ide yang azali
dengan jalan pengabstrakan terhadap gambaran-gambaran dari wujud-wujud
inderawi. Dan karena epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan Tentang
“bagaimana kita mendapatkan pengetahuan?” sehingga untuk memperoleh
jawabannya, kita harus terlebih dahulu mengetahui sumber pengetahuannya
dan tentang terjadinya pengetahuan maupun asal mulanya pengetahuan. Dan
harus menggunakan metode ilmiah sehingga pengetahuan itu dapat dipastikan
kebenarannya.

2.2 Sumber-Sumber Ilmu Pengetahuan


Teori pengetahuan tidak dapat menghindarkan pembahasan tentang sumber-sumber
pengetahuan tempat bahan-bahannya diperoleh. Sumber-sumber itu menurut filosof,
tidak lain adalah indra, akal dan hati. Ada juga yang berpendapat bahwa sumber-sumber
epistemologi itu antara lain adalah sebagai berikut:

1) Alam

Salah satu sumber epistemologi adalah alam semesta ini. Yang dimaksud dengan
alam adalah alam materi, alam ruang dan waktu, alam gerakan, alam yang
sekarang kita tengah hidup didalamnya, dan kita memiliki hubungan dengan alam
ini dengan menggunakan berbagai alat Indera kita. Pada masa dahulu dan masa
sekarang ini ada beberapa ilmuan yang tidak mengakui alam sebagai suatu sumber
epistemologi. Plato tidak mengakui alam sebagai suatu sumber epistemologi,
karena hubungan manusia dengan alam adalah dengan perantaraan alat indera
dan sifatnya partikular (juz’i), karena ia meyakini bahwa particular bukanlah suatu
hakikat. Bahkan Descartes yang merupakan salah seorang dari dua filosof
( Descartes dan Francis Bacon) yang menempatkan ilmu pengetahuan
cenderung pada alam ia tidak mengakui alam sebagai sumber epistemologi dan
tidak mengakui indera sebagai alat epistemologi. Descartes mengatakan, “Alam
mesti dikaji dan dipelajari dengan menggunakan indera, tetapi hal ini tidak akan
mengantarkan kita pada suatu hakikat. Pengetahuan ilmiah hanya bermafaat bagi
aktivitas kita dan kita tidak memiliki suatu keyakinan bahwa apakah sesuatu yang kita
ketahui itu realitasnya adalah persis sebagaimana yang kita ketahui. Alam memiliki nilai
praktis (‘amali) dan bukan nilai teoritis (nazhari) serta ilmiah (‘ilmi).” Tetapi diantara
para ilmuwan dunia, sedikit sekali yang memiliki pandangan semacam itu.
Sebagian besar dari mereka adalah meyakini bahwa alam ini adalah sumber
epistemologi. Sekarang hipotesa yang ada adalah bahwa alam ini merupakan salah
satu sumber epistemologi. Alhasil, jika epistemologi itu diartikan secara lebih
umum, yakni epistemologi ialah sesuatu yang dapat memberikan kepada kita suatu
kekuatan dan tenaga praktis, ataupun sesuatu yang dapat menunjukkan suatu
hakikat, tentu tidak ada lagi keraguan padanya (epistemologi itu).

2) Rasio dan Hati

Di antara para ilmuwan yang ada pada masa sekarang ini, para ilmuwan yang memiliki
pola pikir materialis, menolak sumber dan alat ini. Sedangkan para ilmuan yang
mamiliki pola pikir ilahi (meyakini keberadaan Tuhan), mereka amat percaya dan yakin
terhadap sumber dan alat ini. Misalnya Bergson, atau yang biasa disebut William James.
Ia adalah seorang filosof terkenal berkebangsaan Amerika, dan banyak lagi para
ilmuwan lainnya yang percaya dan yakin terhadap sumber dan alat ini. Dengan demikian,
maka Islam tergolong kelompok yang mengakui hati sebagai suatu sumber
epistemologi dan alatnya adalah “penyucian jiwa” (tazkiyah an-nafs).
3) Sejarah

Sejarah adalah sumber lain epistemologi yang sekarang ini dianggap sebagai suatu
sumber yang sangat penting. Al- Qur’an juga sangat mementingkan sumber ini.
Karena menurut Al-Qur’an, selain alam, rasio dan hati, masih ada satu sumber lain yaitu,
sejarah. Jika kita mengatakan bahwa alam adalah sumber epistemologi, maka di
dalamnya juga berisi sejarah. Al-Qur’an secara jelas dan tegas menyatakan bahwa
sejarah merupakan bahan kajian. Dengan demikian, maka sejarah itu merupakan
salah satu sumber epistemologi.

4) Pengalaman Indra (Sense Experience)

Orang sering merasa bahwa pengindraan adalah alat yang paling vital dalam
memperoleh pengetahuan. Memang dalam hidup manusia tampaknya pengindraan
adalah satu- satunya alat untuk mencerap segala objek yang ada di luar diri manusia.
Karena terlalu menekankan pada kenyataan, paham demikian dalam filsafat disebut
realisme. Realisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa semua yang dapat
diketahui hanya kenyataan. Jadi, pengetahuan berawal dari kenyataan yang dapat
diindrai.

5) Nalar (Reasion)

Nalar adalah salah satu corak berpikir dengan menggabungkan dua pemikiran
atau lebih dengan maksud untuk mendapatkan pengetahuan baru. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam masalah ini tentang asas-asas pemikiran, yaitu sebagai berikut:

a) Principium Identitas yaitu sesuatu itu sama dengan dirinya sendiri (A=A).
Asas ini biasa disebut asas kesamaan.
b) Principium contradictioad yaitu apabila dua pendapat yang bertentangan, tidak
mungkin kedua-duanya benar dalam waktu yang bersamaan. Dengan kata
lain pada subjek yang sama tidak mungkin terdapat dua predikat yang
bertentangan pada satu waktu. Asas ini biasa disebut asas pertentangan.
c) Principium tertii exclusi yaitu apabila dua pendapat yang berlawanan tidak
mungkin keduanya benar dan tidak mugkin keduanya salah. Kebenaran hanya
terdapat satu diantara kedua itu, tidak perlu ada pendapat yang ketiga.
Asas ini biasa disebut asas tidak adanya kemungkinan ketiga.

6) Otoritas (Authority)
Otoritas adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui
kelompoknya. Otoritas menjadi salah satu sumber pengetahuan, karena
kelompoknya memiliki pengetahuan melalui seseorang yang mempunyai
kewibawaan dalam pengetahuannya. Pengetahuan yang diperoleh melalui
otoritas ini biasanya tanpa diuji lagi karena orang yang telah menyampaikannya
mempunyai kewibawaan tertentu.

7) Intuisi (Intuision)

Intuisi adalah suatu kemampuan yang ada pada diri manusia melalui proses kejiwaan
tanpa suatu rangsangan atau stimulus mampu untuk membuat pernyataan
berupa pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui intuisi tidak dapat
dibuktikan seketika atau melalui kenyataan karena pengetahuan ini muncul tanpa
adanya pengetahuan lebih dahulu. Dengan demikian, peran intuisi sebagai
sumber pengetahuan adalah adanya kemampuan dalam diri manusia yang dapat
melahirkan pernyataan pernyataan berupa pengetahuan.

8) Wahyu (Revelation)

Wahyu adalah berita yang disampaikan oleh Tuhan kepada Nabi-Nya untuk
kepentingan umatnya. Kita mempunyai pengetahuan melalui wahyu, karena ada
kepercayaan tentang sesuatu yang disampaikan itu. Seseorang yang mempunyai
pengetahuan melalui wahyu secara dogmatic akan melaksanakan dengan baik.
Wahyu dapat dikatakan sebagai salah satu sumber pengetahuan, karena kita
mengenal sesuatu dengan melalui kepercayaan kita.

9) Keyakinan (Faith)

Keyakinan adalah kemampuan yang ada pada diri manusia yang diperoleh melalui
kepercayaan. Sesungguhnya antara sumber pengetahuan berupa wahyu dan
keyakinan ini sangat sukar untuk dibedakan secara jelas, karena keduanya
menetapkan bahwa alat lain yang dipergunakannya adalah kepercayaan.
Perbedaannya barangkali jika keyakinan terhadap wahyu yang secara dogmatik
diikutinya adalah peraturan yang berupa agama. Adapun keyakinan melalui
kemampuan kejiwaan manusia merupakan pematangan (maturation) dari
kepercayaan. Karena kepercayaan itu bersifat dinamik mampu menyesuaikan
dengan keadaan yang sedang terjadi. Sedangkan keyakinan itu sangat statik,
kecuali ada bukti- bukti baru yang akurat dan cocok buat kepercayaannya.

2.3 Metode Ilmu Pengetahuan


1. Metode Epistemologi Barat
a. Metode Rasional
Metode ini adalah metode yang dipakai untuk memperoleh pengetahuan dengan
pertimbangan-pertimbangan atau menggunakan kriteria kebenaran yang dapat
diterima rasio. Metode ini sebagaimana diterangkan dalam pendekatan
epistemologis diatas merupakan metode yang dikembangkan pertama kali oleh
Rene Descartes.

Metode ini mempunyai mekanisme kerja yaitu menggunakan standar rasio untuk
menentukan validitas ilmu pengetahuan dan juga untuk mencari sumber ilmu
pengetahuan. Akan tetapi, pemikiran ini obyeknya dibatasi pada sekup empiris saja.
Dan juga metode ini mengandalkan skeptisis dalam mencari sebuah kebenaran.
Namun kebanyakan metode ini selalu terus menerus. Metode rasional ini mempunyai
peranan yang sangat besar dalam epistemologi Barat, karena ini merupakan ciri filsafat
modern dan berpikir ilmiah.

b. Metode Dialogis

Dialog merupakan salah satu metode epistemologi Barat. Dialog berarti


menyuruh manusia agar berpikir kritis dan rasional. Dengan dialog ilmu
pengetahuan dapat dikembangkan dengan cepat. Dan dengan dialog juga ilmu
pengetahuan dibentuk. Dialog menjadikan manusia lebih dapat berpikir kritis
terhadap validitas ilmu pengetahuan. Dalam kapasitasnya sebagai metode
epistemologi, dialog menjadi salah satu tumpuan harapan dalam menggali,
menyusun, merumuskan, membangun dan mengembangkan ilmu pengetahuan.

c. Metode Komparatif

Metode ini merupakan metode untuk memperoleh pengetahuan dengan cara


membandingkan pengetahuan- pengetahuan. Jujun S. Suriasumantri mengatakan
“pengetahuan yang didapat berdasarkan perbandingan mempunyai banyak
kegunaan”. Metode komparatif ini selain sebagai metode epistemologi, pada tahap
operasionalnya juga menjadi salah satu metode penelitian. Adapun dari segi
mekanisme kerja ini, metode komparatif diaplikasikan melalui langkah-langkah
kerja secara bertahap sebagai berikut:

1) menelusuri permasalahan-permasalahan yang setara tingkat dan jenisnya;

2) mempertemukan dua atau lebih permasalahan yang setara tersebut;

3) mengungkapkan ciri-ciri dari obyek yang dibandingkan secara jelas dan terinci;

4) mengungkapkan hasil perbandingan;

5) menyusun atau memformulasikan kembali teori yang bisa dipertanggung


jawabkan secara ilmiah.

d. Metode Kritis
Salah satu cara mengembangkan pengetahuan adalah dengan kritik. Kritik
sangat berperan dalam mewujudkan dinamika ilmu pengetahuan. Kritik merupakan
motif utama bagi perkembangan intelektual. Tanpa kritik tak ada motif rasional
untuk mengubah teori-teori kita. Akan tetapi dalam kritik biasanya terjadi
kontradiksi. Kontradiksi tidak boleh dibiarkan, harus dicari solusinya agar mendapat
kepastian. Menerima kontradiksi menyebabkan kritik berhenti dan membawa
kejatuhan ilmu.

2. Metode Epistemologi Pendidikan Islam

a) Metode Rasional (Manhaj ‘Aqli)


Metode Rasional adalah metode yang dipakai untuk memperoleh
pengetahuan dengan menggunakan pertimbangan-pertimbangan atau kriteria-
kriteria kebenaran yang bisa diterima rasio. Menurut metode ini sesuatu
dianggap benar apabila bisa diterima oleh akal, seperti sepuluh lebih
banyak dari lima. Tidak ada orang yang mampu menolak kebenaran ini
berdasarkan penggunaan akal sehatnya, karena secara rasional sepuluh lebih
banyak dari lima. Metode ini dipakai dalam mencapai pengetahuan Pendidikan Islam,
terutama yang bersifat apriori. Akal memberi penjelasan-penjelasan yang logis
terhadap suatu masalah, sedangkan indera membuktikan penjelasan-penjelasan
itu. Penggunaan akal untuk mencapai pengetahuan termasuk pengetahuan
pendidikan Islam mendapat pembenaran agama Islam. Machfudz Ibawi berani
menegaskan, bahwa bahasa Al-Quran seluruhnya bersifat filosofis, dengan
pengertian tidak mudah dimengerti tanpa mencari, menganalisis atau menggali
sesuatu yang tersimpan di balik bahasa harfiah. Oleh karena itu, dibutuhkan
pemikiran yang makin rasional sebagai media atau alat untuk mendapatkan
pengetahuan dan pemahaman terhadap kandungan Al- Quran. Teori-teori yang
diformulasikan oleh para ilmuwan Islam tidak banyak dipakai sebagai
landasan dalam membahas masing-masing disiplin ilmu karena dianggap
masih kalah oleh teori Barat. Bahkan yang paling berbahaya secara intelektual
adalah bahwa teori-teori Barat telah dianggap baku dan disakralkan karena tidak
pernah digugat. Teori-teori pendidikan Islam yang dirumuskan para pemikir Islam
zaman dahulu juga menjadi sasaran pencermatan kembali dengan
menggunakan metode rasional.

b) Metode Intuitif (Manhaj Zauqi)


Metode intuitif merupakan metode yang khas dalam epistemologi
pendidikan Islam. Mengingat tradisi ilmiah Barat menganggap metode tersebut
tidak pernah diperlukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Sebaliknya di
kalangan ilmuwan muslim, intuisi sebagai satu metode yang sah dalam
mengembangkan pengetahuan, sehingga mereka telah terbiasa menggunakan
metode ini dalam menangkap pengembangan pengetahuan. Muhammad Iqbal
menyebut intuisi ini dengan peristilahan “cinta” atau kadang-kadang disebut
pengalaman kalbu. Dalam pendidikan Islam, pengetahuan intuitif ditempatkan
pada posisi yang layak. Pendidikan Islam sekarang menjadikan manusia
sebagai objek material, sedang objek formalnya adalah kemampuan manusia.
Pendidikan Islam secara spesifik terfokus untuk mempelajari kemampuan
manusia, baik berdasarkan wahyu, pemberdayaan akal, maupun pengamatan
langsung (Burga, 2019). Di kalangan pemikir Islam, intuisi tidak hanya disederajatkan
dengan akal dan indera, melainkan lebih diistimewakan daripada keduanya.
Bagi al-Gazhali (2010), al-zawaq (intuisi) lebih tinggi dan lebih dipercaya, dari
pada akal untuk menangkap pengetahuan yang betul-betul diyakini
kebenarannya. Sumber pengetahuan tersebut dinamakan al-nubuwwat, yang
pada nabi-nabi berbentuk wahyu dan pada manusia biasa berbentuk ilham.

C) Metode Dialogis (Manhaj Jadali)


Metode dialogis yang dimaksudkan di sini adalah upaya menggali
pengetahuan pendidikan Islam yang dilakukan melalui karya tulis yang disajikan
dalam bentuk percakapan antara dua orang ahli atau lebih berdasarkan argumentasi-
argumentasi yang bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Metode ini
memiliki sandaran teologis yang jelas. Upaya untuk mencari jawaban-
jawaban adalah aktivitas yang baik menurut Islam maupun ilmu
pengetahuan. Peristiwa sebagai wujud dialog telah dikemukakan dalam Al- Quran.
Pendidikan Islam perlu didialogkan dengan nalar kita untuk memperoleh jawaban-
jawaban yang signifikan dalam mengembangkan pendidikan Islam tersebut. Nalar itu
akan memiliki daya analisis yang tajam manakala menghadapi tantangan-
tantangan. Ilmu pendidikan Islam harus bertumpu pada gagasan-gagasan yang
dialogis dengan pengalaman empiris yang terdiri atas fakta atau informasi untuk
diolah menjadi teori yang valid yang menjadi tempat berpijaknya suatu
pengetahuan ilmiah. Untuk menerapkan metode ini, dapat disiapkan wadahnya
dengan beberapa cara, misalnya dengan menetapkan pasangan dialog,
membentuk forum dialog, mempertemukan dua forum dialog, maupun dengan
mengundang pakar-pakar pendidikan Islam, apabila difungsikan secara
maksimal. wadah-wadah dialog itu hanya berbeda skalanya saja, sedang misi dan
fungsinya relative sama. Semuanya sebagai wadah untuk menggali pengetahuan
pendidikan Islam dari Al-Quran, hadis dan praktik-praktik pendidikan Islam,
kemudian dirumuskan dalam teori-teori ilmiah tentang pendidikan Islam.
Metode dialogis dalam epistemologi pendidikan Islam ini bisa mengambil
bermacam macam objek: ketentuan-ketentuan wahyu, baik yang terdapat
pada Al-Quran maupun hadis yang disebut dengan konsep-konsep normatif,
pendapat-pendapat para pakar pendidikan Islam, baik pada masa lampau
maupun sekarang yang disebut konsep-konsep teoretis, dan pengamatan
terhadap pengalaman- pengalaman melaksanakan pendidikan bagi kaum Muslim,
baik dahulu maupun sekarang yang bisa disebut “konsep- konsep empiris”.
Semua Objek itu ada dalam bingkai keislaman karena Islam terbagi menjadi
dua, yaitu Islam dalam arti wahyu dan Islam dalam arti budaya. Islam wahyu
berupa al-Quran dan hadis sedang Islam budaya berupa pemikiran,
pengalaman, maupun tradisi umat Islam.

d) Metode Komparatif (Manhaj Muqāran)


Metode komparatif adalah metode memperoleh pengetahuan (dalam hal ini
pengetahuan pendidikan Islam, baik sesama pendidikan Islam maupun
pendidikan Islam dengan pendidikan lainnya). Metode ini ditempuh untuk
mencari keunggulan-keunggulan maupun memadukan pengertian atau
pemahaman, supaya didapatkan ketegasan maksud dari permasalahan
pendidikan. Maka metode komparatif ini masih bisa dibedakan dengan
Pendidikan perbandingan. Metode komparatif sebagai salah satu metode
epistemologi pendidikan Islam objek yang beragam untuk diperbandingkan, yaitu
meliputi: perbandingan sesame Ayat Al-Quran tentang pendidikan, antara ayat-
ayat pendidikan dengan hadis-hadis pendidikan, antara sesame hadis pendidikan,
antara sesama teori dari pemikir pendidikan, antara sesama teori dari pakar
pendidikan Islam dan non Islam, antara sesama lembaga pendidikan Islam, antara
lembaga pendidikan Islam dengan Lembaga pendidikan non Islam, antara
sejarah umat Islam dahulu dan sekarang.

e) Metode Kritik (Manhaj Naqdi)


Metode kritik yaitu sebagai usaha untuk menggali pengetahuan tentang
pendidikan Islam dengan cara mengoreksi kelemahan-kelemahan suatu
konsep atau aplikasi pendidikan, kemudian menawarkan solusi sebagai alternatif
pemecahannya. Jadi maksudnya kritik bukan karena adanya kebencian,
melainkan karena adanya kejanggalan atau kelemahan yang harus diluruskan.
Sebenarnya kritik adalah metode yang sudah ada sejak dulu dari ilmu kalam, fiqh,
sejarah Islam maupun hadis. Namun sayangnya sekarang jarang sekali kalangan
muslim yang berpijak pada metode kritik ketika mengungkapkan gagasan-
gagasannya. Salah satu pemikir muslim yang karya- karyanya bernuansa kritik
adalah Muhammad Arkoun. Dia mengkritik bangunan epistemologi keilmuan
agama Islam. Sebenarnya kritik itu berkonotasi dalam makna Upaya
membangun, tidak seperti yang kita pahami selama ini bahwa kritik adalah
penghinaan. Dan itu berakibat umat muslim merasa tidak suka terhadap
kritik. Dengan menggunakan metode kritik dapat mengkritik teori barat yang
tidak sepaham dengan nas-nas wahyu yang berkaitan dengan pendidikan Islam

f) Metode ‘Ibrah
Metode ini merupakan upaya untuk menggali pengetahuan filsafat pendidikan
Islam melalui sejarah pendidikan Islam. Termasuk dimensi pendidikan pada sejarah
yang diabadikan dalam al-Qur’an.

2.4 Kebenaran Ilmu pengetahuan

Kebenaran dalam sudut pandang Filsafat Ilmu sebagai mana yang ditulis oleh J.
Sudarminta dalam bukunya Epistemologi Dasar “Secara umum kebenaran biasanya
dimengerti sebagai kesesuaian antar apa yang dipikirkan dan atau dinyatakan dengan
kenyataan yang sesungguhnya. Dalam pengertian ini kata kenyataan yang
sesungguhnya menjadi tolak ukur penentu penilaian Dalam sebuah perkembangan
Kebenaran terdapat beberapa teori yang mengemukakan tentang kebenaran. Secara
klasik terdapat tiga teori tentang kebenaran yaitu:

1. Teori Kebenaran Korespondensi

Teori kebenaran Korespondensi adalah teori pengetahuan yang menyatakan bahwa


suatu pernyataan itu benar, kalau isi pengetahuan yang terkandung dalam
pernyataan tersebut berkorespondensi (sesuai) dengan objek yang dirujuk oleh
pernyataan tersebut. Teori korespondensi adalah teori yang mengasumsikan
kebenaran paham Realisme, yakni paham yang meyakini adanya kenyataan
nonmental dan nonlinguistik atau kenyataan yang adanya tidak tergantung dari
subjek/pikiran yang memikirkan dan menyebutnya. Contoh dari teori kebenaran ini
adalah sebuah peryataan: “monas terletak di daerah Jakarta Pusat” maka peryataan
tersebut bisa kita nyatakan benar karena hal tersebut sesuai dengan letak
Geografisnya. Lain halnya apabila kita menyatakan “Monas terletak di daerah Bogor”
maka bisa kita katakan hal tersebut salah karena tidak sesuai dengan fakta Geografis.

2. Teori Kebenaran Koherensi


Teori Koherensi berakar pada dua hal:
(1) fakta bahwa matematika dan logika adalah sistem deduktif yang ciri hakikinya
adalah konsistensi
(2) Sistem Metafisika rasionalistik yang sering kali mengambil inspirasi dari
matematika.
Karena dua akar ini, maka tidak mengherankan bahwa kaum Rasionalis dan Positivis
logis menekankan Teori kebenaran ini. 18 Zaprulkhan dalam bukunya Filsafat Ilmu
juga meniliti arti dari Teori Koherensi beliau mengutip dari buku Kamus Filsafat yang
ditulis Lorens Bagus “Teori Koherensi merupakan teori yang menyatakan bahwa
kebenaran harus berdasarkan harmoni internal proposisi proposisi dalam suatu
sistem tertentu. Suatu preposisi dikatakan benar kalau proposisi itu konsisten dengan
proposisi lain yang sudah diterima atau diketahui kebenarannya.19 Contoh teori
korespondensi adalah jumlah sudut dalam sebuah lingkaran penuh adalah 360
derajat sehingga jika ada sebuah peryataan yang menyatakan jumlah sudut dalam
sebuah lingkaran penuh itu di bawah atau lebih daripada itu maka bisa kita katakan
peryataan tersebut salah karena tidak sesuai dengan postulat.

3. Teori Kebenaran Pragmatis


Teori kebenaran pragmatis secara etimologis berasal dari bahasa inggris, pragmatic
yang berarti berkenaan dengan hasil praktik. Teori ini juga disebut sebagai teori
pragmatisme yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti yang dilakukan,
perbuatan, tindakan sebutan bagi filsafat yang dikembangkan oleh William James di
Amerika Serikat. Menurut teori ini suatu kebenaran dan suatu peryataan diukur
dengan kriteria apakah peryataan tersebut fungsional dalam kehidupan manusia.
Menurut William James “ide-ide yang benar ialah ide-ide yang dapat kita serasikan,
kita umumkan berlakunnya, kita kuatkan dan periksa. Sebaliknya ide yang salah ialah
ide yang tidak demikian”. Contoh dari sebuah teori ini adalah.20 “Ketika engkau
meminta sebuah jawaban dari sebuah ulangan kepada temanmu yang sangat rajin
dan pintar. Pragatisme disini ialah: satu menguntungkan dan satunya merugikan”.

2.5 Aliran Filsafat Epistemologi

 Rasionalisme
Aliran ini berpendapat semua pengetahuan bersumber dari akal pikiran
atau rasio. Tokohnya antara lain Rene Descrates (1596–1650), yang
membedakan adanya tiga ide, yaitu innate ideas (ide bawaan), sejak
manusia lahir atau juga dikenal dengan adventitinous ideas , yaitu idea
yang berasal dari luar manusia, dan faktitinousideas , atau ide yang
dihasilkan oleh pikiran itu sendiri. Tokoh lain yaitu Spinoza (1632−1677),
Leibniz (1666−1716).
 Empirisme
Aliran ini berpendirian bahwa semua pengetahuan manusia diperoleh
melalui pengalaman indra. Indra memperoleh pengalaman (kesan-kesan)
dari alam empiris, selanjutnya kesan-kesan tersebut terkumpul dalam diri
manusia menjadi pengalaman. Tokohnya antara lain:
o John Locke (1632−1704), berpendapat bahwa pengalaman dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu (1) pengalaman luar
( sensation ), yaitu pengalaman yang diperoleh dari luar dan (2)
pengalaman dalam, batin ( reflexion ). Kedua pengalaman tersebut
merupakan idea yang sederhana yang kemudian dengan proses
asosiasi membentuk idea yang lebih kompleks.
o David Hume (1711−1776), yang meneruskan tradisi empirisme.
Hume berpendapat bahwa ide yang sederhana adalah salinan
( copy ) dari sensasi- sensasi sederhana atau ide-ide yang
kompleks dibentuk dari kombinasi ide-ide sederhana atau kesan-
kesan yang kompleks. Aliran ini kemudian berkembang dan
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan terutama pada abad 19 dan 20.
 Realisme
Realisme merupakan suatu aliran filsafat yang menyatakan bahwa objek-
objek yang kita serap lewat indra adalah nyata dalam diri objek tersebut.
Objek- objek tersebut tidak bergantung pada subjek yang mengetahui atau
dengan kata lain tidak bergantung pada pikiran subjek. Pikiran dan dunia
luar saling berinteraksi, tetapi interaksi tersebut memengaruhi sifat dasar
dunia tersebut. Dunia telah ada sebelum pikiran menyadari serta akan
tetap ada setelah pikiran berhenti menyadari. Tokoh aliran ini antara lain
Aristoteles (384−322 SM), menurut Aristoteles, realitas berada dalam
benda-benda konkret atau dalam proses-proses perkembangannya.
Bentuk ( form ) atau ide atau prinsip keteraturan dan materi tidak dapat
dipisahkan. Kemudian, aliran ini terus berkembang menjadi aliran realisme
baru dengan tokoh George Edward Moore, Bertrand Russell, sebagai
reaksi terhadap aliran idealisme, subjektivisme, dan absolutisme. Menurut
realisme baru: eksistensi objek tidak bergantung pada diketahuinya objek
tersebut.
 Kritisisme
Kritisisme menyatakan bahwa akal menerima bahan-
bahan pengetahuan dari empiri (yang meliputi indra dan pengalaman).
Kemudian akal akan menempatkan, mengatur, dan menertibkan dalam
bentuk-bentuk pengamatan yakni ruang dan waktu. Pengamatan
merupakan permulaan pengetahuan sedangkan pengolahan akal
merupakan pembentukannya. Tokoh aliran ini adalah Immanuel Kant
(1724−1804). Kant mensintesiskan antara rasionalisme dan empirisme.
 Positivisme
Tokoh aliran ini di antaranya August Comte, yang memiliki pandangan
sejarah perkembangan pemikiran umat manusia dapat dikelompokkan
menjadi tiga tahap, yaitu:
o Tahap fteologis, yaitu manusia masih percaya pengetahuan atau
pengenalan yang mutlak. Manusia pada tahap ini masih dikuasai
oleh takhayul-takhayul sehingga subjek dengan objek tidak
dibedakan.
o Tahap Metafisis, yaitu pemikiran manusia berusaha memahami dan
memikirkan kenyataan, tetapi belum mampu membuktikan dengan
fakta.
o Tahap Positif, yang ditandai dengan pemikiran manusia untuk
menemukan hukum-hukum dan saling hubungan lewat fakta. Oleh
karena itu, pada tahap ini pengetahuan manusia dapat berkembang
dan dibuktikan lewat fakta (Harun H 1983: 110 dibandingkan
dengan Ali Mudhofir 1985: 52 dalam Kaelan 1991: 30).
 Skeptisisme
Menyatakan bahwa indra adalah bersifat menipu atau menyesatkan.
Namun, pada zaman modern berkembang menjadi skeptisisme medotis
(sistematis) yang mensyaratkan adanya bukti sebelum suatu pengalaman
diakui benar. Tokoh skeptisisme adalah Rene Descrates (1596−1650).
 Pragmatisme
Aliran ini tidak mempersoalkan tentang hakikat pengetahuan, namun
mempertanyakan tentang pengetahuan dengan manfaat atau guna dari
pengetahuan tersebut. Dengan kata lain kebenaran pengetahuan
hendaklah dikaitkan dengan manfaat dan sebagai sarana bagi suatu
perbuatan. Tokoh aliran ini, antara lain C.S Pierce (1839−1914),
menyatakan bahwa yang terpenting adalah manfaat apa (pengaruh apa)
yang dapat dilakukan suatu pengetahuan dalam suatu rencana.
Pengetahuan kita mengenai sesuatu hal tidak lain merupakan gambaran
yang kita peroleh mengenai akibat yang dapat kita saksikan (Ali Mudhofir
1985: 53 dalam Kaelan 1991: 30).

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian mengenai sumber-sumber epistemology tersebut maka dapat

disimpulkan, bahwa epistemologi adalah teori pengetahuan yang merupakan cabang

filsafat yang berurusan dengan hakikat dan ruang lingkup pengetahuan,

pengandaian- pengandaian dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pertanyaan

mengenai pengetahuan yang dimiliki. Dengan adanya penjelasan mengenai

epistemologi, maka akan diketahui asal mulanya pengetahuan, terjadinya pengetahuan,

dan sumber-sumber pengetahuan. Sehingga kita mengetahui dengan jelas dari mana kita

mendapatkan pengetahuan dan cara memperolehnya. Sumber-sumber pengetahuan

tersebut antara lain adalah alam, akal, hati, pengalaman indera, sejarah, intuisi,

keyakinan, dan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal, indra, dan

sumber-sumber tersebut mempunyai metode tersendiri dalam pengetahuan tersebut.

Dan tanpa sumber-sumber tersebut maka kita tidak tahu darimana pengetahuan itu berasal.
DAFTAR PUSAKA

1.https://www.studocu.com/id/document/sekolah-tinggi-ilmu-ekonomi-indonesia/

manajemen/makalah-epistemologi-ilmu/51986505

2. resferensi makalah tugas ilmu filsafat_uin jkrt.pdf

3. https://www.dictio.id/t/apa-saja-aliran-aliran-dalam-epistemologi/129501

Anda mungkin juga menyukai