Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

AKSIOLOGI ETIKA KEILMUAN


diajukan utuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Filsafat Ilmu
Dosen pengampu :
Reza Fauzi Nazar, S.H.,M.H

Disusun Oleh:
Ashilatun Najiyah 1233040054
Silvia Okta Saumi 1233040051
Muhamad Hasbi Assidiq 1233040052
Agi Mardiansyah 1233040078
Hilmy 1233040053
Muhammad Syaiful Islam 1233040066

JURUSAN PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2023
Kata Pengantar

Ontologi hakikat ilmu pengetahuan adalah topik yang mendalam dan esensial dalam ilmu
pengetahuan dan filsafat. Ontologi merupakan cabang filsafat yang berkaitan dengan hakikat
realitas dan eksistensi. Dalam konteks ilmu pengetahuan, ontologi mempertanyakan apa yang
dapat diketahui, bagaimana kita memahami dunia, dan apa yang menjadi dasar pengetahuan.
Ontologi hakikat ilmu pengetahuan mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan
mendasar seperti: Apa itu pengetahuan? Bagaimana pengetahuan dibangun? Apakah
pengetahuan bersifat objektif atau subjektif? Bagaimana kita dapat membedakan antara
pengetahuan yang sahih dan yang tidak sahih? Apa hubungan antara ilmu pengetahuan,
keyakinan, dan realitas?
Melalui kajian ontologi hakikat ilmu pengetahuan, kita dapat memahami dasar-dasar
epistemologi, metode ilmiah, dan asumsi-asumsi yang mendasari berbagai disiplin ilmu. Ini
memberikan landasan filosofis yang kuat untuk pemahaman kita tentang cara ilmu pengetahuan
berkembang, berkembang, dan memengaruhi pemahaman kita tentang dunia.
Dalam kata pengantar ini, kita akan menjelajahi konsep-konsep ontologi hakikat ilmu
pengetahuan lebih mendalam dan bagaimana mereka berperan dalam memahami sifat dan
batasan dari pengetahuan manusia.

Bandung, Oktober 2023


DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................................3
BAB 1..............................................................................................................................................3
PENDAHULUAN...........................................................................................................................3
A. Latar Belakang......................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................3
C. Tujuan...................................................................................................................................3
BAB II.............................................................................................................................................5
PEMBAHASAN..............................................................................................................................5
A. Aksiologi...............................................................................................................................5
1. Pengertian Aksiologi.........................................................................................................5
2. Aliran-aliran dalam Aksiologi...........................................................................................5
D. Klasifikasi Ilmu Pengetahuan...............................................................................................8
1. Pengertian Klasifikasi Ilmu...............................................................................................8
2. Hierarki dalam Ilmu Pengetahuan.....................................................................................9
E. Hukum Kausalitas...............................................................................................................10
F. Sifat ilmu pengetahuan.......................................................................................................11
G. TANGGUNG JAWAB ILMUWAN....................................................................................11
H. BUDAYA ILMIYAH..........................................................................................................12
I. ETIKA DALAM PENGEMBANGAN ILMU...................................................................13
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................14
A. Kesimpulan.........................................................................................................................14
Daftar Pustaka................................................................................................................................15
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat ilmu adalah merupakan dari bagian dari filsafat yang menjawab beberapa
pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan
implikasi dari ilmu, yang termasuk didalamnya antara lain ilmu alam dan sosial. Filsafat ilmu
sangat berkaitan dengan klasifikasi dan hierarki ilmu pengetahuan, hukum kausalitas, sifat ilmu
pengetahuan, dan aliran filsafat ontologi.
Klasifikasi dan hierarki ilmu pengetahuan membahas tentang pengaturan yang sistematik
untuk menegaskan definisi suatu cabang ilmu, menentukan batas-batasnya, dan menjelaskan
hubungannya dengan cabang-cabang yang lain.
Hukum kausalitas membahas hukum sebab akibat yang merupakan bagian dari filsafat. Hukum
ini menyatakan bahwa setiap kejadian memiliki suatu sebab, dan sebab dari setiap kejadian
adalah kejadian sebelumnya. Dan menjadi landasan bagi teori-teori yang di kemukakan oleh para
filosof maupun para ahli pikir lainnya. Hukum kausalitas dianggap sebagai kebenaran yang tidak
terelakan (dharuriy), juga menjadi bagian dari sunnatulloh yang dapat dirasionalisasikan dalam
akall pikiran manusia.
Ilmu merupakan kegiatan untuk mencari suatu pengetahuan dengan jalan melakukan
pengamatan ataupun penelitian, kemudian peneliti atau pengamat tersebut berusaha membuat
penjelasan mengenai hasil pengamatan atau penelitiannya tersebut. Dengan demikian, ilmu
merupakan suatu kegiatan yang sifatnya operasional. Ontologi adalah cabang filsafat yang
membahas hakikat keberadaan beserta aliran-alirannya. Hal ini berkaitan dengan studi tentang
apa yang ada dan bagaimana hal itu ada. Maka dari pendahuluan ini saya akan merumuskan
masalah apa saja yang ada dalam penjelasan makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja aliran Filsafat Aksiologi?
2. Apa yang dimaksud dengan Etika dalam Pengembangan Ilmu?
3. Apa yang dimaksud dengan budaya ilmiah?
4. Apa saja tanggung jawab ilmuwan?

C. Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami Aksiologi Etika Keilmuan serta bagian-bagiannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Aksiologi
1. Pengertian Aksiologi
Aksiologi menurut bahasa berasal dari bahasa Yunani “axios” yang berarti,
bermanfaat dan “logos” berarti ilmu pengetahuan atau ajaran. Secara istilah,
aksiologia dalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang ditinjau dari
sudut kefilsafatan. Sejalan dengan itu, maka aksiologi adalah studi tentang hakikat
tertinggi, realitas, dan arti dari nilai-nilai (kebaikan, keindahan, dan kebenaran).
Dengan demikian aksiologi adalah studi tentang hakikat tertinggi dari nilai-nilai etika
dan estetika. Menurut kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu
pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika.
Sementara Suriasumantri mengatakan, aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan
dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Dikatakan bahwa aksiologi
adalah suatu pendidikan yang menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut
dalam kehidupan manusia dan menjaganya, membinanya di dalam kepribadian
peserta didik.
Dengan demikian aksiologi adalah salah satu cabang filsafat yang mempelajari
tentang nilai-nilai atau norma-norma terhadap sesuatu ilmu. Mengenai nilai itu sendiri
dapat jumpai dalam kehidupan sehari-hari seperti katakata adil dan tidak adil, jujur
dan curang, benar dan salah, baik dan tidak baik. Hal itu semua mengandung
penilaian karena manusia yang dengan perbuatannya berhasrat mencapai atau
merealisasikan nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia
untuk melakukan berbagai, pertimbangan tentang apa yang dinilai. Aksiologi ialah
ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, pada umumnya ditinjau dari sudut
pandangan kefilsafatan.1
2. Aliran-aliran dalam Aksiologi
Aksiologi itu ialah ilmu pengtahuan yang menyelidiki hakikat nilai ,pada umumnya di
tinjau dari sudut pandang kefilsafatan aksiologi. Berikut merupakan aliran aliran
aksiologi :

1) Pragmatisme
Pragmatisme sebagai diskursus pemikiran kritis adalah pemikiran filsafati
yang pada mulanya berkembang di barat, tepatnya di Amerika. Sesuai dengan

1
Ahmad Syukri and Ahmad Fadhil Rizki, “Aksiologi Ilmu Pengetahuan dan Manfaatnya bagi Manusia” 4, no. 2
(2021).
namanya, filsafat pendidikan pragmatisme adalah aliran pemikiran yang
dikembangkan berdasarkan pandangan filsafat Pragmatisme. 2 Pragmatisme
juga sering disejajarkan dengan progresivisme, intrumentalisme,
eksprementalisme, dan environtalisme (Noor Syam, 1983:228). Salah satu
tokoh utama dalam aliran adalah John Dewey. Ia menganggap bahwa
pendidikan harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip perubahan, proses
relativitas, dan rekonstruksi pada pengalaman manusia (Ornstein dan Levine,
1985:199). Sesuai dengan corak filsafat yang mendasarinya, aliran
pragmatism pendidikan memiliki ciri dan karakter yang berbeda dengan
beberapa aliran pemikiran tradisional seperti idealisme, realisme,
perennialisme dan esensialisme. Perbedaan muncul karena aliran pragmatisme
memang mendasarkan pada landasan ontologis, epistemologis dan aksiologis
yang sangat berbeda.3
2) Idealisme
Filsafat idealisme adalah aliran yang mementingkan ide atau pikiran
daripada hal-hal yang bersifat material untuk melaksanakan suatu
tujuan.Widiastuti (2020) berpendapat bahwa filsafat idealisme berfokus pada
spiritual dan nilai-nilai moral. Manusia memiliki suatu aturan moral yang jelas
sebab manusia diberkahi kemampuan yang rasional (Thabarani, 2015).
Keterkaitan filsafat idealisme di bidang pendidikan karakter dapat dilihat dari
hubungan filsafat dan pendidikan (Hanifah & Fauziati, 2021). Filsafat
idealisme memiliki tiga cabang yaitu epistemologi, ontologi dan aksiologi.
Filsafat idealisme dipandang dari aspek epistemologi yaitu membicarakan
tentang proses manusia dalam memperoleh pengetahuan (Pari, 2018).
Thabarani (2015) mendefinisikan filsafat membahas tentang pengetahuan
yang diperoleh melalui proses berpikir dan intuisi. Menurut aspek
epistemologi, pengetahuan yang dimiliki oleh manusia adalah hasil dari
penyelidikan sehingga dapat diketahui oleh manusia (Suminar, 2019).
Sehubungan dengan hal tesebut, kebenaran hanya diperoleh dari orang-orang
tertentu yang memiliki pikiran baik, namun kebanyakan orang hanya sampai
pada tingkat pendapat saja. Adapun uji yang digunakan yaitu uji konsistensi
dan koherensi dari ide-idenya.
Filsafat idealisme dari segi pandang aspek ontologi yaitu membahas
tentang sifat atau wujud yang berasal dari segala hal yang ingin diketahui
(Malian, 2010). Selain itu, aspek ontologi membahas persoalan hakikat
keberadaan segala sesuatu yang ada menurut tata hubungan sistematis
(Thabarani, 2015). Oleh karena itu ontologi menghasilkan pertanyaan tentang:
“ apa seperti “ apa yang sebenarnya dikatakan realitas?, apakah yang materi
atau inmateri?”. Filsafat idealisme memiliki tujuan utama yaitu membentuk
2
Hamdani, “Aksiologi Ilmu Pengetahuan Dan Keislaman (Interkoneksi Nilai-Nilai Keislaman)” (n.d.).
3
Aliran filsafat
manusia yang meimiliki karakter mulia, memiliki taraf kehidupan yang lebih
tinggi dan ideal. Saiful mengungkapkan bahwa tujuan utama dari filsafat
idealisme adalah untuk menciptakan manusia berkepribadian mulia dan
memiliki taraf kehidupan Rohani yang lebih tinggi kepada Masyarakat.4
3) Intuisionisme
Beberapa ahli bahasa mengatakan bahwa intuisionisme berasal dari bahasa
latin yaitu intuitio yang berarti pemandangan. Sedangkan ahli yang lain
mengatakan bahwa intuisionisme berasal dari bahasa inggris yaitu intuition
yang bermakna gerakan hati atau disebut juga hati nurani. Dalam kamus
umum bahasa Indonesia intuisi di artikan dengan bisikan hati atau daya batin
untuk mengerti atau mengetahui sesuatu tidak dengan berpikir atau belajar.
Intuisi disebut juga dengan ilham atau inspirasi meskipun pengetahuan
intuisi hadir begitu saja secara tiba-tiba, namun ia juga tidak terjadi kepada
setiap orang melainkan hanya jika seseorang itu sudah berpikir keras
mengenai suatu masalah. Bahkan intuisi sering disebut separo rasional atau
kemampuan yang berbeda pada tahap yang lebih tinggi dari rasional dan
hanya berfungsi jika rasio telah digunakan secara maksimal namun menemui
jalan buntu.
Henri Bergson (1859), seorang tokoh epistemology intuisionisme
menganggap tidak hanya Indera yang terbatas,akal juga terbatas. Objek-objek
yang kita tangkap itu adalah objek yang selalu berubah,jadi pengetahuan kita
tentangnya tidak pernah tetap. Intelek atau akal juga terbatas. Dengan
menyadari keterbatasan Indera dan akal tersebut, Bergson mengembangkan
satu kemampuan yang dimiliki oleh manusia,yaitu intuisi.
Hati bekerja pada tempat yang tidak mampu dijangkau oleh akal yaitu
pengalaman emosional dan spiritual. Kelemahan akal adalah karena ia ditutupi
oleh banyak perkara. Menurut Immanuel Kant (1724-1804) akal tidak pernah
mampu memcapai pengetahuan langsung tentang sesuatu perkara. Akal hanya
mampu berpikir perkara yang dilihat terus (fenomena) tetapi hati mampu
menafsir suatu perkara dengan tidak terhalang oleh perkara apapun tanpa ada
jarak antara subjek dan objek.

D. Klasifikasi Ilmu Pengetahuan


1. Pengertian Klasifikasi Ilmu

4
Klasifikasi merupakan pengaturan yang sistematik untuk menegaskan definisi
sesuatu cabang ilmu, menentukan batas-batasnya dan menjelaskan hubungannya dengan
cabang-cabang yang lain. Tergantung pada metode dan subjek penelitian, ilmu
pengetahuan dapat dimasukkan ke dalam berbagai bidang. Menurut pemahaman ontologi,
tiga cabang utama ilmu pengetahuan adalah ilmu alam, ilmu sosial, dan ilmu humaniora.
Klasifikasi atau penggolongan ilmu pengetahuan telah mengalami perkembangan atau
perubahan sesuai dengan semangat zaman. Sehingga banyak pendangan terhadap
klasifikasi ilmu itu sendiri. Dalam subbab ini akan membahas mengenai klasifikasi ilmu
pengetahuan menurut para ahli.
a. Auguste Comte
Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan
yang dikemukakan Auguste Comte sejalan dengan Sejarah ilmu
pengetahuan itu sendiri, yang menunjukkan bahwa gejala-gejala dalam
ilmu pengetahuan yang lama semakin lama semakin rumit atau kompleks
dan konkret. Oleh karena itu penggolongan ilmu pengetahuan Auguste
Comte memulai dengan mengamati gejala-gejala paling sederhana, seperti
dalam kehidupan sehari-hari. Urutan penggolongan ilmu pengetahuan
menurut August Comte sebagai berikut:
1) Ilmu pasti (matematika)
2) Ilmu perbintangan (astronomi)
3) Ilmu alam (fisika)
4) Ilmu kimia
5) Ilmu hayat (fisiologi atau biologi)
6) Fisika sosial (sosiologi)
b. Francis Bacon
Berdasarkan klasifikasi ilmu Francis Bacon pada subjeknya, yaitu daya
untuk mengetahui sesuatu. Berdasarkan hal tersebut, ia membedakannya
sebagai berikut:
1) Ilmu pengetahuan ingatan yang membahas tentang masalah-
masalah atau kejadian yang telah lalu, meskipun dimanfaatkan
untuk masa depan.
2) Ilmu pengetahuan khayal yang membahas tentang kejadian-
kejadian dalam dunia khayal, meskipun untuk keperluan dunia
nyata.
3) Ilmu pengetahuan akal yaitu secara umum pembahasannya
4) mengandalkan diri pada logika dan kemampuan berpikir.
Klasifikasi tidak bisa dibenarkan apabila pemikiran kita
berpangkal pada pandangan bahwa kita tidak mungkin mengenal akal,
ingatan atau daya khayal semata, tetapi dengan seluruh pribadi diri
sendiri.
c. Aristoteles
Aristoteles memberikan sesuatu klasifikasi berdasarkan objek formal yaitu
ilmu teoritis (spekulatif), praktis dan poietis (produktif). Ilmu teoritis bertujuan
bagi pengetahuan itu sendiri dan untuk perkembangan ilmu. Ilmu praktis adalah
ilmu pengetahuan yang bertujuan mencari norma atau ukuran perbuatan.
Sedangkan poietis adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk menghasilkan
karya seperti alat dan teknologi.

2. Hierarki dalam Ilmu Pengetahuan


Hierarki ilmu merupakan urutan atau tingkatan dari ilmu. Secara umum ada lima landasan
utama yaitu tradisi,otoritas, trial-and-eror, penalaran logis dan metode ilmiah.
a. Tradisi
Tradisi merupakan landasan terbawah dalam pengetahuan. Sesuatu hal dianggap
benar karena sudah dianggap benar sejak dulu. Tradisi biasanya tidak memiliki landasan
ilmiah, bahkan terkadang tidak diketahui alasannya, hanya dilakukan dalam jangka waktu
lampau. Meskipun begitu, tingkat kepercayaan kebanyakan orang terhadap tradisi masih
sangat tinggi, begitu juga dalam bidang fitness.
b. Otoritas
Hierarki pengetahuan berdasarkan otoritas berarti bahwa sesuatu dianggap benar
hanya karena ahli telah menyatakannya.
c. Trial-and-eror
Trial berarti mencoba, dan eror berarti salah. Proses tral-and-error digunakan
untuk memperoleh pengetahuan terbaik. Setelah berulang kali dilakukan, kesalahan akan
ditemukan dan diperbaiki untuk mendapatkan pengetahuan yang mendalam.
d. Penalaran logis
Penalaran logis adalah proses sistematis yang menggabungkan pengalaman
pribadi, kecerdasan, dan sistem berpikir formal untuk mendapatkan pengetahuan.
Penalaran logis dapat berupa induktif (generalisasi yang diambil dari pengamatan
tertentu) atau deduktif (teori yang digunakan untuk membuat hipotesis). Namun, kedua
jenis penalaran ini penting untuk penelitian yang berfokus pada pemecahan masalah.

e. Metode ilmiah
Pada tingkat tertinggi piramida ilmu pengetahuan, metode ilmiah mencakup
pemeriksaan sistematis, empiris yang dilakukan oleh para peneliti tanpa bias. Karena
metode ilmiah menuntut untuk mengembangkan pendapat berdasarkan bukti, banyak
faktor yang harus dipertimbangkan saat merumuskan dan melakukan penelitian.

E. Hukum Kausalitas
Dalam ilmu pengetahuan, hukum kausalitas mengikuti prinsip "sebab dan akibat",
yang berarti bahwa setiap peristiwa memiliki penyebab yang dapat diidentifikasi. Ilmu
pengetahuan alam berusaha mengidentifikasi hukum alam yang mengatur peristiwa-
peristiwa di alam semesta, dan ini sering melibatkan pemahaman yang mendalam tentang
kausalitas. Dalam ilmu alam, hukum kausalitas sangat penting, karena eksperimen dan
observasi digunakan untuk mengidentifikasi hubungan kausal antara berbagai peristiwa.
Prinsip kausalitas dalam bidang sosial dan humaniora, bagaimanapun, seringkali lebih
kompleks karena melibatkan variabel manusia yang sulit diprediksi. Tujuan utama
penelitian tetap untuk memahami hubungan kausal dalam konteks ini.

Prinsip sebab akibat (causality) adalah salah satu konsep fundamental dalam ilmu
filsafat, terutama dalam cabang epistemologi dan metafisika. Menurut ilmu filsafat,
konsep hukum kausalitas memiliki beberapa aspek penting:
1. Keterhubungan Sebab dan Akibat: Konsep ini menyatakan bahwa
setiap peristiwa memiliki sebab yang menyebabkannya. Artinya, tidak
ada peristiwa yang terjadi secara acak atau tanpa sebab. Sebagai
contoh sederhana, panas matahari (sebab) menyebabkan air menguap
(akibat).
2. Prinsip Keteraturan: Hukum kausalitas berdasarkan keyakinan bahwa
peristiwa-peristiwa alam memiliki keteraturan atau pola yang dapat
diidentifikasi. Ini mengarah pada gagasan bahwa jika kita memahami
sebab-sebabnya, kita dapat memprediksi akibat-akibatnya.
3. Kausalitas Sebagai Dasar Pengetahuan: Hukum kausalitas adalah
dasar epistemologis yang digunakan untuk memahami dunia.
Berdasarkan prinsip ini, pengetahuan dapat diperoleh dengan
menyelidiki sebab-akibat dalam dunia fisik dan non-fisik.
4. Pertanyaan Metafisika: Dalam metafisika, konsep kausalitas
menghasilkan pertanyaan-pertanyaan tentang sifat sebab-sebab itu
sendiri. Apakah sebab-sebab tersebut bersifat material atau non-
material? Apakah kausalitas bersifat deterministik atau probabilistik?
5. Kritik terhadap Kausalitas: Meskipun hukum kausalitas memiliki
tempat penting dalam filsafat, terdapat juga argumen dan kritik
terhadapnya. Beberapa filsuf telah menyatakan bahwa konsep ini
mungkin terlalu sederhana untuk menjelaskan beberapa peristiwa
kompleks, seperti dalam fisika kuantum.
Dalam ringkasan, hukum kausalitas adalah konsep penting dalam ilmu filsafat
yang membahas sebab dan akibat dalam berbagai konteks, termasuk epistemologi,
metafisika, dan ilmu pengetahuan. Meskipun konsep ini mendasar, ia juga telah menjadi
subjek diskusi dan kontroversi dalam perkembangan pemikiran filsafat.

F. Sifat ilmu pengetahuan


Ilmu pengetahuan memiliki beberapa ciri yang dapat dijelaskan:

1. Objektivitas: Ilmu pengetahuan berusaha untuk memahami dunia secara


rasional dan obyektif. Ini berarti bahwa informasi harus diuji dan divalidasi secara
empiris.

2. Universalitas: Ilmu pengetahuan memiliki nilai yang universal karena prinsip-


prinsipnya berlaku di mana pun dan kapan pun.

3. Kumulatif: Ilmu pengetahuan membangun dari pengetahuan sebelumnya dan


terus berkembang.

1. Sistematis: Metode penelitian sistematis dan terstruktur diperlukan dalam ilmu


pengetahuan untuk mengumpulkan informasi, menganalisisnya, dan mencapai
kesimpulan yang sah.

G. TANGGUNG JAWAB ILMUWAN


Ilmuan merupakan orang yang mampu mendalami ilmu pengetahuan dengan berbagai
macam teori dan kaidah-kaidah keilmuan yang telah diterapkan sebelumnya, seorang ilmuan
tidak hanya dituntut untuk mengerti dan memahami tentang pendidikan dan keilmuan saja
melainkan juga berfikir secara logis guna mengamati gejala-gejala konkrit yang ada di lingkungan
masyarakat. Selain dituntut untuk memiliki kemampuan dalam memahami sebuah konsep
keilmuan, para ilmuan juga di tuntut untuk bertanggung jawab atas apa saja yang ia sebarkan
dan di pelajari.

Tanggung jawab ilmuan bukan hanya sebatas tentang hasil penelitian atau penemuan
yang dilakukannya melaikan juga harus dapat bersikap netral dan formal sebagai bentuk
profesionalismenya dengan tetap mempertimbangkan asas kemanusiaan.Seorang ilmuan juga
harus tau bagaimana cara mengolah hasil temuannya agar dapat bermanfaat bagi kemaslahatan
ummat.

Ada enam sisi tanggung jawab seorang ilmuan muslim menurut Dr. AlQaradawi:

1. Bertanggung jawab dalam hal memelihara dan menjaga ilmu.


2. Memperdalam dan meraih hakekatnya agar ilmu itu menjadi meningkat.

3. Bertanggung jawab mengamalkannya.

4. Bertanggung jawab dalam mengajarkannya pada orang yang mencari ilmu.

5. Bertanggung jawab menyebarkannya agar maanfaat ilmu jadi luas.

6. Bertanggung jawab mewariskan ilmu pada generasi selanjutnya.

Printah agar ilmuan memiliki sikap tanggung jawab terdapat dalam AlQur’an Surah Al-Baqarah Ayat
119: ‫ِاَّنۤا َاْر َس ْلٰن َك ِبا ْلَح ـِّق َبِش ْيًر ا َّو َنِذْيًر ا ۙ َّو اَل ُتْس َئـُل َعْن َاْص ٰح ِب اْلَج ِح ْيِم‬

arrtinya:” Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran, sebagai


pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (Pertanggung
jawab) tentang penghuni-penghuni neraka”.

Dalam tafsir Al-Misbah dijelaskan:


Dari penjelasan ayat tersebut ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw dimana Allah telah
mengutus-Nya untuk menyampaikan kebenaran yang pasti dan kukuh juga tidak menyesatkan.
Dalam ayat ini menjelaskan pada kita bahwa tugas Nabi adalah menyampaikan kabar gembira
dan juga menyampaikan peringatan bagi ummat muslim yang tidak mengindahkan-Nya, orang-
orang yang tidak mengindahkan perintah-perintah Allah dan mengahalangi seruan yang
disampaikan oleh Nabi Muhammad maka Allah akan memasukkan ke dalam api neraka. Manusia
hanya menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala macam larangannya, sedangkan yang
memiliki kuasa atas penilaian sikap manusia atas seruan Nabi hanyalah Allah SWT.

H. BUDAYA ILMIYAH
Budaya ilmiah dapat diartikan sebagai segala cara berpikir, cara bersikap dan berperilaku
serta cara bertindak manusia yang berkecimpung dalam dunia ilmu, sesuai dengan kaidah-kaida!
ilmuan dan etika ilmu. Karena budaya ilmiah adalah budaya yang sesuai dengan kaidah-kaidah,
maka budaya ilmiah sangat erat kaitannya dengan filsafat ilmu dan etika ilmiah. Dapat dikatakan
bahwa budaya ilmiah, filsafat ilmu, dan etika ilmiah adalah tiga hal yang tidak dapat dipisa tetapi
dapat dibedakan. Filsafat ilmu adalah kegiatan berpikir yang berupaya untuk memahami secara
mendasar mendalam tentang ilmu, termasuk di dalamnya kaidah-kaidah dan etika ilmu.
Sedangkan etika ilmiah membicarakan kepribadian seorang individu manusia apakah sesuai atau
tidak hati nurani, ucapan, atau perbuatannya dengan budaya ilmiah, etika ilmu, dan kaidah
keilmuan.
Pentingnya membangun budaya ilmiyah ini didasari oleh pandangan bahwa manusia
bahwa pada hakikatnya adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, dijelaskan H.A.R Tilaar
bahwa manusia mengenal nilai-nilai yang baik dan yang buruk yang tidak terdapat dalam dunia
binatang. Dan, hal itu hanya dapat diperoleh rnanusia karena manusia dikaruniai dengan
kemampuan akal budi. Proses pendidikan adalah suatu proses interaksi interpersonal dan oleh
sebab itu proses pendidikan adalah proses dalam tataran sosial. Dengan demikian, seorang anak
manusia tidak dapat mewujudkan kemanusiaannya apabila dia dalar keadaan soliter atau
terlepas dari masyarakatnya. Dalam hal ini, karena tidak ada masyarakat tanpa budaya.

Di dalam budaya ilmiyah juga tercermin didikan karakter. Seperti tersirat dalam
penyataan Noeng Muhadjir bahwa di dalam ilmu pengetahuan plagiarisme atau melanggar hak
kekayaan ilmiah seseorang menjadi perbuatan yang paling tercela. Resikonya bukan main-main,
mulai dari gelar akademiknya dicabut, sampai ditolak untuk memperoleh jabatan fungsional
tertinggi sebaginya

I. ETIKA DALAM PENGEMBANGAN ILMU


Etika membahas mengenai nilai-nilai baik atau buruk mengenai perilaku manusia. Etika bermakna
sebagai seistem nilai dalam kehidupan manusia baik sebagai individu mapun sebagai anggota
Masyarakat, untuk menjadi pegangan dalam mengatur peirlakunyna (soelaiman 2019). Dengan demikian
etika juga dapat diartikan sebagai cabang filsafat yang bersifat normatif yang memuat norma dan nilai-
nilai dalam keseharian manusia. Kenormatifan yang ada pada sistem nilai tersebut juga menekankan
pada pendekatan kritis yang melihan permasalahan melaui sistem norma. Dengan kata lain, etika
mrefleksikan tentang moralitas. Kedua nya sejatinya memiliki fungsi sama teutama dalam memberikan
pandangan untuk bertingkah laku yang baik dan menjalani kehidupan dengan cara baik sebagai manusia,
sementara etika lebih pada sikap kritis terhadap Tindakan individua atau kelompok individu dalam
melaksanakan ajaran moral. Oleh karena itu, moralitas antara individu cenderung sama namun sikap etis
antara individu satu dan lainnya dapat berbeda. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa etika
bermakna sebagai sikap tanggung jawab yang diambil terhadap berbagai ajaran moral.

Etika memiliki dua macam bentuk, diantaranya yaitu:

1.Etika diskriptif adalah berorientasi pada hal-hal yang bersifat realitas terkait dengan nilai maupun
perilaku manusia yang sesuai dengan situasi nyata yang konkrit dan membudaya

2.Etika normatif adalah memuat norma-norma yang mendasari tingkah laku manusia sehingga
periakunya tidak keluar dari bingkai norma yeng telah ada.

Adapun perkembangan ilmu pengetahuan sejak lama lalu dihadapkan dengan persoalan moral.
Perkembangan Masyarakat modern utamanya dalam masalah ilmu pengetahuan dan teknologi telah
menimbulkan moral yang beakibat destukitf pada manusia. Munculnya persoalan moral dalam
perkembangan ilmu umumnya terjadi karena manunsia hanya mengutamakan akalnya dalam mengukur
kebenaran suatu hal. Perkembangan ilmu tanpa memperhatikan nilai-nilai etika tentunya hanya akan
membawa kehancuran bagi peradaban manusia itu sendiri.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat ontologi adalah cabang filsafat yang mempertanyakan hakikat eksistensi dan
realitas. Dalam kajian ontologi, kita menjelajahi pertanyaan-pertanyaan fundamental mengenai
apa yang ada dan bagaimana kita dapat memahami eksistensi. Ontologi memberikan landasan
filosofis yang mendalam untuk memahami hubungan antara berbagai aspek pengetahuan dan
realitas itu sendiri.
Pengetahuan manusia dapat dikelompokkan ke dalam berbagai disiplin dan klasifikasi
berdasarkan tingkat abstraksi, spesifikitas, dan interkoneksi. Klasifikasi dan hierarki pengetahuan
memungkinkan kita untuk memahami bagaimana pengetahuan dapat disusun dan digunakan
secara efektif. Ini juga membantu mengidentifikasi hubungan antara berbagai disiplin ilmu.
Hukum kausalitas adalah prinsip fundamental yang menyatakan bahwa setiap peristiwa
memiliki sebab yang menyebabkannya. Ini adalah dasar bagi pemahaman sebab-akibat dalam
ilmu pengetahuan. Namun, konsep ini juga menjadi subjek kritik dan perdebatan, terutama dalam
konteks fisika kuantum, yang menggugah pertanyaan-pertanyaan tentang sifat sebab-akibat.
lmu pengetahuan didasarkan pada metode ilmiah, observasi, dan pemahaman kausalitas.
Ini adalah upaya manusia untuk memahami dunia dengan cara sistematis dan objektif. Namun,
ilmu pengetahuan juga memiliki batasan, seperti keterbatasan dalam pemahaman fenomena
abstrak dan subjektif. Ilmu pengetahuan selalu berkembang, dan pengetahuan kita dapat berubah
seiring waktu seiring dengan penemuan baru.
Pencaritahuan manusia tentang dunia luar dikenal sebagai ilmu pengetahuan. Salah satu
hakikat ilmu pengetahuan adalah klasifikasi ilmu pengetahuan, hukum kausalitas, sifat ilmu
pengetahuan, dan perspektif ontologi. Dengan memahami hakikat ilmu pengetahuan, orang dapat
terus memperoleh pengetahuan dan lebih memahami dunia.

Daftar Pustaka
Hamdani. “Aksiologi Ilmu Pengetahuan Dan Keislaman (Interkoneksi Nilai-Nilai Keislaman)”
(n.d.).

Syukri, Ahmad, and Ahmad Fadhil Rizki. “Aksiologi Ilmu Pengetahuan dan Manfaatnya bagi
Manusia” 4, no. 2 (2021).

Anda mungkin juga menyukai