Anda di halaman 1dari 44

PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PBL, NHT DAN TALKING


STICK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MENULIS
PANTUN KELAS IV SEMESTER 2 SDN 3 PANTAI HAMBAWANG
BARAT

Disusun untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah


Metodologi Penelitian
Dosen Pengampu:
Dr. Hj. Darmiyati, S. Pd., M. Pd

Disusun Oleh :
Nama : Dina Afriani
NIM : 1910125120020
No. Absen : 5
Kelas : 5E PGSD

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
SI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
BANJARMASIN
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat


Allah SWT. Karena atas limpahan Karunia, Rahmat, dan Hidayah-Nya yang
berupa kesehatan, sehingga proposal yang berjudul “Penerapan Model
Pembelajaran PBL, NHT dan Talking Stick untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Menulis Pantun Kelas IV SDN 3 Pantai Hambawang Barat” dapat selesai tepat
waktu. Proposal ini dibuat untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester Mata
Kuliah Metodologi Penelitian dengan dosen pengampu Ibu Dr. Hj. Darmiyati, S.
Pd., M. Pd. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala


2. Ibu Dr. Hj. Darmiyati, S. Pd., M. Pd
3. Ayah dan Ibu tercinta
4. Teman-teman kelas 5E PGSD FKIP Universitas Lambung Mangkurat

Proposal ini disusun sebagai tugas ujian akhir semester mata kuliah
Metodologi Penelitian. Saya berusaha menyusun proposal ini dengan segala
kemampuan, namun proposal ini kemungkinan masih banyak memiliki
kekurangan baik dari segi penulisan maupun segi penyusunan. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun akan saya terima dengan senang hati
demi perbaikan proposal selanjutnya. Semoga proposal ini bisa memberikan
informasi mengenai “Penerapan Model Pembelajaran PBL, NHT dan Talking
Stick untuk Meningkatkan Hasil Belajar Menulis Pantun Kelas IV SDN 3 Pantai
Hambawang Barat” dan bermanfaat bagi para pembacanya. Atas perhatian dan
kesempatan yang diberikan untuk membuat proposal ini saya ucapkan terima
kasih.
Banjarmasin, Desember 2021

Penulis

Dina Afriani
NIM 1910125120020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3
C. Rencana Pemecahan Masalah ...................................................................... 3
D. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 5
E. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 6
BAB II KAJIAN TEORI......................................................................................... 7
A. Karakteristik Siswa Kelas IV SD ................................................................. 7
B. Hakikat Belajar dan Pembelajaran ............................................................... 8
C. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD....................................................... 11
D. Pembelajaran Menulis Pantun .................................................................... 13
E. Faktor yang Mempengaruhi Belajar .......................................................... 14
F. Hasil Belajar ............................................................................................... 15
G. Model Pembelajaran................................................................................... 16
H. Langkah-langkah 3 Kombinasi Model Pembelajaran ................................ 19
I. Kerangka Berpikir/Konseptual Tindakan .................................................. 20
J. Hipotesis Tindakan..................................................................................... 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 22
A. Jenis Penelitian ........................................................................................... 22
B. Subjek Penelitian dan Objek Penelitian ..................................................... 30
C. Setting Penelitian ....................................................................................... 30
D. Faktor Yang Diteliti ................................................................................... 30
E. Skenario Tindakan ..................................................................................... 31
F. Data Dan Cara Pengumpulan Data ............................................................ 33
G. Indikator Keberhasilan ............................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 39

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan yang
diperoleh dari hasil interaksi antara individu manusia dengan lingkungan sosial
dan fisik, yang dimulai sejak manusia lahir sampai sepanjang hidupnya.
Lingkungan masyarakat merupakan bagian dari aspek sosial yang
dimanfaatkan oleh manusia sebagai sarana untuk berkembang dengan baik
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Undang-undang No.20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap
siswa pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan
pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. siswa yang
berada pada sekolah dasar kelas satu, dua dan tiga , merupakan siswa yang
berada pada rentangan usia dini, yang berhak mendapatkan pelayanan
pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
Pendidikan adalah pelengkap dalam kehidupan yang bersifat wajib untuk
anak bangsa. Dikatakan demikian karena pendidikan adalah suatu
pembelajaran yang berpengaruh sangat tinggi terhadap siswa baik di
lingkungan keluarga, sekolah, ataupun masyarakat luas. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 menjelaskan bahwa “dalam bentuk
kehidupan kecerdasan bangsa diharuskan adanya komite nasional untuk dapat
menaikkan mutu serta daya saing bangsa dengan penataan ulang Standar
Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses dan Standar Penilaian dan
Penataan Ulang Kurikulum.
Menurut Lie pada tahun 2002 dalam (Misnurina, 2021, 8(1)) menyatakan
bahwa paradigma lama adalah guru memberikan pengetahuan kepada siswa
yang pasif. Kerutinan yang timbul serta terjalin yakni guru menyangka kalau
mereka mengajar dengan tata cara ceramah bisa dengan gampang membagikan
ilmu kepada siswa serta dipahami oleh siswa. Sehingga aktivitas yang terjalin
dalam proses pendidikan cuma siswa tiba, duduk, dengar, catat, serta hafal.
Problematika yang terdapat dalam pendidikan Bahasa Indonesia terdapat
bermacam berbagai. Antara lain merupakan atensi siswa dalam pendidikan
1
Bahasa Indonesia cenderung kurang dibadingkan dengan mata pelajaran lain.
Siswa pula tidak dapat memakai bahasa Indonesia yang baik serta benar dalam
kehidupan tiap hari. Keahlian siswa dalam mengantarkan komentar, ide, serta
pikiran memakai bahasa Indonesia masih kurang. Dalam bahasa tulis, banyak
siswa yang tidak memahami tentang ejaan, misalnya penggunaan paragraf dan
lain-lain. Guru juga mempunyai problematika dalam merancang pendidikan
bahasa Indonesia supaya menarik serta membagikan kesan pada siswa.
Menurut Apri Damai dkk pada tahun 2017 dalam (Krissandi, 2017) selama
ini siswa sulit untuk berbicara di depan umum karena rasa kurang percaya diri
siswa untuk berekspresi. Rasa kecemasan siswa terhadap penampilannya dalam
berbicara membuat mereka enggan untuk melakukannya. Dengan adanya
permasalahan tersebut menyebabkan siswa tidak dapat berlatih untuk
meningkatkan dalam hal menulis pantun. Hal ini juga akan berdampak negatif
terhadap kepribadian siswa. Siswa tidak mampu menyampaikan pikiran dan
tanggapan mereka terhadap sebuah pantun. Ini menyebabkan kemampuan
berpikir siswa tidak dapat mengalir dalam menuangkan ide-ide kreatif mereka,
karena pada hakikatnya keterampilan berpikir kreatif pun hanya dapat
dikembangkan dengan latihan-latihan yang rutin. Menurut Khoirotunnisa, dkk
(2018) dalam (Nugroho, Ramadan Lazuardi, & Murti, 2019), menjelaskan
pantun merupakan puisi lama atau puisi rakyat karena pantun diciptakan oleh
rakyat dan dipakai untuk berbagai keperluan rakyat.
Berdasarkan masalah diatas peneliti menyarankan siswa hendaknya
memiliki semangat dan motivasi belajar yang lebih tinggi terhadap mata
pelajaran Bahasa Indonesia dan guru perlu merancang kembali pembelajaran
yang lebih menarik menggunakan 3 model pembelajaran yaitu PBL, NHT dan
Talking Stick sehingga dapat membangkitkan rasa ingin tahu dalam diri anak,
mendorong anak lebih aktif, meningkatkan kreativitas anak dan lain-lain. Oleh
karena itu guru perlu menerapkan strategi pembelajaran tertentu, pendekatan-
pendekatan, model-model pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran
Bahasa Indonesia. Maka dibutuhkan sebuah buku tentang pendekatan, metode,
dan model pembelajaran Bahasa Indonesia yang dapat digunakan calon-calon
guru (khususnya sekolah dasar) sebagai bekal menjadi guru yang berkualitas.

2
Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui seberapa besar pengaruh penerapan 3
model pembelajaran, yaitu PBL, NHT dan Talking Stick terhadap peningkatan
hasil belajar menulis pantun.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik melakukan
penelitian yang berkaitan dengan pembelajaran Bahasa Indonesia dengan judul
penelitian “Penerapan Model Pembelajaran PBL, NHT dan Talking Stick untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Menulis Pantun Kelas IV SDN 3 Pantai
Hambawang Barat”.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimakah aktivitas guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
materi materi menulis pantun melalui model pembelajaran PBL
dengan kombinasi NHT, dan Talking Stick pada siswa kelas IV
Semester 2 SDN 3 Pantai Hambawang Barat ?
2. Bagaimakah aktivitas siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
materi menulis pantun melalui model pembelajaran PBL dengan
kombinasi NHT, dan Talking Stick pada siswa kelas IV Semester 2
SDN 3 Pantai Hambawang Barat ?
3. Apakah terdapat peningkatan hasil belajar Bahasa Indonesia materi
menulis pantun melalui model pembelajaran PBL dengan kombinasi
NHT, dan Talking Stick pada siswa kelas IV Semester 2 SDN 3 Pantai
Hambawang Barat ?

C. Rencana Pemecahan Masalah


1. Permasalahan
Masih banyak siswa yang menggunakan bahasa daerah
seharihari.Dalam bahasa tulis, banyak siswa yang tidak memahami
tentang ejaan, misalnya penggunaan paragraf dan lain-lain. Belum lagi
masalah bahasa tulis yang masih terbawa bahasa lisan yang merupakan
bahasa daerah. Dengan adanya permasalahan tersebut menyebabkan
siswa tidak dapat berlatih untuk meningkatkan kemampuan mereka
dalam menulis pantun.
2. Penyebabnnya

3
Banyak faktor yang menyebabkan hasil belajar mata pelajaran
Bahasa Indonesia masih rendah pada materi menulis pantun, salah
satunya yaitu pelaksanaan pembelajaran yang kurang menarik
sehingga siswa kurang semangat mengikuti pembelajaran.
3. Cara mengatasinya
Berdasarkan permasalahan yang muncul diatas, maka perlu adanya
strategi atau intervensi dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada
pembelajaran Bahasa Indonesia, yaitu dengan menggunakan model
pembelajaran PBL dengan kombinasi NHT, dan Talking Stick. Dengan
menerapkan 3 kombinasi model pembelajaran tersebut diharapkan
siswa mampu memahami cara menulis pantun.
4. Alasan memilih model
Alasan Penggunaan model pembelajaran PBL dengan kombinasi
NHT, dan Talking Stick karena memiliki beberapa kelebihan. Menurut
(Shoimin, 2016) kelebihan-kelebihannya, yaitu siswa didorong untuk
memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam situasi nyata, tidak
ada siswa yang mendominasi dalam kelompok karena ada nomor yang
membatasi, menguji kesiapan siswa dalam pembelajaran, dan siswa
berani mengemukakan pendapat.
5. Langkah – Langkah model
Adapun langkah-langkah kombinasi model pembelajaran ini yaitu:
a. Guru meorientasi siswa kepada menemukan ketentuan dalam
menulis pantun.
b. Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok yang terdiri
antara 4-5 siswa. Masing-masing anggota kelompok memperoleh
nomor yang berbeda-beda dan guru membantu siswa
mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan ketentuan dalam menulis pantun.
c. Guru memberikan tema-tema yang berbeda tentang pantun kepada
setiap kelompok. Selanjutnya, guru memberikan arahan menulis
pantun sesuai dengan ketentuannya yang didapatkan.

4
d. Dari perintah tersebut, siswa bersama kelompoknya membahas dan
menyatukan idenya dalam menulis pantun.
e. Selanjutnya, guru memanggil salah satu nomor secara acak.
Kemudian, nomor kepala siswa yang dipanggil mengacungkan
tangan dan membacakan pantun hasil kerja kelompok kepada
seluruh kelas.
f. Guru meminta siswa yang lain untuk memberikan tanggapan
terhadap hasil tulisan pantun temannya.
g. Setelah semua perwakilan kelompok selesai membacakan pantun
dan kembali duduk berpisah, selanjutnya guru menyiapkan sebuah
tongkat untuk salah satu siswa untuk menyampaikan hasil
kesimpulan pembelajaran Bahsa Indonesia materi menulis pantun
yang dilakukan. Cara menentukannya, guru dan siswa bersama-
sama menyanyikan lagu dengan menggilirkan tongkat secara
bergantian. Siswa yang memegang tongkat saat lagu berakhir akan
memaparkan hasil kesimpulan dari pembelajaran yang dilakukan.
h. Kemudian, guru melaksanakan evaluasi dan refleksi dari apa yang
telah dilakukan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia materi
menulis pantun.

D. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui aktivitas guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia materi
materi menulis pantun melalui model pembelajaran PBL dengan
kombinasi NHT, dan Talking Stick pada siswa kelas IV Semester 2
SDN 3 Pantai Hambawang Barat ?
2. Mengetahui aktivitas siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
materi menulis pantun melalui model pembelajaran PBL dengan
kombinasi NHT, dan Talking Stick pada siswa kelas IV Semester 2
SDN 3 Pantai Hambawang Barat ?
3. Mengetahui peningkatan hasil belajar Bahasa Indonesia materi menulis
pantun melalui model pembelajaran PBL dengan kombinasi NHT, dan
Talking Stick pada siswa kelas IV Semester 2 SDN 3 Pantai
Hambawang Barat ?
5
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Guru dapat kesempatan untuk berperan aktif dalam
mengembangkan pengetahuan dan kinerja secara professional serta
dengan hasil penelitian ini diharapakan dapat memperbaiki proses
pembelajaran yang mana mampu menambah wawasan dan inovasi
baru yang dapat dijadikan bahan kajian materi dalam mengefektifkan
dan mensuk-seskan kegiatan belajar mengajar di kelas sehingga dapat
mengopti-malkan hasil belajar siswanya.
2. Bagi Siswa hasil penelitian ini diharapkan dapat peningkatan atau
perbaikan pendidikan siswa di sekolah serta bermanfaat dalam
menambahkan pemahaman dan pengusaan dalam materi menulis
pantun pada mata pelajaran Bahasa Indonesia hingga memumpuk dan
meningkatkan keterlibatan, kegairahan, ketertarikan, kenyaman,
kesenangan dalam diri siswa untuk mengikuti proses pembelajaran di
kelas.
3. Bagi Kepala Sekolah bermanfaat untuk sekolah yaitu permasalahan
aktual di sekolah dapat teratasi dan sekolah tersebut dapat menentukan
kebijakan sendiri dalam meningkatkan pembelajaran sesuai dengan
kemampuan dan kondisi masing-masing serta meningkatkan
kemampuannya dalam membimbing dan mensurvei guru-guru
disekolahnya agar dapat meningkatkan kinerja dalam proses belajar
mengajar terutama mata pelajaran Bahasa Indonesia.

6
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Karakteristik Siswa Kelas IV SD


Istilah kognitif menjadi popular sebagai salah satu domain atau wilayah /
ranah psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang
berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi,
pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan. Dalam pemikirannya
tentang perkembangan kognitif, Piaget dalam (Juwantara, 2019) menjelaskan
mengenai mekanisme dan proses perkembangan kognitif manusia dari bayi,
masa kanak-kanak hingga menjadi manusia dewasa yang bernalar dan
berpikir. Ia menyimpulkan bahwa organisme bukanlah agen yang pasif dalam
perkembangan genetik. Perkembangan genetik secara aktif terjadi karena
adanya adaptasi terhadap lingkungan dan interaksinya dengan lingkungannya.
Aktivitas belajar di sekolah merupakan inti dari proses pendidikan di
sekolah. Belajar merupakan alat utama bagi siswa dalam mencapai tujuan
pembelajaran sebagai unsur proses pendidikan di sekolah. Sedangkan
mengajar merupakan alat utama bagi guru sebagai pendidik dan pengajar
dalam mencapai tujuan pembelajaran sebagai proses pendidikan di kelas.
Tujuan pembelajaran dalam suatu kegiatan pembelajaran hanya dapat dicapai
jika ada interaksi belajar mengajar antara guru dan siswa. Interaksi tersebut
harus dalam proses komunikasi yang aktif dan edukatif antara guru dengan
siswa yang saling menguntungkan kedua belah pihak agar proses
pembelajaran dapat berjalan secara efisien dan efektif. Hanya dengan proses
pembelajaran yang baik, tujuan pembelajaran dapat dicapai sehingga siswa
mengalami perubahan perilaku melalui. Siswa kelas tinggi dan kelas rendah
berbeda sikap, tutur kata, dan sifatnya. Siswa kelas rendah masih sangat
membutuhkan bantuan ibu guru, namun siswa kelas tinggi sedikit mulai dapat
berdiri sendiri jika guru belum dapat membantu.
Ada beberapa ciri-ciri yang dapat diketahui pada siswa kelas tinggi,
adapun ciri-ciri tersebut, yaitu:
1. Minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit.
2. Amat realistik, rasa ingin tahu dan ingin belajar.
7
3. Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal atau mata
pelajaran khusus sebagai mulai menonjolnya bakat-bakat khusus.
4. Sampai usia 11 tahun siswa membutuhkan guru atau orang dewasa lainnya
untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya. Setelah usis ini
pada umumnya siswa menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan
berusaha untuk menyelesaikannya.
5. Pada masa ini siswa memandang nilai (angka rapot) sebagai ukuran tepat
mengenai prestasi sekolahnya.
6. Gemar membentuk kelompok sebaya untuk bermain bersama. Dalam
permainan itu mereka tidak terikat lagi dengan aturan permainan
tradisional (yang sudah ada), mereka membuat peraturan sendiri.

B. Hakikat Belajar dan Pembelajaran


1. Belajar
Belajar menunjukkan aktivitas yang dilakukan oleh seseorang yang
disadari atau disengaja (Pane & Darwis Dasopang, 2017). Aktivitas
ini menunjuk pada keaktifan seseorang dalam melakukan aspek
mental yang memungkinkan terjadinya perubahan pada dirinya.
Dengan demikian, dapat dipahami juga bahwa suatu kegiatan belajar
dikatakan baik apabila intensitas keaktifan jasmani maupun mental
seseorang semakin tinggi. Sebaliknya meskipun seseorang dikatakan
belajar, namun jika keaktifan jasmaniah dan mentalnya rendah berarti
kegiatan belajar tersebut tidak secara nyata memahami bahwa dirinya
melakukan kegiatan belajar.
Kegiatan belajar juga dimaknai sebagai interaksi individu dengan
lingkungannya. Lingkungan dalam hal ini adalah obyek-obyek lain
yang memungkinkan individu memperoleh pengalaman-pengalaman
atau pengetahuan, baik pengalaman atau pengetahuan baru maupun
sesuatu yang pernah diperoleh atau ditemukan sebelumnya tetapi
menimbulkan perhatian kembali bagi individu tersebut sehingga
memungkinkan terjadinya interaksi.
Tokoh psikologi belajar memiliki persepsi dan penekanan
tersendiri tentang hakikat belajar dan proses ke arah perubahan
8
sebagai hasil belajar. Berikut ini adalah beberapa kelompok teori yang
memberikan pandangan khusus tentang belajar:
a. Behaviorisme, teori ini meyakini bahwa manusia sangat
dipengaruhi oleh kejadian-kejadian di dalam lingkungannya yang
memberikan pengalaman tertentu kepadanya. Behaviorisme
menekankan pada apa yang dilihat, yaitu tingkah laku, dan kurang
memperhatikan apa yang terjadi di dalam pikiran karena tidak
dapat dilihat.
b. Kognitivisme, merupakan salah satu teori belajar yang dalam
berbagai pembahasan juga sering disebut model kognitif. Menurut
teori belajar ini tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi
atau pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan
tujuan. Oleh karena itu, teori ini memandang bahwa belajar itu
sebagai perubahan persepsi dan pemahaman.
c. Teori Belajar Psikologi Sosial, menurut teori ini proses belajar
bukanlah proses yang terjadi dalam keadaan menyendiri, akan
tetapi harus melalui interaksi.
d. Teori Belajar Gagne, yaitu teori belajar yang merupakan perpaduan
antara behaviorisme dan kognitivisme. Belajar merupakan sesuatu
yang terjadi secara alamiah, akan tetapi hanya terjadi dengan
kondisi tertantu. Yaitu kondisi internal yang merupakan kesiapan
siswa dan sesuatu yang telah dipelajari, kemudian kondisi eksternal
yang merupakan situasi belajar yang secara sengaja diatur oleh
pendidik dengan tujuan memperlancar proses belajar.
e. Teori Fitrah, pada dasarnya siswa lahir telah membawa bakat dan
potensi-potensi yang cenderung kepada kebaikan dan kebenaran.
Potensi-potensi tersebut pada hakikatnya yang akan dapat
berkembang dalam diri seorang anak. 5 Artinya adalah, teori fitrah
dalam pendidikan Islam memandang seorang anak akan dapat
mengembangkan potensi-potensi baik yang telah dibawanya sejak
lahir melalui pendidikan/ belajar.

9
Dari uraian di atas, terkait dengan teori behaviorisme,
kognitivisme, teori belajar psiko sosial, teori gagne serta yang terakhir
adalah teori fitrah yang sesuai dengan pendidikan Islam, maka penulis
menyimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku
dan perubahan pemahaman, yang pada mulanya seorang anak tidak
dibekali dengan potensi fitrah, kemudian dengan terjadinya proses
belajar maka seorang anak beubah tingkah laku dan pemahamannya
semakin betambah.
2. Pembelajaran
Menurut Komalasari (2010) dalam (Faizah, 2017), dijelaskan
bahwa, pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau
proses membelajarkan subjek didik/pembelajar yang direncanakan
atau didesain, dilaksanakan, dievaluasi secara sistematis agar subjek
didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara
efektif dan efisien. Terdapat dua konsep yang tidak bisa dipisahkan
dalam kegiatan pembelajaran yaitu belajar dan mengajar. Belajar
mengacu kepada apa yang dilakukan siswa, sedang mengajar mengacu
kepada apa yang dilakukan oleh guru.
Pembelajaran dapat dipandang dari dua sudut, pertama
pembelajaran dipandang sebagai suatu sistem, pembelajaran terdiri
dari sejumlah komponen yang terorganisasi antara lain tujuan
pembelajaran, media pembelajaran, pengorganisasian kelas, evaluasi
pembelajaran, dan tindak lanjut pembelajaran (remedial dan
pengayaan). Kedua, pembelajaran dipandang sebagai suatu proses
yang meliputi kegiatan yang dilakukan oleh guru mulai dari
perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program
tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Menurut Muhaimin dalam (Arfani, 2018), prinsip-prinsip
pembelajaran ada lima, yaitu:
a. Prinsip kesiapan, proses belajar sangat dipengaruhi oleh kesiapan
individu sebagai subjek yang malakukan kegiatan belajar. Kesiapan

10
belajar adalah kondisi fisikpsikis (jasmani-mental) individu yang
memungkinkan subjek dapat melakukan belajar
b. Prinsip motivasi, motivasi dapat diartikan sebagai tenaga
pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke
arah suatu tujuan tertentu. Jadi agar pembelajaran sukses, harus
adanya motivasi pada siswa, baik itu motivasi internal ataupun
eksternal.
c. Prinsip perhatian, dalam proses pembelajaran, perhatian merupakan
faktor yang besar pengaruhnya. Kalau siswa mempunyai perhatian
yang besar dapat membuat siswa untuk mengarahkan diri pada
tugas yang akan diberikan, melihat masalah-masalah yang
diberikan, memilih dan memberikan fokus pada masalah yang
harus diselesaikan, dan mengabaikan hal-hal lain yang tidak
relevan.
d. Prinsip persepsi, sekali siswa memiliki persepsi yang salah
mengenai apa yang dipelajari maka untuk selanjutnya akan sukar
diubah persepsi yang sudah melekat tadi, sehingga dengan
demikian ia akan mempunyai struktur kognitif yang salah.
e. Retensi, retensi adalah apa yang tertinggal dan dapat diingat setelah
mempelajari sesuatau. Dengan retensi membuat apa yang telah
dipelajari dapat bertahan atau tertinggal lebih lama dalam struktur
kognitif dan dapat diingat kembali jika diperluhkan.

C. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD


Bahasa merupakan kebutuhan setiap umat manusia. Bahasa juga
merupakan salah satu unsur budaya dan simbol bagi manusia dalam
berkomunikasi terhadap semua kebutuhan. Melalui bahasa, manusia dapat
menyampaikan atau menerima berbagai pesan, baik untuk dirinya maupun
untuk orang lain. Bahasa dalam lingkup yang sangat luas tidak hanya tertuju
pada bahasa lisan atau bahasa tertulis. Bahasa merupakan alat komunikasi
sosial yang berupa sistem simbol bunyi yang dihasilkan dari ucapan manusia.
Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan sarana untuk berinteraksi
dengan manusia lainnya di masyarakat. Untuk kepentingan interaksi sosial
11
itu, maka dibutuhkan suatu wahana komunikasi yang disebut bahasa. Setiap
masyarakat tentunya memiliki bahasa.
Pembelajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya adalah membelajarkan
siswa tentang keterampilan berbahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai
tujuan dan fungsinya. Menurut Atmazaki dalam (Khair, 2018), mata pelajaran
Bahasa Indonesia bertujuan agar siswa memiliki kemampuan berkomunikasi
secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan
maupun tulis, menghargai dan bangga menggunakan bahasaIndonesia sebagai
bahasa persatuan dan bahasa negara, memahami bahasa Indonesia dan
menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan,
menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual,
serta kematangan emosional dan sosial, menikmati dan memanfaatkan karya
sastra untuk memperluas wawasan, budi pekerti, serta meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan berbahasa, dan menghargai dan
membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual
manusia Indonesia.
Pembelajaran Bahasa Indonesia yang terdapat dalam kurikulum 2013
dengan pembelajaran berbasis teks bertujuan agar dapat membawa siswa
sesuai perkembangan mentalnya, dan menyelesaikan masalah kehidupan
nyata dengan berpikir kritis. Dalam penerapannya, pembelajaran Bahasa
Indonesia memiliki prinsip, yaitu sebagai berikut.
1. Bahasa hendaknya dipandang sebagai teks, bukan semata-mata kumpulan
kata atau kaidah kebahasaan.
2. Penggunaan bahasa merupakan proses pemilihan bentuk-bentuk kebahasan
untuk mengungkapkan makna.
3. Bahasa bersifat fungsional, artinya penggunaan bahasa yang tidak pernah
dapat dipisahkan dari konteks, karena bentuk bahasa yang digunakan
mencerminkan ide, sikap, nilai, dan ideologi pemakai/penggunanya.
4. Bahasa merupakan sarana pembentukan berpikir manusia
Menurut Saptono (2003: 21) dalam (Febri Anzar & Mardhatillah, 2017),
dalam mengembangkan pembelajaran Bahasa Indonesia, guru harus
menyadari bahwa pelajaran ini lebih dari kumpulan fakta atau konsep, tetapi

12
juga merupakan kumpulan proses dan nilai yang dapat dikembangkan dalam
kehidupan nyata. Banyak siswa yang tidak dapat mengembangkan
pemahamannya terhadap konsep-konsep pelajaran Bahasa Indonesia karena
antara perolehan pengetahuan dan prosesnya tidak terintegrasi dengan baik
sehingga siswa mengalami kesulitan belajar Bahasa Indonesia.

D. Pembelajaran Menulis Pantun


Tarigan (2008) dalam (Himawati, Sri Markamah, & Hartono,
2017),berpendapat bahwa menulis adalah kegiatan menurunkan atau
melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan bahasa yang
dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang grafik
tersebut apabila mereka memahami bahasa dan gambaran grafik tersebut.
Untuk memiliki tulisan yang baik penulis dituntut untuk memiliki
kemampuan berbahasa yang baik sehingga pesan yang disampaikan oleh
penulis melalui tulisan dapat tersampaikan kepada pembaca. Dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia, terdapat aneka jenis kegiatan menulis. Salah
satu pembelajaran menulis yang diajarkan di sekolah dasar adalah menulis
pantun. Pantun merupakan salah satu genre sastra yang diajarkan di sekolah
dasar. Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal
dalam bahasabahasa Nusantara. Selain itu, Rizal (2010) dalam (Indrayeni,
Hakim, & Burhanudin, 2019), berpendapat bahwa pantun merupakan puisi
asli anak negeri Indonesia dan bangsa-bangsa serumpun Melayu (Nusantara),
milik budaya bangsa. Pantun (puisi lama) adalah benar-benar berasal dari
kesusastraan anak negeri sendiri. Hal inilah yang membuat pantun menjadi
salah satu karya sastra yang sangat dekat dengan masyarakat, terutama
masyarakat Melayu.
Indriyana dan Handayaningsih (2015: 173) dalam (Himawati, Sri
Markamah, & Hartono, 2017), menyebutkan ciri-ciri pantun yaitu terdiri atas
empat baris, setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, baris pertama dan kedua
berisi sampiran, baris ketiga dan keempat adalah isi, dan pola rima yang
dibentuk adalah a-b-a-b. Rima yang dimaksud adalah persamaan bunyi vokal
(asonansi) di akhir baris. Menulis pantun dapat mengembangkan kreativitas
dan keterampilan anak. Pantun dapat melatih anak untuk berpikir asosiatif,
13
yaitu bahwa suatu kata bisa memiliki kaitan dengan kata yang lain. Jadi, agar
seseorang dapat dapat menulis pantun dengan baik dan benar diperlukan
kemampuan dalam berpikir cepat serta bermain kata-kata. Hooykaass dalam
(Ali Wafa, Djuanda, & Sunaengsih, 2017),mengatakan bahwa “pantun yang
baik, terdapat hubungan makna tersembunyi dalam sampiran, sedangkan pada
pantun kurang baik, hubungan tersebut semata-mata hanya untuk keperluan
persamaan bunyi”. Menurut pendapat di atas, bahwa pantun dikatakan baik
karena antara ke dua baris sampiran dan ke dua baris isi terdapat makna yang
saling berhubungan, tidak hanya sekedar untuk keperluan persamaan bunyi
agar enak ketika pengucapan.

E. Faktor yang Mempengaruhi Belajar


Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah yang pertama
cara berfikir. Setiap orang melakukan segala hal dalam hidupnya berdasarkan
semua yang ada dalam pemikiranya. Faktor yang mempengaruhi seseorang
dalam belajar itu banyak jenisnya. Faktor-faktor belajar itupun dibagi menjadi
dua bagian yaitu faktor interen yang berasal dari dalam dan faktor eksteren
yang berasal dari luar. Faktor internal banyak dipengaruhi dari dalam diri
siswa itu sendiri dan faktor eksternal dipengaruhi oleh lingkungan luar
(Sardiyanah, 2018).
1. Faktor Internal (keadaan siswa)
Faktor internal terdiri dari dua faktor, yakni:
a. Faktor fisiologis, yaitu meliputi segala hal yang berhubungan dengan
keadaan fisik/ jasmani individu seseorang, dan pada umumnya sangat
berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang. Faktor tersebut
meliputi kondisi fisik yang normal dan kondisi kesehatan fisik.
b. Faktor psikologis, belajar pada hakekatnya adalah proses psikologis.
Oleh karena itu, semua keadaan atau fungsi psikologis tentu saja
mempengaruhi belajar seseorang. Faktor tersebut yaitu minat, usaha,
intelegensi, bakat, motivasi, kosentrasi belajar, kematangan, kesiapan,
kelelahan, dan kejenuhan dalam belajar.
2. Faktor Eksternal Siswa

14
a. Faktor lingkungan keluarga, Faktor lingkungan rumah atau keluarga ini
merupakan lingkungan pertama dan utama dalam menentukan
perkembangan pendidikan seseorang, dan tentu saja merupakan faktor
pertama dan utama pula dalam menentukan keberhasilan belajar
seseorang.
b. Faktor lingkungan sekolah, sekolah adalah lembaga formal terjadinya
proses belajar mengajar. Selain pendidikan dalam keluarga, pendidikan
disekolah diperoleh secara teratur, sistematis, bertingkat mulai TK
sampai perguruan tinggi.
c. Faktor lingkungan masyarakat, kegiatan siswa dalam masyarakat dapat
menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya. Tetepi kalau
kegiatan siswa terlalu banyak maka akan tergaggu belajarnya, karna ia
tidak bisa mengatur waktu

F. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan hal yang tidak asing lagi dalam dunia pendidikan.
Dimana penilaian tersebut bertujuan melihat kemajuan belajar siswa dalam
hal penguasaan materi pembelajaran yang telah dipelajarinya sesuai dengan
tujuan yang ditetapkan.Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar
adalah minat, yaitu keinginan yang dapat menimbulkan perhatian akibat
adanya suatu hal yang menarik. Menurut Slameto (2003:57) dalam (Meuthia
Karina, Syafrina, & Habibah, 2017), memaparkan bahwa minat adalah
kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa
kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus menerus yang disertai
dengan rasa senang”. Hasil belajar juga dipengaruhi oleh cara-cara belajar
yang dilakukan oleh siswa itu sendiri.
Mutu pendidikan sangatlah erat kaitannya dengan mutu guru dan mutu
siswa. Guru sebagai pengelola kegiatan pembelajaran merupakan faktor
penentu kunci keberhasilan dalam pelaksanaan pendidikan. Seorang guru
yang profesional tidak cukup hanya dengan menguasai materi pelajaran saja,
akan tetapi seorang guru harus mampu mengayomi, menjadi contoh, dan
selalu mendorong siswa untuk lebih baik dan maju. Selain faktor guru, dalam
mewujudkan peningkatan mutu pendidikan juga tidak terlepas dari faktor
15
siswa karena siswa merupakan titik pusat proses pembelajaran. Oleh karena
itu, dalam meningkatkan mutu pendidikan haruslah pula diikuti dengan
peningkatan mutu siswa. Peningkatan mutu siswa dapat dilihat pada tingkat
hasil belajar siswa. Menurut Susanto (2013: 5) dalam (Yosefa Awe & Benge,
2017), hasil belajar merupakan perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik
yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari
belajar. Pengertian tentang hasil belajar dipertegas oleh Nawawi yang
menyatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan
siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam
skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran
tertentu. Bagi seorang siswa mendapatkan hasil belajar yang baik merupakan
sebuah kebanggaan. Siswa yang mendapatkan hasil belajar yang baik akan
selalu berusaha untuk menjaga dan meningkatkan hasil belajar yang telah
diperolehnya. Akan tetapi, untuk mendapatkan hasil belajar yang baik
bukanlah hal yang mudah, karena keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh
beberapa faktor dan memerlukan usaha yang besar untuk meraihnya. Berhasil
atau tidaknya seseorang dalam belajar disebabkan beberapa faktor yang
mempengaruhi pencapaian hasil belajar yaitu berasal dari dalam diri orang
yang belajar (internal) meliputi kesehatan, intelegensi dan bakat, minat dan
motivasi, dan cara belajar serta ada pula dari luar dirinya (eksternal) meliputi
lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, dan lingkungan sekitar. Satu
diantara faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang belajar adalah minat
dan motivasi.

G. Model Pembelajaran
Berikut ini penjelasan 3 kombinasi model yang digunakan.
1. Problem Based Learning (PBL)
Menurut Duch, Problem-Based Learning (PBL) atau Pembelajaran
Berbasis Masalah (PBM) adalah metode pengajaran yang bercirikan
adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para siswa belajar
berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah, dan memperoleh
pengetahuan ( (Fadhilah Amir & dkk, 2020). Sejalan dengan itu, Finkle
dan Torp (1995) juga menyatakan bahwa PBM merupakan pengembangan
16
kurikulum dan sistem pengajaran yang mengembangkan secara simultan
strategi pemecahan masalah dan dasar-dasar pengetahuan dan
keterampilan dengan menempatkan para siswa dalam peran aktif sebagai
pemecahan permasalahan sehari-hari yang tidak terstruktur dengan baik.
Dua definisi di atas mengandung arti bahwa PBL atau PBM merupakan
setiap suasana pembelajaran yang diarahkan oleh suatu permasalahan
sehari-hari.
Langkah-langkah model pembelajaran PBL, yaitu :
a. Tahap pertama, adalah proses orientasi siswa pada masalah. Pada tahap
ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang
diperlukan, memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan
masalah, dan mengajukan masalah.
b. Tahap kedua, mengorganisasi siswa. Pada tahap ini guru membagi
siswa kedalam kelompok, membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah.
c. Tahap ketiga, membimbing penyelidikan individu maupun kelompok.
Pada tahap ini guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi
yang dibutuhkan, melaksanakan eksperimen dan penyelidikan untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
d. Tahap keempat, mengembangkan dan menyajikan hasil. Pada tahap ini
guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan laporan,
dokumentasi, atau model, dan membantu mereka berbagi tugas dengan
sesama temannya.
e. Tahap kelima, menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil
pemecahan masalah. Pada tahap ini guru membantu siswa untuk
melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses dan hasil penyelidikan
yang mereka lakukan
2. Numbered Head Tongethet (NHT)
Numbered Head Together (NHT) memberikan kesempatan pada siswa
untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang
paling tepat. Selain itu, metode ini juga mendorong siswa untuk
meningkatkan semangat kerjasama mereka. Metode ini bisa digunakan

17
untuk semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.
Ngatini (2012) dalam (Efi Bidari, Kartika Dewi, & Wahju Andjariani,
2021), juga berpendapat bahwa model pembelajaran Numbered Head
Together (NHT) mengajarkan kepada siswa agardapat bekerja sama dan
selalu siap untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang
diberikan guru. Dalam hal ini maka siswa akan menjadi termotivasi dan
lebih disiplin dalam mengerjakan tugas dan memperhatikan apa yang
diinstruksiskan guru. Menggunankan metode Numbered Head Together
(NHT) mampu mengaktifkan siswa dalam belajar, sehingga siswa yang
terlibat aktif menimbulkan semangat, minat, antusiasme, serta menambah
motivasi belajar. Dengan situasi pembelajaran yang seperti ini diharapkan
dapat meningkatkan hasil belajar.
Langkah-langkah model pembelajaran NHT, yaitu :
a. Penomoran; Guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggotakan 3
sampai 5 orang secara heterogen dan kepada setiap anggota kelompok
diberi nomor 1 sampai 5.
b. Pengajuan pertanyaan; Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa.
Pertanyaan dapat bervariasi dan spesifik dalam bentuk kalimat tanya.
c. Berpikir Bersama Siswa menyatakan pendapat terhadap jawaban
pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui
jawaban tersebut.
d. Pemberian Jawaban; Guru menyebut nomor tertentu kemudian siswa
yang nomornya dipanggilmengacungkan tangannya dan mencoba
menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.
3. Talking Stick
Menurut Rusna dan Nursalam (2018) dalam (Suban Molan, Finsensia
Ansel , & Mbabho, 2020),model pembelajaran kooperatif tipetalking
stickadalah suatu model pembelajaran kelompok dengan bantuan tongkat,
kelompok yang memegang tongkat terlebih dahulu wajib menjawab
pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya,
selanjutnya kegiatan tersebut diulang terus-menerus sampai semua
kelompok mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan dari guru.

18
Langkah-langkah model pembelajaran Talking Stick, yaitu :
a. Guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya 20 cm.
b. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian
memberikan kesempatan para kelompok untuk membaca dan
mempelajari materi pelajaran.
c. Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya, guru
mempersilahakan siswa untuk menutup bukunya.
d. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu
guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat
tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian
besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari
guru.
e. Guru memberikan kesimpulan.
f. Evaluasi.
g. Penutup.

H. Langkah-langkah 3 Kombinasi Model Pembelajaran


Adapun langkah-langkah 3 kombinasi model pembelajaran ini, yaitu:
1. Guru meorientasi siswa kepada menemukan ketentuan dalam menulis
pantun.
2. Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok yang terdiri antara
4-5 siswa. Masing-masing anggota kelompok memperoleh nomor yang
berbeda-beda dan guru membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan ketentuan
dalam menulis pantun.
3. Guru memberikan tema-tema yang berbeda tentang pantun kepada
setiap kelompok. Selanjutnya, guru memberikan arahan menulis pantun
sesuai dengan ketentuannya yang didapatkan.
4. Dari perintah tersebut, siswa bersama kelompoknya membahas dan
menyatukan idenya dalam menulis pantun.
5. Selanjutnya, guru memanggil salah satu nomor secara acak. Kemudian,
nomor kepala siswa yang dipanggil mengacungkan tangan dan
membacakan pantun hasil kerja kelompok kepada seluruh kelas.
19
6. Guru meminta siswa yang lain untuk memberikan tanggapan terhadap
hasil tulisan pantun temannya.
7. Setelah semua perwakilan kelompok selesai membacakan pantun dan
kembali duduk berpisah, selanjutnya guru menyiapkan sebuah tongkat
untuk salah satu siswa untuk menyampaikan hasil kesimpulan
pembelajaran Bahsa Indonesia materi menulis pantun yang dilakukan.
Cara menentukannya, guru dan siswa bersama-sama menyanyikan lagu
dengan menggilirkan tongkat secara bergantian. Siswa yang memegang
tongkat saat lagu berakhir akan memaparkan hasil kesimpulan dari
pembelajaran yang dilakukan.
8. Kemudian, guru melaksanakan evaluasi dan refleksi dari apa yang telah
dilakukan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia materi menulis
pantun.

I. Kerangka Berpikir/Konseptual Tindakan


Kondisi awal sebelum tindakan dilaksanakan diperoleh gambaran yang
dilakukan pada kegiatan pra-survei dengan wawancara, pengamatan, dan
hasil kompetensi dasar ulangan harian bahwa dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia dan kemampuan belajar Bahasa Indonesia materi menulis Pantun
siswa belum memadai atau rendah, nilai belum mencapai KKM, dan siswa
tidak tertarik atau bosan dengan pembelajaran materi tersebut.
Dalam pembelajaran guru hanya menggunakan metode konvensional
ceramah dan guru hanya menggunakan media papan tulis saja. Berdasarkan
kondisi tersebut, peneliti mencoba menawarkan model pembelajaran Problem
Based Learning (PBL) kombinasi dengan Numbered Head Together (NHT)
dan Talking Stick pada pembelajaran tersebut. Model kombinasi ini dapat
melibatkan siswa secara aktif untuk menemukan sendiri, membangun
pengetahuannya sendiri, menekankan siswa membentuk cara kerja bersama
yang efektif, saling membagi informasi serta mendengar dan menggunakan
ide-ide orang lain.
Melalui model kombinasi tersebut diharapkan dapat membuat siswa lebih
aktif sehingga meningkatkan minat dan hasil belajar siswa dan tidak
menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber informasi.
20
Adapun kerangka berpikir yang diilustrasikan sebagai berikut.

J. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis tindakan kelas
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut “Jika diterapkan model
Problem Based Learning (PBL) kombinasi dengan Numbered Head Together
(NHT) dan Talking Stick pada pembelajaran Bahasa Indonesia materi menulis
Pantun maka dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas IV SDN 3 Pantai
Hambawang Barat tahun pelajaran 2021/2022”

21
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini berbentuk penelitian tindakan kelas (PTK) yang merupakan
suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar yang berupa tindakan, yang
sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama.
1. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Penelitan Tindakan dibedakan menjadi dua macam, yaitu Penelitian
Tindakan dan Penelitian Tindakan Kelas. Dimana penelitian tindakan
bertujuan mengembangkan keterampilan-keterampilan baru atau cara
pendekatan baru dan untuk memecahkan masalah dengan penerapan
langsung di dunia kerja atau dunia actual yang lain, dengan cara tidak
terlibat langsung di dalam kegiatan, peneliti hanya mengamati orang yang
melakukan tindakan tersebut, sedangkan PTK terlibat langsung dalam
pelaksanakan kegiatan tersebut. Istilah penelitian tindakan kelas (PTK)
atau Classroom action research sebenarnya tidak terlalu dikenal diluar
negeri, istilah ini dikenal di Indonesia untuk suatu penelitian tindakan
(action research) yang aplikasinya dalam kegiatan belajar mengajar dikelas
dengan maksud memperbaiki proses belajar mengajar, dengan tujuan
untuk meningkatkan atau memperbaiki praktek pembelajaran menjadi
lebih efektif. Sejalan dengan itu juga Buorg mengemukakan salah satu
cara yang strategis bagi guru untuk meningkatkan atau memperbaiki
layanan pedidikan bagi guru dalam konteks pembelajaran di kelas, melalui
penelitian tindakan kelas.
Pembahasan ini menggunakan istilah penelitian tindakan kelas (PTK)
yang sebenarnya merupakan action research. Ide tentang penelitian
tindakan pertama kali dikembangkan oleh Kurt Lewin pada tahun 1946,
yang memperkenalkan 4 langkah PTK, yakni : perencanaan, tindakan,
observasi, dan refleksi. Namun, ide untuk menerapkan penelitian tindakan
dalam memperbaiki pembelajaran dicetuskan oleh Stephen Corey pada
tahun 1953.

22
Kemmis (1983) dalam (Farhana, Awiria, & Muttaqien, 2019),
mendefinisikan penelitian tindakan sebagai suatu bentuk penelaah atau
inquiri melalui refleksi diri yang dilakukan oleh peserta kegiatan
pendidikan tertentu (misalnya guru atau kepala sekolah) dalam situasi
social (termaksud pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan
kebenaran serta keabsahan dari:
a. Praktik-praktik sosial kependidikan yang mereka lakukan sendiri.
b. Pemahaman mereka mengenai praktik-praktik tersebut.
c. Situasi kelembagaan tempat praktik-praktik itu dilaksanakan.
Guru dapat melakukan penelitian dalam upaya menemukan cara atau
prosedur baru untuk memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme guru
dalam proses belajar mengajar dikelas. Keberhasilan PTK dievaluasi
dengan melihat berbagai indikator keberhasilan proses dan hasil
pembelajaran yangterjadi pada siswa. PTK dapat dimanfaatkan sebagai
alat untuk pengembangan kurikulum, pengembangan sekolah,
pengembangan keahlian mengajar, dan sebagainya.
Pada umumnya, guru melaksanakan PTK dengan cara belajar dari
tindakannya dalam mengajar dan berupaya meningkatkan aktivitas siswa
dalam belajar. Guru dapat mempelajari cara membuat siswa untuk terlibat
aktif dalam belajar dengan mengamati perilaku siswa dalam belajar. Jadi,
guru harus membuat rencana yang baik dalam mempelajari tindakannya
dan kaitannya dengan perilaku siswa. Oleh sebab itu, dalam upaya
membuat rencana untuk meningkatkan kegiatan belajar mengajar (KBM).
2. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Beberapa karateristik PTK yang perlu dipahami oleh guru dan
mahasiswa program studi kependidikan adalah sebagai berikut:
h. PTK merupakan penelitian tindakan di kelas yang dirancang dan
dilakukan oleh guru untuk menanggulangi masalah-masalah yang
ditemukan di kelas. Fokus permasalahan terkait praktik pembelajaran
yang muncul di kelas. Penelitian ini dimulai dari identifikasi
permasalahan nyata yang berkaitan dengan praktik pembelajaran
seharihari yang dihadapi guru dikelas.

23
i. PTK dilakukan dengan menerapkan tindakan tertentu untuk
memperbaiki PBM di kelas. Tindakan yang dilakukan harus dilandasi
rasional atau kerangka berfikir yang jelas sehingga diyakini akan
dapat mengatasi permasalahan. Pemilihan tindakan perlu dilakukan
dengan menganalisis akar permasalahan dan mengkaji teori yang
sesuai dengan permasalahan yang dihadapi.
j. PTK dilakukan secara evaluative dan reflektif untuk memahami
permasalahan dan dampak tindakan yang diterapkan dalam
pembelajaran. Evaluasi dan refleksi tentang proses belajar mengajar
yang terjadi saat pelaksanaan tindakan merupakan dasar dan
menentukan tindakan perbaikan pada siklus selanjutnya.
k. PTK dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kinerja guru, terutama
peningkatan kemampuan guru dalam kegiatan belajar mengajar.
l. PTK dapat dilaksanakan secara fleksibel dan dapat disesuaikan
dengan keadaan yang dihadapi oleh guru dalam proses belajar
mengajar.
m. Hasil PTK tidak dapat digeneralisasikan karena bersifat kontekstual
dan situasional sesuai dengan kondisi didalam kelas yang diteliti.
Variable-variable atau faktor-faktor yang ditelaah selalu terkait
dengan keadaan dan suasana di kelas yang merupakan tempat
penelitian.
n. PTK dapat dilaksanakan secara individual oleh guru, atau secara
kolaboratif oleh beberapa orang guru.
o. PTK merupakan penelitian yang bersifat informal. Proses pelaksanaan
PTK dari mulai perancangan, pelaksanaan, refleksi, dan penyusunan
laporannya dilakukan atas inisiatif dan kemauan guru sendiri.
3. Prinsip-prinsip Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Beberapa prinsip yang mendasari penelitian tindakan kelas dapat
diadopsi dari pendapat Hopkins (1992) dalam (Farhana, Awiria, &
Muttaqien, 2019), tentang prinsip dalam menerapkan penelitian kelas,
yakni:

24
a. Pelaksanaan PTK tidak boleh mengganggu komitmen dan tugas utama
guru dalam mengajar. PTK merupakan intervensi praktik yang
dilakukan oleh guru untuk meningkatkan proses belajar mengajar,
namun tidak boleh mengganggu KBM.
b. Metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut waktu
yang berlebihan dari guru, sehingga tidak mengganggu proses
pembelajaran.
c. Metodologi yang digunakan harus cukup reliable, sehingga guru dapat
mengidentifikasi serta merumuskan hipotesis yang meyakinkan,
mengembangkan strategi yang dapat diterapkan pada situasi kelasnya,
serta memperoleh data yang dapat digunakan untuk “menjawab”
hipotesis yang dikemukakannya.
d. Masalah penelitian yang ada akan diselesaikan oleh guru hendaknya
masalah yang cukup merisaukannya, dan terkait dengan tanggung
jawab profesionalnya sebagai guru.
e. Ketika melaksanakan PTK, guru harus bersikap konsisten dan menaati
prosedur etika yang berkaitan dengan pekerjaannya.
f. Walaupun guru hanya bertanggung jawab dalam pembelajaran di
kelas, namun dalam pelaksanaan PTK sedapat mungkin harus
menggunakan wawasan holistik sekolah. Jadi, permasalahan yang
ditemukan oleh guru seharusnya tidak dianalisis berdasarkan dalam
konteks kelas dan atau mata pelajaran tertentu saja, namun perlu
ditinjau dalam perspektif visi dan misi sekolah secara keseluruhan.
4. Manfaat Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
PTK adalah salah satu model penelitian praktis yang dapat digunakan
untuk memperbaiki kinerja guru. Beberapa manfaat penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. PTK dapat digunakan sebagai cara bagi guru untuk meliti sendiri
praktik-praktik pembelajaran yang dilakukannya dikelas. Manfaat
pelaksanaan PTK bagi guru adalah untuk memperbaiki praktik-praktik
pembelajarannya agar lebih efektif.

25
b. Guru dapat melakukan PTK sambil melaksanakan tugas sehari-hari,
sehingga ia tidak perlu mengorbankan target kurikulum yang harus
dicapai. Hal tersebut dimungkinkan karena PTK tidak membutuhkan
waktu dan tenaga secara khusus, sehingga tidak membebani pekerjaan
guru.
c. PTK dapat menjembatani kesenjangan antara teori pembelajaran dan
praktiknya di kelas. Jika ada praktik pembelajaran yang tidak cocok
dengan sebuah teori belajar, maka PTK guru dapat mengadaptasi teori
yang ada untuk kepentingan proses dan produk pembelajaran yang
efektif, optimal, dan fungsional.
d. Melalui pelaksanaan PTK, guru dapat melihat, merasakan dan
menghayati secara langsung Apakah praktik-praktik pembelajaran
yang selama ini dilakukan memiliki efektivitas yang tinggi atau tidak.
Ditinjau dari aspek yang hendak diperbaiki, maka PTK dapat
dimanfaatkan untuk melakukan inovasi pembelajaran. Guru yang
melaksanakan PTK pada umumnya mencoba mengubah, mengembangkan,
meningkatkan gaya mengajarnya agar sesuai dengan tuntunan kelas.
Secara tidak langsung guru yang melaksanakan PTK telah melakukan
inovasi pembelajaran. Inovasi pembelajaran yang dilakukan melalui PTK
berangkat dari permasalahan nyata yang dihadapi guru di kelas.
5. Langkah-langkah Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Ketika melaksanakan PTK, guru harus mengikuti tahapan mulai dari
membuat perencanaan,melaksanakan tidakan dan observasi, serta
melakukan evaluasi dan refleksi,perencanaan PTK,harus di deskripsikan
secara rinci dalam proposal PTK. Berikut ini di jelasakan mengenai
langkah-langkah pelaksanaan PTK secara rinci, mulai dari pemilihan topik
sampai kegiatan refleksi.
a. Pemilihan Topik dan Identifkasi Permasalahan Penelitian
Perumusan permasalahan penelitian merupakan titik tolak dari
kegiatan penelitian.Kegiatan penelitian dilaksanakan karena ada
masalah yang harus dipecahkan.tindakan dalam PTK dirancang untuk
mengatasi masalah yang di hadapi dalam proses belajar mengajar

26
(PMB). Guru sering terjebak pada pemilihan judul PTK terlebih
dahulu sebelum mengidentifikasi dan merumuskan permasalahan
penelitian. Jika rumusan masalah telah dinyatakan secara jelas, maka
PTK akan dapat dilasankan secara lebih terarah.
b. Analisis dan Perumusan Masalah PTK
Setelah dilakukan identifikasi masalah, langkah selanjutnya adalah
melakukan analisis dan pemilihan masalah. Hasil identifikasi masalah
hanya memberikan gambaran tentang bermacam-macam masalah
dalam suatu kerangka system tertentu. Mungkkin masalah yang di
hadapi guru/peneliti cukup banyak, sehingga peneliti harus memilih
dan menentukan prioritas dari sekian masalah yang di hadapi. Peneliti
dituntut utuk menganalisis dan memilih serta menentukan masalah
peneliti berdasarkan kriteria tertentu. Masalah penelitian yang di pilih
hendaknya benar-benar merupakan kebutuhan nyata yang mendesak
untuk di selesaikan.
c. Mengkaji Teori dan Menetapkan Hipotesis Tindakan
Mengkaji teori sangat bermanfaat dalam menentukan solusi dan
kebutuhan perumusan hipotesis tindakan. Perumusan hipotesis yang
sahih seharusnya di turunkan dari kajian teori, kajian penelitian yang
relevan, dan diskusi dengan para pakar. Analisis kelayakan suatu
hipotesis sangat diperlukan, sebab akan menentukan keberhasilan
tujuan penelitian. Hipotesis tindakan dalam PTK sedikit berbeda
dengan hipotesis pada penelitian konvensional (formal) yang pada
umumnya bersifat kuantitatif dan umumnya mengarah pada hubungan
sebab akibat perbedaan.
d. Pembuatan Rencana Tindakan Perbaikan
Langkah utama dalam membuat perencanaan tindakan setelah guru
melakukan identifikasi permasalahan dan menganalisis akar masalah.
Rencana tindakan dibuat secara rinci setelah peneliti mengkaji teori
dan menetapkan landasan berfikit serta hipotesis tindakan (bersifat
optional). Perencanaan PTK merupakan suatu scenario atau program
kerja yang akan dilakukan pada saat pelaksanaan PTK. Perencanaan

27
tindakan meliputi semua langkah tindakan secara rinci, segala
keperluan pelaksanaan PTK (materi atau bahan ajar, metode mengajar,
serta teknik dan instrument observasi), dan perkiraan kendala yang
mungkin timbul pada pelaksanaan.
e. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan di lakukan sesuai dengan rencana tindakan
(RPP) yang telah dipersiapkan. Penelitian dapat melakukan modifikasi
untuk menjamin tercapainya tujuan. Modifikasi tersebut pada
umumnya dilakukan dengan adanya dinamika proses belajar mengajar
dan respon siswa yang dengan harapan guru. Namun garis besar
rencana tindakan jangan diubah agar arah perbaikan tetap dapat di
lakasanakan dan dikendalikan. Guru sebagai peneliti harus melakukan
pengolahan dan pengendalian agar tidak terjadi penyimpangan
prosedur skenario belajar yang mungkin menghambat pelaksanaan
tindakan perbaikan.
f. Observasi
Observasi dilakukan ketika peneliti melaksanakan proses belajar
mengajar yang merupakan tindakan perbaikan. Observasi dilakukan
sebagai upaya untuk merekam segala peristiwa dan kegiatan yang
terjadi selama tindakan itu berlangsung, namun tidak boleh
mengganggu kegiatan belajar mengajar. Guru dapat melaksanakan
observasi dalam PTK secara mandiri tanpa dibantu teman sejawat,
namun kemungkinan ada hal-hal yang luput dari perhatian yang di
butuhkan dalam melakasanakan refleksi.
g. Evaluasi dan Refleksi
Kegaiatan refleksi dilakukan dengan mengacu kepada data PTK
berkaitan dengan tindakan yang dilakukan guru (peneliti) melalui
kegiatan pembelajaran dikelas, aktifitas siswa dalam pembelajaran,
suasana kelas, dan berbagai aktifitas yang terjadi selama
berlangsungnya pembelajaran di kelas selama kegiatan PTK, jadi
refleksi harus dimulai dengan melakukan evaluasi proses
pembelajaran dengan menganalisis data proses belajar mengajar dan

28
kemugkinan dampaknya terhadap hasil belajar, pada umumnya data
proses belajar mengajar adalah data kualitatif yang diperoleh
berdasarkan observasi, sedangkan data hasil belajar adalah data
kuantitatif yang diperoleh berdasarkan hasil tes atau teknik penilaian
lain (portofolio, penilaian kinerja dan sebagainya).
Langkah-langkah pelaksanaan refleksi adalah sebagai berikut :
1. Melakukan analisis data hasil observasi. Pada langkah ini guru
harus mengingat kembali apa yang telah dilakukan selama KBM
dalam upaya melakukan evaluasi tidakan yang telah dilakukan
dalam pembelajaran.
2. Menjelaskan tindakan dan dampaknya. Pada langkah ini guru
memeriksa kembali praktik pembelajaran berdasarkan tujuan PTK.
Guru sebaiknya melakukan pertemuan untuk membahas hasi
evaluasi tindakan dan skenario tindakan yang telah dilkukan. Guru
perlu bertanya pada siswa tentang kesan dan pendapat tentang
pembelajaran yang dilakukan.
3. Membuat usulan perbaikan untuk pelaksanaan pada siklus
selanjutnya. Guru sebaiknya bertanya pada siswa untuk usulan
perbaikan pembelajaran dan mempertimbangkan usulan tersebut
sepanjang tidak mengubah tindakan utama yang sedang diteliti.
Pada langkah ini guru harus memutuskan tidakan perbaikan yang
akan dilakukan berdasarkan kelemahan dan kendala yang ditemui
pada tindakan sebelumnya.
Atas dasar inilah peneliti memilih penelitian tindakan kelas karena
ingin meningkatkan hasil belajar menulis pantun kelas IV SDN 3 Pantai
Hambawang Barat melalui model pembelajaran PBL dengan kombinasi
NHT, dan Talking Stick. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan secara
kolaboratif dengan teman sejawat (guru kelas, kepala sekolah, dan guru
lain) dengan tujuan untuk meningkatkan prestasi belajar Bahasa Indonesia
pada materi menulis pantun melalui model pembelajaran PBL dengan
kombinasi NHT, dan Talking Stick pada siswa kelas IV SDN 3 Pantai
Hambawang Barat tahun pelajaran 2021/2022. Dalam penelitian ini

29
peneliti bertindak sebagai observer (pengamat) dan guru kelas sebagai
pengajar.

B. Subjek Penelitian dan Objek Penelitian


Pada penelitian tindakan kelas ini yang menjadi subjek penelitian adalah
siswa kelas IV semester 2 SDN 3 Pantai Hambawang Barat tahun pelajaran
2021/2022. Total jumlah siswa kelas IV semester 2 SDN 3 Pantai
Hambawang Barat, tahun pelajaran 2021/2022 adalah 25 siswa yang terdiri
dari 11 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan dengan kemampuan belajar
dan kecerdasan yang berbeda-beda. Sedangkan, yang menjadi objek
penelitiannya adalah hasil belajar Bahasa Indonesia pokok bahasan
keterampilan menulis pantun melalui kombinasi 3 model pembelajaran, yaitu
PBL, NHT dan Talking Stick.

C. Setting Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kelas IV SDN 3 Pantai Hambawang Barat yang
beralamat di desa Tubau, Barabai. Pemilihan tempat tersebut berdasarkan
pertimbangan bahwa lokasi penelitian belum pernah diteliti orang lain, selain
itu keadaan kelas sangat mendukung untuk berlangsungnya proses belajar
mengajar yang efektif. Sarana yang ada seperti meja dan kursi cukup dan
bahkan sangat leluasa untuk mengadakan pembelajaran. Cahaya atau
penerangan pun juga sangat baik

D. Faktor Yang Diteliti


Faktor-faktor penelitian yang dijadikan titik fokus untuk menjawab
permasalahan yaitu :
1. Faktor input: Siswa kelas IV semester 2 SDN 3 Pantai Hambawang Barat
tahun pelajaran 2021/2022.
2. Faktor proses: kombinasi 3 model pembelajaran, yaitu PBL, NHT dan
Talking Stick.
3. Faktor output: Hasil belajar Bahasa Indonesi dalam materi keterampilan
menulis pantun

30
E. Skenario Tindakan
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) dengan model Kurt Lewin. Model tersebut dapat dilakukan dua
siklus atau seterusnya. Apabila siklus pertama tidak berhasil, maka penelitian
bisa diulang kembali untuk memperbaiki siklus selanjutnya. Siklus dilakukan
sampai tujuan penelitian dapat tercapai.
Setiap siklus model Kurt Lewin terdapat empat komponen, yaitu:
perencanaan, pelaksaan atau tindakan, pengamatan dan yang terakhir adalah
refleksi.
1. Siklus I
a. Perencanaan
Peneliti menyiapkan rencana pembelajaran yang dilengkapi dengan skenario
tindakan. Skenario tindakan ini berisi langkah-langkah yang harus ditempuh
guru dan siswa.
b. Pelaksanaan
Implementasi tindakan dilaksanakan sesuai dengan persiapan-persiapan yang
telah dilakukan sebelumnya. Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari proses
kegiatan belajar mengajar, evaluasi dan refleksi yang dilakukan pada akhir
siklus. Pada siklus I peneliti melaksanakan kegiatan belajar mengajar
mengenai menulis pantun melalui model pembelajaran PBL dengan kombinasi
NHT, dan Talking Stick pada siswa kelas IV Semester 2 SDN 3 Pantai
Hambawang Barat
c. Pengamatan/Observasi
Observasi pada penelitian ini dilakukan terhadap proses aktivitas siswa
dengan menggunakan lembar observasi yang telah disediakan. Sasarannnya
kepada aktivitas siswa secara individual dalam pembelajaran menulis pantun.
Peneliti dibantu oleh rekan guru (observer) yang akan mengamati jalannya
kegiatan belajar mengajar dalam setiap siklusnya. Hasil dari pengamatan
observer didiskusikan sebagai bahan pertimbangan bagi perencanaan pada
siklus selanjutnya. Evaluasi pada siklus I dilakukan dengan cara memberikan
tes soal kepada siswa untuk dikerjakan secara individu. Evaluasi dilaksanakan
di akhir pertemuan pada setiap tindakan.
d. Refleksi

31
Refleksi pada siklus I dilaksanakan segera setelah tahap implementasi
tindakan dan observasi diakhir siklus selesai. Peneliti mengkaji, melihat dan
mempertimbangkan atas hasil yang telah dilaksanakan dalam tindakan pada
siklus I. Hasil refleksi dijadikan dasar untuk perbaikan pada siklus (tindakan)
selanjutnya. Berdasarkan hasil observasi dan hasil tes siklus I, jika hasil
belajar siswa meningkat dalam pembelajaran menulis pantun melalui model
pembelajaran PBL dengan kombinasi NHT, dan Talking Stick pada siswa
kelas IV Semester 2 SDN 3 Pantai Hambawang Barat maka penelitian
dilanjutkan ke siklus II.
2. Siklus II
a. Perencanaan
Peneliti menyiapkan rencana pembelajaran yang dilengkapi dengan
skenario
tindakan. Skenario tindakan ini berisi langkah-langkah yang harus
ditempuh
guru dan siswa.
b. Pelaksanaan
Implementasi tindakan dilaksanakan sesuai dengan persiapan-persiapan yang
telah dilakukan sebelumnya. Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari proses
kegiatan belajar mengajar, evaluasi dan refleksi yang dilakukan pada akhir
siklus. Pada siklus II peneliti melaksanakan kegiatan belajar mengajar
mengenai menulis pantun melalui model pembelajaran PBL dengan kombinasi
NHT, dan Talking Stick pada siswa kelas IV Semester 2 SDN 3 Pantai
Hambawang Barat dengan focus perbaikan hasil refleksi siklus I
c. Pengamatan/Observasi
Observasi pada siklus II dilakukan sama seperti pada siklus I. Hasil dari
pengamatan observer didiskusikan sebagai bahan pertimbangan bagi
perencanaan pada siklus selanjutnya. Evaluasi pada siklus II dilakukan dengan
cara memberikan tes soal kepada siswa untuk dikerjakan secara individu.
Evaluasi dilaksanakan di akhir pertemuan pada setiap tindakan
d. Refleksi
Refleksi pada siklus II dilaksanakan segera setelah tahap implementasi
tindakan dan observasi selesai. Peneliti mengkaji, melihat dan
mempertimbangkan atas hasil yang telah dilaksanakan dalam tindakan

32
pada
siklus II. Hasil refleksi dijadikan dasar untuk perbaikan pada siklus
(tindakan)
selanjutnya. Berdasarkan hasil observasi dan hasil tes siklus II, jika
hasil
belajar siswa meningkat dalam pembelajaran menulis pantun melalui
model pembelajaran PBL dengan kombinasi NHT, dan Talking Stick
pada siswa kelas IV Semester 2 SDN 3 Pantai Hambawang Barat maka
penelitian dilanjutkan ke siklus berikutnya.

F. Data Dan Cara Pengumpulan Data


1. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Guru
Untuk melihat tingkat keberhasilan penelitian yang
mengimplementasikan melalui model pembelajaran PBL dengan
kombinasi NHT, dan Talking Stick dan peningkatan pemahaman
siswa kelas IV SDN 3 Pantai Hambawang Barat pada materi menulis
pantun selama proses pembelajaran.
b. Siswa
Untuk mendapatkan data tentang hasil bejajar dalam menulis
pantun siswa kelas IV SDN 3 Pantai Hambawang Barat mata
pelajaran Bahasa Indonesia.
2. Jenis Data
Jenis data yang disajikan dalam penelitian ini berupa data kualitatif
dan kuantitatif yang terdiri dari:
a. Data kualitatif data yang disajikan dalam bentuk kata-kata yang
mengandung makna, yaitu lembar observasi aktivitas guru,
aktivitas siswa dan disiplin belajar siswa dengan menggunakan 3
kombinasi model pembelajaran PBL, NHT dan Talking Stick.
b. Data kuantitatif adalah data yang dipaparkan dalam bentuk angka-
angka berupa data hasil belajar siswa dengan menggunakan 3
kombinasi model pembelajaran PBL, NHT dan Talking Stick.
33
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan suatu kegiatan untuk
memperoleh data yang dibutuhkan dan dapat diolah menjadi suatu data
yang dapat disajikan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi.
Adapun pengumpulan data tersebut menggunakan teknik observasi dan
teknik test
a. Teknik Observasi
Usman dan Purnomo (2004) dalam (Hardani & dkk, 2020),
berpendapat bahwa, observasi ialah pengamatan dengan pencatatan
yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti. Observasi
menjadi salah satu teknik pengumpulan data apabila: (1) sesuai
dengan tujuan penelitian (2) direncanakan dan dicatat secara
sistematis, dan (3) dapat dikontrol keadaannya (reliabilitasnya) dan
kesahihannya (validitasnya). Observasi merupakan proses yang
kompleks, yang tersusun dari proses biologis dan psikologis. Dalam
menggunakan teknik observasi yang terpenting ialah mengandalkan
pengamatan dan ingatan si peneliti.
Dalam penelitian ini, pengamatan (observasi) digunakan untuk
mengumpulkan data tentang penerapan 3 kombinasi model
pembelajaran dan data tentang interkasi antara guru dengan siswa.
b. Teknik Test
Suharsimi Arikunto (2015) dalam (Sutoyo, 2020), memaparkan
tes ialah alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau
mengukur sesuatu dalam suasana tertentu, yang dilkaukan dengan
cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan.
Penelitian ini menggunakan test dalam mengukur hasil belajar
siswa. Test diberikan pada pra siklus dan setiap akhir siklus untuk
mengetahui peningkatan hasil belajar setelah mendapat tindakan.
4. Teknik Analisis Data
Setelah data–data yang diperlukan terkumpul, diadakan suatu
analisis data dengan tujuan agar dapat menarik kesimpulan ada atau
tidaknya peningkatan hasil belajar menulis pantun siswa setelah

34
menggunakan 3 kombinasi model pembelajaran PBL, NHT dan Talking
Stick.
a. Analisis Aktivitas Guru
Analisis data kualitatif yaitu observasi aktivitas guru dalam
melakasanakan pembelajaran, data ini dikumpulkan kemudian disajikan
dalam bentuk tabel persentasi. Rentang skor aktivitas guru diperoleh
dengan cara penghitungan sebagai berikut :
∑ skor minimal =1x8=8
∑ skor maksimal = 4 x 8 = 32
Rentang nilai = 32 – 8 = 24

Rumus : Rentang skor aktivitas guru =

Interval kelas =

Tabel 1. 1 Kriteria Aktivitas Guru aktivitas guru


No Rentang skor Keteragan
1 26 – 32 Sangat Baik
2 20 – 25 Baik
3 14 – 19 Cukup Baik
4 8 – 13 Kurang Baik

Tabel 1. 2 Persentase Aktivitas Guru aktivitas guru (klasikal)


No Rentang sko Kategori
1 76% - 100% Sangat Aktif
2 51% - 75% Aktif
3 26% - 50% Cukup Aktif
4 0% - 25% Kurang Aktif

b. Analisis Aktivitas Siswa


Analisis data kualitatif berikutnya yaitu observasi aktivitas siswa
dalam mengikuti pembelajaran, data ini dikumpulkan kemudian
disajikan dalam bentuk tabel persentasi. Rentang skor aktivitas siswa
diperoleh dengan cara penghitungan sebagai berikut :

35
Skor Minimal =1x6=6
Skor Maksimal = 4 x 6 = 24
Range = Skor Maksimal – Skor Minimal
= 24 – 6 = 18
Interval = 18 : 4 = 4,5 = 5
Persentase Klasikal pada Klasifikasi tertentu (%) =

Tabel 1. 3 Rentang Skor Penilaian Aktivitas Siswa


No Rentang skor Kategori

1 21 – 24 Sangat Aktif

2 16 – 20 Aktif

3 11 – 15 Cukup Aktif

4 6 – 10 Kurang Aktif

Tabel 1. 4 Kriteria Aktivitas Siswa Menggunakan Persentase


No Rentang sko Kategori

1 82% - 100% Sangat Aktif


2 63% - 81% Aktif

3 44% - 62% Cukup Aktif


4 0% - 43% Kurang Aktif

c. Disiplin Belajar
Data disiplin belajar diambil menggunakan angket dan dianalisis
dengan krtiteria sebagaimana tabel dibawah ini :
Keterangan Kriteria:
Skor Minimal = 1 x 10 = 10
Skor Maksimal = 4 x 10 = 40

36
Range = Skor Maksimal – Skor Minimal
= 40 - 10 = 30
Interval = 30 : 4 = 7,5 = 8
Tabel 1.5 Kriteria Disiplin Belajar Siswa Menggunakan Skor
(Individual)
No. Skor Kriteria

1. 34 – 40 Sangat Disiplin
2. 26 – 33 Disiplin

3. 17 – 25 Cukup Disiplin

4. 10 – 17 Kurang Disiplin

Tabel 1. 6 Kriteria Presentase Disiplin Belajar Siswa (Individual)


No. Kriteria Persentase
1. SangatDisiplin 76% - 100%
2. Disiplin 51% - 75%
3. Cukup Disiplin 26% - 50%
4. Kurang Disiplin 0% - 25%

d. Analisis Hasil Belajar


Data kuantitatif didapat dari hasil belajar siswa pada setiap siklus
berdasarkan aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan
pisikomotorik (keterampilan) dengan rumus sebagai berikut:
Ketuntasan Individual

Ketuntasan Individual = × 100

Seorang siswa dikatakan telah mencapai ketuntasan individual,


apabila siswa tersebut telah menguasai tema peristiwa dalam kehidupan
dengan kriteria nilai akhir ≥ 80

Ketuntasan Klasikal = × 100 %

Suatu kelas dikatakan telah mencapai ketuntasan klasikal apabila ≥


85% dari seluruh siswa mencapai nilai ≥ 80.

37
G. Indikator Keberhasilan
Penelitian tindakan kelas ini dikatakan berhasil apabila:
1. Proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila persentase aktivitas
siswa minimal 85%.
2. Nilai test rata-rata siswa minimal 80.
3. 80% siswa dari jumlah seluruh siswa mendapat nilai evaluasi di atas
KKM yaitu 80.
4. Indikator aktivitas guru sangat baik
Aktivitas guru dalam pembelajaran dikategorikan berhasil apabila
mencapai skor pada lembar observasi dengan rentang antara 26 – 32
dengan kategori sangat baik.
5. Indikator aktivitas siswa sangat aktif
Adanya peningkatan hasil belaja siswa dalam proses belajar
Bahasa Indonesia materi menulis pantun melalui 3 kombinasi model
pembelajaran PBL, NHT dan Talking Stick di kelas IV Semester 2
SDN 3 Pantai Hambawang Barat. Indikator proses belajar mengajar
adalah apabila aktifitas siswa sudah menjadi lebih aktif yakni apabila
85% dari jumlah seluruh siswa sudah mencapai skor dengan kategori
sangat aktif dengan rentang skor 21 – 24.

38
DAFTAR PUSTAKA

Ali Wafa, A., Djuanda, D., & Sunaengsih, C. (2017). Penerapan Permainan
“Pantun Cerdas” untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Siswa Kelas
IV-A SDN Padasuka I pada Materi Membuat Pantun. Jurnal Pena Ilmiah,
42.

Arfani, L. (2018). Mengurai Hakikat Pendidikan, Belajar dan Pembelajaran.


Jurnal PPKn & Hukum, 11(2), 94-95.

Efi Bidari, Y., Kartika Dewi, G., & Wahju Andjariani, E. (2021). Pengaruh
Metode NHT dengan Pendekatan Saintifik pada Subtema Hidup Bersih
dan Sehat di Rumah terhadap Hasil dan Keaktifan Belajar Siswa Kelas II
Sekolah Dasar. Jurnal Primary, 2(1), 3.

Fadhilah Amir, N., & dkk. (2020). Penggunaan Model Problem Based Learning
(Pbl) pada Pembelajaran Tematik Siswa Sekolah Dasar. Uniqbu Journal of
Social Sciences, 1(2), 25.

Faizah, S. N. (2017). Hakikat Belajar dan Pembelajaran. Jurnal At-Thulab, 1(2),


179-181.

Farhana, H., Awiria, & Muttaqien, N. (2019). Penelitian Tindakan Kelas. Medan:
Harapan Cerdas.

Febri Anzar, S., & Mardhatillah. (2017). Analisis Kesulitan Belajar Siswa Pada
Pembelajaran Bahasa Indonesia Di Kelas V SD Negeri 20 Meulaboh
Kabupaten Aceh Barat Tahun Ajaran 2015/2016. Jurnal Ilmiah
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 4(1), 54-55.

Hardani, & dkk. (2020). Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif. Yogyakarta:
Pustaka Ilmu.

Himawati, A., Sri Markamah, E., & Hartono. (2017). Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble dalam Pembelajaran
Keterampilan Menulis Pantun pada Siswa Sekolah Dasar. Jurnal
Didaktika Dwija Indria, 1-2.

39
Indrayeni, S., Hakim, N., & Burhanudin, D. (2019). Kemampuan Menulis Pantun
Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Lirik. Jurnal Tuah: Pendidikan dan
Pengajaran Bahasa, 1(1), 71.

Juwantara, R. A. (2019 ). Analisis Teori Perkembangan Kognitif Piaget pada


Tahap Anak Usia Operasional Konkret 7-12 Tahun dalam Pembelajaran
Matematika. Jurnal Al-Adzka, 29.

Khair, U. (2018). Pembelajaran Bahasa Indonesia dan Sastra (BASASTRA) di SD


dan MI. Jurnal Pendidikan Dasar, 2(1), 89-91.

Krissandi, A. d. (2017). Pembelajaran bahasa Indonesia untuk SD. Bekasi: Media


Maxima.

Meuthia Karina, R., Syafrina, A., & Habibah, S. (2017). Hubungan antara Minat
Belajar dengan Hasil Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran IPA pada Kelas
V SD Negeri Garot Geuceu Aceh Besar. Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru
Sekolah Dasar, 2(1), 62.

Misnurina. (2021, 8(1)). Peningkatan Motivasi Belajar Melalui Pembelajaran


Kooperatif pada Mata Pelajaran Keterampilan Boga di SMPN 2 Guguak
Kabupaten Lima Puluh Kota. Inovasi Pendidikan, 64.

Nugroho, A., Ramadan Lazuardi, D., & Murti, S. (2019). Pengembangan Bahan
Ajar LKS Menulis Pantun Berbasis Kearifan Lokal Siswa Kelas VII SMP
Xaverius Tugumulyo. Jurnal Keilmuan Bahasa, Sastra, dan
Pengajarannya, 5(1), 2.

Pane, A., & Darwis Dasopang, M. (2017). Belajar dan Pembelajaran. Jurnal
Kajian Ilmu-ilmu Keislaman, 3(2), 335-337.

Sardiyanah. (2018). Faktor yang Mempengaruhi Belajar. Jurnal Kajian Islam &
Pendidikan, 10(2), 71-79.

Shoimin, A. (2016). 68 Model Pembelajaran Inovatis dalam Kurikulum 2013.


Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

40
Suban Molan, A., Finsensia Ansel , M., & Mbabho, F. (2020). Pengaruh Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick Terhadap Ketrampilan
Berbicara di Kelas V Sekolah Dasar. Prima Magistra: Jurnal Ilmiah
Kependidikan, 1(2), 178.

Sutoyo. (2020). Penelitian Tindakan Kelas. Surakarta: Unisri Press.

Yosefa Awe, E., & Benge, K. (2017). Hubungan Antara Minat dan Motivasi
Belajar Dengan Hasil Belajar IPA Pada Siswa SD. Journal of Education
Technology, 1(4), 232.

41

Anda mungkin juga menyukai