Anda di halaman 1dari 18

KORUPSI DALAM PANDANGAN ISLAM

MAKALAH PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

Dosen Pengampu: H. Hamzah, MM

Disusun Oleh :

Jumiah (20.03.00.013)
Nur Amalia (20.03.00.014)
Salsabiila Nuurul Fath (20.03.00.017)
Yulianti (22.03.00.047)

PRODI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL HIKMAH (STAI)
JAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah kami panjatkan kehadiran Allah SWT. Atas segala limpah


karunia, rahmat dan hidayah-Nya kepada semua sehingga kami dapat menyusun dan
menyelesaikan tugas Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi. Terima kasih kami
ucapkan kepada Bapak H. Hamzah, MM selaku dosen Mata Kuliah Pendidikan Anti
Korupsi yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini, yang
berjudul “Korupsi dalam Pandangan Islam”.
Dengan segala usaha, pikiran dan tenaga telah kami lakukan, namun kami
menyadari adanya keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
penyusunan makalah selanjutnya.
Semoga bantuan dan bimbingan yang telah diberikan kepada kami, mendapat
imbalan yang sesuai dari Allah SWT. Kami berharap semoga penyusunan makalah ini
dapat bermanfaat untuk kegiatan pembelajaran kedepan. Dalam penyusunan makalah
ini kami menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah kami. Oleh karena itu
kami mengharapkan evaluasi dari Bapak Dosen.

Jakarta, November 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................1
A. Latar Belakang .................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 1
C. Tujuan Masalah .................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................................3
A. Pengertian Korupsi ............................................................................................3
B. Macam-Macam Korupsi dalam Pandangan Islam ............................................ 4
C. Hukuman Terhadap Koruptor dalam Pandangan Islam .................................... 9
D. Cara Pemberantasan Korupsi dalam Pandangan Islam ...................................12
BAB III PENUTUP ....................................................................................................14
A. Simpulan ......................................................................................................... 14
B. Saran ................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Korupsi mengganas dan terus menyebar serta menyerang kehidupan sosial
Negara kita Indonesia. Problem dan tantangan ini harus diatasi, khususnya
masyarakat Islam yang merupakan mayoritas warga negara Indonesia. Sebagai
mayoritas warga negara Indonesia, umat Islam tidak bisa mengelak bahwa
terjadinya banyak korupsi dilakukan oleh orang-orang yang beragama Islam.
Ironis memang, negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam dan
menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual ini pernah meraih peringkat pertama
sebagai Negara terkorup di Asia dan Negara paling lamban yang keluar dari krisis
dibandingkan negara-negara tetangganya; realitas tragis ini menjadi persoalan,
beban moral, dan tanggung jawab yang tidak ringan.
Dengan melakukan korupsi seseorang bisa mengumpulkan uang dalam
jumlah yang cukup besar dalam jangka waktu yang relatif singkat. Pelakunya
bukan saja pejabat tinggi tetapi juga pejabat level bawah bahkan menggurita
sampai pejabat rakyat. Korupsi sangat merakyat dalam masyarakat kita, hal ini
tergambar dari membuminya istilah uang minum, pelicin, biaya administrasi dan
banyak lagi istilah lainnya yang sebenarnya tergolong dalam pungutan liar.
Dalam konteks ajaran Islam yang lebih luas, korupsi merupakan tindakan
yang bertentangan dengan prinsip keadilan (al-`adalah), akuntabilitas (al-
amanah), dan tanggung jawab. Korupsi dengan segala dampak negatifnya yang
menimbulkan berbagai distorsi terhadap kehidupan negara dan masyarakat.
Adalah suatu hal yang naif apabila kenyataan ironis di atas ditimpakan kepada
Islam sebagai agama yang dianut oleh mayoritas penduduk. Yang perlu dikritisi
di sini ialah orientasi keberagamaan kita yang menekankan kesalehan ritual-
formal dengan mengabaikan kesalehan moral-individual dan sosial. Model
beragama seperti ini memang sulit untuk dapat mencegah pemeluknya dari
perilaku- perilaku buruk (korupsi).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian korupsi?
2. Apa saja macam-macam korupsi dalam pandangan Islam?

1
2

3. Bagaimana hukuman terhadap koruptor dalam pandangan Islam?


4. Bagaimana cara pemberantasan korupsi dalam pandangan Islam?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengertian korupsi.
2. Mengetahui macam-macam korupsi dalam pandangan Islam.
3. Mengetahui hukuman terhadap koruptor dalam pandangan Islam.
4. Mengetahui cara pemberantasan korupsi dalam pandangan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi
Definisi etimologis dari kata korupsi berasal dari bahasa latin
Corruptioatau Corruptus, berarti kebusukan, kebejatan, tidak jujur, dapat disuap,
tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata yang menghina atau
memfitnah sebagaimana dapat dibaca dalam The Lexion Webster Dictionary.1
Dari bahasa Latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris, Perancis,
dan Belanda. Dapat dikatakan bahwa dari bahasa-bahasa inilah turun ke bahasa
Indonesia, yang disebut dengan “korupsi”.2
Dalam arti luas, korupsi berarti menggunakan jabatan untuk keuntungan
pribadi. Jabatan adalah kedudukan kepercayaan. Seseorang diberi wewenang atau
kekuasaan untuk bertindak atas nama lembaga. Lembaga itu bisa dalam bentuk
lembaga swasta atau lembaga pemerintah.
Rumusan yuridis formil definisi korupsi di Indonesia ditetapkan dalam
undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
mengatakan bahwa korupsi secara terminologis adalah melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Adapun definisi yang sering dikuti padahal tingkah laku yang menyimpang dari
tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara karena keuntungan status atau uang yang
menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri) atau
melanggar aturan-aturan pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi.3
Adapun menurut Islam, korupsi lebih ditunjukkan sebagai tindakan
kriminal yang secara prinsip bertentangan dengan moral dan etika keagamaan,
karena itu tidak terdapat istilah yang tegas menyatakan istilah korupsi. Dengan
1
Andi Hamzah, Korupsi di Indonesia: Masalah dan Pemecahannya, (Jakarta: Gramedia,
1986), hlm. 7
2
Djoko Prakoso, et. al., Upetisme: Ditinjaudari Undang-Undang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi Tahun 1971, (Jakarta: Bina Aksara, 1986), hlm. 2
3
Robert Klitgaard, et. al., Corrupt Cities. A Practical Guide to Cure and Prevention,
terj.,Oleh Masri Maris dengan “Penuntun Pemberantasan Korupsi dalam Pemerintahan Daerah”,
(Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 2002), hlm. 2

3
4

demikian, sanksi pidana atas tindak pidana korupsi adalah ta’zir, yaitu bentuk
hukuman yang diputuskan berdasarkan kebijakan lembaga yang berwenang
dalam suatu masyarakat”.4
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah
perbuatan penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang untuk memperkaya atau
menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan dan
perekonomian negara.
Islam adalah agama yang menjunjung tinggi akan arti kesucian, sehingga
sangatlah rasional jika memelihara keselamatan (kesucian) harta termasuk
menjadi tujuan pokok hukum (pidana) islam. Karena mengingat harta mempunyai
dua dimensi, yakni dimensi halal dan dimensi haram. Perilaku korupsi adalah
masuk pada dimensi haram Karena korupsi menghalalkan sesuatu yang haram,
dan korupsi merupakan wujud manusia yang tidak memanfaatkan keluasan dalam
memperoleh rezeki Allah SWT.
Islam membagi istilah korupsi kedalam beberapa dimensi. Yaitu
ghulul (penggelapan), risywah (suap), saraqah (pencurian), al gasysy (penipuan),
ghasab (mengambil paksa hak/harta orang lain), khianat (penghianatan).
Dari apa yang telah dijelaskan diatas, korupsi dalam Islam digolongkan
sebagai suatu perbuatan yang tercela dan pelakunya dikualifikasi sebagai orang-
orang yang munafik, dzalim, fasik dan kafir, serta merupakan dosa besar yang
ancaman hukumanya (selain had dan ta’zir) adalah neraka jahannam.

B. Macam-Macam Korupsi dalam Pandangan Islam


Berdasarkan fiqih jinayah atau hukum pidana Islam, korupsi dibagi
menjadi beberapa macam, yaitu
1. Ghulul (Penggelapan)
Secara etimologis, kata ghulul berasal dari kata kerja, yang dapat
diartikan dengan berkhianat dalam pembagian harta rampasan perang atau
dalam harta-harta lain. Definisi ghulul secara terminologis dikemukakan oleh
Rawas Qala’arji dan Hamid Sadiq Qunaibi yang diartikan mengambil sesuatu
dan menyembunyikannya dalam hartanya. Akan tetapi, dalam pemikiran
berikutnya berkembang menjadi tindakan curang dan khianat terhadap harta-

4
Munawar Fuad Noeh, Islam dan Gerakan Moral Anti Korupsi, (Jakarta: Zikhru‘i Hakim,
1997), hlm. 90
5

harta lain, seperti tindakan penggelapan terhadap harta baitul mal, harta
milik bersama kaum muslim, harta bersama dalam suatu kerja bisnis, harta
negara, dan lain-lain.5
Kata ghulul terdapat di dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 161,
Allah SWT berfirman:

‫َ َب ت‬
ْ ‫غ مّ َب تو بَ ا تْ ِِ يٰ بَ ة ِۚ ث ُ مّ ت ُ بوّفى َُ لّ َب تْ س‬
‫ٍ مّا بَ ب‬ ِ ‫ٍ س اب تْ َمُْ ل مّ بَ بّ تْ َم تُُْ تّ َبْت‬
‫ِ ِِ بَا ب‬ ّ َِ ‫بَ بّا َبا بْ َِْب‬
‫بَ ُُ تّ بَ َُ ت‬
ْ‫ُْب َُ تو ب‬
Artinya:
"Tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan
perang). Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang itu),
maka pada hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya
itu. Kemudian setiap orang akan diberi balasan yang sempurna sesuai
dengan apa yang dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi" (Ali Imran: 161).
Jadi, Ghulul merupakan perbuatan menggelapkan kas negara atau
baitul mal yang pada awalnya dalam literatur sejarah Islam menyebutnya
dengan mencuri harta rampasan perang atau menyembunyikan sebagiannya
untuk dimiliki sebelum menyampaikannya ketempat pembagian.
2. Risywah (Suap)
Risywah yang berarti upah, hadiah, komisi, atau suap. Secara
terminologi, risywah adalah suatu pemberian yang diberikan seseorang
kepada hakim, petugas atau pejabat tertentu dengan tujuan yang diinginkan
kedua belah pihak, baik pemberi maupun penerima. Dalam Al-Qur’an Surat
Al-Baqarah ayat 188, Allah SWT berfirman:

ِ ‫بَ بَ تبْت َُُُ تاوا اب تّ بواْب ُّ تّ ِب تَٰب ُّ تّ ِِا تَْبا ِِ ِّ بَت ُ تُْْ توا ِِ بَا ا اِْبى ا تْ ُح مّا َِ َِْبْت َُُُ توا ّب ِِ تَِقا ِّّ تْ اب تّ بوا ِِ اَْم‬
ِ‫ا‬

ْ‫اَثت ِّ بَاب تََ ُ تّ تب تُْب َُ تو ب‬
ِ ‫ِِ ت‬
Artinya:
"Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di
antara kamudengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa
(urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian
5
Abu Fida‘ Abdur Rafi‘, Terapi Penyakit Korupsi dengan Takziyatun Nafs (Penyucian Jiwa),
(Jakarta:Penerbit Republika, 2004), hlm. 2
6

daripada harta benda orang lain itu dengan (jalanberbuat) dosa, Padahal
kamu mengetahui." (Al-Baqarah:188).
Secara harfiah, suap (risywah) berarti “batu bulat” yang jika
dibungkamkan ke mulut seseorang, ia tidak akan mampu berbicara apapun.6
Dalam pandangan hukum Islam merupakan perbuatan yang tercela dan juga
merupakan dosa besar serta Allah sangat melaknatnya. Islam tidak
menentukan apa hukuman bagi pelaku suap, akan tetapi menurut fuquha bagi
pelaku suap-menyuap ancaman hukumannya berupa hukuman ta’zir (jarimah
ta’zir) yang disesuaikan dengan peran masing-masing dalam kejahatan.
3. Saraqah (Pencurian).
Saraqah (pencurian) menurut etimologinya berarti melakukan sesuatu
tindakan terhadap orang lain secara tersembunyi. Sedangkan menurut Abdul
Qadir ‘Awdah pencurian didefinisikan sebagai suatu tindakan yang
mengambil harta orang lain dalam keadaan sembunyi-sembunyi, artinya
mengambil tanpa sepengetahuan pemiliknya. Jadi sariqah adalah mengambil
barang milik orang lain dengan cara melawan hukum atau melawan hak dan
tanpa sepengetahuan pemiliknya. Seperti halnya korupsi yang mengambil
harta dengan cara melawan hak dan tanpa sepengetahuan pemiliknya
(rakyat/masyarakat). Dalam syariah ancaman terhadap pelaku sariqah
(pencurian) ditentukan dengan jelas sebagaimana yang disebutkan dalam
surat Al Maidah: 38, Allah berfirman:

ّ‫َ ٌِ تَ مٌ بَ ِّ تٰ م‬
‫لُ ب‬
‫لِ بَ ف‬ ‫َُْ تاوا اب تَ َِْب َُ بَا بٌَب اا ء قۢ ِِ بَا بَ ب‬
‫ََبا َبّ ق‬
‫باَ ِّّ بْ ف ل‬ ‫ماِْبُۚ ّبا تْ ب‬ ُ ِ‫ما‬
ِ َْ‫ُ بَا‬ ِ َْ‫بَا‬
Artinya:
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, maka potonglah
tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan. Dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Al-Maidah:38)
Sehubungan dengan hukuman potong tangan dalam jarimah sariqah
(pencurian) terdapat perbedaan pendapat apakah juga berlaku terhadap
korupsi karena berdasarkan hadist Nabi SAW, yang bersabda:
“Tidak dipotong tangan atas penghianatan harta (koruptor), perampok
dan pencopet”.

6
Muhammad al-Azhari, Tahdib al-Lughah, (Kairo: Dār al-Qawmiyyah, 1964), hlm. 1
7

4. Al gasysy (Penipuan).
Istilah al-ghasy dalam bisnis adalah menyembunyikan cacat barang
dan mencampur dengan barang-barang baik dengan yang jelek.7 Secara
tegas berdasarkan sabda Rasulullah saw, Allah mengharamkan surga bagi
orang-orang yang melakukan penipuan. Terlebih penipuan itu dilakukan oleh
seorang pemimpin yang mempecundangi rakyatnya. “Dari Abu Ya’la Ma’qal
ibn Yasar berkata: “Aku mendengar Rosulullah saw. Bersabda:
”Seorang hamba yang dianugerahi allah jabatan kepemimpinan, lalu dia
menipu rakyatnya; maka Allah mengharamkannya masuk surga.” (H.R.
Bukhari dan Muslim).
5. Ghasab (Mengambil Paksa Hak/Harta Orang Lain).
Ghasab yang berarti mengambil sesuatu secara paksa dan zalim.
Secara istilah, ghasab dapat diartikan sebagai upaya untuk menguasai hak
orang lain secara permusuhan/terang-terangan.
Menurut Dr. Nurul irfan, MA, ghasab adalah mengambil harta atau
menguasai hak orang lain tanpa izin pemiliknya dengan unsur pemaksaan
dan terkadang dengan kekerasa nserta dilakukan dengan cara terang-terangan.
Karena ada unsur terang-terangan, maka ghasab berbeda dengan pencurian
dimana salah satu unsurnya adalah pengambilan barang secara sembunyi-
sembunyi. Dalam Al-Qur’an Surat An- Nisa’ ayat 29, Allah SWT berfirman:

ّ‫اٍ ِّّ تَ ُّ ت‬
‫َ تْ ت ببِ س‬ ‫يَاابَل بَا اْم ِِ تَ بْ يا بَُّ توا بَ تبْت َُُُ تاوا اب تّ بواْب ُّ تّ ِب تَٰب ُّ تّ ِِا تَْبا ِِ ِّ ا م ا‬
‫َِ اب تْ تب ُّ تو بْ تِ بَ ب‬
‫اًِق ب‬
‫لب َبا بْ ِِ ُّ تّ بِ َِ تٰ قَا‬ ‫بَ بَ تب تَُُُِ تاوا اب تَُْ ب‬
‫َ ُّ تّ اِ مْ ف‬
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam
perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang
kepadamu.” (An- Nisa’: 29).
Dalam ayat tersebut secara tegas bahwa Allah SWT melarang
memakan harta antara satu dengan orang lain dengan cara batil, yang

7
Mustaq Ahmad, Etika Bisnis dalam Islam, (Jakarta Timur: Pustaka al-Kautsar, 2003), hlm.
136-137
8

termasuk dalam kategori memakan harta sesama dengan cara batil ini adalah
perbuatan ghasab, karena didalamnya terdapat unsur merugikan pihak lain
atau tepatnya ghasab termasuk melanggar Allah SWT dalam ayat ini. Berikut
ini merupakan karakteristik dari ghasab:
a. Karena ada batasan tanpa izin pemilik maka bila yang diambil berupa
harta titipan atau gadai jelas tidak termasuk perbuatan ghasab tetapi
khianat.
b. Terdapat unsur pemaksaan atau kekerasan maka ghasab bisa mirip
dengan perampokan, namun dalam ghasab tidak terjadi tindak
pembunuhan.
c. Terdapat unsur terang-terangan maka ghasab jauh berbeda dengan
pencurian yang didalamnya terdapat unsur sembunyi-sembunyi.
d. Yang diambil bukan hanya harta, melainkan termasuk mengambil/
menguasai hak orang lain.
6. Khiyanat (Penghianatan).
Bahasa Agama tentang korupsi yang sebenarnya adalah khiyanat
(penghianatan) berkecenderungan mengabaikan, menyalahgunakan, dan
penyelewengan terhadap tugas, wewenang dan kepercayaan yang amanahkan
kepada dirinya. Khiyanat dalah pengingkaran atas amanah yang dibebankan
kepada dirinya atau mengurangi kewajiban-kewajiban yang seharusnya
dipenuhi. Perilaku khiyanat akan menyebabkan permusuhan diantara sesama
karena orang yang berkhianat selalu memutar-balikkan fakta, dan juga
berakibat terjadinya destruksi baik secara moral, social maupun secara
politik-ekonomi. Islam melarang keras bagi orang-orang yang beriman
terhadap perbuatan khianat baik terhadap Allah, Rasul serta terhadap
sesamanya. Dalam surat Al-Anfal: 27, Allah berfirman:

ْ‫ُ تو بِ بَتب ُُ توَُ تاوا ابّي يََِ ُّ تّ بَاب تََ ُ تّ تب تُْب َُ تو ب‬


ُ ِْ‫ا‬ ‫يَاابَل بَا اْم ِِ تَ بْ يا بَُّ توا بَ تب ُُ توَُوا ف‬
‫لب بَ م‬
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghianati Allah dan
Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu menghianati amanat-amanat
yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahuinya”. (QS. Al-Anfal:
27).
9

C. Hukuman Terhadap Koruptor dalam Pandangan Islam


Apabila merujuk kepada sub bahasan sebelumnya, kata asal dari korupsi
(corrup), maka dapat berarti merusak (dalam bentuk kecurangan) atau
menyuap, penyelewengan atau penggelapan harta milik negara atau perusahan.
Korupsi ialah menyalahgunakan atau menggelapkan uang/harta kekayaan umum
(negara, rakyat atau orang banyak) untuk kepentingan pribadi. Praktik korupsi
biasanya dilakukan oleh pejabat yang memegang suatu jabatan pemerintah
maka berdasarkan dasar hukum di atas pandangan dan sikap Al-Quran terhadap
korupsi sangat tegas yaitu haram, karena termasuk dalam memakan harta sesama
dengan jalan bathil.
Banyak argumen mengapa korupsi dilarang keras dalam Islam. Selain
karena secara prinsip bertentangan dengan misi sosial Islam yang ingin
menegakkan keadilan sosial dan kemaslahatan semesta, korupsi juga dinilai
sebagai tindakan pengkhianatan dari amanat yang diterima dan pengrusakan yang
serius terhadap bangunan sistem yang akuntabel. Jadi korupsi secara hukum
Islam ditetapkan sebagai tindak pidana, karena termasuk bentuk tindakan al-
ma’siyyah, dan terbuka untuk dikriminalisasi. Berikut ini adalah hukuman yang
diterima bagi koruptor :
a. Sanksi yang Diterapkan Bervariasi Sesuai dengan Tingkat
Kejahatannya.
Mulai dari sanksi material, penjara, pemecatan jabatan, cambuk,
pembekuan hak-hak tertentu sampai hukuman mati. Hukuman bervariasi
karena tidak adanya nash qath’I yang berkaitan dengan tindak kejahatan
yang satu ini, artinya sanksi syariat yang mengatur hal ini bukanlah
merupakan paket jadi dari Allah swt. yang siap pakai. Sanksi dalam perkara
ini termasuk sanksi ta’zir, di mana seorang hakim (imam/pemimpin) diberi
otoritas penuh untuk memilih tentunya sesuai dengan ketentuan syariat
bentuk sanksi tertentu yang efektif dan sesuai dengan kondisi ruang
dan waktu, di mana kejahatan tersebut dilakukan. Oleh sebab itu, penentuan
hukuman, baik jenis. bentuk, dan jumlahnya didelegasikan syara’ kepada
hakim.
Dalam menentukan hukuman terhadap koruptor, seorang hakim harus
mengacu kepada tujuan syara' dalam menetapkan hukuman, kemaslahatan
10

masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan, dan situasi serta kondisi sang
koruptor, sehingga sang koruptor akan jera melakukan korupsi dan hukuman
itu juga bisa sebagai tindakan preventif bagi orang lain. Hukuman ta’zir
dapat diterapkan kepada pelaku korupsi. Korupsi dimasukan kedalam
hukuman ta’zir karena korupsi sama seperti hukum ghasab walaupun harta
yang dihabiskan si pelaku korupsi melebihi nishab harta yang dicuri yang
hukumannya potong tangan. Tidak bisa disamakan dengan hukuman
terhadap pencuri yaitu potong tangan, hal ini karena termasuk syubhat. Akan
tetapi disamakan atau diqiyaskan pada hukuman pencurian yang berupa
pencuri mengembalian uang hasil curian. Dalam jarimah korupsi
ada tiga unsur yang dapat dijadikan pertimbangan bagi hakim dalam
menentukan besar hukuman:
1) Perampasan harta orang lain.
2) Pengkhianatan atau penyalahgunaan wewenang.
3) Kerjasama, atau kongkalingkong dalam kejahatan.
Ketiga unsur ini telah jelas dilarang dalam syari’at Islam. Selanjutnya
tergantung kepada kebijaksanaan akal sehat, keyakinan dan rasa keadilan
hakim yang didasarkan pada rasa keadilan masyarakat untuk menentukan
hukuman bagi si pelaku korupsi. Meskipun seorang hakim diberi kebebasan
untuk mengenakan ta’zir, namun dalam menentukan hukuman, seorang
hakim hendaknya memperhatikan ketentuan umum pemberian sanksi dalam
hukum pidana islam yaitu:
1) Hukuman hanya dilimpahkan kepada orang yang berbuat jarimah,
tidak boleh orang yang tidak berbuat jahat dikenai hukuman.
2) Adanya kesengajaan, seseorang dihukum karena kejahatan apabila ada
unsur kesengajaan untuk berbuat jahat, tidak ada kesengajaan berarti
karena kelalaian, salah, lupa, atau keliru. Meskipun demikian karena
kelalaian, salah, lupa atau keliru tetap diberi hukuman, meskipun bukan
hukuman karena kejahatan, melainkan untuk kemaslahatan yang bersifat
mendididik.
3) Hukuman hanya akan dijatuhkan apabila kejahatan tersebut secara
meyakinkan telah diperbuatnya.
4) Berhati-hati dalam menenetukan hukuman, membiarkan tidak dihukum
dan menyerahkannya kepada Allah apabila tidak cukup bukti.
11

Batas minimal hukuman ta’zir tidak dapat ditentukan, tapi intinya


adalah semua hukuman menyakitkan bagi manusia, bisa berupa perkataan,
tindakan atau perbuatan dan diasingkan. Kadang-kadang seseorang dihukum
ta’zir dengan memberinya nasehat atau teguran, menjelekakannya dan
menghina-kannya. Kadang-kadang seseorang dihukum ta’zir dengan
mengusirnya dengan meninggalkan negerinya sehingga ia bertaubat.
Sebagaimana Nabi pernah mengusir tiga orang yang berpaling, mereka itu
adalah Ka’ab bin Malik, Maroroh bin Rabi’ dan Hilal bin Umaiyyah.
Mereka berpaling dari Rasulullah pada perang Tabuk. Maka Nabi
memerintahkan untuk mengasingkan mereka, kemudian Nabi memaafkan
mereka setelah turun ayat-ayat al-Quran tentang diterimanya taubat mereka.
Dan kadang-kadang hukuman ta’zir berbentuk pemecatan dari dinas militer
bagi prajurit yang melarikan diri dari medan perang, karena melarikan diri
dari medan perang merupakan dosa besar. Begitu pula pejabat apabila
melakukan penyimpangan maka ia diasingkan.
Uraian tersebut menegaskan kepada kita bahwa hukuman jarimah
ta’zir sangat bervariasi mulai dari pemberian teguran sampai pada
pemenjaraan dan pengasingan. Mengaca pada pengalaman Nabi dan para
sahabat di atas memberikan hukuman ta’zir kepada pelaku korupsi adalah
dapat berupa pilihan atau gabungan diantara berbagai jenis‘uqubah berikut:
1) Pidana atas jiwa (al-uqubah al-nafsiyah), yaitu hukuman yang berkaitan
dengan kejiwaan seseorang, seperti peringatan dan ancaman.
2) Pidana atas badan (al-‘uqubah al-badaniyyah), yaitu hukuman yang
dikenakan pada badan manusia, seperti hukuman mati, hukuman
dera/jilid, dan hukuman potong tangan.
3) Pidana atas harta (al-‘uqubah al-maliyah), yaitu hukuman yang
dijatuhkan atas harta kekayaan seseorang, seperti diyat, denda dan
perampasan.
4) Pidana atas kemerdekaan, yaitu hukuman yang dijatuhkan kepada
kemerdekaan manusia, seperti hukuman pengasingan (al-hasb) atau
penjara (al-sijn).
b. Pemberian Hukuman yang Mendatangkan Efek Jera
Hukuman bagi koruptor di Indonesia selama ini tak mendatangkan
efek jera. Oleh karena itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI)
12

merekomendasikan agar pelaku korupsi dihukum mati. Selain mendorong


pemberlakuan hukuman paling berat itu, MUI juga mengusulkan agar
terpidana korupsi dihukum kerja sosial. MUI mendorong majelis hakim
pengadilan tipikor menjatuhkan hukuman seberat-beratnya kepada koruptor
bahkan hukuman mati. Masyarakat menilai selama ini para koruptor tetap
bisa hidup nyaman di tahanan, karena bisa membeli fasilitas dari oknum-
oknum di penjara, sehingga tidak ada efek jera. MUI telah mendorong agar
majelis hakim konsisten menetapkan putusan untuk menyita seluruh harta
hasil korupsi.
c. Usulan Pemberian Hukuman Mati Bagi Koruptor
Sebelum ini, usulan hukuman mati bagi koruptor di Indonesia
sebenarnya telah disampaikan sejumlah lembaga dan aktivis anti korupsi.
Para pelaku korupsi cenderung tidak punya rasa malu lagi, bahkan
tak jarang mencalonkan diri untuk meraih jabatan di pemerintahan.
Rekomendasi itu kemudian disampaikan kepada Susilo Bambang
Yudhoyono yang dulu masih menjabat sebagai Presiden RI. Namun, hingga
kini belum ada realisasi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan
sepakat dengan hukuman mati bagi koruptor.
Jadi Islam telah melarang semua bentuk tindakan korupsi. Walaupun tidak
terdapat sanksi dalam bentuk nash qath’i mengenai hukuman bagi koruptor,
bukan berarti tidak adanya sanksi bagi pelaku korupsi.8

D. Cara Pemberantasan Korupsi dalam Pandangan Islam


Berikut ini merupakan cara pemberantasan korupsi dalam pandangan Islam:
1. Sistem Penggajian yang Layak.
Aparat pemerintah harus bekerja dengan sebaik-baiknya. Dan itu sulit
berjalan dengan baik bila gaji mereka tidak mencukupi. Para aparat
pemerintah tetaplah manusia biasa yang mempunyai kebutuhan hidup serta
kewajiban untuk mencukupi nafkah keluarga. Oleh karena itu, harus ada
upaya pengkajian menyeluruh terhadap sistem penggajian dan tunjangan
hidup lain yang layak.
2. Larangan Menerima Suap dan Hadiah.

8
https://www.neliti.com/id/publications/170723/status-hukum-bagi-koruptor-perspektif-
hukum-islam, Diakses pada Rabu 2 Novemer 2023 Pukul 03.20 WIB
13

Hadiah dan suap yang diberikan seseorang kepada aparat pemerintah


pasti mengandung maksud tertentu, karena buat apa memberi sesuatu bila
tanpa maksud di belakangnya, yakni bagaimana agar aparat itu bertindak
menguntungkan pemberi hadiah. “Hadiah yang diberikan kepada para
penguasa adalah (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kufur” (HR
Imam Ahmad).
3. Perhitungan Kekayaan.
Orang yang melakukan korupsi, tentu jumlah kekayaannya akan
bertambah dengan cepat. Meski tidak selalu orang yang cepat kaya
pasti karena telah melakukan korupsi bisa saja ia mendapatkannya itu dari
warisan, keberhasilan bisnis, atau cara lain yang halal.
4. Teladan Pemimpin.
Pemberantasan korupsi hanya akan berhasil bila para pemimpin,
terlebih pemimpin tertinggi, dalam sebuah negara bersih dari korupsi.
Dengan takwa, seorang pemimpin melaksanakan tugasnya dengan penuh
amanah.
5. Hukuman Setimpal.
Pada dasarnya, orang akan takut menerima risiko yang akan
mencelakakan dirinya, termasuk bila ditetapkan hukuman setimpal kepada
para koruptor. Berfungsi sebagai pencegah (zawajir), hukuman setimpal atas
koruptor diharapkan membuat orang jera dan kapok melakukan korupsi.
Dalam Islam, koruptor dikenai hukuman ta’zir berupa tasyhir atau
pewartaan (dulu dengan diarak keliling kota, sekarang mungkin bisa ditayang
kan di televisi seperti yang pernah dilakukan), penyitaan harta dan hukuman
kurungan, bahkan sampai hukuman mati.
6. Pengawasan Masyarakat.
Masyarakat dapat berperan menyuburkan atau menghilangkan
korupsi. Demi menumbuhkan keberanian rakyat mengoreksi aparat, khalifah
Umar di awal pemerintahannya menyatakan, “Apabila kalian melihatku
menyimpang dari jalan Islam, maka luruskan aku walaupun dengan pedang ”.
”.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Korupsi adalah perbuatan penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang
untuk memperkaya atau menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang
dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara. Islam membagi istilah
korupsi kedalam beberapa dimensi. Yaitu ghulul (penggelapan), risywah (suap),
saraqah (pencurian), al gasysy (penipuan), ghasab (mengambil paksa hak/harta
orang lain), khianat (penghianatan).
Sanksi yang dapat diterima oleh pelaku yaitu seperti sanksi yang
diterapkan bervariasi sesuai dengan tingkat kejahatannya (Ta’zir), pemberian
hukuman yang mendatangkan efek jera, dan hukuman mati. Bahaya dari korupsi
bila ditinjau dari beberapa aspek tertentu yang ada pada kehidupan contohnya
dalam bidang ekonomi yaitu bila terjadi korupsi di sekitar pemerintahan maka
sudah dipastikan pertumbuhan ekonominya tidak berjalan, dalam bidang
politik yaitu bila kekuasaan terbukti adanya korupsi maka pemerintah dan
penguasa tersebut akan buruk di mata masyarakat, dalam bidang keamanan dan
ketahanan contohnya penganguran di mana-mana yang menyebabkan makin
banyaknya angka kriminalitas. Cara pemberantasan korupsi menurut islam yaitu
sistem penggajian yang layak, larangan menerima suap dan hadiah, perhitungan
kekayaan, teladan pemimpin, hukuman setimpal, dan pengawasan masyarakat.

B. Saran
Kami sebagai penulis menyadari dalam membuat makalah ini masih
terdapat beberapa kekurangan dan kesalahan baik dari segi penulisan maupun
dari segi penyusunan kalimatnya, oleh karena itu kami sangat mengharapkan
kepada para pembaca makalah ini agar dapat memberikan kritik dan saran yang
bersifat membangun.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abu Fida‘ Abdur Rafi‘, Terapi Penyakit Korupsi dengan Takziyatun Nafs (Penyucian
Jiwa), Jakarta:Penerbit Republika, 2004.

Andi Hamzah, Korupsi di Indonesia: Masalah dan Pemecahannya, Jakarta: Gramedia,


1986.

Djoko Prakoso, et. al., Upetisme: Ditinjau dari Undang-Undang Pemberantasan


Tindak Pidana Korupsi Tahun 1971, Jakarta: Bina Aksara, 1986.

https://www.neliti.com/id/publications/170723/status-hukum-bagi-koruptor-
perspektif-hukum-islam, Diakses pada Rabu 2 Novemer 2023 Pukul 03.20 WIB.

Klitgaard, Robert et. al., Corrupt Cities. A Practical Guide to Cure and Prevention,
terj.,Oleh Masri Maris dengan “Penuntun Pemberantasan Korupsi dalam
Pemerintahan Daerah”, Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 2002.

Munawar Fuad Noeh, Islam dan Gerakan Moral Anti Korupsi, Jakarta: Zikhru‘i
Hakim, 1997.

Muhammad al-Azhari, Tahdib al-Lughah, Kairo: Dār al-Qawmiyyah, 1964.

Mustaq Ahmad, Etika Bisnis dalam Islam, Jakarta Timur: Pustaka al-Kautsar, 2003.

15

Anda mungkin juga menyukai