Anda di halaman 1dari 3

NOTULENSI WORKSHOP

INTEGRASI KELEMBAGAAN

PEMATERI AWAN SANTOSA

Kegiatan dibuka oleh Rindu S.F

Penyampaian keadaan dari masing masing desa

1. Desa Banjaroya oleh Istianto


Ada pengusaha muda yang bikin kopi logoe, dibawah ada kampung kakao yang operasi, ada
juga pengelola destinasi wisata sendangsono, lalu ada beberapa pengelola embung
(tonogoro, dll). Banjaroyo potensinya yg paling timbul adalah durian. Pelaku utama adalah
petani sebagai pembudidaya, lalu mereka lari ke pedagang. Belum banyak inisiatif untuk
mengolah potensi untuk menjadi produk turunan. ada contohnya soto bunga duren
Masing2 masih berjalan sendiri sendiri. belum terkoneksi.

2. Desa Banjarasri oleh Puthut


Model model yang coba kita bayangkan dulu, kita riset tahun 2018, ada musydes, ada
pemerintah, dlll. Nah tahun ini fungsinya adalah mengupdate kondsi terkini. Polanya seperti
apa. Seperti apa perubahannya. Ada pandemi lagi. Dulu yang dibayangkan tahun 2018 itu
kan harusnya tahun ini udah rame.
Kalau waktu itu ada kekhawatiran adanya yg terpinggirkan, maka dengan penelitian ini bisa
direfleksikan lagi. Bisa dilakukan pemetaan lagi, apa potensi yang masih ada. Sehingga
kedepan bisa lebih baik lagi.
Yang perlu digarisbawahi juga, kita membayangkannya ada integrasi dari berbagai bisnis.
Pariwisata, homestay, ibu-ibu menyediakan akomodasi untuk pangan, pemuda desa jadi
instruktur ketika ada wisatawan. Instrukturunya pun sudah dibuat ada jenjang sehingga ada
jenjang karir dan grade, baik mulai dari pekerjaan hingga honor.
Kita mendalami lagi hal hal yang baik untuk nantinya kita dorong lagi kedepan. Yang
mungkin bisa ditambahkan adalah bagaimana cara kawasan menghadapi krisis.
Dalam kondisi krisis pun, di wilayah Menoreh ini cenderung lebih survive.
Persoalannya adalah dari sisi integrasi, dan pola kebijakan pemerintah. Di kalangan
masyarakat terutama di level dusun, mereka sudah menghkonsolidasikan diri,
merencanakan mana saja yg bisa jadi destinasi wisata.
Ada tidak singkronnya keijakan pemerintah desa dengan kebijakan dilapangan. Saat
pemerintah desa membuat kebijakan semua destinasi wiata dikelola oleh bumdes. Padahal
masyarakat sudah berinisiatif untuk menjalankan Pokdarwis.
Dari penelusuran sementara ini, yang dimaksud dengan pengelolaan bumdes kepada
destinasi, maka itu hanya untuk menjaga aset. Bumdes juga diserahi untuk mengelola aset
yang lain, salah satunya pasar desa.
Desa wisata yang kita bayangkan itu kan konteksnya lebih kuat. Tidak hanya perawatan aset
saja. Kita mencoba mencari titik temu, untuk menyusun semacam model seperti apa yang
baik untuk desa ini.

3. Desa Banjarharjo oleh Rindu


Orang orang yang diwawancarai itu nggak tau tentang kawasan menoreh terpadu. Orang
orang yang menjadi tokoh masyarakat juga tidak diajak koordinasi. Yang paling tahu pun
paling kades. Itu pun saat diwawancarai pengetahuannya begitu terbatas. Di Desa
Banjarharjo terdapat bumdesma, tapi tidak ada ikatan atau koordinasi dengan bumdes
masing masing di desa.
Untuk integrasi warga, sudah ada best practicenya, hal ini bisa dilihat di KWT pawon
gendhis. KWT Pawon Gendhis adalah organisasi yang lahir dari bawah, mereka sudah
mempraktekan kerjasama antar warga bahkan antar desa.
Tapi dari sisi lainnya, semuanya masih jalan sendiri sendiri. Pokdarwis jalan sendiri,
kelompok tani berjalan sendiri. Selain itu, ada untuk situs wisata ada Petilasan Nyai Ageng
Serang, dan jembatan gantung sebagai destinasi wisata. Desa banjarharjo, sudah menjadi
desa budaya dan kesenian.
Ada tokoh masyarakat bernama pak Nasir, Beliau sudah mengajak teman temannya untuk
menyusun paket paket wisata. Ada pendampingan pengrajin slondok, tapi belum ada
kelompok usaha slondok.

4. Desa Banjararum oleh Teguh


Jadi banjararum sama potensinya dengan beberapa kawasan di menoreh yang lain.
Banjararum ini adalah pintu masuk ke menoreh. Masyarakat masih menanyakan
pengembangan kawasan menoreh ini bermanfaat atau tidak.
Ada produk lokal berupa Tahu kali putih. Ada juga Bumdes banjararum fokus di bidang
keuangan. Desa Banjararum mau dikembangkan wisata yang memiliki konsep religi, desa ini
sudah memiliki potensi lokal, dan sedikit terintegrasi. Ada sungai yang dibangun menjadi
situs wisata dan KWT Sumber Lumpang. Disana ada camping ground, dan olahraaga
jumparingan. Ada juga situs yang targetnya olahraga sepeda. Kendalanya adalah tidak dapat
menunjukan potensi lokal.
Untuk KWT, sudah disetting oleh pemda, untuk membagikan program bantuan non tunai.
KWT juga memiliki Produk olahan sendiri. Hasil produk KWT itu, seminggu sekali produknya
dijual di pasar. KWT ini bentuknya sama, Seperti KWT Tegal Pule tadi. Ini berdiri di lahan
pribadi, permasalahannya adalah KWT Tegal Pule ini berdiri diatas lahan pribadi. KWT tidak
diperhatikan oleh kepala desa, padahal rumahnya berada di depan tempat berdirinya KWT.
Manajemen kelembagaan, ciri khasnya seperti apa, dan lain lain mereka belum tahu. Masih
ada keegoisan antar pengurus pokdarwis. Pemerintah desa sangat memperhatikan
perekonomian, dibentuk satgas peningkatan perekonomian dusun.

5. Desa Sidoharjo oleh Dodo


Di sidoharjo kondisinya mirip dengan yg lain.Ada kelompok usaha tapi berjalan sendiri
sendiri. Bumdes kurang dilibatkan oleh bumdesma.
BUMDES dibatasi untuk usahanya.
tiap dusun yang punya objek wisata itu jalan sendiri sendiri. ada beberapa tempat wisata di
sidoharjo. Untuk pokdarwis terbagi menjadi 3 bagian, atas bawah dan tengah.
Pokdarwis sudah membuat paket wisata.
Usaha kopi, pembuatan jam tangan kayu, dan homestay.

6. Desa Gerbosari oleh Tondy


Desa gerbosari sudah cukup terintegrasi secara personal dengan personal lainnya.
Kegotongroyongan di Desa ini cukup tinggi. Untuk keterintegrasian antar lembaga tidak
terlalu terlihat.
Situs wisata di Desa Gerbosari dikelola oleh Pokdarwis desa yang terbagi menjadi tiga
Pokdarwis unit. Terdapat Pokdarwis utara, tengah dan selatan. Pada bagian utara Pokdarwis
membantu dan menyangga situs wisata Suroloyo. Pada bagian tengah Pokdarwis memiliki
situs Bunga Krisan dan Agrowisata Bunga Krisan. Pada bagian selatan Pokdarwis baru
memiliki rencana untuk membuka situs wisata Kedung Sowo dan Patilasan untuk wisata
religi.

Penyampaian materi oleh Awan Santosa

- Yang harus dipikirkan itu seperti apa integrasinya, bagaimana mengintegrasikannya, dan
modelnya mau seperti apa.
- Integrasi itu sudah terjadi sejak jaman Majapahit, jaman Belanda hingga sekarang.
- Yang pasti dalam mengintegrasikan itu kita harus memiliki pijakan yang kuat. Harus yakin
dengan pola integrasi yang kita susun.
- Kunci Integrasi kewilayahan itu : Kolektivitas, gotong royong, dan people driven. Dan semua
itu terdapat pada Pancasila.
- Bagi kita yang mau mengawali pengintegrasian harus bisa membedakan hal hal yang terjadi
di masyarakat, apakah itu hanya kasus yang terjaadi di satu wilayah atau menjadi fenomena
yang umum.
- Hal yang paling mendasar dalam pengintegrasian adalah soal jaringan.
- Selama ini platform platform yang ada itu sudah mengintegrasikan masyarakat. Namun
platform itu dimiliki oleh personal atau privat. Facebook contohnya. Coba lihat kasus Info
Cegatan Jogja, bukankah itu bentuk pengintegrasian masyarakat.
- Ada tiga tingkatan pengintegrasian :
1. Level falsafah atau pemikiran : Apakah menoreh punya visi bersama?
2. Level sistem : Sistem harus ditata dengan baik, ada democratic planning. Sistem ditata
dari awal hingga akhir.
3. Level instrumen : Contoh nglanggeran yang punya forum selapanan. Dan itu selalu ada,
hal seperti itu bisa menjadi contoh instrumen.
- Sharing, earning, learning.

Anda mungkin juga menyukai