Anda di halaman 1dari 4

WORKSHOP “SEKOLAH SAGU”

UC UGM 05 SEPTEMBER 2019

Laksmi Savitri :

Kemampuan kita berkontribusi dalam pemikiran, kecuali melakukan riset aksi, dan itu nggak mudah
dikarenakan jarak.

Terima kasih pada kawan kawan yg telah berkontribusi di KAIS. Terutama yang telah tergabung di
CaRED.

Dulu tim dari PSEK ke lokasi dan menemukan alat alat pengolahan sagu. Sagu kalau mau dijadikan
ikon di sorong selatan itu harus diapain sih?

Kenal dengan kakak ana, dari project universitas australia. Kakak ana ini banyak pengalaman dalam
pemberdayaan perempuan

Kakak ana ingi merepresentasikan skema BPPT selama 10 tahun. Disatu sisi ingin menangkap industri
sagu di sorong selatan. Ide dari BPPT bagaimana menyambungkan industi sagu ddengan kegiatan
masyarakat. Produksi akhir nanti tepung sagu kering.

Logika kemitraan gimana? Ide bppt, pohon sagu milik mayarakat dibuatkan kelembaagn di tingkat
desa, disediakan peralatan, agar nanti pengepul sagu di desa bisa menyetor ke perusahaan daerah,
lalu disetorkan ke industi sagu swasta, seluruhnya di back up oleh lembaga penelitian
pengembangan dan rekayasa,

Setelah diamati ternyata skema tidak berjalan. Sat ditanyakan kata dinas koperasi mereka tidak tau
dimana alat alat pabrik. Lalu terjadi perbedaan persepsi antara sekdes dengan masyarakat.

Alat parut sagu ditolak karena hasil olahan mesin tidak sesuai dengan keinginan dari masyarakat.
Rekayasa teknologi itu tidak serta merta membantu. Karena tidak sesuai dengan keinginan dan
kemampuan masyarakat.

Alat yang portable dan bisa dibawa bawa. Hal hal seperti itu yang membuat riset ini melihat banyak
gap/jarak.

Adanya pola perubahan konsumsi secara drastis, itu menyebabkan pengeluaran yang sangat tinggi.

Adanya kondisi yang ironis, dengan pola konsmsi yang sangat jauh antara masyarakat jawa dengan
sorong

Kesimpulan mendesar dari kami adalah, Masyrakat sana adalah Masyarakat ekstraktif yang tidak
memiliki pengetahuan untuk pengawetan makanan.

Perosalan besar terjadi karena skema perkampungan dengan tempat makanan. Ternyata tidak lagi
mampu membuat masyarakat dapat mengakses makanan dengan cepat seperti dulu.

Tidak adanya sekolah yang berjalan dengan baik. Anak anak mengabiskan waktu untuk bermain,
bahkan tidak ikut mama nya untuk mencari makan.

Identifikasi lebih mendalam, perspektif gender sangat membantu. Dikarenakan pelaku utama adalah
perempuan.
Penelitian dari laras, norma dan tradisi bahwa perempuan tidak punya hak milik atas hutan sagu.
Bahwa para lelaki menyerahkan hutan sagu mereka kepada perusahaan sawit. Sehingga konflik
horizontal di sorsel ini semakin menajam. Ini adalah kondisi pertama.

Kondisi kedua adalah kampung yang terpisah dangan dusun sagu yang semakin besar.

Festival sagu itu ngapain. Ya pesta rakyat dimana tiap tiap unsur masyarakat yang berkumpul.
Antusiasme festival sagu itu bisa besar karena masyarakat sana kurang hiburan. Bisa juga karena
pengaruh gereja dimana gereja memandang pesta itu negatif. Akhirnya tradisi pesta itu berkurang.

Pola konsumsi sudah berubah sangat jauh sekali.

Peribahan kebudayaan itu ibarat revolusi kebudayaan.

Kolektivitas itu diperkenalkan oleh gereja dan itu mempererat ikatan melewati ikatan kekeluargaan.

Kumpul sagu menjadi komoditi tapi bukan untuk mencari keuntungan.

Jika sagu digeser dari kebutuhan hidup menjadi profit kira kira bisa tidak.

Untuk itu [erlu refleksi dan lalu adanya intervensi pemerintah.

Sekolah sagu adalah upaya pengorganisasian peningkatan kapasitas yang terdiri dari berbagai tahap.

Materi dari Kakak Ana

Metode theory of change. Dulu belajar di BP. Adanya banyak jargonisasi seperti SPP, Respek.
Banyaknya pandangan negatif ke masyarakat papua seperti lambat menerima, malas, dan yang
kemarin terdengar seperti KDRT.

Perencanaan pembangunan memang kami belum berhasil membuat sesuatu yang pasti, semacam
peta yang jelas.

Di papua itu mengalami KLB Polio. Padahal indonesia katanya bebas polio. Di tahun tahun terakhir di
otsus justru di papua timbul masalah. Kami memang tidak punya solusi yang tepat.

Penguatan masyarakat sipil itu penting,

Champion, termasuk PKK, dia menggerakkan masyarakat untuk menjadi petani dan membuat
gerakan penanaman apotik hidup.

Otsus itu bikin tim ke kampung kampung tapi tidak pernah ada koordinasi. Akhirnya terjadi tumpang
tindih program. Alat alat banyak diturunkan tapi tidak terlalu diperdulikan oleh masyarakat.

Program pemberdayaan perempuan seharusnya memberikan dampak, jadi tidak hanya memberikan
persyaratan administratif semata, dan itu terjadi di papua.

Coba best practice Yasumat yang terkenal dengan nanasnya yg sangat manis. Kelompok simpanan
perempuan ini sebenarnya hampir sama dengan program2 lainnya. Kalau di yasumat ini setiap hari
perempuan itu bisa menyimpan uang. Aset yang terkumpul akhirnya mencapai miliaran.
Adanya black conciousnes, dimana orang orang papua bangga terhadap budaya dan tndakan yang
dilakukan oleh orang orang papua sendiri. Terjadi penguatan identitas dari kepapuaan.

Kesimpulannya adalah adalah tidak bisa uniform, ada anggapan perempuan papua itu tidak tau
jualan. Harus case by case.

Kesimpulan lainnya, pemberdayaan leb

Kita perlu menyasar milenials, dimana ada mama mama, namun ada juga mama muda.

Harus ada inddikator keberhasiln dari kegiatan pemberdayaan masyarakat.

Pendampingan yang dilakukan oleh orang orang asli cenderung lebih berhasil.

Kita butuh generasi, karena generasi yang bawah sebeneranya juga tidak sanggup untuk
mengerjakan.

Kemampuan komunikasi lobi dan advokasi perlu untuk diajarkan. Karena digunakan untuk
berkomunikasi dengan bupati. Sebab jika bupati berpikir untuk menghapus sesuatu maka langsung
dihapus.

Makan sagu itu bikin asam lambung, sekarang. Lalu ditanyakan kenapa jama dulu makan sagu tidak
menyebabkan asam lambung.

Musa Powun (Instruktur di Aknes)

Sekarang sagu menjadi permasalahan yang sangat kompleks. Di kabupaten saja sekarang sudah
sangat tergantung pada raskin. Aknes sudah menyususn kurikulum yang sesuai dengan kedaerahan,
namun belum terlihat efeknya. Masalah tambahan adalah mahasiswa2 itu bersekolah biar bisa jadi
PNS. Program program yang ada diperhatikan apalagi target2nya. Semua bermimipi tinggi untuk
membuat pati sagu kering, tapi hinggaa saat ini hanya sedikit masyarakat yang mampu mengolah
pati sagu kering.

Dia Ubyaan (Instruktur Aknes)

Aknes masih binaan universitas papua. Aknes itu sekolahvokasi dimana mahasiswa menjadi AMD..
Budidaya sagu, agroindustri sagu, dan agribisnis sagu. Kalau bicara sagu itu sudah tertinggal sekali.
Masyarakat masih enggan untuk mengolah sagu dan menjual. Masyarakat tidak mau memproduksi
banyak karena takut tidak laku. Introduksi teknologi pengolahan itu suda cukup masif. Harus ada
campur tangan semua daerah. Salah satu kelemahan sagu, umur panen yang cukup lama.
Tanggapan 1 :

Soal perempuan papua, saya tertarik masalah papua karena banyak kejadian yang membekas buat
diri saya. Untuk

Tanggapan 2 :

Berarti masyarakat adat itu sebenarnya sudah memiliki nilai. Dan ada problem dengan permaslaahan
gender. Kira kira jadi paradox nggak nantinya.

Lalu kunci agar penelitian ini dapat berjalan dan menjadi berharga bagi masyarakat sana kira kira ada
tidak ya..?

Tanggapan 3 :

Sebenarnya uncen sendiri sudah ada solusinya. Tapi yg jadi masalah adalah pola pikir masyarakat.

Lalu sebenarnya budaya papua itu hampir sama dengan budaya batak.

Tanggapan 1 B :

Kenapa nggak dibubarkan aja sekolahnya?

Tanggapa 4 :

Jadi sejak awal UGM sudah mengajak aknes untuk menjadi mitra, dengan ibu Helen. Bahwa aknes
didirikannya itu agar masyarakatt dapat berpartisipasi kepada pembangunan dimasa depan yang
terkait dengan sagu. Jadi keterlibatan UGM sebenarnya dalam hal memproduksi pengetahuan itu
sudah seharusnya berada di titik untuk di share ke luar.

Tanggapan 5 : Untuk sekolah ini kalau bisa jangan jadi sekkolah beneran. Nanti takutnya
masyarakatnya nggak betah..

Anda mungkin juga menyukai