Anda di halaman 1dari 5

Nomor : 02/L/AKSES/IX/2019 Jakarta, 3 September 2019

Lamp. : -
Hal : Masukkan Untuk RUU Perkoperasian

Kepada Yang terhormat,


Ketua Komisi VI
Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia
Di Tempat

Dengan Hormat,

Bersama ini perkenankan kami untuk meperkenalkan diri, kami dari Asosiasi Kader Sosio-
Ekonomi Strategis (AKSES), sebuah lembaga yang berkomitmen untuk melakukan advokasi
kebijakan sosial ekonomi dan juga mengembangkan kelembagaan sosial ekonomi terutama
koperasi.

Memperhatikan draft serta perkembangan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU)


Perkoperasian yang ada, maka berikut ini kami bermaksud untuk memberikan masukkan
substansi sebelum RUU Perkoperasian tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna sebagai
berikut :

1. Agar pasal mengenai pengaturan tentang Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin)


yang didorong jadi wadah tunggal organisasi gerakan koperasi (pasal 130).
Kemudian semua koperasi diwajibkan membayar iuran untuk Dekopin (pasal 82
huruf h dan pasal 132). Ditambah lagi, pemerintah wajib sediakan pendanaan dari
sumber alokasi APBN dan APBD (pasal 133) untuk Dekopin serta pasal mengenai
DEKOPIN dihapuskan dan selanjutnya cukup dengan diganti dengan pernyataan
bahwa “Gerakan koperasi Indonesia dapat mendirikan organisasi gerakan koperasi
yang dikelola secara independen dan mandiri”

Tunggalisasi wadah gerakan koperasi secara paksa ini tentu bertentangan dengan prinsip
kerja koperasi yang demokratis, yang mendapat jaminan konstitusi kita. Sebab, UUD
1945 pasal 28 D secara tegas memberikan jaminan kebebasan bagi setiap orang untuk
berserikat dan berkumpul.

Organisasi gerakan koperasi yang berhasil dimanapun di dunia ini selalu mengikuti
mekanisme demokrasi sebagai prinsip kerja penting mereka. Prakarsa dari anggota-
anggotanya untuk mengambil manfaat berkoperasi mendorong mereka untuk bergabung
dan mengembangkan organisasi mereka agar lebih kuat. Sebaliknya, model-model

AKSES, Gedung REMDEC jalan Salemba Tengah No. 39 BB, RT 14/RW 03, Paseban, Senen, Jakarta
Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Indonesia
pengembangan organisasi yang berjalan secara atas-bawah (top down) ternyata tak hanya
menemui kegagalan, memandegkan dinamika organisasi, tapi juga tak berkelanjutan.

Iuran bagi sebuah organisasi gerakan adalah penting untuk membiayai organisasi, tapi
dengan mewajibkanya bagi anggotanya melalui alat kewenangan yang diatur oleh
undang-undang bukan hanya akan menghancurkan asas kesukarelaan koperasi, tapi fungsi
resiprokasinya juga akan menjadi hilang. Dekopin sebagai sebuah organisasi syah-syah
saja memberlakukan konsep iuran kepada anggotanya, tapi tentu tidak dengan cara paksa
dengan mewajibkanya dengan undang-undang.

Pengalokasian secara wajib untuk pendanaan kegiatan Dekopin dari sumber APBN /
APBD juga bukan saja bertentangan dengan konsep kemandirian koperasi, tapi ini tentu
akan menjadi preseden buruk, sebab semua organisasi masyarakat akan bergantung pada
sistem pendanaan pada sumber uang negara.

Belajar dari berbagai keberhasilan organisasi gerakan koperasi dunia, ternyata justru yang
terpenting adalah bagaimana membangun otonomi gerakan koperasi. Kalaupun mereka
membentuk organisasi gerakannya itu bersifat alamiah yang ditumbuhkan dari bawah
sebagai kebutuhan dan mandiri. Sebut misalnya gerakan koperasi di Jepang, Amerika,
Italy, Canada yang ditopang oleh kekuatan organisasi-organisasi koperasi sektoralnya
yang kuat, dan baru membentuk organisasi payung nasional mereka sendiri secara
otonom dan mandiri.

2. Dalam RUU Perkoperasian yang ada juga begitu banyak pasal-pasal yang justru
mendorong terjadinya intervensi terhadap koperasi dan berpotensi untuk kembali
jadikan koperasi semata sebagai “alat pembangunan” ketimbang sebagai organisasi
dan perusahaan yang otonom dan mandiri untuk menjawab kebutuhan
masyarakat. Misalnya potensi birokratisasi dalam proses pendirianya (pasal 11),
mengintervensi masuk sampai soal perencanaan kerja koperasi (pasal 77, 78,79,80)
sampai dengan alokasi hasil usaha koperasi (pasal 87) yang seharusnya menjadi
urusan internal koperasi. Hal ini tentu menjadi bentuk pengaturan berlebihan (over
regulated) sehingga perlu dihapuskan.

Pengalaman terbaik di lapangan, koperasi itu berkembang karena justru bertumpu pada
kemampuan mereka mengatur dirinya sendiri (self regulated organization). Pengaturan
peran pemerintah adalah untuk mendorong karakter keswadayaan dan menumbuh
kembangkan prakarsa koperasi sendiri. Dalam undang-undang itu cukup mengatur tiga
hal penting, yaitu dalam aktifitas supervisi, fasilitasi pendidikan dan pelatihan dan
dukungan riset untuk menjadikan daya ungkit koperasi kita yang masih lemah, dukungan

AKSES, Gedung REMDEC jalan Salemba Tengah No. 39 BB, RT 14/RW 03, Paseban, Senen, Jakarta
Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Indonesia
fiskal dalam bentuk pebedaan (distingsi) perpajakan karena sebagai hak moralnya, serta
memberikan perlindungan bagi upaya perusakan terhadap nilai dan prinsip koperasi serta
kepentingan publik pada umumnya yang diterapkan dalam sanksi yang tegas (imperatif).

Pengaturan ke dalam hal-hal teknis rumah tangga koperasi justru akan berpotensi
menambah birokratisasi serta menimbulkan moral hazard yang pada akhirnya menjadi
penghambat bagi tumbuh dan berkembangnya koperasi secara alamiah.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam sidangnya di Afrika Selatan akhir tahun 2016
mengakui koperasi sebagai gerakan otonom untuk menolong diri sendiri melalui cara
kerjasama diantara anggotanya itu sebagai warisan bukan benda (intangible herittage)
dunia. Sebelumnya juga Resolusi PBB No. 56/114 tahun 2001 dan juga dan juga
Rekomendasi ILO (International Labour Organization) nomor 193 Tahun 2002 sangat
jelas dan tegas mengatur agar koperasi itu diakui sebagai organisasi otonom dan
pemerintah dalam perananya penting untuk mengaktifkan mekanisme keswadayaan
koperasi, bukan justru mengintervensinya ke dalam urusan rumah tangga yang terlalu
teknis.

Definisi koperasi menurut hasil Konggres gerakan koperasi dunia, ICA (International Co-
operative Alliance) tahun 1995 di Manchester, Inggris, secara jelas dan tegas menyebut
bahwa koperasi adalah perkumpulan otonom dari orang yang bersatu secara sukarela
untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi sosial, ekonomi dan budaya mereka bersama
melalui perusahaan yang mereka kelola dan kendalikan secara demokratis.

Kita juga dapat belajar dari masa lalu, koperasi itu kehilangan kemandirian dan
prakarsanya karena terlalu banyak diintervensi dan diberikan banyak fasilitas. Proyek
pengembangan Koperasi Unit Desa (KUD) di masa Orde Baru ketika diberikan banyak
fasilitas ternyata justru gagal.

Di masa lalu, Inpres No.74/1973 posisikan KUD sebagai koperasi pertanian multifungsi
lalu diperkuat oleh Inpres No. 4 /1984 yang memiliki kedudukan tunggal sebagai koperasi
di Desa dengan berbagai fasilitasnya. Tapi begitu reformasi dan semua fasilitas itu
dicabut ternyata tidak memiliki kemampuan untuk merespon pasar dan apalagi sebagai
organisasi mandiri yang berkelanjutan.

3. Sebagai upaya untuk merespon gejala perubahan ekonomi global juga RUU yang
ada belum menunjukkan respon yang memadai. Koperasi di berbagai belahan
dunia telah menunjukkan efektifitasnya dalam berbagai sektor ekonomi. Koperasi
ternyata menujukkan sebagai alternatif layanan yang terbaik, baik itu sektor

AKSES, Gedung REMDEC jalan Salemba Tengah No. 39 BB, RT 14/RW 03, Paseban, Senen, Jakarta
Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Indonesia
ekonomi kovensional keseharian seperti keuangan, ritel, pertanian, peternakan,
hingga layanan publik dan bahkan alternatif bisnis kekinian basis platform seperti
misalnya koperasi Stocksy, Resonate dan lain sebagainya. Dalam RUU, koperasi
hanya diakui sebagai badan hukum penerima penyisihan laba BUMN dan BUMD
dan bukan dijadikan alternatif bagi badan hukum BUMN dan BUMD (Pasal 122).
RUU Perkoperasian ini akan tempatkan koperasi sebagai lembaga yang inferior
dan jadi badan hukum kelas dua. Padahal, koperasi adalah merupakan alternatif
badan hukum yang diakui oleh negara selain Perseroan, Yayasan maupun
Perkumpulan serta disebut dalam penjelasan Konstitusi kita yang masih berlaku
aktif sebagai bangun perusahaan yang sesuai dengan demokrasi.

Praktek membuktikan, bahwa koperasi ternyata sukses menjadi badan hukum bagi
penyelenggaraan layanan publik. Sebut saja misalnya di Amerika Serikat yang banyak
dituduh sebagai negara kapitalis. Disana, satu koperasi listrik yang bernama National
Rural Electricity Co-operative (NRECA) yang menjadikan pelanggan sebagai pemilik
perusahaan listrik mereka sendiri beroperasi di 46 negara bagian Amerika Serikat dan
masif ada di desa-desa. Jaringan rumah sakit terbesar di kota Washington yaitu Group
Health Co-operative (GHC) ternyata adalah juga koperasi milik warga kota mereka.

4. Pengaturan tentang model kebijakan paket input yang tempatkan posisi koperasi
hanya sebagai penerima akses kredit dari perbankkan (Pasal 123) juga kurang
tepat. Model kebijakan yang benar seharusnya memberikan peranan dan posisi
yang setara dengan bank swasta atau pemerintah.

Kelembagaan keuangan koperasi kita yang secara kuantitas muapun kualitas kalah jauh
jika dibandingkan dengan perbankkan swasta dan milik pemerintah karena dieliminasi
dari UU Bank Indonesia dan UU Perbankkan. Tidak pernah diberikan privelege kebijakan
yang sama seperti dukungan pembentukkan lembaga penjaminan simpanan maupun
pinjaman, kebijakan talangan (bailout) ketika hadapi krisis, dana penempatan pemerintah,
subsidi bunga, dan lain sebagainya sebagaimana diterima oleh bank swasta maupun
pemerintah.

Lembaga keuangan koperasi itu ketika di negara lain diberikan perlakuan sama dengan
bank swasta maupun pemerintah, mereka ternyata mampu berdiri kuat dan juga menjadi
lembaga keuangan terbaik di negaranya seperti misalnya Koperasi Dejardin Group yang
jadi bank of The Year Canada, Bank Populaire di Perancis yang jadi bank of the year di
Perancis, atau Nokyoh yang merupakan bank petani yang sangat kuat dimiliki petani di
Jepang.

RUU ini pada dasarnya apabila tidak dilakukan perubahan secara substansial maka justru
akan berpotensi membuat koperasi semakin kerdil dan terlempar dari lintas bisnis modern.
AKSES, Gedung REMDEC jalan Salemba Tengah No. 39 BB, RT 14/RW 03, Paseban, Senen, Jakarta
Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Indonesia
Sehingga upaya untuk membangun demokrasi ekonomi dan atasi kesenjangan sosial ekonomi
tentu juga akan semakin jauh.

Untuk itulah kami mohon dengan hormat agar hal-hal tersebut di atas dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan untuk dilakukan koreksi terhadap pasal-pasal yang ada dalam RUU.
Atas perhatian dan kebijaksanaanya diucapkan terimakasih.

Hormat Kami,

Suroto
Ketua

Tembusan :
1. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia
2. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
3. Presiden Republik Indonesia

AKSES, Gedung REMDEC jalan Salemba Tengah No. 39 BB, RT 14/RW 03, Paseban, Senen, Jakarta
Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Indonesia

Anda mungkin juga menyukai