Anda di halaman 1dari 13
MODUL INTERVENSI 4 h? UNIVERSITAS NEGERI PADANG SS “Psikoedukasi Psychologycal Preparedness ’PP’ warga di DAS Kuranji dalam menghadapi bencana banjir ” DOSEN PENGAMPU Dr. Mardianto., S. Ag., M.Si Modul Intervensi Psikologi Bencana “Psikoedukasi Psychologycal Preparedness ’PP’ warga di DAS Kuranji dalam menghadapi bencana banjir ” Penyusun: 1.Sukma Yosrinanda 20011163 2.Mutiara Anjani 20011239 3.Natasha Zahra 20011242 4.Nurhamidah Deswandi 20011247 DEPARTEMEN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2023 Puji dan syukur diberikan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia- Nya, sehingga penulisan modul intervensi yang berjudul “Modul intervensi Psikologi Bencana: "Psikoedukasi Psychologycal Preparedness *PP’ warga di DAS Kuranji dalam menghadapi bencana banjir ” bagi masyarakat agar dapat terselesaikan dengan baik. Modul ini merupakan panduan bagi penulis dalam memberikan intervensi nantinya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Mardianto, S. Ag., M.Si sebagai dosen psikologi bencana. Penulisan masalah yang kami temui dimana kebanyakan saat terjadi bencana hanya memberikan bantuan berupa bantuan fisik, dan bantuan kebutuhan seperti makanan, dan obat-obatan. Jarang diberikankannya bantuan secara__psikologis, sedangkan kebutuhan psikologi sangat penting karena psikis akan mempengaruhi kesehatan fisik selain itu bencana yang besar adanya kecenderungan mengalami gangguan PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) jika tidak ditangani secara baik. D maT Daftar Isi =) aT] Tim Kami Kata Pengantar Pendahuluan_ Kerangka Kerja Psychologycal Preparedness Bagian 1 Bagian 2 Materi Psychologycal Preparedness Penutup Pendahuluan Indonesia berada diatas tumbukan 3 lempeng benua yaitu Indo- Australia, Eurasia dan Pasifik. Kondisi tersebut mengakibatkan Indonesia selalu berada dalam bencana akibat letusan gunung api, gempa dan tsunami (National Geographic, 2012). Kerentanan ini menuntut adanya manajemen bencana yang baik untuk mengurangi jumlah kerugian baik fisik maupun psikis. Bencana terdiri atas 4 fase : pra-bencana, pasca bencana, pemulihan, dan mitigasi. Bagi negara yang rentan terhadap bencana, persiapan atau selanjutnya disebut preparednes merupakan hal yang amat sangat penting termasuk diantaranya dalam hal psikologis. Banyak diantara para penyintas bencana mengalami gangguan psikologis pasca bencana, terutama PTSD. Peristiwa ekstrim yang menyebabkan cedera baik secara fisik maupun emosional adalah karakteristik peristiwa yang berpotensi menjadi peristiwa traumatik. Peristiwa ini umumnya terjadi secara tiba- tiba, tidak diharapkan dan memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri (Passer & Smith, 2004). Keadaan pasca bencana membuat kebutuhan pokok seperti pangan, sandang dan tempat tinggal menjadi sulit dipenuhi sehingga semakin mempersulit keadaan penyintas. Sehingga tidak heran banyak gangguan kesehatan mental pada para penyintas (Retnowati, 2009). Dilaporkan bahwa gangguan jiwa pasca bencana yang umum terjadi adalah kecemasan, depresi, stres dan trauma. Pasca erupsi Merapi tahun 2010 jumlah penyintas yang mengalami gangguan jiwa baik ringan maupun berat mencapai 756 orang. Gangguan jiwa yang dialami diantaranya kecemasan, psikosomatis, depresi dan PTSD (Kompas, Desember 2010). Di Indonesia, Psychological First Aid (PFA) diberikan oleh Palang Merah Indonesia bersamaan dengan dukungan psikososial pasca tsunami Aceh tahun 2004, Pemerintah hanya berfokus pada bantuan fisik, bantuan non-fisik seperti PFA belum diperhitungkan. Nama Perusahaan | Halaman 3 Pendahuluan Bagi negara yang rentan terhadap bencana, persiapan atau selanjutnya disebut preparednes merupakan hal yang amat sangat penting termasuk diantaranya dalam hal psikologis. Peristiwa ekstrim yang menyebabkan cedera baik secara fisik maupun emosional adalah karakteristik peristiwa yang berpotensi menjadi peristiwa traumatik. Peristiwa ini umumnya terjadi secara tiba-tiba, tidak diharapkan dan memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri (Passer & Smith, 2004) Psychological preparedness meliputi kemampuan untuk mengantisipasi apa yang akan dirasakan, dipikirkan dan dilakukan pada saat kondisi darurat, mampu mengidentifikasi emosi yang dirasakan atau pikiran yang salah dan mampu mengendalikan perasaan serta merespon kondisi darurat dan mengancam (Australian Psychological Society, 2009) Psychological preparedness secara efektif sangat membantu, meskipun belum tentu mengurangi, dalam mengendalikan pikiran dan emosi negatif. Namun melatih diri dengan psychological preparedness tidak hanya membantu dalam kondisi darurat, tapi juga bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dalam manajemen emosi, pengendalian diri dan regulasi diri (Reser, 2015) Sayangnya, pemerintah Indonesia belum memasukkan psychological preparedness dalam kebijakan mengenai penanggulangan bencana. UU no. 24 tahun 2007 hanya memasukkan pemulihan dampak psikologis dalam proses pemulihan bencana namun belum dimasukkan dalam tahap preparedness. Kerangka Kerja Psycologycal Preparedness Antisipasi: Kesadaran dan melakukan antisipasi terhadap respon psikologis Identifikasi: Kapasitas, kepercayaan diri dan kompetensi untuk memanage respon psikologis dan memanage lingkungan sosial jika mampu Manage: menggunakan pengetahuan, tanggungjawab, rasa percaya diri dan kompetensinya untuk memanage kondisi eksternal seseorang A. TUJUAN 1.Menjalin rapport agar peserta dan fasilitator saling mengenal 2.Peserta memahmai rangkaian intervensi dan menyepakati hal yang ingin dicapai 3.Membangu suasana yang lebih akrab antar peserta dan fasilitator B. METODE DAN WAKTU 1.Ceramah : 15 Menit 2.Diskusi : 10 Menit Cc. ALAT DAN BAHAN 1.Lembar Presensi 2.Alat Tulis D. KEGIATAN 1.Penyampaian salam pembuka dan perkenalan dengan fasilitator dan tim. 2.Fasilitator menyampaikan tujuan, proses pelaksanaan, dan kontrak dalam pelatihan. 3.Perngenalan kegiatan yang akan dilakukan. . TUJUAN 1.Membuat relwan sadar akan pentingnya PP 2.Membuat relawan memahami apa itu PP 3.Mengetahui PP relevan digunakan untuk kasus bencana apa saja B. METODE DAN WAKTU 1.Ceramah : 30 menit 2.Diskusi :10 menit c. ALAT DAN BAHAN l.Laptop 2.Proyektor 3.Sound system 4. Alat tulis D. KEGIATAN 1.Fasilitator menjelaskan materi tentang memahami PP dan keterkaitan dengan bagaimana kejadian krisis mempengaruhi manusia, untuk siapa sajakah PP ini dilakukan, siapa saja orang-orang yang memperlukan pertolongan lebih lanjut dengan segera?, kapan disediakan PP, dimanakah PP diadakan. 2.Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk menyampaikan pendapat ataupun pertanyaannya. Materi Memahami Pentingnya Psychologycal Preparedness Psychological preparedness sangat bermanfaat pada situasi bencana, antara lain untuk mengantisipasi dan meningkatkan kesiapsiagaan terhadap: 7 1.Ketidakpastian dan emosi yang mungkin terjadi pada saat ancaman bencana terjadi 2.Respon psikologis seseorang pada saat ancaman bencana terjadi 3.Kemampuan mengendalikan tuntutan situasi baik saat maupun pasca bencana Kesiapan secara psikologis sangat bermanfaat dalam menambah rasa kepercayaaan diri dan lebih well prepared saat menghadapi keadaan darurat. Respon emosional yang kuat terhadap kondisi bahaya merupakan hal yang normal bahkan sangat membantu untuk mengidentifikasi situasi yang mengancam nyawa terutama pada saat peringatan dini bencana. Berikut adalah penjelasan mengenai tahapan dalam psychological preparedness oleh Australian Red Cross (2012). A. Antisipasi Individu mampu mengantisipasi apa yang dibutuhkan dalam menghadapi bencana baik secara fisik maupun psikis. Melakukan persiapan sebelum adanya bencana memberikan kepercayaan diri kepada seorang individu. Mengantisipasi apa yang akan dirasakan atau dipikirkan dalam kondisi darurat akan sangat membantu. Akan ada banyak hal yang terjadi pada saat bencana, bayangkan apa yang akan terjadi kemudian & bagaimana merespon apa yang akan terjadi di sekeliling individu pada saat bencana. Emosi yang perlu diantisipasi pada saat bencana adalah kecemasan, rasa takut, perasaan tertekan, ketidakpastian dan mungkin ketidakberdayaan. Pada dasarnya peringatan bencana amat sangat penting, karena tanpa ada peringatan bencana kesiapan untuk menghadapi bencana menjadi kurang. Kurangnya kesiapan ini dapat menimbulkan kecemasan. Seseorang bisa saja mengalami gangguan kecemasan tanpa menyadarinya dan tidak mengetahui simtomnya atau bahkan tidak sadar Materi Memahami Pentingnya Psychologycal Preparedness Bagaimana kecemasan ini mempengaruhi cara berfikir dan perilakunya. Hal paling menekan pada saat situasi darurat adalah individu tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Saat inilah kesiapan mental amat sangat membantu untuk memonitor atau mengatur reaksi indivdu dan keluarganya dalam merespon situasi ini. B. Identifikasi Penting untuk mengantisipasi atau mempersiapkan diri untuk menghadapi kecemasan atau perasaan lain dalam kondisi tertekan. Individu dalam situasi bencana perlu mengidentifikasi perasaan ini dan perlu tahu bagaimana cara mengendalikannya. Kecemasan dapat terjadi dalam berbagai bentuk, misalnya sakit perut, sakit kepala, sesak nafas, atau perasaaan mudah tersinggung atau kelekatan yang berlebihan pada kasus anak-anak. Kecemasan ini dapat menyebabkan dampak positif atau negatif. Kecemasan dapat membantu untuk menyadari keberadaan kondisi darurat sebagai tanda untuk waspada dan berhati- hati dengan bencana yang mungkin terjadi. Tapi kecemasan ini juga bisa menimbulkan dampak negatif dan individu perlu mengatur kecemasan ini ketika menghadapi kondisi darurat. Bersikap acuh terhadap kemungkinan ancaman atau menafikan kebutuhan untuk melakukan persiapan bencana pada dasarnya mengakibatkan kekurang siapan secara psikologis pada saat situasi darurat atau pasca bencana dan justru akan meningkatkan tingkat kecemasan. Kemampuan mengaturkecemasan amat sangat membantu orang disekitar individu, terutama anak anak yang lebih mudah merasa tertekan ketika melihat orang terdekatnya mengalami _ stres. Mengantisipasi apa yang akan kita pikirkan atau lakukan membuat kita lebih fokus dan berkonsentrasi sehingga kita lebih realistis dan siaga selama kondisi daruratSituasi yang mengancam mempengaruhi pemikiran dan perasaan kita. Seringkali kita menyepelekan bencana. Meskipun bencana yang terdahulu skalanya lebih kecil bukan berarti kita menyepelekan bencana yang akan terjadi selanjutnya. Bencana tidak pernah dapat diprediksi dan tidak dapat dikontrol magnitude-nya justru kita seharusnya lebih waspada. Cc. Manage Orang umumnya mengenal betul dirinya sendiri, sehingga mereka mengetahui apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi kecemasan, rasa takut dan stres yang dirasakan. Individu di daerah rawan bencana perlu untuk dilatih menggunakan teknik yang mudah untuk membantu mengatur perasaannya. Beberapa hal yang bisa dilakukan : 1.Bersiaga dan membuat rencana unuk mengurangi kecemasan dan stres, misalnya : apa yang akan dilakukan jika mati lampu? 2.Belajar melakukan teknik relaksasi/menenangkan diri 3.Berfokus pada hal yang harus dilakukan dan ingat untuk fokus pada respon cepat - berusahalah untuk tidak memikirkan hal terburuk 4.Jika listrik masih menyala, monitorlah siaran radio atau website tertentu untuk mendapatkan informasi terkini atau berhubungan dengan orang yang memiliki akses informasi terkini 5.Berhati-hatilah dengan kabar yang didapatkan dari media sosial, meskipun bisa menyediakan informasi terkini namun kadangkala bisa juga menjadi sumber yang tidak terpercaya sehingga justru meningkatkan stres. Sebaiknya memonitor website yang dapat dipercaya kebenarannya. 6.Jangan mengambil resiko yang terlalu besar 7.Menenangkan anak dan tidak menunjukkan kecemasan atau ketakutan. Dengarkan kekhawatiran mereka. Penaanggulangan bencana berkembang seiring berjalannya waktu. Semakin banyak pengakuan bahwa untuk mendapatkan bantuan dan dukungan yang optimal, tidak hanya aspek fisik saja yang perlu dipertimbangkan. Hingga saat ini, respons awal terhadap bencana terfokus pada pencarian orang hilang, pemberian pertolongan pertama, dan pemulihan kesehatan. Hal ini mulai berubah dalam beberapa tahun terakhir. Intervensi krisis yang diberikan mulai mempertimbangkan kebutuhan psikologis dan sosial. Karena ini merupakan bentuk intervensi krisis, penelitian dan evaluasi PP yang relatif baru dikembangkan, penerapan PP masih dalam tahap awal dan akan terus dilakukan. Dari seluruh penjelasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa aspek psikologis tidak hanya berlaku pada masa pemulihan, tetapi juga pada masa persiapan. Hal ini bisa sangat membantu dalam mengatasi emosi para penyintas bencana. Selain itu, kesiapsiagaan psikologis juga sangat membantu dalam mengurangi risiko bencana. Kesiapan mental diharapkan dapat mengurangi gangguan jiwa pasca bencana. Saat ini, kesiapsiagaan psikologis tidak termasuk dalam kesiapsiagaan bencana _berdasarkan —_- Undang-Undang Penanggulangan Bencana, namun dengan penelitian yang tepat, kesiapsiagaan psikologis dapat dianggap sebagai bagian dari tahap kesiapsiagaan atau mitigasi bencana. ©

Anda mungkin juga menyukai