Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

OLEH :

ARIFKAH
(142.2023.0076)

CI INSTITUSI CI LAHAN

(Dr. Brajakson Siokal, S.Kep., Ns., (Badriah Basry, S.Kep., Ns)


M.Kep., Sp.Kep., Kom)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2023
A. Konsep Dasar Halusinasi
1. Definisi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana pasien
mengalami perubahan sensorik dalam persepsi indra, ketidakmampuan
untuk membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan
eksternal (dunia luar), adanya persepsi yang salah tentang lingkungan
tanpa benda(Emulyani & Herlambang, 2020) .

Halusinasi merupakan persepsi dimana individu tidak mampu


membedakan antara persepsi nyata dengan tidak nyata, menyebabkan
individu akan kehilangan kontrol akan dirinya (Santi et al., 2021).

Halusinasi merupakan salah satu diagnosa dalam gangguan jiwa atau


gangguan mental. Halusinasi didefinisikan sebagai terganggunya persepsi
sensori seseorang, dimana tidak ada stimulus. Pasien akan merasakan
stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa ada suara padahal tidak
ada stimulus suara(Oktaviani et al., 2022).

2. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang dialami pasien dengan halusinasi sebagai berikut:
a. Mayor
1) Subjektif
a) Mendengar suara bisikan atau melihat bayangan.
b) Merasakan sesuatu melalui indera perabaan, penciuman, atau
pengecapan.
2) Objektif
a) Distorsi sensori
b) Respon tidak sesuai
c) Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, meraba atau
mencium sesuatu.
b. Minor
1) Subjektif
a) Menyatakan kesal
2) Objektif
a) Menyendiri
b) Melamun
c) Konsentrasi buruk
d) Disorientasi waktu, tempat, orang atau situasi
e) Curiga
f) Melihat satu arah
g) Mondar mandir
h) Bicara sendiri. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
3. Jenis-jenis Halusinasi
Halusinasi terdiri dari delapan jenis yaitu :
a. Halusinasi pendengaran (Auditif, Akustik)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara
bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar
sebagai sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara
tersebut ditunjukkan pada penderita sehingga tidak jarang penderita
bertengkar dan berdebat dengan suara-suara tersebut.

b. Halusinasi penglihatan (Visual, Optik)


Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik).
Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran,
menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang
mengerikan.
c. Halusinasi penciuman (Olfaktorik)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan
dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah kepada penderita.
Bau dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita
sebagai suatu kombinasi moral.
d. Halusinasi pengecapan (Gustatorik)
Halusinasi ini biasanya penderita merasa mengecap sesuatu.
e. Halusinasi perabaan (Taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak
dibawah kulit.
f. Halusinasi seksual
Penderita merasa diraba dan diperkosa.
g. Halusinasi kinestetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang atau
anggota badannya bergerak-gerak misalnya tungkai yang diamputasi
selalu bergerak-gerak (phantom limb).
h. Halusinasi viseral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya misalnya sering
merasa dirinya terpecah dua(Damayanti, Mukhripah S.Kep. &
Iskandar S.Kep., 2014)
4. Fase-fase Halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 5 fase dan memiliki
karakteristik yang berbeda, yaitu :
a. Fase awal (Sleep disorder) yaitu fase saat pasien merasa banyak
masalah, ingin meghindar dari lingkungan, takut diketahui orang
lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa sulit
karena berbagai stressor terakumulasi misalnya kekasih hamil,
terlibat narkoba, dan dihianati kekasih.
b. Fase II (Comforting) yaitu saat halusinasi secara umum diterima
sebagai sesuatu yang alami. Pasien beranggapan bahwa
pengalaman pikiran dan sensorinya dapat dikontrol bila
kecemasannya diatur. Dalam tahap ini ada kecenderungan pasien
merasa nyaman dengan halusinasinya.

c. Fase III (Condemning) yaitu secara umum halusinasi sering


mendatangi pasien. Pasien mulai merasa tidak mampu lagi
mengontrolnya dan mulai berupaya menjaga jarak antara dirinya
dengan objek yang dipersepsikan, pasien mulai menarik diri dari
orang lain dengan intensitas waktu yang lama.
d. Fase IV (Controlling Severe Level of Anxiety) yaitu fungsi sensori
menjadi tidak relevan dengan kenyataan. Pasien dapat merasa
kesepian bila halusinasinya berakhir.

e. Fase V (Conquering Panic Level of Anxiety) yaitu pasien


mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya. Pasien mulai
terasa terancam dengan datangnya suara-suara terutama bila pasien
tidak dapat menuruti ancaman atau perintah yang ia dengar dari
halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung selama minimal 4 jam
atau seharian bila pasien tidak mendapatkan komunikasi terapeutik.
(Damayanti, Mukhripah S.Kep. & Iskandar S.Kep., 2014)

5. Dampak Halusinasi
Dampak halusinasi yaitu resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan. Ini diakibatkan karena pasien berada dibawah
halusinasinya yang meminta pasien untuk melakukan sesuatu di luar
kesadarannya. Dampak halusinasi juga sering muncul hysteria, rasa
lemah dan tidak mencapai tujuan, ketakutan yang berlebihan, pikiran
yang buruk yang ketika sampai pada fase IV (fase conquering). Pasien
juga bisa kehilangan kontrol dirinya sehingga pasien bisa melakukan
bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide) dan bahkan
merusak lingkungan sekitar.(Tuti et al., 2022)
6. Penatalaksanaan
Pengobatan harus secepat mungkin diberikan, disini peran keluarga
sangat penting karena setelah mendapat perawat di rumah sakit jiwa
pasien dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan
yang sangat penting di dalam merawat pasien, menciptakan lingkungan
keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat. Pengobatan
atau terapi sebagai berikut:
a. Farmakoterapi

Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita


skizofrenia yang menahun.
b. Terapi kejang listrik
Merupakan pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall
secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode
yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik
dapat diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi
neuoroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik.
c. Psikoterapi dan Rehabilitasi
Terapi psikoterapi individual atau kelompok sangat membantu
karena perhubungan dengan praktis dengan maksud pasien kembali
ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik membantu pasien
bergaul dengan orang lain, pasien lain, perawat dan dokter.
Dimaksudkan agar pasien tidak mengasingkan diri karena dapat
membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk
mengadakan permainan atau latihan bersama seperti terapi
modalitas yang terdiri dari terapi aktivitas, terapi sosial, terapi
kelompok, dan terapi lingkungan.(Prabowo, Eko S.Kep., Ns, 2017)
B. Konsep Asuhan Keperawatan Halusinasi
1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal proses keperawatan, yang dimulai


dari mengumpulkan data, pengumpulan data secara teratur dan analisis
informasi tentang kesehatan klien (Baradero et al., 2015). Berikut adalah
pengkajian pada pasien skizofrenia (Laia & Pardede, 2022):

a. Identitas
Terdiri dari nama klien, usia klien, jenis kelamin klien, alamat
tempat tinggal, agama, pekerjaan, tanggal/waktu masuk rumah sakit,
alasan/penyebab masuk, nomor rekam medis, contact person.
b. Alasan masuk
Alasan klien datang ke RS biasanya klien sering berbicara sendiri,
mendengar atau melihat sesuatu, suka berjalan tanpa tujuan, menarik
diri
c. Factor predisposisi
1) Pada umumnya klien pernah mengalami gangguan jiwa di masa
lalu.
2) Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukanperawatan diri.
3) Pengobatan sebelumnya kurang berhasil
4) Harga diri rendah, klien tidak mempunyai motivasi untuk
merawat diri.
5) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, yaitu
perasaanditolak,dihina, dianiaya dan saksi penganiayaan.
6) Ada anggota keluarga yang pernah mengalami gangguan jiwa.
Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu
kegagalan yangdapat menimbulkan frustasi
d. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi pada klien dengan halusinasi ditemukan
adanya Riwayat penyakit infeksi, penyakt kronis atau kelaina stuktur
otak, kekerasandalam keluarga, atau adanya kegagalan kegagalan
dalam hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan dalam
keluarga atau masyarakat yang seringtidak sesuai dengan klien Serta
konflik antar masyarakat.
e. Pemeriksaan fisik
Periksa tanda-tanda vital, dari ujung kepala sampai ujung kaki.
f. Psikososial
1) Genogram Pada genogram Biasanya terlihat ada anggota
keluarga yang mengalami kelainan jiwa, pola komunikasi klien
terganggu begitupun denganpengambilan Keputusan dan pola
asuh.
2) Konsep diri
a) Citra Tubuh Persepsi klien mengenai tubuhnya, bagian
tubuh yang disukai, reaksi klien mengenai tubuh yang
disukai maupun tidak disukai (Nurhaini, 2018).
b) Identitas Diri Kaji status dan posisi pasien sebelum klien
dirawat, kepuasan paienterhadap status dan posisinya,
kepuasan klien sebagai laki- laki atauperempuan (Bunaini,
2020).
c) Peran Diri Meliputi tugas atau peran klien didalam
keluarga/ pekerjaan/ kelompok maupun masyarakat,
kemampuan klien didalammelaksanakan fungsi atupun
perannya, perubahan yang terjadi disaat klien sakit maupun
dirawat, apa yang dirasakan klien akibat perubahanyang
terjadi (Ndaha, 2021).
d) Ideal Diri Berisi harapan paien akan keadaan tubuhnya yang
ideal, posisi, tugas, peran dalam keluarga,
pekerjaan/sekolah, harapan klien akanlingkungan
sekitar,dan penyakitnya (Grasela, 2021).
e) Harga Diri Kaji klien tentang hubungan dengan orang lain
sesuai dengan kondisi, dampak pada klien yang berhubugan
dengan orang lain, fungsi peranyang tidak sesuai dengan
harapan, penilaian klien tentang pandanganatau
penghargaan orang lain (Safitri, 2020).
f) Hubungan Sosial Hubungan klien dengan orang lain akan
sangat terganggu karenapenampilan klien yang kotor yang
mengakibatkan orang sekitar menjauh dan menghidnari
klien. Terdapat hambatan dalamberhubungan dengan orang
lain (Bunaini, 2020).
g) Spiritual Nilai dan keyakinan serta kegiatan ibadah klien
terganggudikarenakanklien mengalami gangguan jiwa.
h) Status Mental
(1) Penampilan
Penampilan klien sangat tidak rapi, tidak mengetahui
caranyaberpakaian dan penggunaan pakaian tidak
sesuai (Putri, 2018).
(2) Cara bicara/Pembicaraan
Cara bicara klien yang lambat, gagap, sering
terhenti/bloking, apatis serta tidak mampu memulai
pembicaraan (Malle, 2021).
(3) Aktivitas motoric
Biasanya klien tampak lesu, gelisah, tremor dan
kompulsif (Putri, 2018).
(4) Alam perasaan
Klien tampak sedih, putus asa, merasa tidak berdaya,
rendahdiri dan merasa dihina (Malle, 2021).
(5) Afek
Klien tampak datar, tumpul, emosi klien berubah ubah,
kesepian, apatis, depresi/sedih dan cemas (Putri, 2018).
(6) Interaksi saat wawancara Respon klien saat wawancara
tidak kooperatif, mudah tersinggung, kontak kurang
serta curiga yang menunjukkan sikap ataupun
perantidak percaya kepada pewawancara/orang lain.
(7) Persepsi
Klien berhalusinasi mengenai ketakutan terhadap hal-
hal kebersihan diri baik halusinasi pendengaran,
penglihatan danperabaan yang membuat klien tidak
ingin membersihkan diri danklien mengalami
depersonalisasi.
(8) Proses pikir
Bentuk pikir klien yang otistik, dereistik, sirkumtansial,
terkadangtangensial, kehilanagn asosiasi, pembicaraan
meloncat dari topic dan terkadang pembicaraan
berhenti tiba-tiba.
i) Kebutuhan Klien Pulang
(1) Makan
Klien kurang makan, cara makan klien yang terganggu
serta pasientidak memiliki kemampuan untuk
menyiapkan dan membersihkanalat makan
(2) Berpakaian
Klien tidak mau mengganti pakaian, tidak bisa
memakai pakaianyang sesuai dan berdandan
(3) Mandi
Klien jarang mandi, tidak tahu cara mandi, tidak gosok
gigi, mencuci rambut, menggunting kuku, tubuh klien
tampak kusan dan badanklien mengeluarkan aroma
bau.
(4) BAB/BAK
Klien BAB/BAK tidak pada tempatnya seperti di
temoat tidur danklien tidak dapat membersihkan
BAB/BAKnya.
(5) Istirahat
Istirahat klien terganggu dan tidak melakukan aktivitas
apapunsetelah bangun tidur.
(6) Penggunaan obat
Jika klien mendapat obat, biasanya klien minum obat
tidak teratur (Laia & Pardede, 2022).
2. Pohon Masalah

Risiko Perilaku Kekerasan (diri


sendiri, orang lain, lingkungan, EFFECT
dan verbal)

Gangguan Persepsi Sensori : CORE PROBLEM


Halusinasi

CAUSA
Isolasi Sosial

3. Diganosa Keperawatan
a. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
b. Isolasi Sosial berhungan dengan perubahan status mental
c. Risiko Perilaku kekerasan dibuktikan dengan riwayat atau
ancaman kekerasan terhadap diri sendiri atau orang lain atau
destruksi properti orang lain
4. Rencana Keperawatan

No. DIAGNOSA TUJUAN & INTERVENSI


KEPERAWATAN KRITERIA HASIL KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi Setelah dilakukaan Manajemen
sensori : Halusinasi tindakan Halusinasi (I.09288)
keperawatan selama Obervasi
6x24 jam maka 1) Monitor perilaku
persepsi sensori yang menidikasi
membaik dengan halusinasi
kriteria hasil : 2) Monitor isi
a. Verbalisasi halusinasi
mendengar (mis.kekerasan
bisikan atau
menurun membahayakan
b. Verbalisasi diri)
melihat Terapeutik
bayangan 1) Pertahankan
menurun lingkungan aman
c. Perilaku 2) Lakukan tindkaan
halusinasi keselamatan
menurun ketidak tidak
d. Mondar-mandir dapat mengontrol
menurun perilaku
e. Respon sesuai 3) Diskusikan
stimulus prasaan dan
membaik respon terhadap
f. Orientasi halusinasi
membaik Edukasi
1) Anjurkan monitor
sendiri situasi
terjadi halusinasi
2) Anjurkan bicara
pada orang yang
dipercaya untuk
memberi
dukungan dan
umpan balik
korektif terhadap
halusinasi
3) Ajarkan pasien
dan keluarga cara
mengontrol
halusinasi
Kolaborasi
1) Kolaborasi
pemberian obat
antipsikotik dan
anti ansietas, Jika
perlu
Sumber : (PPNI Tim Pokja SDLI, 2017, SLKI DPP, 2019 & SIKI

DPP, 2018)

5. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan atau perencenaan keperwatan
adalah tindakan yang dilakukan oleh perawat yang tujuannya untuk
membantu pasien dengan masalah kesehatan yang dihadapinya agar
dalam keadaan sehat. Pelaksanaan keperawatan merupakan
pelaksanaan perencanaan pekerjaan keperawatan. Tujuan dari fase ini
adalah melakukan perencanaan keperawatan untuk mencapai tujuan
yang berorientasi pada klien (Induniasih & Sri, 2021).
6. Evaluasi
Menurut Ginting (2021) evaluasi adalah proses berkelanjutan
untuk menilai efekdari tindakan keperawatan kepada pasien. Evaluasi
dapat dibagi dua yaitu: Evaluasi proses atau formatif yang dilakukan
setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil tau sumatif yang
dilakukan dengan membandingkan antara respons pasiendantujuan
khusus serta umum yang telah ditentukan
a. S ( subjektif ) : Informasi yang didassarkan pada keluhan yang
diungkapkanatau dilaporkan oleh pasien yang masih ada setelah
pengobatan diberikan
b. ( Objektif ) : Informasi didassarkan dari hasil pengukuran atau
pengamatanoleh perawat diberikan langsung pada klien serta
menunjukan bagaimanaperasaan klien setelah dilakukan
operawatan
c. A ( Analisis/ Assesment ) : Merupakan penafsiran dari data
subjektif dandatapbjektif. Masalah keperawatan berkelanjutan
disebut analisis, dan juga dapat merujuk pada masalah atau
diagnosis baru yang muncul
d. P ( Planning ) : Adalah rencana perawatan yang dilanjutkan,
dihentikan, diubah atau ditabahkan oleh perawat padda rencana
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, Mukhripah S.Kep., N., & Iskandar S.Kep., N. (2014). Asuhan


Keperawatan Jiwa (A. Gunarsa (ed.); 2nd ed.). PT Refika Aditama.

Emulyani, E., & Herlambang. (2020). Pengaruh Terapi Zikir Terhadap Penurunan
Tanda Dan Gejala Halusinasi Pada Pasien Halusinasi. Health Care : Jurnal
Kesehatan, 9(1), 17–25. https://doi.org/10.36763/healthcare.v9i1.60

Induniasih, & Hendrasih Sri. (2021). Metodologi Keperawatan (Pertama).


PUSTAKA BARU PRESS.

Laia, V. A. S., & Pardede, J. A. (2022). Penerapan Terapi Generalis Pada


Penderita Skizofrenia Dengan Defisit Perawatan Diri Di Ruang Pusuk Buhit
Rsj Prof. dr. Muhammad Ildrem: Studi Kasus. https://osf.io/9vzjk/download

Oktaviani, S., Hasanah, U., & Utami, I. T. (2022). Penerapan terapi Menghardik
Dan Menggambar pada Pasien Halusinasi Pendengaran. Journal Cendikia
Muda, 2(September), 407–415.
https://jurnal.akperdharmawacana.ac.id/index.php/JWC/article/viewFile/
365/226

PPNI Tim Pokja Pedoman SPO DPP. (2021). Pedoman Standar Prosedur
Operasional Keperawatan (1st ed.). Dewan Pengurus Pusat.

PPNI Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosa Keperwatan Indonesia
(1st ed.). Dewan Pengurus Pusat.

PPNI Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesai
(1st ed.). Dewan Pengurus Pusat.

PPNI Tim Pokja SLKI DPP. (2019). Stabdar Luaran Keperawatan Indonesia (1st
ed.). Dewan Pengurus Pusat.

Prabowo, Eko S.Kep., Ns, M. K. (2017). Konsep&Aplikasi ASUHAN


KEPERAWATAN JIWA (2nd ed.). Nuha Medika.

Santi, F. N. R., Nugroho, H. A., Soesanto, E., Aisah, S., & Hidayati, E. (2021).
Perawatan Halusinasi, Dukungan Keluarga Dan Kemampuan Pasien
Mengontrol Halusinasi : Literature Review. Jurnal Keperawatan Dan
Kesehatan Masyarakat Cendekia Utama, 10(3), 271.
https://doi.org/10.31596/jcu.v10i3.842

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(1st ed.). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tuti, A., Rico, P., & Nanang, K. A. (2022). JURNAL KEPERAWATAN


SISTHANA PENERAPAN TERAPI PSIKORELIGI DZIKIR UNTUK
MENURUNKAN HALUSINASI PADA KLIEN SKIZOFRENIA DI WILAYAH
BINAAN PUSKESMAS AMBARAWA. 7(2).

Anda mungkin juga menyukai