Anda di halaman 1dari 7

SISTEM DEMOKRASI

MENURUT ISLAM

SMAIT SMART SYAHIDA


JL. Verdi Timur V Bunderan II, Citra Raya Kp. Pabuaran Ds. Dukuh Kec. Cikupa Kab Tangerang
Pengertian Demokrasi
Demokrasi adalah sebuah sistem pemerintahan di mana kekuasaan politik dan
pengambilan keputusan dilakukan oleh rakyat atau warga negara secara langsung
atau melalui perwakilan yang mereka pilih. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), demokrasi adalah sistem pemerintahan di mana seluruh rakyat terlibat
dalam pengambilan keputusan melalui perwakilan mereka, yang dikenal sebagai
pemerintahan rakyat. Selain itu, demokrasi juga merupakan konsep yang
menekankan kesetaraan hak dan kewajiban, serta perlakuan yang adil bagi semua
warga negara. Berikut kami rangkum secara lengkap pengertian dan sejarah dalam
demokrasi yang perlu anda ketahui.

Pengertian Demokrasi Menurut Para Ahli


Pengertian demokrasi menurut para ahli dapat bervariasi, tetapi pada umumnya
mencerminkan prinsip-prinsip dasar demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang
melibatkan partisipasi aktif rakyat dalam pengambilan keputusan politik. Berikut
beberapa pandangan para ahli tentang demokrasi:

1. Abraham Lincoln: Salah satu definisi paling terkenal tentang demokrasi


datang dari Abraham Lincoln, yang mendeskripsikannya sebagai
“pemerintahan rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.” Dalam pandangan
Lincoln, demokrasi melibatkan partisipasi aktif rakyat dalam pemerintahan
dan mengutamakan kepentingan rakyat.
2. Winston Churchill: Churchill menggambarkan demokrasi sebagai “sistem
terburuk kecuali semua yang pernah dicoba.” Dalam konteks ini, dia
menyoroti bahwa meskipun demokrasi mungkin memiliki kelemahan, tidak
ada sistem pemerintahan yang lebih baik yang telah ditemukan.
3. Robert Dahl: Dahl adalah seorang ilmuwan politik terkemuka yang
mendefinisikan demokrasi sebagai “pengambilan keputusan kolektif oleh
warga negara yang memiliki hak suara yang sama, yang melibatkan sejumlah
besar masalah publik, dan dilakukan dengan cara yang mengizinkan warga
negara untuk mempengaruhi keputusan-keputusan itu.”
4. Joseph Schumpeter: Schumpeter mendefinisikan demokrasi sebagai “sistem
yang memilih pemimpin politik melalui pemilihan umum.” Pandangan ini
menekankan peran pemilihan dan pemilihan umum dalam menentukan
pemimpin politik.

Sejarah Demokrasi
Sejarah demokrasi di Indonesia mengalami dinamika yang cukup kompleks dan
menjalani perkembangan yang sangat dinamis.
Berikut adalah beberapa fase perkembangan demokrasi di
Indonesia:
1. Demokrasi Parlementer (1945-1959)
Pada fase ini, Indonesia resmi menjadi negara yang merdeka dan
menerapkan sistem demokrasi parlementer. Sistem ini berlangsung hingga
tahun 1959.
2. Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Pada masa ini, sistem demokrasi berubah menjadi sistem demokrasi
terpimpin. Sistem ini berlangsung hingga tahun 1965.
3. Demokrasi Pancasila pada Era Orde Baru (1966-1998)
Pada masa ini, sistem demokrasi berubah menjadi sistem demokrasi
Pancasila. Sistem ini berlangsung hingga tahun 1998.
4. Demokrasi Pasca Reformasi (1998-sekarang)
Setelah jatuhnya Presiden Soeharto pada Mei 1998, Indonesia mengalami
proses reformasi politik yang membuka peluang bagi perkembangan
demokrasi. Pada masa ini, Indonesia menerapkan sistem demokrasi yang
lebih terbuka dan partisipatif.

Perkembangan demokrasi di Indonesia juga dipengaruhi oleh sejarah dan politik


perkembangan demokrasi di Indonesia, mulai dari pengertian dan konsepsi
demokrasi menurut para tokoh dan founding fathers Kemerdekaan Indonesia,
terutama Mohammad Hatta, dan Soetan Sjahrir. Selain itu, gotong royong dan rasa
kekeluargaan menjadi pangkal dari demokrasi Pancasila.

JENIS – JENIS DEMOKRASI


Berdasarkan laman Liberties EU, demokrasi memungkinkan orang untuk berpendapat
tentang bagaimana mereka ingin diatur, tetapi tidak semua demokrasi terlihat sama. Berikut
adalah beberapa jenis demokrasi:

Demokrasi langsung: semua warga negara memiliki kekuatan pengambilan keputusan,


seperti yang dulu ada di Athena kuno. Keputusan diambil melalui aturan mayoritas dan
warga negara juga dapat mengusulkan atau mengubah undang-undang.

Demokrasi representatif: warga negara memilih wakil politik untuk membuat keputusan
demi kepentingan terbaik mereka. Perwakilan terpilih bertanggung jawab kepada warga
negara.

Demokrasi konstitusional: konstitusi menjadi hukum tertinggi negara, mengatur peran


pemerintahan dan melindungi hak-hak individu. Konstitusi bisa diamandemen sesuai
dengan pandangan masyarakat.

Demokrasi parlementer: pemerintah terbentuk oleh partai mayoritas atau koalisi yang
memenangkan kursi terbanyak dalam parlemen. Perdana menteri memimpin dan
bertanggung jawab atas keputusan pemerintah.

Demokrasi presidensial: presiden dipilih langsung oleh publik dan memimpin cabang
eksekutif pemerintahan. Kekuasaan terbagi antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Demokrasi monitory: menekankan partisipasi berkelanjutan warga negara dalam


pengambilan keputusan, selain pemilihan berkala.

Demokrasi otokratis: menampilkan elemen demokrasi dan otoriter, kekuasaan


terkonsentrasi pada pemimpin atau elit berkuasa.
CIRI – CIRI DEMOKRASI
Demokrasi dilakukan agar kebutuhan masyarakat umum dapat terpenuhi.
Pengambilan kebijakan negara demokrasi tergantung pada keinginan dan aspirasi
rakyat secara umum.

Dengan menentukan kebijakan sesuai dengan keinginan masyarakat, dalam suatu


negara demokrasi akan tercipta kepuasan rakyat. Sebuah Negara sendiri dikatakan
telah menerapkan sistem demokrasi, jika telah memenuhi ciri-ciri berikut ini:

1. Memiliki Perwakilan Rakyat


Indonesia memiliki lembaga legislatif bernama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
yang telah dipilih melalui pemilihan umum. Sehingga urusan negara, kekuasaan dan
kedaulatan rakyat kemudian diwakilkan melalui anggota DPR ini.

2. Keputusan Berlandaskan Aspirasi dan Kepentingan Warga Negara


Seluruh Keputusan yang ditetapkan oleh Pemerintah berlandaskan kepada aspirasi
dan kepentingan warga negaranya, dan bukan semata-mata kepentingan pribadi
atau kelompok belaka. Hal ini sekaligus mencegah praktek korupsi yang merajalela.

3. Menerapkan Ciri Konstitusional


Hal ini berkaitan dengan kehendak, kepentingan atau kekuasaan rakyat. Dimana hal
tersebut juga tercantum dalam penetapan hukum atau undang-undang. Hukum yang
tercipta pun harus diterapkan dengan seadil-adilnya.

4. Menyelenggarakan Pemilihan Umum


Pesta rakyat harus digelar secara berkala hingga kemudian terpilih perwakilan atau
pemimpin untuk menjalankan roda pemerintahan.

5. Terdapat Sistem Kepartaian


Partai adalah sarana atau media untuk melaksanakan sistem demokrasi. Dengan
adanya partai, rakyat juga dapat dipilih sebagai wakil rakyat yang berfungsi menjadi
penerus aspirasi. Tujuannya tentu saja agar pemerintah dapat mewujudkan
keinginan rakyat.

Sekaligus wakil rakyat dapat mengontrol kerja pemerintahan. Jika terjadi


penyimpangan, wakil rakyat kemudian dapat mengambil tindakan hukum.
Demokrasi Dalam Al-Qur’an
Di dalam al-Qur’an terdapat banyak ayat yang terkait dengan prinsip-prinsip utama
demokrasi, antara lain QS. Ali Imran: 159 dan al-Syura: 38 (yang berbicara tentang
musyawarah); al-Maidah: 8; al-Syura: 15 (tentang keadilan); al-Hujurat: 13 (tentang
persamaan); al-Nisa’: 58 (tentang amanah); Ali Imran: 104 (tentang kebebasan
mengkritik); al-Nisa’: 59, 83 dan al-Syuro: 38 (tentang kebebasan berpendapat)
dst. 6 Jika dilihat basis empiriknya, menurut Aswab Mahasin7, agama dan demokrasi
memang berbeda. Agama berasal dari wahyu sementara demokrasi berasal dari
pergumulan pemikiran manusia. Dengan demikian agama memiliki dialeketikanya
sendiri. Namun begitu menurut Mahasin, tidak ada halangan bagi agama untuk
berdampingan dengan demokrasi. Sebagaimana dijelaskan di depan, bahwa elemen-
elemen pokok demokrasi dalam perspektif Islam meliputi: as-syura, al-musawah, al-
‘adalah, al-amanah, al-masuliyyah dan al-hurriyyah. Kemudian apakah makna masing-
masing dari elemen tersebut? 1. as-Syura Syura merupakan suatu prinsip tentang cara
pengambilan keputusan yang secara eksplisit ditegaskan dalam al-Qur’an. Misalnya
saja disebut dalam QS. As-Syura: 38:
“Dan urusan mereka diselesaikan secara musyawarah di antara mereka”. Dalam
surat Ali Imran:159 dinyatakan: “Dan bermusayawarahlah dengan mereka dalam
urusan itu”. Dalam praktik kehidupan umat Islam, lembaga yang paling dikenal sebagai
pelaksana syura adalah ahl halli wa-l‘aqdi pada zaman khulafaurrasyidin. Lembaga ini
lebih menyerupai tim formatur yang bertugas memilih kepala negara atau
khalifah8 Jelaslah bahwa musyawarah sangat diperlukan sebagai bahan pertimbanagan
dan tanggung jawab bersama di dalam setiap mengeluarkan sebuah keputusan.
Dengan begitu, maka setiap keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah akan menjadi
tanggung jawab bersama. Sikap musyawarah juga merupakan bentuk dari pemberian
penghargaan terhadap orang lain karena pendapat-pendapat yang disampaikan menjadi
pertimbangan bersama. Begitu pentingnya arti musyawarah dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara, sehingga Nabi sendiri juga
menyerahkan musyawarah kepada umatnya.
Dalam ajaran Islam terdapat prinsip-prinsip dan elemen dalam demokrasi, meskipun
secara generik, global. Prinsip dan elemen-elemen demokrasi dalam ajara Islam itu
adalah: as-syura, al-‘adalah, al-amanah, al-masuliyyah dan al-hurriyyah. Realitas
demokrasi dalam sebuah negara pernah diterapkan pada masa Nabi Muhammad dan
khulafaurrasyidin. Tetapi setelah itu, pada sebagian besar negara-negara Islam tidak
mewarisi nilai-nilai demokrasi tersebut. Realitas ini tidak hanya terjadi pada negara-
negara Islam saja, tetapi juga negara non-Islam (Barat). Inilah problem yang dihadapi
oleh banyak negara. Secara umum nilai-nilai agama memang belum banyak
dipraktikkan dalam ikut memberikan kontribusi pada banyak negara, apalagi negara
sekular. Oleh sebab itu statement Fukuyama maupun Huntington, yang mengatakan
bahwa secara empirik Islam tidak compatible dengan demokrasi tidak sepenuhnya
benar. Sebab di negara non-Muslim pun demokrasi juga tidak sepenuhnya diterapkan.

KAIDAH – KAIDAH DEMOKRASI DALAM ISLAM


Kaidah-kaidah kepemerintahan dalam Islam mengidealkan prinsip
kesetaraan. Bila ditarik dalam Islam prinsip kesetaraan adalah sebuah misi
yang tak terelakkan lagi. Misalnya pada QS. Al-Hujurat: 13 “Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Kaidah yang kedua adalah bermusyawarah pada QS. Al-Syura: 38 “Dan
(bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki
yang Kami berikan kepada mereka.” Sementara prinsip musyawarah ini
diperkuat dengan sumber sekunder syariah, yaitu sunnah yang dilakukan
oleh Nabi Muhammad sendiri. Afan Ghaffar mengatakan: “Adapun Beliau
(Nabi) bermusyawarah dengan mereka (para sahabat) dalam suatu
perkara yang tidak disebutkan dalam al-Qur’an, dan yang Nabi sendiri tidak
mendapat perintah (langsung) dari Allah, maka hak mereka (para sahabat)
itu untuk memberi pendapat dan juga untuk mengajukan usul di luar hal
yang Nabi sendiri telah pasti akan melakukannnya. Contohnya ketika Nabi
menempatkan (pasukan) sahabat Beliau pada suatu posisi sewaktu perang
Badr, kemudian al-Hubaib ibn al-Mundir ibn al-Jamuh bertanya, “ini
perintah yang diturunkan oleh Allah kepada Engkau ataukah pendapat dan
musyawarah?”. Nabi menjawab, “ini hanyalah pendapat dan musyawarah.”
Maka dia (al-Hubaib) menyarankan Nabi posisi lain yang lebih cocok untuk
kaum Muslim, dan Beliau menerima saran ini. Kaidah berikutnya adalah
ta’awun. Yang dimaksud dengan ta’awun yakni menyatakan adanya
tuntutan untuk kerjasama demi kepentingan Tuhan dan kepentingan
manusia sendiri. Sama halnya dalam nilai-nilai demokrasi yakni
menekankan kerjasama dan saling tolong menolong. Kaidah demokrasi
yang terakhir adalah taghyir (perubahan). Kaidah ini menyatakan bahwa
manusia berperan besar dalam menentukan perubahan hidupnya.
Demokrasi menuntut suatu perubahan yang memang sejalan dengan
perkembangan kesadaran manusia yang selalu ingin mengadakan
perbaikan. Seperti halnya yang digariskan dalam al-Qur’an. Dalam artian
Allah mendukung peran manusia dalam berproses untuk berubah mulai
dari tahap ke tahap, bagaimanapun perubahan itu akan berlangsung. Tentu
saja sekali lagi dari sekian sumber syariah tidak ada satu pun yang
menyebutkan demokrasi. Namun dalam batas tertentu sumber otentik
dalam islam berkenaan dengan siyasah sungguh compatible dengan
demokrasi. Sehingga perlu diakui terdapat pola hubungan sub-ordinatif
dalam paradigma Islam. Pola hubungan sub-ordinatif menempatkan Islam
sebagai substansi mutlak sedangkan bentuk negara menjadi relatif.
Dihadapan negara, Islam bersifat mutlak dalam artian negara dapat
menjadi ekspresi nilai-nilai perenial Islam. Dari pola hubungan demikian
dimengerti bahwa Islam menjadi sebuah tujuan, sedangkan negara
hanyalah sebuah instrumen saja betapapun itu bentuknya.

Sumber : Internet

Anda mungkin juga menyukai