Anda di halaman 1dari 3

Kisah Pejuang Palsu yang Dungu

Oleh: Harsa Permata

Ini tulisan iseng, Penulis di sini mencoba berpikir liar. Salah satu yang penulis pikirkan secara
liar, adalah kedunguan para pendukung raja boneka, para pejuang palsu. Tak habis pikir melihat
orang-orang yang dulunya mengaku pejuang rakyat, ternyata sekarang menjadi penyembah ratu
adil. Hal yang biasa dilakukan oleh masyarakat purba, yang belum tersentuh ilmu pengetahuan.

Ratu adil yang mereka puja dan sembah, adalah raja boneka, yang rupanya mereka samakan
dengan penguasa negeri atas angin, blasteran afrika eropa. Atau juga malah sebagian dari mereka
memandang si raja boneka ini selayaknya petruk, salah seorang tokoh punakawan dari
pewayangan, yang berhidung mancung.

Mereka hanya mau memuja raja boneka, sementara, mereka sama sekali tidak mau mendukung
partai kerbau nyasar, partainya si raja boneka. Bagi mereka, raja boneka ya raja boneka, partai
kerbau adalah partai kerbau, dua-duanya tidak saling berhubungan.

Padahal tiap hari mereka melihat raja boneka menciumi kaki ibu ratu agung, ketua partai kerbau
nyasar.

Entah kedunguan apa yang membuat mereka begitu memuja boneka ibu ratu agung.

Sepertinya kalau kita melihat ke sejarah bani Israil yang membuat sapi dari emas, untuk
kemudian disembah, maka mungkin kita melihat sedikit kemiripan di sana. Bani Israil
menyembah sapi emas yang mereka buat itu, adalah karena mereka ditinggalkan Nabi Musa a.s,
yang sedang menerima wahyu Allah SWT di atas Gunung Sinai. Sementara pejuang palsu,
mereka ditinggalkan massa, karena metode perjuangan mereka tidak membumi, dan kurang
begitu bisa menggerakkan rakyat Saratnusa untuk menentukan takdirnya sendiri. Karena itulah
ketika raja boneka milik ibu ratu agung dimunculkan oleh agen-agen rahasia negeri atas angin,
mereka kemudian menyembah si raja boneka, dengan harapan ketika menang, mereka berhasil
mencapai masyarakat yang gemah ripah loh jinawi.

Di balik itu semua, sebenarnya para pejuang palsu ini juga ingin mengambil alih posisi ibu ratu
agung sebagai ketua partai kerbau nyasar. Karena itulah anak perempuan ibu ratu agung sama
sekali tak dilirik sebagai patih pendamping raja boneka. Selain karena memang anak perempuan
ibu ratu agung ini tak tahu apa-apa, mereka juga ingin memutus trah raja filsuf agung, yang dulu
memimpin Saratnusa dengan bijaksana.

Lucunya, mereka yang ingin menghapus pemujaan individual ini ternyata menjadi penyembah
raja boneka, yang dungu.

Ketika raja boneka akan menunjuk menteri yang akan bekerja dengannya, mereka menyodor-
nyodorkan orang-orang mereka, yang juga pejuang-pejuang palsu, untuk menjadi menteri-
menteri raja boneka. Akan tetapi, mereka kemudian kecele karena ternyata yang menunjuk para
menteri, adalah ibu ratu agung, karena itulah teman-teman arisan ibu ratu agung, anak
perempuan ibu ratu agung, pengawal ibu ratu agung, yang terkenal kekejamannya, merekalah
yang jadi menteri-menteri si raja boneka.

Yang lebih menyedihkan lagi, setelah itu semua terjadi, mereka tetap memuja dan menyembah
raja boneka, sembari berharap supaya menteri-menteri tersebut suatu saat (entah kapan), akan
diganti dengan orang-orang mereka. Ada juga sebagian dari mereka memuji menteri-menteri raja
boneka, terutama juragan ikan dari pantai utara, yang suka menghisap tembakau, dan merajah
tubuhnya. Juragan inilah, yang selalu menyediakan balon udaranya, jika si raja boneka, akan
menggalang front perang melawan bekas panglima raja panglima lama, di berbagai daerah di
negeri Saratnusa. Bahkan ilusi yang ada di kepala mereka, diucapkan dalam kata-kata, bahwa
juragan ikan dari pantai utara ini adalah bekas pejuang rakyat, yang dulu ikut serta berperang
melawan Mbah Komo si jago perang, hal yang membuat ia dikeluarkan dari padepokan. Padahal
si juragan ikan ini keluar dari padepokan, karena sakit-sakitan, dan sudah tidak bisa mencerna
pelajaran dari padepokan lagi, alias sudah tidak bisa sekolah lagi.

Begitulah para pejuang palsu yang dungu ini, sebagian dari mereka dulunya adalah pejuang-
pejuang rakyat, dalam pertempuran melawan Mbah komo si jago perang maupun melawan
kediktatoran ibu ratu agung. Hidup mereka, yang tak kunjung berubah lebih sejahtera, membuat
mereka malas berjuang lagi. Rakyat yang dulu selalu mereka perjuangkan, sekarang mereka
tinggalkan. Mereka ibarat kaum yang disebut dalam Surat Al Baqarah ayat 18, "Shummum
bukmum 'umyun fa hum laa yarji'uun/ (mereka) tuli, bisu, buta, maka tidaklah mereka akan
kembali (ke jalan yang benar)". Mereka tak bisa melihat apa-apa lagi, kecuali si raja boneka yang
bersinar terang ibarat manusia setengah dewa, semua sabdanya adalah kebenaran mutlak, Roh
Absolutnya Hegel, bagi mereka tidak berarti apa-apa dibanding raja boneka.

Terakhir mereka memuja tindakan raja boneka yang beli rumput dari Afrika, padahal di negeri
Saratnusa, padang rumput sangat luas, cuma seperti raja-raja sebelumnya, si raja boneka ini
malas memotong rumput di negeri Saratnusa, seperti kata pepatah “Rumput tetangga selalu lebih
hijau”. Bagi mereka, tindakan beli rumput ke Afrika ini adalah sebuah perlawanan terhadap
mafia rumput, entah dari mana logika yang mereka gunakan ini, yang jelas, anak kecil sekalipun
pasti tahu kalau keseringan jajan pasti uang jajan cepat habis.

Di sisi lain sebenarnya beberapa di antara mereka, juga sedang berusaha mencari induk semang
baru. Untuk diketahui, ada dua orang elit mereka, yang kehilangan induk semang, karena sang
induk semang tidak terpilih jadi menteri, atau menyeberang ke kubu bekas panglima raja
panglima lama.

Pertama adalah si botak dari gua hantu, induk semangnya adalah tuan puteri gagu, yang juga
pendukung utama raja boneka, sayangnya raja boneka tidak memilihnya jadi menteri, karena itu
mungkin,ia tidak bisa dapat uang lebih untuk menggaji si botak dari gua hantu. Menteri-menteri
negeri Saratnusa memang kaya raya, terutama karena lebih bisa merampok dibanding para
anggota Senat Saratnusa, yang juga suka merampok, hanya saja yang dirampok jauh lebih kecil
dibanding jika mereka jadi menteri. Kedua, adalah Si kurus dari bukit naga, dia ini dulu adalah
anak buah taipan dari Tiongkok, hanya saja karena berseberangan dengan pimpinan partai bulan
biru, si monyet bermuka brewok, taipan dari Tiongkok ini menyeberang ke kubu bekas panglima
raja panglima lama. Si kurus ini tidak ikut serta, karena “Dewa”nya adalah raja boneka, setiap
hari di warung-warung selalu ia menebar puji-pujian fanatik terhadap raja boneka. Tak peduli
sebagian dari para pengunjung warung jadi muntah-muntah mendengar pujian tak masuk akal,
yang disebarkannya itu.

Begitulah dua orang ini memuja juragan ikan dari pantai utara itu setengah mati, harapan
mereka, siapa tahu juragan ikan itu mau merekrut mereka jadi abdi dalemnya, yang tentu saja
mereka akan bergelimang emas dibuatnya.

Mereka tidak peduli kalau kekuasaan anak perempuan ibu ratu agung, yang menjabat sebagai
menteri utama, saat ini sudah cukup besar, karena langsung membawahi banyak menteri.
Kekuasaan inilah yang akan dijadikan pintu oleh ibu ratu agung dan anak perempuannya, untuk
mengambil alih kembali singgasana Kerajaan Saratnusa, dari raja boneka.

Yogyakarta, 3 November 2014

Anda mungkin juga menyukai