Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH NAHWU 3

AL-WAQF

Dosen Pengampu:
Zainul Abidin M.Pd

Disusun Oleh:
Adibah Luthfiana
Adzikro Inabah
Fauzan Hakami

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
2023
Bagian 1
Contoh:
1. Harta adalah alat kemurahan hati (kedermawanan)
Lindungi diri anda dari yang buruk
Memalukan jika hanya berangan angan memiliki apa yang dimiliki orang lain
Bekerja untuk hidupmu seolah-olah kamu hidup selamanya

2. Hidupnya bahagia, ia merasa ridha


Tidak akan gagal usaha orang yang bertekad kuat
Manusia membenci penindasan dan pelanggaran
Cukuplah penyakit bagimu melihat kematian sebagai obatnya
3. Salam sejahtera bagi siapa pun yang mengikuti petunjuk
Setiap permulaan memiliki akhir

4. Saya telah menyimak nasehat dan memahaminya


Katakanlah yang sebenarnya lalu pertahankan
Saya telah mematuhi hukum dan etikanya

5. Kebanyakan angan-angan itu berbentuk kebohongan


Harapan tetap ada selama hidup masih ada
Setiap gadis mengagumi ayahnya
Dengan ilmulah kaum/bangsa akan bangkit dan unggul
Kebanggaan masyarakat ada pada para wanita terdidiknya
mencari
Kita telah mengetahui bahwa “waqf” adalah pemotongan ucapan di akhir kata. Jadi jika
terdapat kata dengan huruf mati di posisi akhir secara asli, maka ia akan waqf atas huruf mati
tersebut, dan jika di akhir kata itu tervokal (berharakat), maka kata itu tersukun di akhir kata.
Atas pembahasan ini akan di detailkan pada penjelasan berikut.
Perhatikan kelompok pertama, dapat diketahui bahwa akhiran dari kata-katanya tidak mati
(sukun) pada posisi aslinya, dan bahwa kata-kata ini adalah munawwinah (bertanwin) atau
ghairu munawwinah (tidak bertanwin), maka ketika mewaqfkan pada kata dengan vocal
(berharakat) akhirannya, itu disebut ghairu munawwinah. Dan disebut munawwinah ketika ia
berbentuk mansub seperti pada contoh ke empat, dan pada beberapa kasus adapun yang tidak
tidak mansub seperti pada contoh ketiga. Maka tanwin dihilangkan dan dimatikan (sukun) pada
akhirannya pada yang tidak mansub pada waqf dan tanwin di jadikan alif pada keadaan
mansub.

Jika anda melihat pada kelompok kedua, dapat diketahui bahwa setiap contohnya diakhiri
dengan keadaan manqush, dan anda akan melihat di antara contoh-contoh tersebut bahwa
diperbolehkan untuk mewaqfkan pada kata manqush dalam keadaan rafa’ dan jarr dengan
adanya huruf yā' maupun dalam keadaan yang menghapusnya, baik dalam keadaan makrifah
maupun nakirah, tetapi paling sering muncul dalam kondisi makrifah dan sering ditinggalkan
dalam kondisi nakirah; Sedangkan pada kondisi nasb, maka huruf ya’ wajib ada sekalipun
makrifah maupun nakirah pada aturan yang sama. Adapun contoh kelompok ketiga, masing-
masing diakhiri dengan kata benda maqsur, dan jika diwafqkan, akan terlihat bahwa itu alif
akan menetap dalam setiap kasus, walaupun tanwinnya dihapus.

Dan pada poin keempat, Anda akan melihat bahwa kata terakhir di dalamnya diakhiri dengan
dhamir “ha”, dan “ha” dalam contoh ini berharakat dhommah, atau kasrah, atau fathah; Dan
jika Anda waqf di “ha” ini, Anda akan melihat bahwa Anda menghapus bunyinya ketika berada
dalam dhammah atau kasrah,
Dan pada poin kelima, Anda akan melihat kata-kata terakhir di dalamnya diakhiri dengan ta’
ta’nis, dan akan terlihat bahwa ta' ini dalam beberapa kasus diubah menjadi ‘ha’ ketika waqf,
dan pada beberapa kasus juga menetap apa adanya. Dan jika melihat pada kasus pertama, Anda
akan melihat kata “kadzibatun” dan “al-hayatu”, keduanya adalah ism, yang tidak berbentuk
jamak muannats salim maupun yang terkait dengan itu; sebelum ta’ ta’nis pada kata tersebut
pada contoh pertama ia bervocal (berharakat). Dan pada contoh kedua sebelum ta’ ta’nisnya
terdapat alif, maka setiap yang menyerupai 2 ism ini ta’ ta’nis akan berubah menjadi ha’.
Dan pada contoh ketiga ta’ ta’nis tidak berubah menjadi ha’ karena huruf sebelumnya mati
namun bukan huruf alif. Dan begitu juga pada contoh keempat karena ia bukanlah ism
melainkan fi’il, begitu pula pada contoh ke lima karena ia adalah jamak muannats salim.
(241) Waqf adalah menghentikan pengucapan di akhiran kata.
(242) Dalam mewaqf, hendaknya diperhatikan ketentuan sebagai berikut.
(a) Jika akhir kata mati maka menetap pada sukunnya (tak berharakat), dan jika ia diberi harakat
maka ia akan berharakat sukun; Ini aturan umum dalam waqf.
(b) Jika kata itu bertanwin maka tanwinnya pada kasus rafa’ dan jarr dihilangkan, dan diganti
huruf alif pada kasus nasb
(c) Diperbolehkan pada kasus manqush marfu’ dan majrur dengan munculnya “yā” dan
meninggalkannya sekalipun itu makrifah ataupun nakirah. Sekalipun munculnya sering pada
keadaan makrifah dan sering ditinggalkan pada nakirah; sedangkan pada kondisi nasb wajib
muncul sekalipun makrifah maupun nakirah

(d) alif pada ism maqsur akan menetap pada keseluruhan keadaan
(e) menghapus bunyi ha dhamir jika ia berdhammah atau kasrah sedangkan pada fathah
menetap bunyinya
(f) berubahnya ta’ ta’nis menjadi ‘ha’ jika sebelumnya berharakat atau alif pada ism yang belum
berbentuk jama’ muannats salim atau yang terkait dengan itu.

Waqf
bagian kedua
berhenti dengan ‘ha sukt’ (‘ha pada keheningan)

contohnya:
1. -Jangan mengingkari janjinya
-Bekerjalah dan jangan berhenti
-Ikuti teladannya dengan benar / atau ikutilah teladannya
-Langit terbit dan kami tidak dapat menggambarkannya / jelaskan
2. -Dia marah dan aku tidak tahu kenapa
-Berapa banyak kamu begitu ragu-ragu tentang hal itu? / mengapa

3. -Saya telah rela dengan nasibnya / nasib saya


-Saya telah datang dan tidak bertanya bagaimana caranya / bagaimana

Pembahasan
Di akhir setiap contoh kelompok pertama adalah fiil mu'tal akhir yang dibuang akhirnya
karna menbentuk bina’ amr atau menjazmkan fi'il mudhori', apabia mempertimbangkan 2 fi'il
mu'tal yang pertama kamu akan mendapat yang tersisa dari 2 fi'il tersebut setelah hadfi hanya
terdapat satu huruf asli. Sedangkan dua fi'il yang terakhir memiliki banyak dari satu huruf
asli. dan kamu dapat mengetahui dari contoh-contoh yang diwaqf pada 2 fi'il yang awal dan
begitu juga fi'il setelahnya pada 2 bentuknya, harus menambahkan (ha) mati/sukun.

Akhirannya ini disebut “ha' al-sukt.” Adapun pada dua fi'il terakhir, maka Anda mewaqfkannya
dengan “ha” ini, walau sebenarnya diperbolehkan untuk waqf dengan mematikan huruf akhir
namun waqf dengan ha’ itu lebih utama dan hal yang sama berlaku untuk setiap fi'il jenis ini.
Lihatlah dua contoh pada kelompok kedua, dan Anda akan menemukan bahwa setiapnya
diakhiri dengan “maa istifham” yang dibuang alifnya karna ia mudhaf dan menjadi majrur atau
terkena huruf jar; dan dapat diketahui bahwa waqf yang majrur karena mudhaf ia akan
berakhiran dengan ha’ sukkt dan tidak yang selainnya. Sedangkan waqf yang majrur karena
harf jar ia boleh berakhiran dengan ha’ sukkt atau dengan mematikan akhirannya (sukun),
namun yang pilihan pertama lebih utama.
Perhatikan contoh kelompok tiga anda akan menemukan di akhir setiap kalimat yg berharokat
dg harokat bina' lazim dan mengamati bahwa ketika waqf atas bina' lazim, kamu memilih di
antara dua hal: yaitu, membawa 'Ha sukt' atau sukun, sehingga waqf dilakukan pada setiap
kata jenis ini kecuali fi'il madhi'.
Kaidahnya
Di antara keadaan-keadaan yang waqf dg ’ha sukt’ adalah sebagai berikut:
(a) fi'il yang dibuang akhirnya karena jazmnya fi'il mudhori' atau bina' amr; waqf dg ’ha sukt’
disini wajib jika huruf asli yang tersisa dari fi'il setelah hadfi hanya satu huruf asli. Maka jika
tersisa 2 huruf asli atau lebih boleh waqf dg ’ha sukt’dan boleh juga sukun namun yang pertama
lebih baik.
(b) “maa’” istifham jika dibuang alifnya karna majrur maka ia wajib memakai ’ha’ untuk waqf
jika “maa” majrur karena mudhaf

adapun yg majrur harf jarr maka diperbolehkan waqf dengan ha’ sukkt ataupun dengan sukun
(mematikan akhirannya) namun yang sering digunakan adalah cara pertama
(c) semua yg berharokat dg harokat bina' asliyah kecuali fi'il madhi dan disini diperbolehkan
waqf dg ’ha sukt’ atau sukun.

Anda mungkin juga menyukai