2019 TA KG 040001500056 Bab-3
2019 TA KG 040001500056 Bab-3
TINJAUAN PUSTAKA
4
Cedera akibat trauma gigi ini memiliki konsekuensi biologis, emosional dan
psikososial bagi seorang anak. Suatu penelitian menyatakan bahwa perhatian utama
anak-anak yang mengalami trauma gigi anterior adalah persepsi kelompok
sebayanya mengenai penampilan gigi tersebut. Akibatnya berpengaruh terhadap
keadaan emosional, interaksi sosial dan rasa percaya diri anak, sehingga anak
merasa malu untuk tersenyum, tertawa dan menunjukkan gigi. Kualitas hidup anak
juga dapat menurun karena timbulnya rasa sakit atau nyeri akibat trauma, kesulitan
mengunyah, kesulitan untuk makan dan minum yang menyebabkan berat badan
anak turun.17
Penelitian yang dilakukan di beberapa negara menunjukkan adanya perbedaan
prevalensi terkait dengan etiologi trauma gigi. Dilaporkan penyebab utama trauma
pada gigi sulung adalah terjatuh dan terbentur, dengan besar persentase terjatuh
31,7% hingga 64,2% dan terbentur sebesar 20%, diikuti dengan penyebab lainnya
berupa kekerasan fisik sebesar 6,6%, dan kecelakaan lalu lintas 7,8%.16,18 Beberapa
penelitian juga menunjukkan perbedaan angka kejadian berdasarkan jenis kelamin,
yaitu dengan membuktikan trauma gigi sulung pada anak laki-laki secara signifikan
lebih tinggi dibandingkan perempuan, hal ini karena anak laki-laki lebih aktif
dalam melakukan aktivitas fisik.12
Dampak status sosial ekonomi merupakan penyebab lain trauma gigi sulung
yang masih diperdebatkan hingga saat ini. Terdapat dua opini kontroversial, salah
satunya menyatakan bahwa anak-anak dengan latar belakang sosial ekonomi
rendah lebih cenderung mengalami trauma gigi. Sementara pendapat lain
menyatakan sebaliknya, sebab anak dengan latar belakang sosial ekonomi tinggi
memiliki akses untuk melakukan aktivitas di luar ruangan yang kurang aman
seperti wahana permainan ekstrim, yang mana lebih berisiko untuk terjadinya
trauma.19
2. Faktor predisposisi
Kondisi anatomi individu memungkinkan sebagai faktor predisposisi trauma
gigi, seperti :
Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Trauma Gigi Sulung (Kajian Pada Ibu di Posyandu Kelurahan Utan Kayu Selatan, Jakarta Timur)
Dyonisia Vania
5
a. Maloklusi
Anak dengan kondisi maloklusi kelas II divisi 1 atau kelas I tipe 2 (overjet
> 3mm) dua kali lebih berisiko mengalami trauma gigi. Penutupan bibir yang
tidak sempurna dilaporkan sebagai faktor terjadinya trauma pada insisivus
rahang atas. Namun, penutupan bibir yang tidak rapat ini masih diperdebatkan
sebagai faktor predisposisi.12
b. Disabilitas
Kondisi cacat mental dan fisik pada anak memiliki frekuensi fraktur gigi
yang lebih tinggi daripada kelompok yang tidak cacat. Cerebral palsy
merupakan salah satu kondisi dengan angka kejadian trauma gigi yang tinggi.
Hal ini disebabkan terganggunya perkembangan otak serta motorik anak.
Sebagian besar anak dengan cerebral palsy juga menderita epilepsi, reaksi dari
kejang yang tidak terkontrol ini memungkinkan anak mengalami benturan
antara gigi dengan objek yang keras.10,21,22
c. Karies
Beberapa penelitian menyatakan adanya hubungan antara karies dengan
kejadian trauma gigi. Karies gigi adalah penyakit multifaktorial yang terjadi
karena demineralisasi permukaan email gigi oleh bakteri mulut, akibatnya
struktur gigi akan melemah. Demineralisasi terjadi ketika pH saliva mengalami
penurunan hingga ≤ 5,5 sehingga keadaan ini dalam mulut dianggap sebagai
keadaan kritis.23
6
diperkenalkan yaitu klasifikasi menurut Ellis dan Davey yang berpokok pada
kerusakan struktur gigi dan klasifikasi World Health Organization (WHO) dalam
Application of International Classification of Disease to Dentistry and Stomatology
yang terdiri dari kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa, kerusakan jaringan
periodontal, kerusakan pada tulang pendukung, serta kerusakan pada gingiva atau
jaringan mukosa mulut.
Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Trauma Gigi Sulung (Kajian Pada Ibu di Posyandu Kelurahan Utan Kayu Selatan, Jakarta Timur)
Dyonisia Vania
7
Gambar 1. Klasifikasi trauma berdasarkan Ellis & Davey: 1.Fraktur mahkota
dengan sedikit/tanpa melibatkan dentin. 2.Fraktur mahkota melibatkan dentin
namun belum mengenai pulpa. 3.Fraktur mahkota melibatkan dentin dan
sudah mengenai pulpa. 4. Gigi menjadi nonvital dengan/tanpa kehilangan
struktur mahkota. 5.terlepasnya gigi. 6.fraktur akar dengan/tanpa kehilangan
struktur mahkota gigi. 7.perubahan posisi gigi. 8.fraktur sebagian/seluruh
mahkota. 9.kerusakan gigi sulung.24
Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Trauma Gigi Sulung (Kajian Pada Ibu di Posyandu Kelurahan Utan Kayu Selatan, Jakarta Timur)
Dyonisia Vania
8
d) Fraktur mahkota kompleks (complicated crown fracture), yaitu fraktur
yang melibatkan email dan dentin dengan pulpa yang terbuka.
e) Fraktur mahkota-akar tidak kompleks, yaitu fraktur email, dentin dan
sementum, namun tidak melibatkan pulpa.
f) Fraktur mahkota-akar kompleks, yaitu fraktur email, dentin, sementum,
dan melibatkan pulpa.
g) Fraktur akar, yaitu fraktur yang melibatkan dentin, sementum, dan
pulpa. Fraktur akar dapat diklasifikasikan lebih lanjut sesuai dengan
perpindahan fragmen koronal, seperti Horizontal, Oblique, dan vertikal.
9
d) Luksasi lateral, yaitu perpindahan gigi selain dari arah aksial, dengan
disertai kerusakan tau fraktur soket alveolar.
e) Luksasi intrusif, yaitu perpindahan gigi ke dalam tulang alveolar,
dengan disertai kerusakan atau fraktur soket alveolar.
f) Avulsi, yaitu gigi keluar dari soketnya.
Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Trauma Gigi Sulung (Kajian Pada Ibu di Posyandu Kelurahan Utan Kayu Selatan, Jakarta Timur)
Dyonisia Vania
10
Gambar 4. Kerusakan pada jaringan tulang pendukung: A````.Kerusakan
soket alveolar. B.Fraktur dinding soket. C.Fraktur prosesus alveolar. D. fraktur
rahang yang prosesus alveolaris.32
11
seperti perdarahan atau terganggunya jalan nafas. Penilaian tersebut didapatkan
dari ;24
a. Cedera kepala dan leher, Pemeriksaan seluruh kepala dan leher serta palpasi
dengan hati-hati perlu dilakukan. Pendarahan dari telinga diketahui sebagai
tanda adanya fraktur kondilus. sedangkan kesulitan melakukan pergerakan
leher dan rasa sakit ketika palpasi merupakan tanda cedera leher. Pada kondisi
Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Trauma Gigi Sulung (Kajian Pada Ibu di Posyandu Kelurahan Utan Kayu Selatan, Jakarta Timur)
Dyonisia Vania
12
ini pasien sebaiknya dirujuk dan melakukan fisioterapi untuk menghindari
kemungkinan masalah nyeri kronis di masa depan.26
b. Hilangnya kesadaran, dengan memantau dan mencatat setiap tanggapan pasien
ketika dilakukan anamnesis, tanda-tanda vital termasuk tingkat rangsangan dan
rasa sakit pada kepala. Selain itu perlu dibuat rujukan untuk pemeriksaan
neurologis.26
c. Permasalahan jalan nafas, pemeriksaan fisik dan observasi yang teliti
membantu dalam mendeteksi dini situasi pasien dan melakukan penanganan
yang tepat. Setelah penanganan saluran napas dan perdarahan dikendalikan,
pasien harus menjalani pemeriksaan CT scan kepala dan leher dengan bahan
kontras i.v., untuk menunjukkan struktur vaskular di sekitar lokasi cedera dan
memberikan informasi rinci tentang jenis dan tingkat trauma.27
Pemilihan perawatan untuk cedera gigi sulung dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:28
a. Waktu tanggalnya gigi sulung, seperti gigi insisivus sentral rahang atas yang
lebih sering terlibat trauma, biasanya bertahan tidak lebih dari enam tahun.
b. Akar gigi sulung memiliki jarak yang dekat dengan gigi pengganti yang akan
tumbuh, keadaan ini menunjukkan bahwa kerusakan pada gigi permanen dapat
ditimbulkan bila gigi sulung terluka. Suatu perawatan dianggap memiliki
kemungkinan rusaknya gigi permanen.
c. Kesulitan menangani anak, Anak-anak terlalu muda untuk memahami apa yang
diperlukan, sehingga kebanyakan dari mereka menentang dan tidak dapat
bekerja sama selama pemeriksaan dan perawatan dilakukan. Situasi ini dapat
diatasi dengan pengelolaan perilaku anak, yang terdiri dari non-farmakologi,
farmakologi, dan hypnosis. Non farmakologi terdiri dari komunikasi,
pengaturan suara, pembentukan perilaku, reinforcement, dan lainnya guna
meningkatkan rasa percaya anak kepada dokter gigi. sedangkan farmakologi
biasanya berupa obat penenang, ini digunakan apabila pendekatan non-
farmakologi tidak bekerja pada anak.
Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Trauma Gigi Sulung (Kajian Pada Ibu di Posyandu Kelurahan Utan Kayu Selatan, Jakarta Timur)
Dyonisia Vania
13
B. Pengetahuan
semakin banyak aspek positif yang diketahui, makin tercipta sikap yang positif dan
selanjutnya akan mempengaruhi perilaku.30
Dalam bidang kesehatan gigi dan mulut diketahui, orang tua dengan pendidikan
yang tingi atau memiliki sumber informasi yang banyak cenderung memiliki
pengetahuan yang lebih baik dalam penerapan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
anaknya. Bimbingan dan pemahaman yang diberikan membantu anak lebih menjaga
kebersihan gigi dan mulutnya dengan baik. Akan tetapi masih banyak orang tua yang
Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Trauma Gigi Sulung (Kajian Pada Ibu di Posyandu Kelurahan Utan Kayu Selatan, Jakarta Timur)
Dyonisia Vania
14
mengabaikan perawatan penyakit atau keadaan gigi anak, terutama bila anak tidak
mengeluhkan rasa sakit. Perilaku ini dapat terjadi karena tidak didasari oleh
pengetahuan. Pada kasus trauma gigi sulung, pengetahuan orang tua terutama ibu
mengenai penanganan dan perawatan gigi sangat penting, hal ini karena ibu dianggap
sebagai penolong pertama dan setiap penanganan yang diberikan akan mempengaruhi
prognosis gigi.34 Penanganan yang tepat tentunya dapat meningkatkan prognosis gigi
serta mengurangi risiko serius pada gigi sulung maupun gigi permanen anak.
Trauma gigi pada anak-anak adalah masalah kesehatan mulut yang diperhatikan di
seluruh dunia. Cidera gigi merupakan keadaan darurat yang perawatannya memerlukan
beberapa kunjungan lanjutan dan dapat menyebabkan konsekuensi jangka panjang
pada perkembangan gigi. Hasil dari perawatan tersebut bergantung pada penanganan
yang cepat dan benar. Akan tetapi, penanganan awal sering bergantung pada
pengetahuan orang awam seperti orang tua, pelatih atau guru yang berada di lokasi
kecelakaan. Oleh karena itu, banyak penelitian tentang trauma gigi pada anak mengacu
pada pengetahuan orang tua maupun guru.
Hampir seluruh penelitian mengenai pengetahuan dan manajemen trauma gigi anak
berupa studi cross-sectional ataupun retrospektif yang bertujuan untuk mengetahui
tingkat prevalensi pada suatu populasi. Penelitian yang telah dilakukan beberapa
negara menunjukkan bahwa pengetahuan awam mengenai manajemen trauma gigi
kurang baik. Dibuktikan dari penelitian di Mosul,Irak menunjukkan lebih dari dua per
tiga ibu (71%) tidak memiliki cukup pengetahuan dalam pencegahan dan penanganan
trauma gigi.35 Hasil yang sama juga terdapat dalam penelitian di Ajman,Uni Emirat
Arab yang menunjukkan 61,8% ibu memiliki pengetahuan yang buruk dalam
penanganan cidera gigi.36
Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Trauma Gigi Sulung (Kajian Pada Ibu di Posyandu Kelurahan Utan Kayu Selatan, Jakarta Timur)
Dyonisia Vania
15