Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Trauma Gigi Sulung


1. Definisi dan etiologi
Traumatic Dental Injury (TDI) atau yang umum dikenal sebagai trauma gigi
adalah suatu kerusakan yang mengenai jaringan keras gigi dan atau periodontal
secara mekanis.2 Energi mekanis yang dihasilkan bergantung pada massa dan
kecepatan suatu objek, sehingga ketika massa dan atau kecepatan bertambah akan
menimbulkan suatu kontak yang keras.12 Trauma gigi terbagi menjadi dua yaitu
trauma gigi secara langsung dan tidak langsung. Trauma gigi secara langsung
merupakan cedera yang timbul karena adanya benturan langsung benda keras
terhadap gigi, sedangkan trauma gigi secara tidak langsung merupakan cedera yang
timbul karena benturan yang tidak langsung mengenai gigi, melainkan terjadi
benturan pada dagu sehingga gigi rahang bawah membentur gigi rahang atas
dengan tekanan yang besar. 13
Suatu studi menunjukkan terdapat perbedaan jenis dan penyebab yang
ditimbulkan oleh trauma gigi sulung dan gigi permanen, hal ini terkait dengan
struktur tulang pada gigi sulung mengadung bahan anorganik lebih sedikit
dibandingkan dengan gigi permanen. Tulang yang kurang padat dan termineralisasi
menyebabkan gigi sulung yang trauma lebih sering mengalami subluksasi daripada
fraktur. sedangkan gigi permanen seringkali mengalami fraktur email ataupun
fraktur email-dentin tanpa paparan pulpa.14 Trauma gigi sulung diketahui dapat
mengakibatkan kematian pulpa gigi sulung yang disertai perubahan warna, dan
dilaserasi gigi tetap pengganti. Gigi permanen yang akan tumbuh berpotensi
mengalami kerusakan karena letak apeks gigi sulung dan benih gigi permanen
hanya dipisahkan oleh jaringan keras yang tebalnya kurang dari 3 mm dan mungkin
hanya terdiri dari jaringan ikat fibrosa.15,16
Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Trauma Gigi Sulung (Kajian Pada Ibu di Posyandu Kelurahan Utan Kayu Selatan, Jakarta Timur)
Dyonisia Vania

4
Cedera akibat trauma gigi ini memiliki konsekuensi biologis, emosional dan
psikososial bagi seorang anak. Suatu penelitian menyatakan bahwa perhatian utama
anak-anak yang mengalami trauma gigi anterior adalah persepsi kelompok
sebayanya mengenai penampilan gigi tersebut. Akibatnya berpengaruh terhadap
keadaan emosional, interaksi sosial dan rasa percaya diri anak, sehingga anak
merasa malu untuk tersenyum, tertawa dan menunjukkan gigi. Kualitas hidup anak
juga dapat menurun karena timbulnya rasa sakit atau nyeri akibat trauma, kesulitan
mengunyah, kesulitan untuk makan dan minum yang menyebabkan berat badan
anak turun.17
Penelitian yang dilakukan di beberapa negara menunjukkan adanya perbedaan
prevalensi terkait dengan etiologi trauma gigi. Dilaporkan penyebab utama trauma
pada gigi sulung adalah terjatuh dan terbentur, dengan besar persentase terjatuh
31,7% hingga 64,2% dan terbentur sebesar 20%, diikuti dengan penyebab lainnya
berupa kekerasan fisik sebesar 6,6%, dan kecelakaan lalu lintas 7,8%.16,18 Beberapa
penelitian juga menunjukkan perbedaan angka kejadian berdasarkan jenis kelamin,
yaitu dengan membuktikan trauma gigi sulung pada anak laki-laki secara signifikan
lebih tinggi dibandingkan perempuan, hal ini karena anak laki-laki lebih aktif
dalam melakukan aktivitas fisik.12
Dampak status sosial ekonomi merupakan penyebab lain trauma gigi sulung
yang masih diperdebatkan hingga saat ini. Terdapat dua opini kontroversial, salah
satunya menyatakan bahwa anak-anak dengan latar belakang sosial ekonomi
rendah lebih cenderung mengalami trauma gigi. Sementara pendapat lain
menyatakan sebaliknya, sebab anak dengan latar belakang sosial ekonomi tinggi
memiliki akses untuk melakukan aktivitas di luar ruangan yang kurang aman
seperti wahana permainan ekstrim, yang mana lebih berisiko untuk terjadinya
trauma.19
2. Faktor predisposisi
Kondisi anatomi individu memungkinkan sebagai faktor predisposisi trauma
gigi, seperti :
Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Trauma Gigi Sulung (Kajian Pada Ibu di Posyandu Kelurahan Utan Kayu Selatan, Jakarta Timur)
Dyonisia Vania

5
a. Maloklusi
Anak dengan kondisi maloklusi kelas II divisi 1 atau kelas I tipe 2 (overjet
> 3mm) dua kali lebih berisiko mengalami trauma gigi. Penutupan bibir yang
tidak sempurna dilaporkan sebagai faktor terjadinya trauma pada insisivus
rahang atas. Namun, penutupan bibir yang tidak rapat ini masih diperdebatkan
sebagai faktor predisposisi.12

b. Disabilitas
Kondisi cacat mental dan fisik pada anak memiliki frekuensi fraktur gigi
yang lebih tinggi daripada kelompok yang tidak cacat. Cerebral palsy
merupakan salah satu kondisi dengan angka kejadian trauma gigi yang tinggi.
Hal ini disebabkan terganggunya perkembangan otak serta motorik anak.
Sebagian besar anak dengan cerebral palsy juga menderita epilepsi, reaksi dari
kejang yang tidak terkontrol ini memungkinkan anak mengalami benturan
antara gigi dengan objek yang keras.10,21,22

c. Karies
Beberapa penelitian menyatakan adanya hubungan antara karies dengan
kejadian trauma gigi. Karies gigi adalah penyakit multifaktorial yang terjadi
karena demineralisasi permukaan email gigi oleh bakteri mulut, akibatnya
struktur gigi akan melemah. Demineralisasi terjadi ketika pH saliva mengalami
penurunan hingga ≤ 5,5 sehingga keadaan ini dalam mulut dianggap sebagai
keadaan kritis.23

3. Klasifikasi trauma gigi


Etiologi, anatomi, patologi dan terapi yang dilakukan pada kasus trauma gigi
merupakan dasar yang kuat dalam menentukan suatu klasifikasi.24 Klasifikasi yang
diciptakan akan mempermudah untuk mengenali, membandingkan, dan
memperlajari akibat yang ditimbulkan. Terdapat beberapa klasifikasi yang
Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Trauma Gigi Sulung (Kajian Pada Ibu di Posyandu Kelurahan Utan Kayu Selatan, Jakarta Timur)
Dyonisia Vania

6
diperkenalkan yaitu klasifikasi menurut Ellis dan Davey yang berpokok pada
kerusakan struktur gigi dan klasifikasi World Health Organization (WHO) dalam
Application of International Classification of Disease to Dentistry and Stomatology
yang terdiri dari kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa, kerusakan jaringan
periodontal, kerusakan pada tulang pendukung, serta kerusakan pada gingiva atau
jaringan mukosa mulut.

a. Klasifikasi Ellis dan Davey25 (Gambar 1)


Kelas I : Fraktur mahkota dengan sedikit atau tanpa melibatkan dentin.
Kelas II : Fraktur mahkota yang luas dengan melibatkan dentin, namun
belum mengenai pulpa.
Kelas III : Fraktur mahkota yang luas dengan melibatkan dentin dan pulpa
yang cukup besar.
Kelas IV : Trauma pada gigi yang menyebabkan gigi menjadi non vital
dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota gigi.
Kelas V : Trauma pada gigi yang menyebabkan terlepasnya gigi (ekstrusi
total atau avulsi).
Kelas VI : Fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota
gigi
Kelas VII : Trauma yang menyebabkan perubahan pada posisi atau letak
gigi (intrusi, ekstrusi-partial, labial, lingual, distal atau
mesial) tanpa disertai fraktur akar maupun mahkota.
Kelas VIII : Fraktur pada sebagian besar atau seluruh mahkota
Kelas IX : Kerusakan pada gigi sulung.

Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Trauma Gigi Sulung (Kajian Pada Ibu di Posyandu Kelurahan Utan Kayu Selatan, Jakarta Timur)
Dyonisia Vania

7
Gambar 1. Klasifikasi trauma berdasarkan Ellis & Davey: 1.Fraktur mahkota
dengan sedikit/tanpa melibatkan dentin. 2.Fraktur mahkota melibatkan dentin
namun belum mengenai pulpa. 3.Fraktur mahkota melibatkan dentin dan
sudah mengenai pulpa. 4. Gigi menjadi nonvital dengan/tanpa kehilangan
struktur mahkota. 5.terlepasnya gigi. 6.fraktur akar dengan/tanpa kehilangan
struktur mahkota gigi. 7.perubahan posisi gigi. 8.fraktur sebagian/seluruh
mahkota. 9.kerusakan gigi sulung.24

b. Klasifikasi menurut World Health Organization12,25 (Gambar 2)


1) Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa
a) Infraksi email, yaitu fraktur yang tidak sempurna pada email tanpa
kehilangan substansi gigi
b) Fraktur email (uncomplicated crown fracture), yaitu fraktur yang hanya
mengenai lapisan email.
c) Fraktur email-dentin (uncomplicated crown fracture), yaitu fraktur
dengan hilangannya substansi gigi yang terbatas pada email dan dentin,
namun tidak melibatkan pulpa.

Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Trauma Gigi Sulung (Kajian Pada Ibu di Posyandu Kelurahan Utan Kayu Selatan, Jakarta Timur)
Dyonisia Vania

8
d) Fraktur mahkota kompleks (complicated crown fracture), yaitu fraktur
yang melibatkan email dan dentin dengan pulpa yang terbuka.
e) Fraktur mahkota-akar tidak kompleks, yaitu fraktur email, dentin dan
sementum, namun tidak melibatkan pulpa.
f) Fraktur mahkota-akar kompleks, yaitu fraktur email, dentin, sementum,
dan melibatkan pulpa.
g) Fraktur akar, yaitu fraktur yang melibatkan dentin, sementum, dan
pulpa. Fraktur akar dapat diklasifikasikan lebih lanjut sesuai dengan
perpindahan fragmen koronal, seperti Horizontal, Oblique, dan vertikal.

Gambar 2. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa31

2) Kerusakan jaringan periodontal (Gambar 3)


a) Concussion, yaitu cedera pada struktur pendukung gigi tanpa adanya
perpindahan posisi gigi, tetapi terdapat reaksi ketika diperkusi
b) Subluksasi, yaitu cedera pada struktur pendukung gigi dengan
kegoyangan yang tidak normal, tetapi tanpa adanya perpindahan posisi
gigi.
c) Luksasi ekstrusif, yaitu sebagian gigi keluar dari soketnya.
Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Trauma Gigi Sulung (Kajian Pada Ibu di Posyandu Kelurahan Utan Kayu Selatan, Jakarta Timur)
Dyonisia Vania

9
d) Luksasi lateral, yaitu perpindahan gigi selain dari arah aksial, dengan
disertai kerusakan tau fraktur soket alveolar.
e) Luksasi intrusif, yaitu perpindahan gigi ke dalam tulang alveolar,
dengan disertai kerusakan atau fraktur soket alveolar.
f) Avulsi, yaitu gigi keluar dari soketnya.

Gambar 3. Kerusakan Jaringan Periodontal31

3) Kerusakan pada jaringan tulang pendukung (Gambar 4)


a) Kerusakan soket alveolar, pada kondisi ini dapat ditemukan bersamaan
dengan luksasi intrusif dan lateral.
b) Fraktur dinding soket, merupakan fraktur yang hanya melibatkan
bagian fasial atau dinding soket mulut.
c) Fraktur prosesus alveolar, merupakan fraktur yang dengan atau tanpa
melibatkan soket alveolar.
d) Fraktur rahang, fraktur ini sering melibatkan prosesus alveolaris
(fraktur rahang) dan disertai atau tanpa disertai soket alveolar.

Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Trauma Gigi Sulung (Kajian Pada Ibu di Posyandu Kelurahan Utan Kayu Selatan, Jakarta Timur)
Dyonisia Vania

10
Gambar 4. Kerusakan pada jaringan tulang pendukung: A````.Kerusakan
soket alveolar. B.Fraktur dinding soket. C.Fraktur prosesus alveolar. D. fraktur
rahang yang prosesus alveolaris.32

4) Kerusakan pada gusi dan mukosa mulut


a) Laserasi, merupakan luka dangkal atau dalam di mukosa yang
dihasilkan dari sobekan atau benda tajam
b) Kontusi, merupakan dampak dari benda tumpul dan biasanya
menyebabkan perdarahan pada sub mukosa.
c) Abrasi, luka yang dihasilkan karena gesekan atau goresan dengan
meninggalkan perdarahan di mukosa.
4. Penanganan trauma gigi sulung
Perawatan pasca trauma sebaiknya dilakukan secepat mungkin guna
mengurangi risiko rasa sakit, kerusakan pulpa serta kehilangan gigi. Rencana dan
prosedur perawatan yang benar akan membantu penyembuhan pulpa dan
periodonsium. sedangkan, perawatan yang salah akan mengakibatkan peradangan
dan nekrosis jaringan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penilaian kondisi
keseluruhan terlebih dahulu, demi memastikan apakah terdapat trauma yang serius,
Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Trauma Gigi Sulung (Kajian Pada Ibu di Posyandu Kelurahan Utan Kayu Selatan, Jakarta Timur)
Dyonisia Vania

11
seperti perdarahan atau terganggunya jalan nafas. Penilaian tersebut didapatkan
dari ;24

a. Anamnesis, yaitu upaya yang digunakan untuk mendapatkan informasi terkait


bagaimana trauma terjadi dan besarnya cedera yang ditimbulkan untuk
menentukan prognosis, kapan terjadinya trauma untuk menentukan perawatan
yang akan diberikan, di mana trauma terjadi untuk menentukan apakah
diperlukan profilaksis tetanus, serta perlu mengetahui kesehatan umum dan
riwayat medis pasien.
b. Pengamatan visual, yaitu berupa pengamatan eksta oral dan intra oral untuk
mengetahui apakah terdapat perubahan posisi, gigi yang lepas, fraktur, pulpa
terbuka, jaringan lunak lecet, pembengkakan, dan perdarahan.
c. Pemeriksaan radiologis, yaitu pemeriksaan pendukung untuk mengetahui
terjadinya fraktur akar atau tulang, tahap perkembangan gigi, kerusakan gigi,
dan lainnya.
d. Tes vitalitas, tes ini kurang akurat pada gigi yang baru mengalami trauma,
namun sebaiknya tetap dilakukan untuk menjadi pembanding dengan tes
berikutnya.
e. Tes perkusi, untuk mengetahui kelainan jaringan periodonsium dan jaringan
penyangga lainnya.
Pemeriksaan keseluruhan tubuh anak digunakan untuk melihat kemungkinan
adanya cedera pada bagian tubuh lain. Hal ini karena keadaan darurat pasien lebih
mengancam jiwa dibandingkan keadaan gigi itu sendiri. Perawatan medis harus
didahulukan bila anak mengalami :

a. Cedera kepala dan leher, Pemeriksaan seluruh kepala dan leher serta palpasi
dengan hati-hati perlu dilakukan. Pendarahan dari telinga diketahui sebagai
tanda adanya fraktur kondilus. sedangkan kesulitan melakukan pergerakan
leher dan rasa sakit ketika palpasi merupakan tanda cedera leher. Pada kondisi

Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Trauma Gigi Sulung (Kajian Pada Ibu di Posyandu Kelurahan Utan Kayu Selatan, Jakarta Timur)
Dyonisia Vania

12
ini pasien sebaiknya dirujuk dan melakukan fisioterapi untuk menghindari
kemungkinan masalah nyeri kronis di masa depan.26
b. Hilangnya kesadaran, dengan memantau dan mencatat setiap tanggapan pasien
ketika dilakukan anamnesis, tanda-tanda vital termasuk tingkat rangsangan dan
rasa sakit pada kepala. Selain itu perlu dibuat rujukan untuk pemeriksaan
neurologis.26
c. Permasalahan jalan nafas, pemeriksaan fisik dan observasi yang teliti
membantu dalam mendeteksi dini situasi pasien dan melakukan penanganan
yang tepat. Setelah penanganan saluran napas dan perdarahan dikendalikan,
pasien harus menjalani pemeriksaan CT scan kepala dan leher dengan bahan
kontras i.v., untuk menunjukkan struktur vaskular di sekitar lokasi cedera dan
memberikan informasi rinci tentang jenis dan tingkat trauma.27
Pemilihan perawatan untuk cedera gigi sulung dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:28

a. Waktu tanggalnya gigi sulung, seperti gigi insisivus sentral rahang atas yang
lebih sering terlibat trauma, biasanya bertahan tidak lebih dari enam tahun.
b. Akar gigi sulung memiliki jarak yang dekat dengan gigi pengganti yang akan
tumbuh, keadaan ini menunjukkan bahwa kerusakan pada gigi permanen dapat
ditimbulkan bila gigi sulung terluka. Suatu perawatan dianggap memiliki
kemungkinan rusaknya gigi permanen.
c. Kesulitan menangani anak, Anak-anak terlalu muda untuk memahami apa yang
diperlukan, sehingga kebanyakan dari mereka menentang dan tidak dapat
bekerja sama selama pemeriksaan dan perawatan dilakukan. Situasi ini dapat
diatasi dengan pengelolaan perilaku anak, yang terdiri dari non-farmakologi,
farmakologi, dan hypnosis. Non farmakologi terdiri dari komunikasi,
pengaturan suara, pembentukan perilaku, reinforcement, dan lainnya guna
meningkatkan rasa percaya anak kepada dokter gigi. sedangkan farmakologi
biasanya berupa obat penenang, ini digunakan apabila pendekatan non-
farmakologi tidak bekerja pada anak.
Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Trauma Gigi Sulung (Kajian Pada Ibu di Posyandu Kelurahan Utan Kayu Selatan, Jakarta Timur)
Dyonisia Vania

13
B. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” yang terbentuk setelah seseorang melakukan


penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan yang dimaksud berupa
pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Akan tetapi mata dan telinga
lebih banyak digunakan untuk memperoleh suatu pengetahuan.29 Pengetahuan adalah
beragam gejala yang ditemui dan diterima lewat pengamatan akal manusia, yang
timbul saat seseorang memakai akal budinya dalam mengenali situasi atau benda
tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan. Oleh karena itu, setiap tindakan
berkaitan dengan pengetahuan. Perilaku berhubungan erat dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikap seseorang. Pengetahuan mengenai sesuatu hal terdiri atas aspek
positif dan negatif. Kedua aspek ini nantinya akan menentukan sikap seseorang,

semakin banyak aspek positif yang diketahui, makin tercipta sikap yang positif dan
selanjutnya akan mempengaruhi perilaku.30

Proses pembelajaran terhadap informasi maupun pengalaman menghasilkan sebuah


pengetahuan. Oleh karena itu, pengetahuan tidak hanya berasal dari pendidikan formal
saja, melainkan juga pendidikan non-formal. Sumber informasi bisa didapatkan
melalui media cetak, media elektronik, kepercayaan tradisi maupun agama,
pengalaman, teman, dan lainnya. Kemajuan teknologi membuat informasi apapun
mudah untuk dicari dan diketahui termasuk di bidang kesehatan. Setiap orang
mempunyai hak dan kewajiban untuk menjaga kesehatan diri maupun lingkungannya.
Kesehatan dapat diperoleh apabila seseorang memiliki kesadaran, keinginan, dan
kemampuan untuk hidup sehat.33

Dalam bidang kesehatan gigi dan mulut diketahui, orang tua dengan pendidikan
yang tingi atau memiliki sumber informasi yang banyak cenderung memiliki
pengetahuan yang lebih baik dalam penerapan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
anaknya. Bimbingan dan pemahaman yang diberikan membantu anak lebih menjaga
kebersihan gigi dan mulutnya dengan baik. Akan tetapi masih banyak orang tua yang
Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Trauma Gigi Sulung (Kajian Pada Ibu di Posyandu Kelurahan Utan Kayu Selatan, Jakarta Timur)
Dyonisia Vania

14
mengabaikan perawatan penyakit atau keadaan gigi anak, terutama bila anak tidak
mengeluhkan rasa sakit. Perilaku ini dapat terjadi karena tidak didasari oleh
pengetahuan. Pada kasus trauma gigi sulung, pengetahuan orang tua terutama ibu
mengenai penanganan dan perawatan gigi sangat penting, hal ini karena ibu dianggap
sebagai penolong pertama dan setiap penanganan yang diberikan akan mempengaruhi
prognosis gigi.34 Penanganan yang tepat tentunya dapat meningkatkan prognosis gigi
serta mengurangi risiko serius pada gigi sulung maupun gigi permanen anak.

C. Penelitian Tentang Pengetahuan Trauma Gigi Sulung

Trauma gigi pada anak-anak adalah masalah kesehatan mulut yang diperhatikan di
seluruh dunia. Cidera gigi merupakan keadaan darurat yang perawatannya memerlukan
beberapa kunjungan lanjutan dan dapat menyebabkan konsekuensi jangka panjang
pada perkembangan gigi. Hasil dari perawatan tersebut bergantung pada penanganan
yang cepat dan benar. Akan tetapi, penanganan awal sering bergantung pada
pengetahuan orang awam seperti orang tua, pelatih atau guru yang berada di lokasi
kecelakaan. Oleh karena itu, banyak penelitian tentang trauma gigi pada anak mengacu
pada pengetahuan orang tua maupun guru.

Hampir seluruh penelitian mengenai pengetahuan dan manajemen trauma gigi anak
berupa studi cross-sectional ataupun retrospektif yang bertujuan untuk mengetahui
tingkat prevalensi pada suatu populasi. Penelitian yang telah dilakukan beberapa
negara menunjukkan bahwa pengetahuan awam mengenai manajemen trauma gigi
kurang baik. Dibuktikan dari penelitian di Mosul,Irak menunjukkan lebih dari dua per
tiga ibu (71%) tidak memiliki cukup pengetahuan dalam pencegahan dan penanganan
trauma gigi.35 Hasil yang sama juga terdapat dalam penelitian di Ajman,Uni Emirat
Arab yang menunjukkan 61,8% ibu memiliki pengetahuan yang buruk dalam
penanganan cidera gigi.36

Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Trauma Gigi Sulung (Kajian Pada Ibu di Posyandu Kelurahan Utan Kayu Selatan, Jakarta Timur)
Dyonisia Vania

15

Anda mungkin juga menyukai