Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ANTROPOLOGI KESEHATAN TENTANG TRADISI BUDAYA DI


INDONESIA

Dosen Pembimbing : Bapak Ns Nanda Bachtiar,S.Kep.,M.Kep

Disusun oleh
Dina Maryati (23130019)
Fayez Adimasyqi (231300
Hilda Maulida al Aulia (231300
Nabila Putri Oktavia (231300
1B
D3 KEPERAWATAN
POLITEKNIK HARAPAN BERSAMA
Jl. Mataram No.9. Kel Pesurungan Lor, Margadana, Kota Tegal, Jawa Tengah
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpakan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kita dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “antopologi Kesehatan
Tentang Tradisi Budaya di Indonesia”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Antopologi dalam keperawatan yang diampu oleh Bapak Ns.
Nanda Bachtiar,S.Kep.,M.Kep
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kami membutuhkan kritik dan saran untuk membantu kesempurnaan
makalah ini. Semoga makala ini memberikan informasi dan bermanfaat untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Tegal, 13 Desember 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah1

1.3 Tujuan 1

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Tradisi Mesangih di Bali 2

2.2 Tradisi Food Taboo pada Ibu Hamil 2

2.3 Tradisi 4

2.4 Tradisi Oyog Ibu Hamil 6

BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan 10

3.2 Kritik 10

3.3 Saran 10

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Antropologi kesehatan adalah cabang ilmu antropologi yang mempelajari


interaksi antara budaya dan kesehatan manusia. Ini melibatkan pemahaman tentang
bagaimana faktor budaya, seperti kepercayaan, nilai-nilai, norma, dan praktik,
mempengaruhi persepsi, pengalaman, dan praktik kesehatan dalam suatu kelompok
masyarakat.
Dalam konteks kebudayaan tradisi, antropologi kesehatan mempelajari
bagaimana tradisi budaya mempengaruhi kesehatan dan penyakit. Tradisi budaya
dapat mencakup praktik kesehatan tradisional, pengobatan alternatif, upacara
penyembuhan, dan keyakinan spiritual yang berhubungan dengan kesehatan.
Antropolog kesehatan mempelajari bagaimana tradisi ini diwariskan dari generasi ke
generasi, bagaimana mereka mempengaruhi pengambilan keputusan terkait
kesehatan, dan bagaimana mereka berinteraksi dengan sistem kesehatan modern.
Antropologi kesehatan juga mempelajari bagaimana faktor budaya seperti
sosial, ekonomi, politik, dan lingkungan mempengaruhi kesehatan dan penyakit
dalam suatu kelompok masyarakat. Misalnya, faktor-faktor ini dapat mempengaruhi
aksesibilitas layanan kesehatan, pola makan, aktivitas fisik, dan paparan terhadap
risiko penyakit tertentu.
Studi antropologi kesehatan dalam kebudayaan tradisi dapat memberikan
wawasan yang berharga tentang bagaimana tradisi budaya mempengaruhi kesehatan
dan penyakit dalam suatu kelompok masyarakat. Penelitian ini dapat membantu
dalam pengembangan intervensi kesehatan yang lebih efektif dan berkelanjutan
dengan mempertimbangkan konteks budaya dan nilai-nilai lokal.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Seperti apa tradisi mesangih di Bali?
2. Seperti apa tradisi Food Taboo pada ibu hamil?
3. Seperti apa tradisi
4. Seperti apa tradisi Oyog Ibu hamil?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tradisi Mesangih Bali
2. Untuk mengetahui tradisi food taboo pada ibu hamil
3. Untuk mengetahui tradisi
4. Untuk mengetahui tradisi oyog ibu hamil

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Adat Mesangih (Potong Gigi) di Bali


A. Asal
Tradisi Mesangih (Potong Gigi) di Bali tepatnya di Desa Rama Yana Kecamatan
Seputih Raman, Kabupaten Lampung Tengah.Tradisi Mesangih (Potong Gigi) yaitu
suatu tradisi masyarakat Hindu Bali yang sudah ada sejak dahulu kala yang mana
upacara ini diperuntukan bagi anak-anak yang mulai beranjak dewasa perempuan
maupun laki-laki.
B. Pengertian
Tradisi upcara potong gigi merupakan upacara untuk mengendalikan enam musuh
dalam diri manusia (sad ripu) dengan cara memotong atau memangkas enam gigi
bagian atas yaitu 4 gigi seri dan 2 gigi taring diharapkan dapat menyimboliskan telah
sucinya manuisia. Sad Ripu dari kata “sad” yaitu enam dan “ripu” berarti musuh maka
dari itu pengertian dari Sad Ripu merupakan enam musuh yang ada di dalam diri
manusia dan perlu dikendalikan atau dikontrol dalam kehidupan sehari-hari. Sad Ripu
terdiri dari Kama (hawa nafsu), Lobha (ketamakan), Krodha (kemarahan), Mada
(kemabukan), Moha (kebingungan), Matsarya (iri hati).
Prosesi ini cukup berlangsung sekitar 10-15 menit yang dilakukan oleh ahlinya
yang disebut Sangging. Para Sangging ini biasanya kaum Brahmana (warna) yang
memiliki keterampilan untuk melakukan hal tersebut. adat istiadat dan kebudayaan ini
masih terus dilakukan karena dipercayai oleh masyarakat Bali saat meninggal dunia
akan bertemu dengan leluhurnya di surga. Jadi, Prosesi potong gigi merupakan
simbolisasi saja. Gigi kita bukan dipotong tapi diratakan.

3
C. Syarat dan Tata Cara
Persyaratan atau tata cara yang harus dilakukan yaitu diawali dengan persiapan
yang meliputi dicarikannya hari baik dengan seksama ditentukan sehingga segala
sesuatunya dapat dan bisa berjalan sebagaimana harapan adapun selain dicarikannya
hari baik dalam fase ini juga mempersiapkan tempat serta alat-alat yang akan
digunakan, selanjutnya pelaksanaan, dan diakhiri dengan mejaya-jaya sebagai
penutup. Mejaya-jaya adalah prosesi yang dilakukan dengan tujuan untuk mengusir
roh-roh jahat dan membawa keberkahan serta keselamatan bagi keluarga dan
lingkungan sekitar. Prosesi ini biasanya melibatkan doa-doa dan sesajen. Alat Sarana
Upacara Potong Gigi antara lain Pahat, Semet atau palu, Kikir atau alat pengasah,
Sanghan atau batu asah.
D. Makna Tradisi
Makna prosesi yang terdapat di dalam Tradisi Mesangih (Potong
Gigi) .Makna Religi (Kepercayaan) yang memiliki makna yaitu tidak lain
membimbing umat manusia lebih meningkatkan Sradha dan Bhaktinya kepada sang
pencipta atau Sang Hyang Widhi, para dewata dan leluhur dengan melaksanakan
Mesangih (Potong Gigi) masyarakat Bali percaya bahwa telah mensucikan diri
terhadap Sad Ripu dan kelak jika meninggal roh akan bertemu leluhur disorgaloka.
Serta memiliki Makna Moral (Perilaku) yaitu perubahan sikap atau perilaku yang
tanggung jawab ketika sebelum di Mesangih (Potong Gigi) dan sesudah di Mesangih
(Potong Gigi) menjadi lebih berani untuk mengambil sikap (tanggung jawab) dan
diperkuat lagi dengan keindahan pola pikir menanamkan pendidikan budi pekerti,
menanamkan nilai-nilai moralitas dan agama

4
E. Fungsi Tradisi
Fungsi dari tradisi upacara adat pada lingkungan masyarakat, yaitu:(1) Bentuk
pengungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa; (2) Bentuk pengungkapan
rasa bahagia terhadap hasil yang telah dicapai; (3) Bentuk pengekspresian rasa
bahagia dengan menerima kunjungan dari beberapa tamu atau orang yang terhormat;
(4) Bentuk syukur atas rasa kebersamaan yang didapatkan dari semua warga
masyarakat sekitar; dan (5) Bentuk apresiasi sebagai sebuah permohonan atas berkat
Tuhan Yang Maha Esa.
F. Hubungan dengan Ilmu Kesehatan
Pada dunia kedokteran gigi memiliki tindakan yang serupa dengan mesangih
yaitu tindakan oklusal adjustment dengan teknik selektif grinding. Prosedur Selektif
grinding ini yaitu dilakukan pengasahan uintuk menghilangkan kontak gigi yang
mengganggu dan yang menimbulkan ketidakharmonisan pada rongga mulut seperti
adanya ganjalan saat terjadinya oklusi sentries.
Pemahaman yang dibutuhkan merupakan pemahaman terkait anatomi dan
struktur gigi sehingga masyarakat tidak khawatir terhadap kesehatannya. Beberapa
dampak potong gigi pada Kesehatan Gigi adalah:
a. Kerusakan Enamel Gigi. proses mengikir harus memperkirakan ketebalan enamel
gigi. Apabila melakukan kikir terlalu banyak, akan mengakibatkan kerusakan
pada enamel gigi. Akibatnya gigi akan ngilu, lubang gigi bahkan bisa membuat
kematian pada gigi tersebut. Seperti diterangkan bahwa gigi seri memiliki
ketebalan enamel 2 ml, maka dari itu dianjurkan jika mengasah gigi tidak lebih
dari 2 ml. Selain dikarenakan terkikisnya lapisan enamel dan dentin terbuka, gigi
juga akan terlihat berwarna menjadi lebih kuning dikarenakan warna dentin yang
kekuning kuningan dan hal ini akan berpengaruh terhadap penampilan seseorang.

5
b. Kerusakan Gusi, dikareinakan ketika melakukan pengikiran terjadi pergesekan gigi
dengan benda keras (kikir). Jika gigi tidak disokong oleh jaringan penyangga yang
sehat dan kuat maka gigi dapat menjadi goyang. Sehingga ketika melakukan
pemotongan gigi tidak disarankan untuk melakukan gerakan yang terlalu menekan
dan buatlah gerakan dengan satu arah agar terhindar dari gerakan yang merusak
jaringan penyangga gigi.
c. Fungsi Gigi Berkurang. Apabila gigi dikikir terlalu banyak maka fungsi untuk
memotong makanan bisa berkurang dikarenakan sudah lebih tidak tajam lagi.
2.2 Adat
2.3 Adat
2.4 Adat Oyog untuk Ibu Hamil
1. Definisi Oyog
Dalam Bahasa Jawa, dikenal kata ‘oyog’ atau ‘oyag’ yang Berarti goyangan atau
bergerak-gerak. Bagi masyarakat Desa Dukuh Widara, istilah ‘oyog’ mengacu pada
pijat yang dilakukan Oleh dukun bayi pada ibu hamil. Oyog, karena merupakan
bentuktindakan, sering dilekati kata hubung ‘di’ sehingga menjadi ‘dioyog’, dan
masyarakat Desa Dukuh Widara sering melafalkannya Dari definisi di atas, bisa
ditarik kesimpulan bahwa oyogAdalah pijatan pada perut ibu hamil yang umumnya
dilakukan Oleh dukun bayi dengan tujuan untuk mbenerke (membenarkan) Posisi
janin.
2. Jenis-jenisOyog dan berdasarkan Fungsinya
a. Oyog Karena Ada Keluhan

“Kalau bayi nggak enak, dioyogdibetulin, jadi rasanya Enak. Jadi misalnya nggak
enak kan enak, gitu.” (Piah, Ibu Hamil). Beberapa informan yang diwawancarai,
mengatakan Bahwa mereka akan melakukan oyog ketika merasa ada keluhanDengan
kehamilannya. Oyog bisa dilakukan berkali-kali,Tergantung seringnya keluhan yang
dirasakan ibu hamil. Keluhan Yang dirasakan biasanya adalah perasaan mbateg,
tegang, Cengkrang-cengkring, nyelap, atau nyengkal pada bagian perut Bawah.
Semakin banyak keluhan yang dirasakan, semakin sering Oyog dilakukan, baik itu
pada usia kehamilan muda (3-6 bulan) Maupun kehamilan tua (7-9 bulan).
b. Oyog untuk ‘menyiapkan jalan’ Bayi
Oyog jenis ini biasanya dilakukan ketika kehamilan sudah Dianggap tua, yakni
setidaknya memasuki usia tujuh bulan. Pada Usia ini, bayi sudah dianggap siap
dilahirkan. Sehingga jika sewaktu-waktu bayi lahir, sudah ‘disiapkan jalannya’.
Oyogdilakukan karena menurut kepercayaan masyarakat dimaksudkan untuk
‘menyiapkan jalan’ kepada si jabang bayi, sehingga bayi akan mudah dalam
‘nggoletdalan’ atau mencari jalan. Meski begitu, oyog seperti ini tidak dimaksudkan
untuk merangsang kelahiran. Meski pada kehamilan bulan ke-9, biasanya seseorang
melakukan oyog dengan harapan proses melahirkan bisa lancar dan cepat.
c. Oyog untuk mempercepat proses kelahiran
Oyog dengan tujuan untuk merangsang kelahiran dilakukan ketika memang sudah
terjadi kontraksi atau pembukaan. Jika seorang ibu yang hendak melahirkan sudah
mengalami sakit perut, dukun bayi akan membantu melakukan pijatan dengan
harapan proses melahirkan bisa lebih cepat. Tetangga BiIrah, Yan, sedang hamil tua.
Menurut perkiraan, memang sudah waktunya ia melahirkan. Karena belum juga
melahirkan, ia kemudian meminta BiIrah untuk melakukan oyog. Selang beberapa
waktu, Yan sudah merasakan adanya tanda-tanda hendak melahirkan. Ia kembali
hendak memanggil BiIrah untuk melakukan oyog, tapi sebelum oyog dilakukan, ia
sudah melahirkan.

3. Manfaat Oyog
Tentu saja, oyog bukan hanya tradisi belaka. Kenapa oyog masih dilakukan,
karena masyarakat merasa mendapatkan manfaatnya. Karena bagaimanapun, suatu
kebiasaan tak akan bertahan jika memang tidak ada manfaat yang bisa
diambildarinya. Hal ini juga berlaku pada oyog. Meskipun padaumumnya pasien
melakukan oyog karena anjuran dari orang tua,namun mereka juga mendapatkan
manfaatnya secara nyata.Mereka mengaku mendapatkan perasaan nyaman dan
legasetelah melakukan oyog. Seperti yang diungkapkan Nir yangmengaku mengalami
banyak keluhan di awal kehamilannya dan karenanya beberapa kali melakukan oyog.
Menurutnya, setelah melakukan oyog, ia merasa keluhannya hilang.
4. Proses oyog

Sebelum melakukan oyog, dukun bayi biasanya akanmeminta keluarga ibu hamil
untuk menyiapkan minyak ataulotion guna mempermudah proses pemijatan. Minyak
yang biasadigunakan adalah minyak goreng, babyoil, hingga minyak zaitun,dan
handbodylotion, tergantung dari apa yang dimiliki si pasien. Setelah pasien siap,
dukun bayi akan duduk atau berdiri disamping pasien, melumuri jemarinya dengan
minyak atau lotion, membaca doa dan mulai memijat. Tidak ada doa khusus untuk
melakukan oyog. Doa yang diucapkan biasanya tergantung dari masing-masing
dukun bayi. Mak Isah misalnya, mengatakan bahwa doa yang dia ucapkan hanya
membaca Surat Al-Fatihah dan shalawat. Sementara BiIrah mengatakan bahwa ia
hanya mengucapkan basmallah.120Selain basmallah juga dibacakan ayat kursi,
dengan tujuan untuk mengusir makhluk halus. (Ma Saeni).Hal yang sama juga
diugkapkan dukun bayi yang lain, Mak Iyah. Lalu disertai dengan obrolan kepada si
jabang bayi, bahwa sang bayi tidak akan diapa-apakan hanya dipegang-pegang
saja.Selama berlangsungnya oyog, biasanya akan melibatkankomunikasi hangat
antara ibu hamil dan dukun bayi. Dukun Bayiumumnya adalah tetangga atau
setidaknya orang yang cukup dikenal, mereka seperti ‘teman ibu kita’ atau ‘seorang
bibi’ sehingga biasanya ibu hamil tidak akan merasa sungkan. Dukun bayi akan
menanyakan keluhan-keluhan ibu hamil dan tanpa segan ibu hamil akan berkonsultasi
pada dukun bayi tentang kehamilannya. Dukun bayi umumnya akan memberi
komentar dan saran positif, apa yang sebaiknya dilakukan dan tidak dilakukan. Hal
ini cukup menenangkan ibu hamil, karena yakin dengan ucapan dukun bayi yang
pengalamannya sudahsangat banyak. Sisi, misalnya. Ketika kehamilannya memasuki
usia 6 bulan, ia memeriksakan diri ke bidan. Bidan mengatakan bahwa posisi bayinya
melintang tanpa penjelasan lebih lanjut. Sisi yang baru pertamakali hamil merasa
syok dan cemas. Ia memutuskan untuk berkonsultasi dengan dukun bayi
sambilmelakukanoyog. Ia merasa lega ketika dukun bayi mengatakan bahwa ia tak
perlu cemas, karena posisi bayi pada usia kehamilan seperti itu masih berubah-ubah.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Antropologi kesehatan merupakan bagian dari ilmu antropologi yang sangat penting
sekali, karena di dalam antropologi kesehatan diterangkan dengan jelas kaitan antara
manusia, budaya, dan kesehatan sehingga kita dapat mengetahui kaitan antara budaya
suatu masyarakat dengan kesehatan masyarakat itu sendiri. Masalah kesehatan
merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante dari berbagai masalah
lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia, social budaya,
perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya. Antropologi kesehatan
memiliki beberapa kegunaan, salah satunya yaitu memberikan suatu cara untuk
memandang masyarakat secara keseluruhan termasuk individunya. Hubungan antara
antropologi dengan gizi itu sangat erat sekali, karena banyak sekali orang yang
kekurangan gizi yang bukan diakibatkan oleh masalah ekonomi, akan tetapi
diakibatkan oleh kepercayaan atau kebudayaan mereka yang melarang memakan
makanan yang sebenarnya mengandung banyak gizi. Hal ini menimbulkan sesuatu
yang sangat mengecewakan. Di satu sisi terdapat masyarakat yang kekurangan gizi
karena mereka tidak bisa mendapatkannya karena masalah ekonomi, di sisi lain
terdapat masyarakat yang kekurangan gizi akibat kebudayaan mereka tidak
mengizinkan atau melarang mereka memakan makanan tersebut yang seharusnya
dipergunakan dengan sebaik-baiknya karena makanan tersebut sangat bermanfaat
bagi mereka.
3.2 Kritik
Dari materi diatas kami mengakui bahwa pembahasan dari setiap materi
kurang menyeluru dan masih banyak kesalahan dari segi penulisan dan bahasa.
Makadari itu kami memerlukan saran yang berbentuk membangun untuk makalh ini
agar lebih baik lagi.
3.3 Saran
Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah
di atas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya
penulis akan segera melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan menggunakan
pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Tradisi mesangih (potong gigi) di bali


Anina, N. M. C. (2021). MAKNA TRADISI MESANGIH (POTONG GIGI)
DALAM KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT BALI DI DESA RAMA
YANA KECAMATAN SEPUTIH RAMAN KABUPATEN LAMPUNG
TENGAH.
Wiranti, N. N., Evitasari, I. A. G. S., Kumala, A. S. W., & Herdiyanto, Y. K.
RITUAL AND CULTURE AS A MEDIA TO FIND BALINESE
ADOLESCENTS SELF-IDENTITY: INDIGENOUS PSYCHOLOGY
APPROACH.
Tradisi Food Taboo Ibu Hamil
Tradisi
Tradisi Oyog Ibu Hamil
Suharmiati, S., Suratmi, S., & Pebryatie, E. (2018). Peningkatan empati bidan melalui
pemeriksaan Leopold dengan komunikasi interpersonal (Modifikasi Oyog) di
Puskesmas Kalibuntu Kabupaten Cirebon. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 9(1),
37-47.

Anda mungkin juga menyukai