Anda di halaman 1dari 15

ROGRESIVISME

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Progresivisme sebagai salah satu teori pendidikan, muncul sebagai bentuk reaksi terhadap
pola pendidikan tradisional yang menekankan metode-metode formal pengajaran, belajar mental
(kejiwaan), dan susastra klasik peradaban Barat.[1] Aliran ini mendukung pemikiran baru yang
dipandang lebih baik bagi kemajuan yang akan datang.
Progresivisme, yang merupakan sebuah aliran filsafat pendidikan ini lahir dari dunia
barat. Karena kelahiran progresiviseme yang dari dunia barat inilah menyebabkan progresivisme
memiliki corak epistimologi khas barat. Walaupun demikian, bukan berarti progresivisme tidak
dapat diterapkan di dunia timur.
Aliran progresivisme mendorong perubahan-perubahan yang ada dalam dunia
pendidikan. Aliran ini mampu mempengaruhi pandangan intelektual tokoh-tokoh dunia dan
sekaligus memicu perkembangan teori-teori pendidikan Yaitu dunia pendidikan yang
memerlukan kemodernan di dalamnya. Dunia pendidikan yang dapat menjawab laju
pertumbuhan teknologi yang semakin hari semakin cepat.
Pertumbuhan dan kemajuan teknologi yang begitu pesat, menuntut pendidikan harus
lebih cepat untuk maju dan survive. Sehingga pendidikan adalah jawaban dari banyak hal yang
merintangi dalam roda perjalanan kehidupan.
Sehubungan dengan itu, bagaimana aliran progresivisme ini memandang esensi dari
pendidikan itu sendiri sebagai bagian pokok dari kelahiran kemajuan guna survive dalam setiap
nafas kehidupan yang senantiasa mengalami kemajuan dan perkembangan yang begitu cepat?
Lalu bagaimana implikasi dari konsep aliran progresvisme ini terhadap pendidikan serta
bagaimana pula kurikulum yang terpengaruh dengan prinsip-prinsip aliran progresivisme? Hal
inilah yang menjadikan progresivisme menjadi lebih menarik dalam setiap pokok
pembahasannya.
Selangkah lebih maju dari aliran sebelumnya, progresivisme memberikan jawaban atas
beberapa masalah yang ada dalam pendidikan sebagai arah pokok kemajuan itu sendiri.
Progresivisme mencoba menjawab kemajuan jaman dengan pendidikan yang berpusat pada
kemajuan itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, secara sederhana dapat dirumuskan inti permasalahan
yang menjadi pokok bahasan makalah ini, yaitu:
1. Bagaimana latar belakang munculnya aliran filsafat progresivisme?
2. Apa esensi pendidikan menurut aliran filsafat progresivisme?
3. Bagaimana implikasi aliran filsafat progresivisme terhadap pendidikan?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Munculnya Progresivisme


Progresivisme bukan merupakan suatu bangunan filsafat atau aliran filsaat yang berdiri
sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan atau perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918.
[2]
Progresivisme dalam pendidikan adalah bagian dari gerakan reformasi umum ssosial-
politik yang menandai kehidupan Amerika di akhir abad XIX dan awal abad XX, disaat Amerika
berusaha menyesuaikan diri dengan urbanisasi dan industrialisasi masif.[3]
Progresivisme sebagai sebuah teori pendidikan muncul sebagai bentuk reaksi terbatas
terhadap pendidikan tradisional yang menekankan metode-metode formal pengajaran, belajar
mental (kejiwaan), dan kesusastraan klasik peradaban Barat. Pengaruh intelektual utama yang
melandasi pendidikan progresif adalah John Dewey, Sigmund Freud, dan Jean Jacques
Rousseau.
Dewey menjadikan sumbangan pemikirannya sebagai seorang filsuf aliran pragmatik
yang menuliskan banyak hal tentang landasan-landasan filosofis pendidikan dan berupaya
menguji keabsahan gagasan-gagasannya dalam laboratorium sekolahnya di Universitas Chicago.
Dengan demikian pragmatime kiranya dapat dilihat sebagai pengaruh utama dalam teori
pendidikan progresif.
Pengaruh kedua adalah teori psikoanalisis Freud. Teori Freudian menyokong banyak
kalangan progresif dalam mencuatkan suatu kebebasan yang lebih bagi ekspresi diri diantara
anak-anak dan suatu lingkungan pembelajaran yang lebih terbuka dimana anak-anak dapat
melepaskan energi dorongan-dorongan instingtif mereka dalam cara-cara kreatif.
Pengaruh ketiga adalah karya Emile (1762) Rousseau. Karya ini secara khusus menarik
hati kalangan progresif yang menentang terhadap adanya campur tangan orang-orang dewasa
dalam menetapkan tujuan-tujuan pembelajaran atau kurikulum subjek didik.
Perlu dicatat bahwa penekanan child centered (berpusat pada subjek didik) kiranya lebih
sesuai dengan pemikiran Rousseau dan Freud daripada dengan pemikiran Dewey, sekalipun
Dewylah yang secara umum menerima cercaan lantaran berbagai kritik pada pendidikan
progresif. Pengaruh-pengaruh intelektual yang mendasar itu kemudian dikembangkan ke dalam
teori pendidikan progresif dan dipraktekan di sekolah secara aktif.
Teori progresif dalam keutuhannnya tidak prnah menjadi praktik utama dalam lingkup
luas sistem-sistem sekolah, apa yang diadopsi adalah serpihan-serpihan progresivisme yang
dicampur dengan metode-metode lain dalam corak elektik.
Kalangan progresif, tidak dilihat sebagai sebuah kelompok yang terpadu dan seragam
menyangkut semua persoalan teoritis. Walaupun dalam kenyataannya para kalangan
progresivisme sama-sama menentang terhadap praktik-praktik sekolah tertentu (yang masih
menggunakan corak pemikiran tradisional dalam pelaksanaannya). Allan Ornstein menuliskan
bahwa mereka (kalangan progresivisme) secara umum mencerca hal-hal berikut:
1. Guru yang otoriter
2. Terlalu bertumpu pada text books atau metode pengajaran yang berorientasi buku
3. Belajar pasif dengan penghafalan informasi dan data faktual
4. Pendekatan empat dinding bagi pendidikan yang berusaha mengisolasikan pendidikan dari
realitas sosial, dan
5. Pengunaan hukum menakutkan atau fisik sebagai suatu bentuk pendisiplinan.
Kekuatan organisasional utama progresivisme dalam pendidikan adalah Asosiasi
Pendidikan Progresif (1919-1955 M). Pendidikan progresif harus dillihat, baik sebagai gerakan
terorganisir maupun sebagai teori. Jika seseorang berupaya memahami sejarah dan pengaruhnya.
Dalam kedua sisi itu, pendidikan progresif mencuatkan isi prinsip-prinsip pokok. Beberapa ide
gagasan progresif telah diperbarui dalam humanisme pendidikan akhir dekade 1960-an dan awal
1970-an.[4]
Progressivisme sebagai ajaran filsafat mempunyai watak yang dapat digolongkan sebagai
berikut:[5]
1. Negative and diagnostic yang berarti: bersikap anti terhadap otoritarianisme dalam absolutisme
dalam segala bentuk baik yang kuno maupun yang modern, yang meliputi semua bidang
kehidupan manusia : agama, moral, social, politik dan ilmu pengetahuan, dan ciri kedua
2. Positive and remedial, yakni suatu pernyataan dan kepercayaan atas kemampun manusia sebagai
subyek yang memiliki potensi-potensi alamiah, terutama kekuatan-kekuatan self-regenerative
untuk menghadapi dan mengatasi sebuah problem hidupnya.
Latar belakang ide-ide filsafat Yunani, baik Heraklitos maupun Socrates, bahkan juga
Protagoras amat mempengaruhi aliran ini.
Ide Socrates yang menyatukan nilai ilmu pengetahuan dengan prinsip-prinsip moral,
dianggap berpengaruh atas progressivisme. Karena ilmu kebaikan manusia tercapai, menjadikan
ilmu mempunyai nilai ethis, nilai bina kepribadian. Dan kepribadian ideal ialah yang berilmu
dalam arti demikian, sebab ilmu dan kebaikan pribadi adalah identik.
Filosof Prancis Bacon telah menanamkan asas metode experiment yang kemudian
menjadi metode utama dalam filsafat pendidikan progressivisme. John Locke, tidak saja teorinya
tentang empirisme yang menekankan factor luar yang amat dominan dalam pembinaan
kepribadian. Tapi juga teorinya tentang asas kemerdekaan, lebih-lebih yang dilaksanakan sebagai
kemerdekaan politik yang menghormati hak asasi manusia sebagai pribadi. Demikian pula
Rousseau yang meyakini kebaikan kodrat manusia, yang menghormati perkembangan alamiah
anak.
Akhirnya tokoh-tokoh pelopor bangsa Amerika seperti Benjamin Franklin, Thomas
Paine, Thomas Jefferson telah mempengaruhi progressivisme dalam sikapnya yang menentang
dogmatism, dan sikap positif yang menjunjung hak asasi individu dan nilai-nilai demokrasi.
Di samping pengaruh-pengaruh tokoh filsafat diatas, ada pula pengaruh kebudayaan yang
secara khusus ditulis oleh Brameld sebagai tiga factor kebudayaan yang berpengaruh atas
perkembangan progresivisme.
1. Revolusi Industri
Revolusi industry adalah istilah yang dipakai untuk suatu era dari ekonomi modern yang
merubah keadaan social politik manusia. Era ini ditandai dengan kemerosotan feodalisme dan
timbulnya serta matangnya kapitalisme.
2. Modern Science
Sumbangan utama ilmu pengetahuan modern yang amat bermanfaat bagi filsafat progressivisme
ialah dalam kekuatan metode-metode baru dalam membina kemampuan adaptasi manusia
terhadap lingkungan. Yakni cara-cara yang timbul dan berkembang didalam kondisi-kondisi
lingkungan hidup itu sendiri seperti pengujian terhadap suatu teori, analisa dan proses kejelasan
sesuatu, dan control atas induksi makin utama dibandingkan dengan metode deduksi.
3. Perkembangan Demokrasi
Seperti juga perkembangan industry dan science, maka perkembangan masyarakat demokrasi
amat berpengaruh atas kebudayaan modern umumnya, khususnya kepada progressivisme.
Malahan ketiga bidang itu, industry, science dan demokrasi langsung ataupun tak langsung
mempunyai pengaruh satu sama lain.

B. Esensi Pendidikan
Pengertian dasar yang menjadi ciri dari aliran ini adalah progres yang berarti maju.
Progresivisme lebih mengutamakan perhatiannya ke masa depan daripada ke masa lalu.
Progresivisme memandang bahwa kemajuan yang telah dicapai oeh manusia dewasa ini
karena kemampuan manusia dalam mengembangkan berbagai ilmu. Ini meliputi ilmu-ilmu
sosial, budaya, maupun ilmu pengetahuan alam.
Contoh untuk menjelaskan pandangan progresivisme tersebut dapat diambil dari
antropologi dan psikologi. Dari antropologi dapat dipelajari bahwa manusia membentuk
masyarakat, mengembangkan kebudayaan, dan telah berhasil untuk terus membina kehidupan
dan peradaban. Kehidupan dan dan peradaban yang dibina oleh manusia itu selalu diupayakan
untuk mendapat kemajuan.
Dari psikologi dapat dipelajari bahwa manusi mempunyai akal budi. Dengan kemampuan
pikirannya dan pengembangan imajinasinya ternyata manusia mampu kreatif untuk meringankan
hidupnya dengan ciptaannya. Semuanya itu digunakan untuk meraih kemajuan dalam
kehidupannya.
Dalam perkembangannya sampai dewasa ini, progresivisme mempunyai dua corak, yaitu
yang disebut seleksi natural (natural srlection) dan eksperimentalisme (experimentalism). Corak
seleksi natural diadaptasikan dari darwinisme sosial, sedangkan eksperimentalisme bersumber
pada teori pendidikan John dewey.[6]
Aliran ini sangat berpengaruh dalam pembahasan pendidikan yang di dorong oleh aliran
naturaisme dan eksperimentalisme, instrumentalisme, evironmentalisme, dan pragmatisme
sehingga penyebutaan nama progresivisme sering disebut salah satu dari nama-nama aliran tadi.
Progresivisme dalam pandangannya selalu berhubungan dengan pengertian “the liberal road to
culture” yakni liberal dimaksudkan sebagai fleksibel (lentur dan tidak kaku), toleran dan
bersikap terbuka, serta ingin mengetahui dan menyelidiki demi pengembangan pengalaman.[7]

Ciri-ciri utama aliran progresifisme antara lain:[8]


1. Manusia sebagai subjek yang memiliki kemampuan menghadapi dunia dan lingkungan
hidupnya.
2. Manusia mempunyai kemampuan untuk mengatasi dan memecahkan masalah-masalah yang
akan mengancam manusia itu sendiri.
3. Pendidikan dianggap mampu untuk mengubah dan menyelamatkan manusia demi masa depan.
Menurut progresivisme proses pendidikan mempunyai dua segi, yaitu psikologis dan
sosiologis. Dari segi sosiologis, pendidik harus dapat mengetahui tenaga-tenaga atau daya-daya
yang ada pada anak didik yang akan dikembangkan. Psikologisnya seperti yang ada di Amerika,
yaitu psikologi dari aliran Behaviorisme dan Pragmatisme. Dari segi sosiologis, pendidik harus
mengetahui ke mana tenaga-tenaga itu harus dibimbing.[9]
Tujuan umum pendidikan adalah warga masyarakat yang demokratis. Isi pendidikannnya
lebih mengutamakan bidang-bidang studi seperti IPA, Sejarah, Keterampilan, serta hal-hal yang
berguna atau langsung dirasakan oleh masyarakat.
Metode scientific lebih dipentingkan daripada memorisasi. Praktek kerja di laboratorium,
di bengkel, di kebun/lapangan, merupakan kegiatan yang dianjurkan dalam rangka terlaksananya
“learning by doing” (belajar sambil bekerja, terintegrasi dalam satu unit).
Sikap progresivisme yang memandang segala sesuatu berdasarkan fleksibilitas, dinamika
dan sifat-sifat lain yang sejenis, tercermin dalam pandangannya mengenai kurikulum sebagai
pengalaman yang edukatif, bersikap eksperimental dan adanya rencana dan susunan yang teratur.
Kurikilum haruslah terbuka kemungkinan adanya peninjauan dan penyempurnaan. Fleksibilitas
ini dapat membuka kemungkinan bagi pendidikan untuk memperhatikan tiap anak didik dengan
sifat-sifat dan kebudayaan masing-nasing. Selain ini semuanya diharapkan dapat sesuai dengan
keadaan dan kebutuhan setempat.
Oleh karena sifat kurikulum yang tidak baku dan dapat di revisi ini, maka jenis yang
memadai adalah kurikulum yang “berpusat pada penggalaman”. Selain itu, menurut
pogresivisme, yang dapat dipandang maju adalah tipe yang di sebut “core curriculum” ialah
sejumlah pengalaman belajar di sekitar pengalaman umum.[10]
Secara umum terdapat beberapa prinsip pendidikan menurut pandangan progresivisme,
antara lain:[11]
1. Pendidikan adalah hidup itu sendiri, bukan persiapan untuk hidup. Kehidupan yang baik adalah
kehidupan intelegen, yaitu kehidupan yang mencakup interpretsi dan rekontruksi pengalaman.
Anak akan memasuki situasi belajar yang disesuaikan usianya dan berorientasi pada pengalaman.
Tidak ada tujuan umum dan akhir pendidikan. Pendidikan adalah pertumbuhan berikutnya.
2. Pendidikan harus berhubungan secara langsung dengan minat anak dan minat individu, yang
dijadikan sebagai dasar motivasi belajar. Sekolah menjadi “child centered”, dimana proses
belajar ditentukan terutama oleh anak. Secara kodrati anak suka belajar apa saja yang
berhubungan dengan minatnya, atau untuk memecahkan masalahnya. Begitu pula pada dasarnya
anak akan menolak apa yang dipaksakan kepadanya. Anak akan belajar dan mau belajar karena
merasa`perlu, tidak kkarena terpaksa oleh orang lain. Anak akan melihat relevansi dari apa yang
dipelajari terhadap kehidupannya, bahan juga terhadap konsepsi kehidupan orang dewasa.
3. Belajar melalui pemecahan masalah akan menjadi presenden terhadap pemberian subjeck matter.
Jadi, belajar harus dapat memecahkan masalah yang penting dan bermanfaat bagi kehidupan
anak. Dalam memecahkan masalah, anak dibawa berpikir melewati beberapa tahapan, yang
disebut metode berpikir ilmiah sebagai berikut:
a. Anak menghadapi keraguan, merasakan adanya masalah
b. Menganalisis masalah tersebut, dan menduga atau menyusun hipotesis-hipotesis yang mungkin
c. Mengumpulkan data yang akan membatasi dan memperjelas masalah
d. Memilih dan menganalisis hipotesis
e. Mencoba, menguji, dan membuktikan.
4. Peran guru tidak langsung, melainkan memberi petunjuk kepada siswa. Kebutuhan dan minat
siswa akan menentukan apa yang mereka pelajari. Anak harus diizinkan untuk merencanakan
perkembangan diri mereka sendiri, dan guru harus membimbing kegiatan belajar.
Di sisi lain dengan pengalaman guru yang lebih banyak dari peserta didik menempatkannya pada
posisi sebagai pemandu di wilayah yang pernah ia lalui, sebagai nasihat peserta didik ketika
mengalami jalan buntu. Guru juga sebagai pengawal perjalanan di lingkungan baru yang
berubah, berkembang, secara terus-menerus.
5. Sekolah harus memberi semangat bekerja sama, bukan mengembangkan persaingan. Manusia
pada dasarnya sosial, dan keputusan yang paling besar pada manusia karena ia berkomunikasi
dengan yang lain. Progresivisme berpandangan bahwa kasih sayang dan persaudaraan lebih
berharga bagi pendidikan dari pada persaingan dan usaha pribadi. Karena itu, pendidikan adalah
rekontruksi manusia dalam kehidupan sosial. Persaingan tidak ditolak, namun persaingan
tersebut harus mampu mendorong pertumbuhan pribadi.
6. Kehidupan yang demokratis merupakan kondisi yang diperlukan bagi pertumbuhan. Demokrasi,
pertumbuhan, dan pendidikan saling berhubungan. Untuk mengajar demokrasi, sekolah sendiri
harus demokratis. Sekolah harus menungkatkan “student goverment”, diskusi bebas tentang
suatu masalah, partisipasi penuh dalam semua pengalaman pendidikan. Namun, sekolah tidak
mengindoktrinasi siswa-siswa dengan tata sosial yang baru.
Asas belajar menurut progressivisme[12] meliputi antara lain:
1. Anak dan lingkungannya
Anak berada di dalam lingkungan yang selalu mengalami proses perubahan,
perkembangan. Meskipun anak sebagai bagian integral dari lingkungannya, namun ia tetap
mempunyai identitas sendiri yang berbeda dengan mahluk-mahluk alamiah yang manapun.
Sebab anak memiliki potensi dan kemampuan inteligensi yang dapat memecahkan problem
dalam kehidupannya. Dan proses pendidikan terutama dipusatkan untuk latihan dan
penyempurnaan inteligesi.
2. Living as Learning (kehidupan yang real sebagai proses belajar)
Belajar sesungguhnya bukan semata-mata terjadi di dalam sekolah, belajar terjadi
di semua kesempatan dan tempat, jadi didalam masyarakat. Justru proses edukatif harus mampu
mengalahkan pengaruh-pengaruh buruk yang ada didalam masyarakat dengan jalan
mengimbangi kondisi masyarakat dengan kondisi-kondisi sekolah.

C. Pandangan Terhadap Progresivisme


1. Pandangan Ontologi
Thesis aliran ini tentang ontologi, tentang hakekat ekssistensi, realita, tersimpul dalam
asas-asas sebagai berikut:
a. Asas Herebyb atau Asas Keduniawian
Realita semesta sebagai kosmos dengan istilah “universe” berarti eksistensi yang sama luas, tak
terbatas. Tetapi realita kosmos yang demikian sungguh-sungguh realita, bukan dalam arti yang
dimaksud oleh doktrin realita mutlak. Sebab realita kosmos itu adalah kenyataan di mana
kehidupan manusia berada dan berlangsung.
b. Pengalaman sebagai realita
Asas ontologinya yang didasarkan pada pengalaman adalah suatu dalil yang bersumber dalam
teori evolusi. Pengalaman adalah perjuangan, sebab hidup sebenarnya adalah tindakan-tindakan
dan perubahan-perubahan. Dalam proses ini, maka kesempatan, suatu yang tidak terduga-duga,
suatu yang baru, suatu yang tak teramalkan selalu memegang peranan besar dalam peristiwa-
peristiwa kehidupan. Manusia, sebagaimana juga mahluk-mahluk lain, akan tetap hidup dan
berkembang jika ia mampu mengatasi perjuangan, perubahan ; ia berarti bertindak.
c. Pikiran (mind) sebagai fungsi manusia yang unik.
Binatang akan selalu dapat hidup di rimba karena kemampuan kodrati yang dimiliki seperti
kekuatan, daya cium, daya tangkap yang kuat. Demikian pula manusia mampu hidup karena
fungsi-fungsi jiwa yang ia miliki. Menurut progressivisme potensi inteligensi ini meliputi
kemampuan mengingat, imaginasi, menghubung-hubungkan, merumuskan, melambangkan dan
memecahkan persoalan-persoalan serta berkomunikasi (social dan intelek) dengan seamanya,
Mind adalah suatu integritas didalam kepribadian, bukan suatu entity tersendiri. Eksistensi dan
realita mind hanyalah didalam aktivitas, dalam tingkah laku. Mind ialah apa yang manusia
lakukan. Dan mind pada prinsipnya adalah yang berperan didalam pengalaman.
2. Pandangan Epistemologi
a. Pengetahuan dan kebenaran
Suatu ide yang dapat dilaksanakan adalah suatu tujuan atau test atas kebenaran ide itu. Test ini
adalah utuk mengetahui kualitas kebenaran suatu ide dalam arti sampai di mana ide itu berguna
dan memenuhi harapan untuk menyesuaikan diri dengan tantangan-tantangan yang ada.
b. Pengetahuan itu bersifat pasif
Pengetahuan ialah perbendaharaan informasi, fakta, hukum-hukum, prinsip-prinsip, proses,
kebiasaan-kebiasaan yang terakumulasi didalam pribadi sebagai hasil proses antara reksi dan
pengalaman-pengalaman.

c. Kebenaran bersifat aktif


Kebenaran dianggap sebagai aktif, karena kebenaran adalah hasil tertentu dari pada pengetahuan,
hasil pemilihan alternative-alternatif dalam proses pemecahan masalah.
d. Intelegensi dan operasionalisme
Intelegensi dan metode oprasional adalah cirri utama dalam epistemologi progressivisme.
e. Immediate dan Mediate Experience
1) Immediate – experience
Kita menbhayati pengalaman ini dalam kesadsaran keseimbangan,. Misalnya dalam keadaan
relax dalam ruang istirahat kita duduk membaca majalah.
2) Mediate experience
Misalnya dalm keadaan relax itu terjadi, tiba-tiba ada telepon bordering. Kabar sedih kita terima,
bahwa sahabat karib kita kecelakaan kendaraan.
3. Pandangan Aksiologi
a. Approach empiris
Progressivisme mengapproach masalah nilai secara empiris berdasarkan pengalaman-
pengalaman real didalam kehidupan manusia.
b. Approach artistik
Pragmatisme, khususnya Dewey, amat menaruh perhatian pada studi estetika, nilai-nilai artistik.
Sebab, artistik adalah suatu nilai yang memperkaya ekspresi manusia. Artistik adalah suatu
energi pendorong kehidupan bagi umat manusia. Nilai-nilai artistik member isi dan kedalaman
bagi pengalaman-pengalaman seseorang.
c. Democracy as Value (demokrasi sebagai nilai)
Bagi progressivisme, demokrasi ialah suatu pola dan program bagi seluruh scope kehidupan.
Demokrasi ialah suatu perwujudan daripada nilai-nilai fundamental, sikap dan praktek-praktek.
Demokrasi adalah nilai ideal yang wajib dilaksanakan sepenuhnya dalam semua bidang
kehidupan termasuk didalam seni dan keagamaan.

D. Implikasi dalam Pendidikan


Aliran progresivisme telah memberikan sumbangan yang besar di dunia saat ini. Aliran
ini telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Anak didik
diberikan kebaikan baik secara fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan
kemampuan yang terpendam dalam dirinya tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh
orang lain.
Di dalam sekolah-sekolah progresivisme, masalah kemerdekaan untuk para siswa ini
diutamakan sekali. Mereka di dorong dan diberanikan untuk memiliki dan bertindak
melaksanakan kebebasan mereka. Mereka diberikan kemerdekaan berinisiatif dan percaya
kepada diri sendiri, sehingga anak dapat berkembang pribadinya dengan wajar dan dapat pula
memperkembangkan pribadinya dengan wajar.
Apabila kita tinjau dari sudut pragmatisme, maka aliran ini merupakan pelaksana terbesar
dari pendidikan progresivisme. Kenyatan yang demikian itu yang telah dilambangkan dengan
sebutan “progresivisme” merupakan petunjuk untuk untuk melaksanakan pendidikan yang lebih
maju dari sebelumnya.[13]
Tujuan pendidikan adalah memberikan keterampilan dan alat-alat yang bermanfaat untuk
berinteraksi dengan lingkungan yang berada dalam proses perubahan secara terus-menerus. Yang
dimaksud dengan alat-alat adalah keterampilan pemecahan masalah (problem solving) yang
dapat digunakan oleh individu untuk menentukan, menganalisis, dan memecahkan masalah.[14]
Serta tujuan pendidikan hendaklah diartikan sebagai rekonstruksi pengalaman yang terus
menerus. Pendidikan bukanlah hanya menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik saja,
melainkan yang terpenting adalah melatih kemampuan berpikir secara ilmiah.[15]
Kurikulum pendidikan yang dikehendaki oleh filsafat progrsivisme ialah kurikulum yang
bersifat fleksibilitas (tidak kaku, tidak menolak perubahan, tidak terikat oleh doktrin tertentu),
luas dan terbuka. Dengan berpijak pada prinsip ini, maka kurikulum dapat direvisi dan dievaluasi
setiap saat sesuai dengan kebutuhan setempat. Maka kurikulum yang edukatif dan eksperimental
atau tipe core curriculum dapat memenuhi tuntutan itu.[16]
Kurikulum dipusatkan pada pengalaman atau kurikulum eksperimental didasarkan atas
manusia dalam hidunya selalu berinteraksi di dalam lingkungan yang komplek. Kurikulum
eksperimental yaitu kurikulum yang berpusat pada pengalaman, dimana apa yang telah dipelajari
anak didik selama di sekolah akan dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Dengan metode
pendidikan belajar sambil berbuat (learning by doing) dan pemecahan masalah (problem solving)
dengan langkah-langkah menghadapi problem, mengujikan hipotesa. Oleh karena itu, kurikulum
seharusnya menggunakan pendekatan interdisipliner.
Melalui proses pendidikan dengan menggunakan kurikulum yang bersifat integrated
kurikulum (masalah-masalah dalam masyarakat disusun terintegrasi) dengan metode pendidikan
belajar sambil berbuat (learning by doing) dan metode problem solving (pemecahan masalah)
diharapkan anak didik menjadi maju (progress) mempunyai kecakapan praktis dan dapat
memecahkan problem sosial sehari-hari dengan baik.[17]

E. Kritik Untuk Progressivisme


Tidak dapat dipungkiri progressivisme dapat melahirkan model pendidikan yang lebih
peka terhadap kemajuan laju jaman. Progressivisme juga dapat menjawab beberapa persoalan
dalam pendidikan (problem solving) sehingga pendidikan dapat berkembang sedikit lebih maju
dibandingkan dengan pendidikan sebelumnya. Kurikulum yang berfilosofikan progressivisme
lebih berani dalam menyampaikan pengetahuan, sehingga pendidikan tampil dengan wajah yang
lebih berwarna.
Pendidikan yang lebih maju (progress) yang berasaskan progressivisme bukan berarti
tidak membawa dampak negative dalam pendidikan. Dampak nyata yang jelas-jelas dapat dilihat
dan juga dirasakan dalam pendidikan progressivisme antara lain adalah : hadirnya sifat dan juga
sikap individualism yang banyak ditemukan dalam masyarakat industry ataupun masyarakat
perkotaan, rendahnya pengaruh guru / pembimbing dikarenakan guru / pembimbing dianggap
sebagai fasilitator saja sehingga rasa hormat kepada guru berangsur-angsur luntur, menjadikan
banyak siswa sebagai peserta didik perlahan-lahan meninggalkan warisan social / sejarah yang
pernah ada.
Beberapa hal tersebut diatas dikarenakan progressivisme menekankan sisi pragmatis
ataupun serba instan dan cepat saji, sehingga kurang memperhatikan norma yang ada. Yang
mengakibatkan transfer of value dalam progressivisme hanya mementingkan sisi-sisi yang
pragmatis serta serba instan dalam memecahkan masalah.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Progresivisme mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan
bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat meghadapi
masalah yang menekan atau mengecam adanya manusia itu sendiri. Aliran progesivisme
mengakui dan mengembangkan asas progresivisme dalam semua realitas, terutama dalam
kehidupan adalah tetap survive terhadap semua rintangan hidup manusia, harus praktis dalam
melihat segala sesuatu dari segi keagungannya. Berhubungan dengan itu progresivisme kurang
menyetujui adanya pendidikan yang bercorak otoriter, baik yang timbul pada zaman dahulu
maupun pada zaman sekarang.
Aliran progresivisme telah memberikan sumbangan yang besar di dunia saat ini. Aliran
ini telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Anak didik
diberikan kebaikan baik secara fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan
kemampuan yang terpendam dalam dirinya tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh
orang lain.

B. Saran
Dalam kaitannya dengan pendidikn saat ini, masih sering kita jumpai, dibeberapa sekolah
yang masih memandang anak didik sebagai objek pendidikan, dan masih menerapkan prinsip
otoriter ddalam pelaksanaan pendidikannya.
Oleh karena itu, seorang pendidik selain memandang anak didik sebagai objek
pendidikan, tetapi juga sebaiknya memandang anak didik sebagai objek pendidikan yang
mempunyai kompetensi dalam dirinya dalam rangka untuk mengembangkan potensi yang dia
miliki.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, H. B. Hamdani. 1987. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Kota Kembang.


Barnadib, Imam. 1996. Dasar-dasar Kependidikan. Ghalia Indonesia.
Barnadib, Imam. 1998. Filsafat Pendidikan: Sistem dan Metode. Yoyakarta: Andi Offset.
Idi, Abdullah. Jalaluddin. 1997. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Gaya Median Pranata.
Indar, H. M. Jumberansyah. 1994. Filsafat Pendidikan. Surbaya: Karya Abditama.
R. Knight, George. 2007. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Gama Media.
Sad Iman, Muis. 2004. Pendidikan Partisipatif. Yogyakarta: Safiria Insani Press.
Sadullah,Uyohh. 2007. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabe.
Syam, Mohammad Noor. 1980. Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Kependidikan Pancasila.
Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai