Anda di halaman 1dari 9

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬

“HUKUM MENDOAKAN NON-MUSLIM/ORANG KAFIR”


Oleh: Faqih Aulia (14.3887)
MUQADDIMAH:
Doa adalah salah satu sarana atau saluran langsung seorang hamba kepada sang khalik.

‫َالُّد َعاُء ُه َو الَّطَلُب‬


Doa itu ialah permohonan.
Maksudnya ialah permohonan dari yang adna/sangat rendah (manusia) kepada yang a’la/Maha Tinggi
kedudukannya (Allah) dalam bentuk ucapan, di dalam hati atau dilafalkan.
Sudah begitu lama, ingin agar harapan segera terwujud. Beberapa waktu terus menanti dan menanti, namun tak
juga impian itu datang. Kadang jadi putus asa karena sudah seringkali memohon pada Allah. Sikap seorang
muslim adalah tetap terus berdo’a karena Allah begitu dekat pada orang yang berdo’a. Boleh jadi terkabulnya
do’a tersebut tertunda. Boleh jadi pula Allah mengganti permintaan tadi dengan yang lainnya dan pasti pilihan
Allah adalah yang terbaik.
Ayat yang patut direnungkan adalah firman Allah Ta’ala:
)186( ‫َو ِإَذا َس َأَلَك ِعَباِدي َعيِّن َفِإيِّن َقِر يٌب ُأِج يُب َدْع َو َة الَّداِع ِإَذا َدَعاِن َفْلَيْس َتِج يُبوا يِل َو ْلُيْؤ ِم ُنوا يِب َلَعَّلُه ْم َيْر ُشُد وَن‬
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah
dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah
mereka itu memenuhi (segala perintah)-Aku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu
berada dalam kebenaran. (Q.S. Al-Baqarah {2}: 186)
Sebagian sahabat radhiyallahu ‘anhum berkata:
‫َيا َرُس وَل الَّلِه َر ُّبَنا َقِر يٌب َفُنَناِج يِه؟ َأْو َبِعيٌد َفُنَناِديِه؟ َفَأْنَز َل الَّلُه َه ِذِه اآْل َيَة‬
“Wahai Rasulullah, apakah Rabb kami itu dekat sehingga kami cukup bersuara lirih ketika berdo’a ataukah
Rabb kami itu jauh sehingga kami menyerunya dengan suara keras?” Lantas Allah Ta’ala menurunkan ayat di
atas. (Majmu’ Al Fatawa, 35/370)
Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Kedekatan yang dimaksud dalam ayat ini adalah kedekatan
Allah pada orang yang berdo’a (kedekatan yang sifatnya khusus).” (Majmu’ Al Fatawa, 5/247)
Perlu diketahui bahwa kedekatan Allah itu ada dua macam:
1. Kedekatan Allah yang umum dengan ilmu-Nya, ini berlaku pada setiap makhluk.
2. Kedekatan Allah yang khusus pada hamba-Nya dan seorang muslim yang berdo’a pada-Nya, yaitu Allah
akan mengijabahi (mengabulkan) do’anya, menolongnya dan memberi taufik padanya. (Taisir Al Karimir
Rahman, hal. 87)
Kedekatan Allah pada orang yang berdo’a adalah kedekatan yang khusus -pada macam yang kedua- (bukan
kedekatan yang sifatnya umum pada setiap orang). Allah begitu dekat pada orang yang berdo’a dan yang
beribadah pada-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits pula bahwa tempat yang paling dekat antara
seorang hamba dengan Allah adalah ketika ia sujud. (Majmu’ Al Fatawa, 15/17)
Siapa saja yang berdo’a pada Allah dengan menghadirkan hati ketika berdo’a, menggunakan do’a
yang ma’tsur (dituntunkan), menjauhi hal-hal yang dapat menghalangi terkabulnya do’a (seperti memakan
makanan yang haram), maka niscaya Allah akan mengijabahi do’anya. Terkhusus lagi jika ia melakukan sebab-
sebab terkabulnya do’a dengan tunduk pada perintah dan larangan Allah dengan perkataan dan perbuatan, juga
disertai dengan mengimaninya. (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 87)
Dengan mengetahui hal ini seharusnya seseorang tidak meninggalkan berdo’a pada Rabbnya yang tidak
mungkin menyia-nyiakan do’a hamba-Nya. Pahamilah bahwa Allah benar-benar begitu dekat dengan orang
yang berdo’a, artinya akan mudah mengabulkan do’a setiap hamba. Sehingga tidak pantas seorang hamba putus
asa dari janji Allah yang Maha Mengabulkan setiap do’a.
1
Ingatlah pula bahwa do’a adalah sebab utama agar seseorang bisa meraih impian dan harapannya. Sehingga
janganlah merasa putus asa dalam berdo’a. Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “Do’a adalah sebab terkuat
bagi seseorang agar bisa selamat dari hal yang tidak ia sukai dan sebab utama meraih hal yang diinginkan. Akan
tetapi pengaruh do’a pada setiap orang berbeda-beda. Ada yang do’anya berpengaruh begitu lemah karena
sebab dirinya sendiri. Boleh jadi do’a itu adalah do’a yang tidak Allah sukai karena melampaui batas. Boleh
jadi do’a tersebut berpengaruh lemah karena hati hamba tersebut yang lemah dan tidak menghadirkan hatinya
kala berdo’a. … Boleh jadi pula karena adanya penghalang terkabulnya do’a dalam dirinya seperti makan
makanan haram, noda dosa dalam hatinya, hati yang selalu lalai, nafsu syahwat yang menggejolak dan hati yang
penuh kesia-siaan.” (Al Jawaabul Kaafi, hal. 21). Ingatlah hadits dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
‫َأْك َلى الَّلِه اىَل ِم الُّد اِء‬
‫َتَع َن َع‬ ‫َلْيَس َش ْي ٌء َر َم َع‬
“Tidak ada sesuatu yang lebih besar pengaruhnya di sisi Allah Ta’ala selain do’a.” (HR. Tirmidzi no. 3370,
Ibnu Majah no. 3829, Ahmad 2/362. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan). Jika memahami hal
ini, maka gunakanlah do’a pada Allah sebagai senjata untuk meraih harapan.
Penuh yakinlah bahwa Allah akan kabulkan setiap do’a. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
‫ا ِم ْلٍب َغاِفٍل َالٍه‬ ‫ِج‬ ‫ِة‬ ‫ِق ِب‬
‫اْد ُعوا الَّلَه َو َأْنُتْم ُمو ُنوَن اِإل َج اَب َو اْع َلُم وا َأَّن الَّلَه َال َيْس َت يُب ُدَع ًء ْن َق‬
“Berdo’alah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak
mengabulkan do’a dari hati yang lalai.” (HR. Tirmidzi no. 3479. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini hasan)
Lalu pahamilah bahwa ada beberapa jalan Allah kabulkan do’a. Dari Abu Sa’id, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
‫«ما ِم ْن ُمْس ِلٍم َيْد ُعو ِبَدْع َو ٍة َلْيَس ِفيَه ا ِإٌمْث َو َال َقِط يَعُة َر ِح ٍم ِإَّال َأْع َطاُه الَّل ُه َهِبا ِإْح َد ى َثَالٍث ِإَّم ا َأْن ُتَعَّج َل َلُه َدْع َو ُتُه َو ِإَّم ا‬
» ‫ َقاَل «الَّلُه َأْك َثُر‬. ‫ َقاُلوا ِإذًا ُنْك ِثُر‬.»‫َأْن َيَّد ِخ َر َه ا َلُه ىِف اآلِخ َر ِة َو ِإَّم ا َأْن َيْص ِر َف َعْنُه ِم َن الُّس وِء ِم ْثَلَه ا‬
“Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selama tidak mengandung dosa dan memutuskan
silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: [1] Allah akan segera
mengabulkan do’anya, [2] Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan [3] Allah akan
menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan
memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allah nanti yang memperbanyak
mengabulkan do’a-do’a kalian.” (HR. Ahmad 3/18. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa
sanadnya jayyid). Boleh jadi Allah menunda mengabulkan do’a. Boleh jadi pula Allah mengganti keinginan kita
dalam do’a dengan sesuatu yang Allah anggap lebih baik. Atau boleh jadi pula Allah akan mengganti dengan
pahala di akhirat. Jadi do’a tidaklah sia-sia.
Ingatlah wejangan yang amat menyejukkan hati dari cucu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Al Hasan bin
‘Ali radhiyallahu ‘anhuma berkata:
‫ وهذا حد الوقوف على الرضى مبا تصرف به القضاء‬.‫ مل يتمن شيئا‬،‫من اتكل على حسن اختيار اهلل له‬
“Barangsiapa yang bersandar kepada baiknya pilihan Allah untuknya maka dia tidak akan mengangan-
angankan sesuatu (selain keadaan yang Allah pilihkan untuknya). Inilah batasan (sikap) selalu ridha
(menerima) semua ketentuan takdir dalam semua keadaan (yang Allah) berlakukan (bagi hamba-Nya)” (Lihat
Siyaru A’laamin Nubalaa’ 3/262 dan Al Bidaayah wan Nihaayah 8/39). Pilihan Allah itulah yang terbaik.

2
Doa merupakan ibadah tersendiri kepada Allah. Bahkan orang-orang yang sombong salah satunya adalah orang
yang tidak mau berdoa kepada Allah. Allah berfirman:
‫ِخ‬ ‫ِع يِت‬ ‫ِإ َّلِذ‬ ‫يِن ِج‬
‫َو َقاَل َر ُّبُك ُم اْد ُعو َأْس َت ْب َلُك ْم ۚ َّن ا يَن َيْس َتْك ُرِبوَن َعْن َباَد َسَيْد ُخ ُلوَن َجَه َّنَم َدا ِر يَن‬
“Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya
orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan
hina dina”. (Q.S. Al-Mukmin: 60)
Imam Ibnu Jarir At-Tabari dalam tafsirnya Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an 6/439 menyebutkan bahwa di
antara tafsiran ayat di atas adalah bahwa orang-orang yang sombong itu adalah yang tidak mau berdoa kepada
Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh imam Bukhari dalam Al-
Adab Al-Mufrad (714) dan Imam Ahmad dalam Musnad (18352) dari sahabat An-Nu’man bin Al-Basyir-
radiallahu anhu:
‫ِإَّن الُّد َعاَء ُه َو اْلِعَباَدُة‬
“Sungguh do’a itu adalah ibadah”. (HR. Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad (714) dan Imam Ahmad dalam
Musnad (18352)
.‫ الُّد َعاُء ُمُّخ اْلِعَباَدِة‬: ‫ ِبَلْف ِظ‬-‫َر ِض َي اُهلل َعْنُه‬- ‫َو ِم ْن َح ِدْيِث َأَنٍس‬
Dari hadis Anas -raḍiyallāhu 'anhu- secara marfū' dengan lafal, "Doa adalah inti/esensi ibadah."
Doa adalah ibadah. Ini menunjukkan bahwa berdoa kepada Allah Ta'ālā adalah sumber ibadah yang mana
dengannya makhluk beribadah kepada-Nya. Sebab, apabila angan-angan manusia terputus dari selain Allah, lalu
dia menampakkan kelemahan dan hanya berdoa kepada Allah, serta hatinya tidak berpaling kepada selain-Nya,
maka berarti ia telah mengakui bahwa Allah Ta'ālā memiliki kesempurnaan dan mengabulkan doa, dan
sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi dekat, serta Maha Kuasa atas segala sesuatu. Inilah hakekat ibadah
dan esensi tauhid. Adapun sabda beliau, "Doa adalah inti/esensi ibadah," artinya doa adalah substansi dan ruh
ibadah. Ibadah tidak akan bisa tegak tanpanya. Sebagaimana manusia tidak akan bisa tegak tanpa otak.
Pelajaran yang dapat dipetik dari hadits ini adalah:
1. Doa adalah ibadah, tanda bahwa kita mesti serius dalam berdoa dan banyak memohon kepada-Nya.
2. Doa adalah intinya ibadah. Oleh karena itu doa itu mesti mukhlishan shawaban, yaitu harus ikhlas dan
sesuai tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
3. Sudah sepatutnya seseorang yang berdoa menampakkan bahwa ia butuh pada Allah dan menganggap
dirinya lemah tanpa pertolongan Allah. Ia berdoa dengan yakin bahwa doa itu akan terkabul, entah akan
dikabulkan sesuai yang diminta, atau ditunda sebagai tabungan di akhirat, atau akan dipalingkan dari suatu
kejelekan.
HUKUM MENDOAKAN NON-MUSLIM:
Motif dan perasaan orang beriman harus ditimbang dengan syarak (syariat). Karena itulah orang yang jujur
keimanannya akan mengesampingkan perasaan, hawa nafsu, dan keinginan ketika syarak telah menetapkan
suatu hukum. Mereka mengedepankan dan menuruti perintah Allah, tidak mempedulikan segala hal yang
bertentangan dengan perintah itu. Apa yang terbayang di benak mereka adalah firman Allah Ta’ala:
‫َو َم ا َك اَن ِلُم ْؤ ِم ٍن َو اَل ُمْؤ ِم َن ٍة ِإَذا َقَض ى الَّل ُه َو َرُس وُلُه َأْم ًر ا َأْن َيُك وَن ُهَلُم اِخْلَيَر ُة ِم ْن َأْم ِر ِه ْم ۗ َو َمْن َيْع ِص الَّل َه َو َرُس وَلُه َفَق ْد‬
‫َض َّل َض اَل اًل ُمِبيًنا‬
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah
dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang
nyata” (QS. Al-Ahzab: 36).

3
Betapa indah apa yang dikatakan Sufyan bin ‘Uyainah:
‫ َفَم ا َو اَفَق َه ا‬،‫ َعَلى ُخ ُلِقِه َو ِس َريِتِه َو َه ْد ِيِه‬،‫ َفَعَلْي ِه ُتْع َر ُض اَأْلْش َياُء‬، ‫ِإَّن َرُس وَل الَّلِه َص َّلى اُهلل َعَلْيِه َو َس َّلَم ُه َو اْلِم يَز اُن اَأْلْك َبُر‬
‫ ا اَلَف ا اْل اِط‬، ‫ا ُّق‬
‫َفُه َو َحْل َو َم َخ َه َفُه َو َب ُل‬
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan neraca utama. Berdasarkan hal itu, semua
perkara ditimbang berdasarkan akhlak, sikap, dan petunjuk beliau. Apa yang sesuai, maka itu merupakan
kebenaran dan apa yang menyelisihi, maka itu merupakan kebatilan” (al-Jaami’ li Akhlaaq ar-Raawi wa Aadaab
as-Saami’ 1/79).
Melalui tulisan ini kami ingin menjelaskan secara singkat pembahasan terkait hukum mendoakan non-muslim,
baik ketika masih hidup atau telah meninggal, dengan harapan kaum muslimin bisa mengetahui batasan yang
tepat dalam berinteraksi dengan non-muslim.
Hukum mendoakan non-muslim dapat dibagi menjadi empat kondisi, yaitu:
1. Mendoakan ampunan dan rahmat.
2. Mendoakan petunjuk.
3. Mendoakan keburukan.
4. Mendoakan agar memperoleh kebaikan dunia.
KONDISI PERTAMA: MENDOAKAN AMPUNAN DAN RAHMAT.
MENDOAKAN AMPUNAN DAN RAHMAT KEPADA NON-MUSLIM YANG SUDAH MENINGGAL.
Ulama tidak berselisih pendapat terkait hukum mendoakan non-muslim yang meninggal di atas kekufuran. An-
Nawawi mengatakan:
‫ حرام بنص القرآن واإلمجاع‬:‫الصالة على الكافر والدعاء له باملغفرة‬
“Menyalati dan mendoakan ampunan bagi non-muslim haram berdasarkan nash Al-Quran dan ijma” (al-
Majmu’ 5/199).
Ibnu Taimiyah menyampaikan:
‫فإن االستغفار للكفار ال جيوز بالكتاب والسَّنة واإلمجاع‬
“Memohon ampunan bagi non-muslim tidak diperbolehkan berdasarkan al-Quran, al-Hadits, dan
ijmak” (Majmu’ al-Fataawaa 12/489).
Allah Ta’ala berfirman:
‫َقْد َك اَنْت َلُك ْم ُأْس َو ٌة َح َس َنٌة يِف ِإْبَر اِه يَم َو اَّل ِذيَن َم َعُه ِإْذ َق اُلوا ِلَق ْو ِم ِه ْم ِإَّنا ُبَر آُء ِم ْنُك ْم َو َّمِما َتْع ُب ُد وَن ِم ْن ُدوِن الَّل ِه َك َف ْر َن ا‬
‫ِف‬ ‫ِه‬
‫ِبُك ْم َو َبَد ا َبْيَنَنا َو َبْيَنُك ُم اْلَعَد اَو ُة َو اْلَبْغَض اُء َأَبًد ا َح ٰىَّت ُتْؤ ِم ُنوا ِبالَّلِه َو ْح َد ُه ِإاَّل َقْو َل ِإْبَر ا يَم َأِلِبيِه َأَلْس َتْغ َر َّن َلَك‬
“Sungguh, telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya,
ketika mereka berkata kepada kaumnya, ‘Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu
sembah selain Allah, kami mengingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu ada permusuhan
dan kebencian untuk selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja,’ kecuali perkataan Ibrahim
kepada ayahnya, ‘Sungguh, aku akan memohonkan ampunan bagimu, namun aku sama sekali tidak dapat
menolak (siksaan) Allah terhadapmu.’ (Ibrahim berkata), ‘Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkau kami
bertawakal dan hanya kepada Engkau kami bertobat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali,’” (QS. Al-
Mumtahanah: 4).
Terkait ayat di atas, Ibnu Katsir menyampaikan bahwa memang terdapat teladan yang baik bagimu pada diri
Ibrahim dan pengikutnya, kecuali perbuatan Ibrahim yang memintakan ampunan bagi ayahnya. Hal itu tidak
lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya. Ketika telah nampak bahwa sang
ayah adalah musuh Allah, beliau pun berlepas diri. Dan dahulu sebagian kaum muslimin masih mendoakan dan
memohon ampunan bagi orang tua mereka yang wafat di atas kekufuran. Mereka beralasan dengan perbuatan

4
Ibrahim tersebut, namun Allah pun menurunkan ayat di atas sebagai penjelasan kepada mereka (Tafsir Ibnu
Katsir).
Memohonkan ampunan bagi non-muslim ketika mereka meninggal di atas kekufuran adalah perbuatan yang
keliru dan tak bermanfaat. Ketika seorang meninggal di atas kesyirikan dan kekufuran, atau diketahui ia wafat
dalam kondisi tidak beragama Islam, maka sungguh azab telah dipastikan atas dirinya dan ia kekal di dalam
neraka, sehingga setiap syafaat yang dipanjatkan tak akan bermanfaat, begitu pula permohonan ampun (Tafsir
As-Sa’di).
MENDOAKAN RAHMAT DAN AMPUNAN BAGI NON-MUSLIM YANG MASIH HIDUP.
Terdapat sejumlah perkataan ulama yang membolehkan untuk mendoakan rahmat dan ampunan pada non-
muslim yang masih hidup. Al-Qurthubi mengatakan:
‫ فقد‬:‫ فأما من مات‬، ‫ ال بأس أن يدعَو الرجل ألبويه الكافرين ويستغفر هلما ما داما حَّينْي‬:‫وقد قال كثري من العلماء‬
‫انقطع عنه الرجاء فال ُيدعى له‬
“Banyak ulama yang menyatakan bahwa tidak apa-apa seorang mendoakan kebaikan dan memintakan ampunan
bagi kedua orang tua non-muslim selama mereka masih hidup” (Tafsiir al-Qurthubiy 8/274).
Namun bukan berarti kebolehan itu mencakup memohonkan ampunan atas diri non-muslim jika ia wafat di atas
kesyirikan dan kekufurannya, atau agar Allah merahmatinya ketika ia menemui-Nya meski dalam kondisi non-
muslim. Akan tetapi doa itu dimaknai agar sebab yang mendatangkan rahmat dan ampunan bagi non-muslim itu
terpenuhi. Inilah salah satu sisi yang disebutkan oleh ulama ketika menjelaskan firman Allah Ta’ala:
‫ِح‬ ‫ِإ‬ ‫ِب ِإ ِم‬ ‫ِث ِم‬ ‫ِإ‬
‫َر ِّب َّنُه َّن َأْض َلْلَن َك ًريا َن الَّناِس ۖ َفَمْن َت َعيِن َف َّنُه يِّن ۖ َو َمْن َعَص ايِن َف َّنَك َغُفوٌر َر يٌم‬
“Wahai Rabb-ku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, maka
barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang
mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Ibrahim: 36).
Ibnu al-Qayyim menjelaskan:
‫ إن تغفر هلم وترمحهم بأن توفقهم للرجوع من الش رك إىل التوحيد ومن املعصية إىل الطاعة كما يف احلديث‬:‫أي‬
) ‫(اللُه َّم ِاْغ ِف ْر ِلَق ْو ِم ي َفِإَّنُه ْم اَل َيْع َلُم وَن‬
“Artinya, jika Engkau mengampuni dan menyayangi mereka, itu karena Engkau memberikan taufik kepada
mereka untuk kembali menuju tauhid dari syirik, kembali menuju ketaatan dari kemaksiatan. Hal ini seperti
ucapan nabi yang terdapat dalam hadis, ‘Ya Allah, ampunilah kaumku, karena sungguh mereka tidak
tahu’” (Madaarijus Saalikin 1/36).
Senada perkataan Ibnu al-Qayyim di atas, Badr ad-Diin al-Ainiy menjelaskan maksud doa nabi dalam hadis itu:
‫ اغفر هلم إن أسلموا‬:‫ أو يكون املعىن‬،‫ اهدهم إىل اإلسالم الذي تصح معه املغفرة؛ ألن ذنب الكفر ال ُيغفر‬:‫معناه‬
“Artinya, tunjuki mereka agar memeluk Islam yang menjadi sebab turunnya ampunan, karena dosa kekufuran
tak akan diampuni; atau artinya, ampunilah mereka jika mereka telah memeluk agama Islam” (Umdah al-Qaariy
Syarh Shahiih al-Bukhaari 23/19).
Dalam hal ini, ringkasnya seperti yang disampaikan oleh al-Aluusiy bahwa memohonkan ampun bagi non-
muslim yang masih hidup dan belum diketahui akhir kehidupannya, dalam artian meminta agar ia diberi
petunjuk agar beriman, merupakan sesuatu yang tidak terlarang secara akal maupun agama. Sebaliknya
memohonkan ampunan bagi non-muslim yang diketahui hatinya keras dan tertutup, atau Allah mengabarkan ia
tak akan beriman, atau ia sama sekali tidak layak dimohonkan ampunan, merupakan sesuatu yang tidak
diperbolehkan secara akal maupun agama (Ruuh al-Ma’aaniy 16/101).
Namun, lebih utama adalah mendoakannya agar mendapatkan petunjuk sebagai upaya menghindari perdebatan
dan perselisihan pendapat antar ulama. Hal ini ditunjukkan dalam sejumlah dalil di antaranya adalah hadis Abu
Musa Radhiallahu ‘anhu:

5
: ‫ َفَيُق وُل‬،‫َك اَن اْلَيُه وُد َيَتَعاَطُس وَن ِعْن َد الَّنِّيِب َص َّلى الَّل ُه َعَلْي ِه َو َس َّلَم َيْر ُج وَن َأْن َيُق وَل ُهَلْم َيْر ُمَحُك م الَّل ُه‬
‫ِل‬ ‫ِد‬
‫َيْه يُك ُم الَّلُه َو ُيْص ُح َباَلُك ْم‬
“Dahulu Kaum Yahudi biasa berpura-pura bersin di dekat Nabi Shallallahu alaihi wasallam, mereka berharap
beliau mau mengucapkan doa untuk mereka ‘yarhamukallah (semoga Allah merahmati kalian)’, namun beliau
mendoakan dengan ucapan, ‘yahdikumullah wa yushlih baalakum (semoga Allah memberikan petunjuk dan
memperbaiki keadaan kalian).’” (HR. Ahmad 32/356, Abu Dawud no. 5038, at-Tirmidzi no. 2739. Dinilai
hasan sahih oleh al-Albani).
As-Sindiy menjelaskan:
‫ وصالح البال‬،‫ بل يدعى له باهلداية‬،‫واحلديث يدل على أن الكافر ال يدعى له بالرمحة‬
“Hadis ini menunjukkan bahwa non-muslim tidak didoakan untuk mendapatkan rahmat, tapi didoakan untuk
mendapatkan petunjuk dan agar kondisi mereka diperbaiki” (Musnad Ahmad cetakan ar-Risalah 32/357).
KONDISI KEDUA: MENDOAKAN PETUNJUK.
Pada dasarnya boleh mendoakan non-muslim agar mendapatkan petunjuk. Lebih ditekankan dan diutamakan
apabila non-muslim itu tidak memusuhi dan menyakiti kaum muslimin, karena mendoakannya adalah bentuk
upaya agar ia terbebas dari api neraka dan masuk dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala, dimana hal itu
merupakan puncak tujuan dan harapan seorang muslim. Semangat itulah yang dipraktikkan Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam ketika membesuk seorang anak Yahudi yang sakit dan tengah menghadapi sakaratul maut.
Beliau menalqinkan kalimat syahadat agar ia masuk Islam dan terbebas dari neraka (Lihat HR. al-Bukhari no.
1356).
Di antara dalil yang membolehkan mendoakan petunjuk bagi non-muslim adalah:
Pertama, hadis Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, dimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan
kabilah Daus yang durhaka:
‫ِت ِهِب‬ ‫ِد‬
‫الَّلُه َّم اْه َدْو ًس ا َو ْأ ْم‬
“Ya Allah, berilah petunjuk kepada kabilah Daus dan datangkanlah mereka” (HR. al-Bukhari no. 2937).
Tanda kedalaman fikih al-Bukhari, menjadikan bab yang memuat hadis ini berjudul “Bab Mendoakan Kebaikan
bagi Pelaku Kesyirikan”.
Kedua, hadis Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, dimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan ibu
Abu Hurairah dengan doa beliau:
‫اللُه َّم اْه ِد ُأَّم َأيِب ُه َر ْيَر َة‬
“Ya Allah, berikanlah petunjuk kepada ibu Abu Hurairah” (HR. Muslim no. 4546).
Saat itu ibu Abu Hurairah masih musyrik, bahkan ia menyakiti Abu Hurairah dan mencaci
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ketika diajak memeluk Islam.
Ketiga, hadis Jabir bin Abdillah Radhiallahu ‘anhu, dimana beliau mendoakan kabilah Tsaqif agar
mendapatkan petunjuk:
‫اللهم اهد ثقيفا‬
“Ya Allah, berilah petunjuk kepada kabilah Tsaqif” (HR. Ahmad 23/50, at-Tirmidzi no. 3942).
Saat itu kabilah Tsaqif memerangi Islam, namun tetap didoakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Keempat, hadis Ibnu Umar Radhiallahu ‘anhuma, bahwa Nabi Shallalllahu ‘alaihi wasallam pernah berdoa:
‫ْبِن اَخْلَّطاِب‬ ‫ِب‬ ‫ِنْي ِإ ِب‬ ‫ِب‬ ‫َّل ِع ِإْل‬
‫ال ُه َّم َأ َّز ا ْس اَل َم َأَح ِّب َه َذ ْيِن الَّر ُج َل َلْيَك َأيِب َج ْه ٍل َأْو ُعَمَر‬
“Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan salah satu di antara kedua orang yang paling Engkau cintai, Abu Jahal atau
Umar ibn al-Khaththab” (HR. Ahmad 9/222, at-Tirmidzi no. 3681).
Abu Jahal dan Umar ibn al-Khathab adalah dua pribadi yang getol menyakiti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam.
6
Al-Ainiy menjelaskan:
‫ فكان ال‬،‫ ومع هذا كان حيب دخول الناس يف اإلسالم‬،‫ال شك أن رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم رمحة للعاملني‬
‫ بل كان يدعو ملن يرجو منه اإلنابة‬،‫يعجل بالدعاء عليهم ما دام يطمع يف إجابتهم إىل اإلسالم‬
“Jelas keberadaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri adalah rahmat bagi semesta alam. Meski
demikian beliau tetap ingin manusia memeluk agama Islam. Beliau tidak mendoakan kebinasaan bagi mereka
selama beliau melihat mereka berpotensi menerima Islam, bahkan beliau mendoakan kebaikan bagi orang yang
diharapkan kembali pada Islam” (Umdah al-Qaariy 14/208).
KONDISI KETIGA: MENDOAKAN KEBURUKAN.
Umumnya doa keburukan bagi non-muslim dipanjatkan ketika mereka menyakiti dan memerangi kaum
muslimin, atau melakukan pelecehan terhadap ajaran dan syiar agama Islam. Di saat itulah kebinasaan didoakan
agar tertimpa kepada mereka sehingga keburukan mereka dapat berhenti. An-Nawawi mengatakan:
‫وقد أخَرب اهلل سبحانه وتعاىل يف مواضع كثرية معلومة من القرآن عن األنبياء صلواُت اهلل وسالُمه عليهم بدعائهم على‬
‫الكّف ار‬
“Allah Subhanahu wa ta’ala telah menginformasikan di sejumlah tempat secara jelas dalam Al-Quran bahwa
para nabi shalawatullah wa salaamuh ‘alaihim mendoakan kebinasaan bagi orang-orang non-muslim” (al-
Adzkaar hlm. 305).
Al-Bukhari juga membuat judul bab “Mendoakan Keburukan bagi Non-Muslim” dalam kitab Shahih al-Bukhari
dan memaparkan sejumlah hadis yang menunjukkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan kebinasaan
bagi non-muslim.
Bagaimana mengompromikan hadis-hadis yang kandungannya saling berbeda, antara mendoakan petunjuk dan
mendoakan kebinasaan bagi non-muslim? Ibnu Hajar menjelaskan:
‫ حيث تش تد شوكتهم ويكثر أذاهم‬:‫ فاحلال ة األوىل‬،‫كان [صلى اهلل عليه وسلم] تارة يدعو عليهم وتارة يدعو هلم‬
‫ حيث تؤمن غائلتهم ويرجى تألفهم كما يف قصة دوس‬:‫ واحلالة الثانية‬،‫كما تقدم يف األحاديث اليت قبل هذا بباب‬
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam terkadang mendoakan kebinasaan bagi non-muslim dan terkadang
mendoakan kebaikan bagi mereka. Kondisi pertama dilakukan ketika permusuhan mereka menguat dan
intensitas gangguan mereka meningkat seperti yang ditunjukkan dalam hadis-hadis di bab sebelumnya.
Sedangkan kondisi kedua dilakukan ketika aman dari ancaman mereka dan dalam rangka melunakkan hati
mereka agar menerima Islam seperti yang diceritakan dalam kisah kabilah Daus” (Fath al-Baariy 6/108).
KONDISI KEEMPAT: MENDOAKAN AGAR MEMPEROLEH KEBAIKAN DUNIA.
Ulama berbeda pendapat perihal hukum mendoakan kebaikan dunia bagi non-muslim yang tidak memerangi
dan menyakiti kaum muslimin. Sebagian ulama membolehkan dan di antara dalil mereka adalah hadis Uqbah
bin Amir Radhiallahu ‘anhu, beliau menceritakan:
‫ ِإَّنُه َنْص َر اٌّيِن! َفَق اَم ُعْق َب ُة‬:‫ َفَق اَل َلُه اْلُغاَل ُم‬.‫ َو َعَلْي َك َو َر َمْحُة الَّل ِه َو َبَر َك اُتُه‬:‫ َفَس َّلَم َفَر َّد َعَلْيِه‬، ‫َأَّنُه َم َّر ِبَر ُج ٍل َهْيَئُتُه َهْيَئُة ُمْس ِلٍم‬
‫ وولدك‬،‫ َو َأْك َثَر مالك‬، ‫ َلِكْن َأَطاَل الَّلُه َحَياَتَك‬، ‫ ِإَّن َر َمْحَة الَّلِه َو َبَر َك اَتُه َعَلى اْلُم ْؤ ِمِنَني‬: ‫ َفَق اَل‬.‫َفَتِبَعُه َح ىَّت َأْد َر َك ُه‬
“Dia pernah berpapasan dengan orang yang berpenampilan seperti muslim, lalu orang tersebut memberi salam
kepadanya, Uqbah pun menjawabnya dengan ucapan, ‘wa ’alaika wa rahmatullah wa barakaatuh’ (semoga
keselamatan juga tercurah kepadamu, serta rahmat dan juga berkah dari Allah). Pelayan Uqbah lalu
memberitahu, ‘Dia itu seorang Nasrani’ Uqbah pun beranjak mengejar orang itu, hingga ia mendapatkannya,
lalu ia berkata, ‘Sesungguhnya rahmat dan berkah Allah itu untuk orang beriman. Akan tetapi semoga Allah
memanjangkan umurmu, memperbanyak harta dan anakmu’” (HR. al-Bukhari dalam al-adab al-Mufrad 1/625.
Dinilai hasan oleh al-Albani).
7
Hadis ini merupakan dalil terkuat yang membolehkan mendoakan kebaikan duniawi bagi non-muslim karena
jelas indikasinya. Ulama yang mendukung pendapat ini membolehkan jika terdapat sebab yang nyata seperti
keinginan untuk menarik hati dan memotivasi mereka agar memeluk Islam.
Sedangkan sebagian ulama melarang mendoakan kebaikan duniawi bagi non-muslim, seperti mendoakan
kesehatan dan kelanggengan, karena dengan begitu mereka akan tetap konsisten berada di atas kekufuran.
Selain itu, meningkatnya kesejahteraan mereka termasuk faktor yang membantu mereka untuk tetap berada di
atas kesesatan, serta menambah kekuatan mereka dalam menghadapi kaum muslimin (Tabyiin al-Haqaaiq 6/30,
al-Bahr ar-Raaiq 8/232).
KESIMPULAN:
Kesimpulan yang bisa ditarik dari makalah ini adalah:
1. Tidak boleh mendoakan rahmat dan ampunan bagi non-muslim yang telah wafat. Ulama bersepakat dalam
hal ini.
2. Terdapat sejumlah perkataan ulama yang membolehkan untuk mendoakan rahmat dan ampunan pada non-
muslim yang masih hidup. Doa itu dimaknai agar sebab yang mendatangkan rahmat dan ampunan bagi non-
muslim itu terpenuhi. Namun, lebih utama adalah mendoakannya agar mendapatkan petunjuk sebagai upaya
menghindari perdebatan dan perselisihan pendapat antar ulama.
3. Boleh mendoakan petunjuk bagi orang kafir secara umum. Lebih ditekankan dan diutamakan apabila non-
muslim itu tidak memusuhi dan menyakiti kaum muslimin.
4. Mendoakan keburukan bagi non-muslim diperbolehkan ketika permusuhan mereka menguat dan intensitas
gangguan mereka meningkat kepada kaum muslimin.
5. Boleh mendoakan kebaikan dunia bagi non-muslim karena adanya sebab yang nyata seperti untuk
melunakkan hati dan memotivasi agar mereka mau memeluk agama Islam. Atau mendoakan kebaikan dunia
karena alasan kekerabatan dan kebaikan mereka.
SUMBER PENULISAN:
https://rumaysho.com/19453-doa-adalah-ibadah.html

https://rumaysho.com/1734-allah-begitu-ekat-pada-orang-yang-berdoa.html

https://islamic-content.com/hadeeth/1000/id

https://muslim.or.id/60061-hukum-mendoakan-non-muslim-bag-1.html

https://muslim.or.id/60169-hukum-mendoakan-non-muslim-bag-2.html

SAUDARA KU… PESAN KU UNTUK MU, JIKA KELAK KAU TIDAK MENDAPATI KU DI
DALAM SURGA ALLAH, MAKA CARI AKU DI NERAKA ALLAH, KEMUDIAN TARIK TANGAN
KU DAN AJAK AKU MEMASUKI SURGA ALLAH. SESUNGGUHNYA TANGAN ITU TELAH
MENJADI SAKSI DI HADAPAN ALLAH, BAHWA DAHULU TANGAN ITU PERNAH IKUT ANDIL
DALAM MEMBELA AGAMA ALLAH (MELALUI TULISAN YANG BERMANFAAT).

8
9

Anda mungkin juga menyukai